Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 82 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yudia
"Sebuah negara yang merdeka dan berdaulat mempunyai sistem pertahanan mandiri yang dibangun sesuai dengan kondisi negara tersebut. Indonesia merupakan negara kepulauan dan dihuni oleh bermacam suku bangsa. Sistem Pertahanan Wilayah bisa menjadi perekat perbedaan yang ada, namun juga bisa menjadikan alasan untuk memisahkan diri apabila ada ketidakadilan yang terjadi akibat pelaksanaan sebuah Sistem Pertahanan Wilayah.
Tesis ini membahas persoalan Sistem Pembinaan Wilayah untuk Pertahanan, berkaitan dengan perkembangan situasi politik negara sehingga memunculkan gugatan dengan keberadaan komando teritorial TNI. Pertanyaan seputar tesis ini adalah : Bagaimanakah sistem pertahanan wilayah Indonesia? Alternatif sistem pertahanan wilayah bagaimanakah yang cocok pada masa sekarang (pasca orde baru)? dan Masih perlukah pembinaan wilayah untuk pertahanan teritorial? Adapun tujuan penlitian ini adalah: Menganalisis sistem pertahanan wilayah sebelum era reformasi, Menganalisis relevansi pembinaan wilayah terhadap sistem pertahanan teritorial, dan Membuat alternatif sistem pertahanan wilayah yang cocok dengan masa pasca orde Baru.
Metode yang dipakai adalah analisis dekriptif yang melibatkan beberapa koresponden untuk diminta penilaian seputar Sistem Pertahanan Wilayah. Sebagai alat bantu untuk menganalisis data maka digunakan metode AHP yang berguna untuk mendapatkan sebuah keputusan. Tesis ini mendapatkan hasil berupa sebuah negara memerlukan Pertahanan yang mana pembinaan kewilayahan dilakukan secara proporsional sesuai dengan bidangnya. Ada tiga lembaga yang diangkat pada tesis ini yaitu PEMDA, TNI, dan Kantor Wilayah Dephan. Pertahanan yang baik akan mendukung kondisi Ketahanan Nasional sebuah bangsa untuk tetap survive menghadapi dinamika perkembangan peradaban dunia."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T10285
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muh. Nursaman
"Pemberlakukan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dapat dianggap sebagai tonggak dimulainya otonomi daerah di Indonesia. Salah satu substansi otonomi daerah tersebut adalah pemberdayaan rakyat yang diwakili oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Setelah otonomi berjalan kurang lebih satu tahun, perlu diselidiki bagaimana dampak pemberdayaan DPRD terhadap ketahanan daerah. Harapannya, melalui pemberdayaan DPRD, kinerja pembangunan daerah akan meningkat sehingga ketahanan daerah dapat terwujud.
Untuk tujuan tersebut dilakukan penelitian di DPRD Jakarta dengan mengambil 43 orang responden yang dianggap mengetahui proses pemberdayaan DPRD Jakarta. Pengumpulan data dilakukan melalui wawacara, observasi, dan studi kepustakaan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedudukan DPRD Jakarta relatif sangat kuat karena dalam kedudukannya sebagai anggota DPRD Jakarta tidak tergantung pada pihak manapun, termasuk partai yang mencalonkannya dalam pemilu (tidak dapat di-recall). Kedudukan DPRD Jakarta juga relatif lebih kuat dibanding kepala daerah. Kuatnya kedudukan DPRD Jakarta pada hakekatnya adalah daerah wajib bertanggung jawab kepada DPRD amanat rakyat di daerah. Dengan kata lain keberhasilan otonomi daerah juga berarti meningkatkan ketahanan nasional.
Salah satu esensi yang termuat dalam otonomi daerah adalah modal bagi terwujudnya kemakmuran rakyat. Persoalannya adalah tidak ada jaminan bahwa anggota DPRD Jakarta memiliki komitmen bagi kepentingan rakyat banyak. Hasil penelitian memperlihatkan kecenderungan merosotnya kepercayaan publik epada DPRD Jakarta akibat sikap dan perilaku anggota DPRD Jakarta yang hanya mementingkan diri dan kelompoknya.
Keprihatinan atas pemberdayaan DPRD Jakarta semakin mendalam mengingat DPRD Jakarta hampir-hampir tidak dapat dikontrol oleh pihak manapun, termasuk oleh publik. Desakan publik yang disampaikan melalui pers maupun yang disampaikan langsung tidak berkorelasi dengan keputusan DPRD Jakarta. Legitimasi yang diperoleh DPRD Jakarta melalui pemilu 1999 cenderung menjadi kekuasaan absolut. Oleh karena itu kecil harapan bahwa DPRD Jakarta saat ini dapat memperkuat ketahanan daerah.
Untuk menghadapi kebuntuan ini, rakyat harus mengambil inisiatif. Pendidikan politik publik perlu ditingkatkan agar publik dapat mengambil sikap dan tindakan yang nyata dengan menghukum anggota DPRD Jakarta yang tidak mempedulikan aspirasi rakyaL Cara demokratis yang harus dilakukan adalah tidak lagi memilih orang atau partai yang kinerjanya lemah dalam pemilu 2004 mendatang.

The implementation of Act No. 22 Year 1999 on Regional Administrations can be considered as the point of departure for the initiation of regional autonomy in Indonesia. An essence of the regional autonomy is the empowerment of the people, represented by the Regional House of Representatives (DPRD). After the regional autonomy has been implemented for more than two years, it is necessary to conduct a research on the impacts of the empowerment of DPRD on the regional resilience. It is hoped that through the empowerment of DPRD the regional performance in the development will be improved, and consequently the regional resilience will be realized.
For that purpose a research is conducted at DPRD Jakarta, by including 43 respondents deemed to have the knowledge on the empowerment process of DPRD Jakarta; the data collection is conducted through interviews, observation, and library research.
The finding of the research indicates that the position of DPRD Jakarta is relatively strong since in their capacity as members of DPRD Jakarta they do not depend on any party, including the party which nominates them in the General Election (they cannot be recalled); the position of DPRD Jakarta is relatively stronger than that of the Governor.
The fact that DPRD Jakarta has a strong position means that every region shall be responsible for the regional security. In other words, the success of regional autonomy also means improving the national resilience.
An essence of regional autonomy is that it constitutes a point of departure for the realization of social welfare. The problem is that there is no guarantee that members of DPRD Jakarta have a commitment for the interest of the people. The findings of the research indicate that there is a declining public trust in DPRD Jakarta as a result of the attitude and behavior of members of DPRD Jakarta who have vested interest.
The empowerment of DPRD Jakarta has become a matter of considerable public concern in view of the fact that DPRD Jakarta practically cannot be controlled by any party, even by the public. The public pressures conveyed either through the mass media or directly do not have any correlation with the resolutions of DPRD Jakarta. The legitimacy obtained by DPRD Jakarta through 1999 General Election tends to become an absolut< power. Therefore, it is very unlikely that the current DPRD Jakarta can reinforce the national resilience.
To deal with this deadlock the people must take the initiative. It is necessary to increase the political education for the public so that the public may take stronger measures by punishing members of DPRD Jakarta who neglect the public aspiratton. The democratic measures which can be taken in the General Election of 2004 shall be in the form of the refusal to elect individuals or parties that have weak performance."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T 10867
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edgar Rangkasa
"Sistem Pemerintahan Indonesia dijalankan berdasarkan Undang-undang Dasar 1945 yang secara prinsip menganut dua nilai dasar yaitu Nilai Kesatuan dan Nilai Otonomi. Nilai Kesatuan memberikan indikasi bahwa Indonesia tidak akan mempunyai kesatuan pemerintah lain didalamnya pada magnitude Negara. Artinya Pemerintah Nasional adalah satu-satunya pemegang kedaulatan rakyat, bangsa dan Negara. Nilai Otonomi adalah nilai dasar otonomi daerah dalam batas kedaulatan Negara. Artinya penyelenggaraan Negara, khususnya kebijakan desentralisasi terkait erat dengan pola pembagian kekuasaan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dalam penyelenggaraan desentralisasi selalu terdapat dua elemen penting, yakni pembentukan daerah otonomi dan penyerahan kekuasaan secara hukum dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus bagian - bagian tertentu urusan pemerintah.
Kebijakan Desentralisasi merupakan instrumen pencapaian tujuan bernegara dalam kerangka kesatuan bangsa yang demokratis. Kebijakan tersebut diterapkan berdasarkan Undang-undang Nomor 22 tahun 1999, yang mulai dilaksanakan sejak tahun 2001 sebagai rangkaian dari seluruh proses perjalanan sistem pemerintahan di Indonesia. Secara formal kebijakan desentralisasi dituangkan dalam peraturan perundangan sejak 1903, 1945 dan seterusnya tahun 1948,1957, 1959, 1965 sampai terakhir 1999.
Bertumpu dari keingintahuan atas pelaksanaan otonomi daerah tersebut dan dampaknya terhadap ketahanan nasional, maka dilakukan penelitian mengenai pengaruh Penyelengaraan Otonomi Daerah terhadap Aparatur Pemerintah Daerah Kabupaten Bekasi sejak berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dengan pendekatan mengkaji elemen-elemen serta lingkungan strategis yang mempengaruhi penyelenggaraan Otonomi.
Ketentuan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 merupakan Reformasi dan pemberdayaan aparatur pemerintah daerah sebagai alat untuk menggerakkan pemerintah dan pastisipasi masyarakat dalam pembangunan untuk mewujudkan demokratisasi dan keadilan sesuai aspirasi masyarakat daerah. Dengan penyelenggaraan otonomi daerah secara luas dan nyata, maka daerah diberikan kewenangan yang luas. Hal ini membawa implikasi terhadap meningkatnya beban tugas dan tanggung jawab aparatur pemerintah daerah dalam rangka pemberian pelayanan dan tuntunan kebutuhan masyarakat yang semakin besar."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T11892
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widodo Kushartomo
"ABSTRAK
Kerusakan yang terjadi pada lantai beton di sekitar mesin produksi PT. FNG ( First National Glass Ware ), sangat menggangu kegiatan produksi yang dilakukan. Sehingga perlu dilakukan pemeriksaan mengenai sebab-sebab terjadinya kerusakan untuk didapat pemecahan mengenai masalah tersebut.
Penelitian ini hanya bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh oli (pelumas) yang dipakai pada mesin produksi di PT. FNG terhadap kemampuan ikat semen pada agregat kasar dan halus (kuat tekan beton). Metoda yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan cara membandingkan hasil pengujian kuat tekan sampel beton yang dicampur oli pada temperatur 100 -- 115°C melalui proses hidrolisa, dengan beton normal yang tidak dicampur oli. Untuk pemeriksaan pengaruh di terhadap kuat tekan sampel beton dilakukan dengan difraksi sinar-x dan FTIR ( Fourier Transform Infrared ). Proses hidrolisa, pengujian kuat tekan, pemeriksaan dengan difraksi sinar-x dan FTIR masing-masing dilakukan di Laboratorium Kimia dan Bahan Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara Jakarta, Laboratorium Bahan Fakultas Teknik Universitas Indonesia Depok, Pusat Penelitian Teknologi Mineral Bandung dan Laboratorium Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia Depok.
Pengamatan yang dilakukan pada beton yang dicampur dengan oli melalui pengujian kuat tekan sampel beton menunjukkan adanya penurunan kuat tekan dari beton tersebut. Untuk beton yang dicampur dengan oli jenis Meditrans SAE40 terjadi penurunan sebesar 40 %, sedangkan jika oli yang digunakan adalah ELF Competition STX 15W50 terjadi penurunan sekitar 46%, dan jika oli yang di gunakan adalah Mesran 20W SAE20 terjadi penurunan sebesar 10%, dibandingkan dengan beton normal. Semua jenis di tersebut digunakan pada mesin diesel dan mesin produksi di PT. FNG.
Pengamatan dengan difraksi sinar - x menunjukkan bahwa berkurangnya kekuatan dari beton tersebut karena adanya komponen kimia yang hilang dalam beton tersebut yaitu kalsium hidroksida, sehingga berakibat putusnya ikatan antara pasta semen dengan agregat. Pengamatan dengan FTIR juga menunjukkan bahwa oli yang digunakan setelah tercampur dengan beton pada temperatur 100 - 115 °C, tersebut terurai. Sehingga disimpulkan ada reaksi antara komponen kimia dalam beton dengan oli."
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurhasanah
"Fokus dari tesis ini adalah mengenai faktor-faktor apa saja yang menyebabkan minimnya alokasi anggaran pertahanan Indonesia periode 2000-2004 dilihat dari persepsi ancaman. Penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah penelitian kualitatif. Untuk menganalisa hal tersebut, penelitian ini menggunakan Alternative Hypotheses About The Growth-Military Expenditures Relationship dengan memilih pendekatan Fear yang terdiri dari empat indikator persepsi ancaman dalam melihat besaran anggaran pertahanan yaitu aggregate capabilities of the other states, geography, offense-defense balance dan perception of intentions. Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa penyebab minimnya alokasi anggaran pertahanan Indonesia adalah offense-defense balance yang berimbang dan perception of intention yang jelas dalam melihat perkiraan ancaman.

This Thesis focuses on factors which are causing low allocation of Indonesia's defense budget in 2000-2004 period, seen from its perception of threat. Qualitative research method is used in this research. To analyze, this research uses Alternative Hypothesis About the Growth-Military Expenditures Relationship by selecting Fear Approach that consist of four indicators of threat perceptions in seeing quantity of defense budget, such as: aggregate capabilities of other states, geography, offense-defense balance and perception of intentions. This research finds that Indonesia?s low defense budget is caused by the balance in offensedefense balance and clear perception of intention in seeing threat."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
T27805
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ramses Kamsuddin
"Masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana penyelenggaraan bela negara dilaksanakan pada program kejar paket A dan kejar paket B dan apakah program kejar paket A dan B di DKI Jakarta (Kotamadya Jakarta Utara) mendukung pelaksanaan bela negara. Sedangkan tujuan penelitian adalah untuk memperoleh gambaran penyelenggaraan bela negara melalui jalur program kejar paket A dan B, untuk mengetahui peranan program kejar paket A dan B dalam mendukung pelaksanaan bela negara dan untuk memprediksi sejauhmana peranan program kejar paket A dan B dalam mendukung pelaksanaan bela negara.
Untuk menganalisis data tersebut digunakan teknik analisis deskriptif analitis yang disesuaikan dengan landasan teori dan pola pikir. Untuk mengetahui implementasi bela negara dijabarkan melalui unsur-unsur bela negara yaitu : pemahaman bela negara, kecintaan terhadap tanah air, keyakinan akan keabsahan Pancasila, kesadaran berbangsa dan bernegara serta rela berkurban.
Dari hasil penelitian melalui penyebaran kuesioner untuk kejar paket A sebanyak 73 responden dan kejar paket B sebanyak 68 responden didapat bahwa nilai untuk pemahaman bela negara kejar paket A dan B masing-masing 57,54% dan 65,19%, kecintaan terhadap tanah air masing-masing 63,46% dan 67,89%, Keyakinan akan keabsahan Pancasila masing-masing 70,31% dan 71,56%, kesadaran berbangsa dan bernegara masing-masing 53,87% dan 59,06% dan rela berkorban 52,05% dan 61,76%. Dari hasil tersebut terlihat bahwa peserta kejar paket A dan B kurang memahami implementasi bela negara dalam kehidupan sehari-hari."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T10851
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chairul Walid
"Anggaran Pertahanan bagi suatu negara adalah merupakan masalah yang penting untuk tegaknya kedaulatan negara tersebut serta pengaruhnya dalam percaturan politik dunia Kebijakan anggaran pertahanan suatu negara adalah gambaran kemampuan dan kebijakan negara tersebut dalam mensikapi sistem pertahanan yang digunakan.
Penelitian ini bertujuan menganalisis anggaran pertahanan tahun 2000-2004. Penelitian ini penting dilakukan dalam rangka mengetahui sistem pengelolaan anggaran pertahanan, faktor-faktor yang mempenganihi kebutuhan anggaran pertahanan dan pengaruh pengelolaan Anggaran Pertahanan terhadap ketahanan dibidang HANKAM dan Ketahanan Nasional serta membuat perkiraan anggaran pertahanan yang tepat untuk menghadapi situasi dan kondisi yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini dan masa yang akan datang.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode Deskriptif Analitis yaitu dengan mendiskripsikan berdasarkan data sekunder dan informasi yang diperoleh dari tiara sumber, kajian pustaka dan dokumen resmi pemerintah serta observasi Iangsung ke obyek penelitian dalam hal ini adalah Departemen Pertahanan dan Komisi I DPR R.I. Dari data tersebut kemudian peneliti menganalisisnya sehingga mendapatkan satu kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama tahun 2001 sampai 2005 persentase anggaran pertahanan jika dibandingkan dengan APBN masih dibawah 10 %, bahkan rata-rata pertahun hanya 5,97 %. Persentase yang terendah terjadi pads tahun 2001 dimana besarnya anggaran pertahanan hanya 3,53 % dari APBN, dan yang tertinggi selama tahun 2001-2005 terjadi pada tahun 2004 yaitu 8,39 % dad total APBN atau sekitar Rp. 21,422.21 Milyar. Dengan total anggaran tahun 2004 raja tetap masih belum memenuhi kebutuhan minimal anggaran pertahanan. Bila dibandingkan dengan PDB rata-rata persentase anggaran pertahanan selama 5 tahun (2001-2005) sebesar 1,2 %. Ini masih jauh dibawah standard minimal yang biasa digunakan oleh negara lainnya. Hal ini berpengaruh terhadap profesionalitas TNI sebagai garda terdepan dalam sistem pertahanan negara.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dalam sistem pengelolaan anggaran Departemen Pertahanan diselenggarakan dengan menggunakan pendekatan manajemen yaitu perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian. Dengan prinsip-prinsip sebagai dari "bawah ke atas" (bottom up) yaitu setiap satuan bawah mengajukan rencana kebutuhannya kepada salmi atas . Dan dari "atas ke bawah" (top down) yaitu penentuan kegiatan satuan bawah oleh satuan atas, berdasarkan prioritas, kebijaksanaan dan kemampuan dukungan/keterbatasan sumber daya dan anggaran. Serta Azas "Satu Pintu" (one gate policy), setiap penyelenggaraan fungsi, perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian dilaksanakan secara terpisah oleh satu pintu. Dan hasil penelitian diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi dalam penganggaran anggaran pertahanan yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Dengan penentuan kebijakan dan analisis yang tepat dapat ditentukan perkiraan anggaran pertahanan dimasa datang sehingga pertahanan dan keamanan nasional terwujud dalam kerangka ketahanan nasional.

Budget of Defense for a country is an important matter in order to uphold such country sovereignty and its impact in the world political constellation. Policy of defense budget of a country is a description of capability and policy of such country to respond the defense system applied.
This research aims to analyze the budget of defense year 2001-2005. this research is important in the frame to understand the management system of defense budget, factors influencing the needs of defense budget and impact of Defense Budget management to endurance in the sector Defense and Security (HANKAM) and National Endurance and to make proper estimation of defense budget to face the situation and condition faced by Indonesian nation at this time and in the future.
This research uses Analytic Descriptive methods that is to describe based on secondary data and information gained from the resource person, library research and official document of the government and direct observation to the research object, in this case the Department of Defense and Commission I DPR RL The researcher analyzes such data in order to find a conclusion.
The research concludes that during year 2001 up to 2005 percentage of defense budget comparing with the State Budget is under 10%, moreover the average per year is only 5,97%. The lowest percentage is in 2001 which the mount of defense budget is 3,53% from State Budget, and the highest one is in 2004 about 8,39% from the total State Budget or about Rp. 21.422,21 Billion. The total budget in 2004 has not fulfilled national needs of defense budget: Comparing PDB in average percentage of defense budget within 5 year (2001-2005) is amounting to 1,2%. It is far under the minimal standard usually applied in other countries. It influences to professionalism of Indonesian Armed Forces as the front guard of the state defense system.
The research concludes that in the defense budget management system of the Department of Defense by using management approaches namely planning, organizing, implementing and controlling. By the principles "bottom up" namely each lower unit proposes planning on its needs to upper unit. From "top down" is stipulation of unit activity of bottom by upper unit, based on priority, policy and capability, support/limit of resources and budget and "one door policy" principle, every implementation, supervision and control carried out separately by one policy. From the result on research, the factors influencing in budgeting is internal and external factors. Determination of proper policy and analysis is able to determine an estimation of defense budget in future, there fore national defense and security are able to realize in the frame of national endurance.
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T20570
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Panji Suwarno
"Panji Suwarno, Pemberdayaan Pesantren Dalam Pembangunan Daerah di Tinjau dari Persfektif Ketahanan Nasional, Program Studi Pengkajian Ketahanan Nasional Pascasarjana Universitas Indonesia , Jakarta, 2004. Penelitian ini dimaksudkan untuk mencari masukan peran pesantren dalam pembangunan daerah Kabupaten Pasuruan.
Penelitian ini menjadikan wawancara, observasi, kuesioner dan studi literatur sebagai metode pengumpulan data. Hasil penelitian melalui analisa Swot menunjukkan Pesantren Persis dan Pesantren Salafiyah berada pada posisi kuadran ke satu, sedangkan Pesantren Sidogiri berada pada kuadran ke empat. Pesantren Sidogiri dan Pesantren Salafiyah proses pembelajarannya terfokus pada kitab kuning saja, dan kurikulum yang dipakai untuk sekolah adalah kurikulum lokal yang dikemas sendiri. Sedangkan Pesantren Persis, adalah bentuk pesantren yang ideal untuk masa depan, karena menjadikan pesantren sebagai substitusi pendidikan formal.
Dalam era otonomi daerah, segala aktivitas daerah sepenuhnya diserahkan kepada daerah, termasuk dalam pembangunan didaerah peran pondok pesantren melalui kyai dan santrinya merupakan kunci keberhasilan pembangunan di daerah. Kunci keberhasilan pembangunan adalah agar pemerintah daerah melibatkan seluruh komponen masyarakat yang ada, termasuk dunia pesantren yang merupakan pusat pembinaan mental, moral dan agama.
Peran pesantren dalam meningkatkan pembangunan yaitu melalui outputnya pesantren yang berada ditengah-tengah masyarakat memberikan tauladan bagi masyarakat sekitarnya, yang dimulai dari pembinaan pribadi, meningkat ke Ketahanan Keluarga, Ketahanan Lingkungan pemukiman dan pekerjaan, kemudiaan terus ke Ketahanan Daerah yang akhirnya bermuara pada Ketahanan Nasional."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11877
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Suksestioso
"Bagi masyarakat awam pada umumnya kurang mengenal tentang P3A singkatan dari Perkumpulan Petani Pemakai Air. Demikian pula di kalangan petani. Namun bagi masyarakat Kabupaten Kulon Progo, P3A ternyata sudah dikenal. P3A bisa dikatakan organisasi petani yang dibentuk oleh pemerintah melalui kebijakan yakni Instruksi Presiden Nomor 2 tahun 1984. Karena dibentuk pada masa pemerintahan Orde Baru, maka kesan `adanya keseragaman' masih melekat. Kesan ini terbukti pada anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya. Hal lain yang menonjol pada P3A adalah berasaskan Pancasila di setiap daerah yang terdapat tanaman padi baik di Pulau Jawa maupun luar Pulau Jawa.
Penelitian ini tidak bermaksud menggugat keberadaan organisasi tersebut yang notabene sudah terbentuk, khususnya di Kabupaten Kulon Progo. Melainkan ingin mengidentifikasi, mengenali, dan mengetahui keberhasilan maupun kegagalannya setelah diberdayakan. Istilah yang lazim dipakai bagi P3A adalah sudah berkembang, sedang berkembang, atau belum berkembang? Berdasarkan penelitian yang menelusuri faktor kesejarahannya, maka teridentifikasi tiga unsur yakni kelembagaan P3A kurang dinamis, pengetahuan tentang teknis operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi kurang menguasai, dan iuran air/anggota kurang lancar. Dari ketiga unsur inilah pemerintah berupaya memberdayakan P3A melalui Tim Pendamping Petani/TPP dan pelatihan-pelatihan.
Tujuan pemberdayaan antara lain agar organisasi P3A yang sudah berbadan hukum merasa kuat, sehingga posisinya sama seperti perusahaan-perusahaan lain. Dari segi teknis agar P3A mampu mengelola jaringan irigasi, meskipun hanya pada taraf jaringan sekunder atau tersier. Berbadan hukum di sini berarti organisasinya legal, diakui keberadaannya oleh aparat maupun masyarakat.
Sehingga ke depan mempunyai bargaining position terhadap pihak-pihak yang ingin bekerjasama dengan P3A. Kecuali itu P3A diwajibkan memiliki nomor rekening sendiri untuk menyimpan uang hibah, bantuan dari Pemerintah/Pemda, dan hasil iuran para anggotanya. Ketiga kekuatan seperti organisasi, teknis, dan keuangan inilah diharapkan P3A mampu mengelola dirinya sendiri, organisasinya, dan lingkungannya untuk menuju pada pembangunan secara berkelanjutan yang pada akhimya kegiatan-kegiatan P3A merupakan ketahanan bagi daerahnya. Apalagi Kabupaten Kulon Progo memiliki 228 P3A unit yang sangat memungkinkan untuk melakukannya.

The term of P3A, stands for Perkumpulan Petani Pemakai Air (Water User Association/WUA) is not well-known by people in general, even by farmers themselves as the relevant parties. However, we can find different view in Kulon Progo district, where the people have reached eligible understandings on the P3A. The association was initiatialy established by the central government under Presidential Instruction No. 2 of 1984. As it was established in the era of the New Order (Orde Baru) with top-down approach, the impression of "uniformity" is unavoidable, as figure out in the Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) the management adopted.
Besides, it is in general for any WUA with paddy field -both inside and outside Java Island- to adopt the Pancasila as their organizational ideological base.
This research is not aimed to argue the existence of the established organization, especially in Kulon Progo District. It is mainly intended to identify, comprehend, and find out the successes and failures of the organization after implementation for operational review purposes. With respect to performance of the organization, terminology of developed, developing and under develop is commonly use. Based on a specific research discovering the historical existence of the organization, we find three main problems faced by the organization management, such as: (1) institutional arrangement of WUA is inadequately dynamic, (2) insufficient knowledge of irrigation operation and maintenance, and (3) a great number of feesarrear. To deal with the above-mentioned problems and to empower the association, the central government provides technical assistance by establishing the Tim Pendamping Petani/TPP (Farmer Counterpart Team) and required trainings.
To empowerment role played the central government is intended to empower any WUA with established legal status for being in the same level of capability with other enterprises. It is also intended to create WUA with eligible capability to manage overall irrigation scheme which they are responsible to the stakeholders In case of a WUA has had established legal status, it is recommended to have a bank account for fee collection from members, to finance sustainable operation. The Kulon Progo District with 228 WUA's is very competent to execute it.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11889
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9   >>