Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tjetjep Djamilus Djamil
"Penyakit DBD masih merupakan masalah kesehatan. Ditinjau dari penyebaran kasusnya, distribusi DBD semakin meluas pada wilayah kecamatan perifer, khususnya pada daerah industri dan pemukiman baru seiring dengan semakin tingginya mobilitas di kawasan tersebut. Pada tahun 1990 ditemukan 68 kasus di 12 (52,2%) kecamatan, tahun 1995 ditemukan 106 kasus di 21 (91,3%) kecamatan dan masih sering terjadi KLBDBD. Tahun 1995 KLB-DBD menempati urutan pertama dari wabah yang terjadi di Kabupaten Bekasi dan terjadi di 11 (47,8%) kecamatan, 36 (15,2%) desa. (Profil Kes )1996).
Pelaksanaaan surveilans-DBD telah dimulai sejak tahun 1985 dan lebih efektif pada tahun 1991. Tahun 1995 dikembangkan sistem kewaspadaan dini melalui kegiatan surveilans. Desain penelitian ini adalah kualitatif, suatu type study observasional dengan rancangan cross sectional, tujuannya adalah untuk mendapatkan gambaran dan permasalahan dalam pelaksanaan sistem kewaspadaan dini DBD.
Hasil penelitian ini menunjukkan 8 (15,1%) puskesmas yang telah melaksanakan surveilans dengan status baik, 11 (20,8%) dengan status sedang dan 34 (64,1%) masih dalam status jelek. Dari variabel-variabel yang berpengaruh pada surveilans, kualitas pengelola surveilans DBD di Kabupaten Bekasi masih rendah dalam tingkat pengetahuan, sedangkan sarana dan biaya masih dikelola oleh Dinas Kesehatan Kabupaten. Namun tidak ditemukan adanya hubungan bermakna antara status surveilans dengan endemisitas DBD daerah, p value = 0,24. Kualitas upaya penanggulangan DBD seluruh puskesmas masih jelek dan variabel yang berpengaruh pada upaya penanggulangan DBD adalah sebagai berikut : baru 1 (4,8%) Pokjanal-DBD dan 6 (4,2%) Pokja-DBD yang dibentuk serta keberadaan kader masyarakat yang cukup potensial.
Untuk meningkatkan sistem kewaspadaan dini DBD, puskesmas perlu meningkatkan pengetahuan, pembinaan dan keterampilan petugas, alur pelaporan yang lebih sederhana dan pendelegasian tugas ke puskesmas baik dana maupun logistik.
Dinas Kesehatan Kabupaten dan Kota Madya Bekasi perlu melakukan pendekatan dengan Bupati dan Walikota dengan membentuk dan mengaktifkan Pokjanal, Pokja DBD dan mengaktifkan tenaga kader masyarakat serta koordinasi dengan Dinas Kesehatan dan Kepala Rumah Sakit, terutama yang berbatasan langsung dengan Kabupaten/Kota Madya Bekasi.
Daftar kepustakaan : 38 (1988 - 1997)

Evaluation of the Activities of the Early Alertness System for the Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) at Bekasi Regency, West Java Province in 1991-1995DHF is still a health problem. Reviewed based on its case dissemination, its distribution is expanding more and more in the region of peripheral sub district, especially in the industrial estate and new settlement in line with the in-creasing mobility within those areas.
In 1990, there were 68 cases within 12 (52,2%) sub districts, 106 cases within 21 (91,3%) sub districts in 1995. DHF out-break is frequently occurred. In 1995, DHF outbreak has a ranked first among outbreak occurred in the area and it occurred within 11 (47,8%) sub districts and 36 (15,2%) villages. (Profil Kes.Bekasi,1996).
Implementation of DHF surveillance was started in 1985 and in 1991 it is more effectively. Early alertness system through surveillance activity was developed in 1995.
This study design is a qualitative, observational study with cross sectional design, its objective was to obtain a description and problems encountered in the implementation of DHF surveillance.
Result of study showed that 8 (15,1%) of the public health center have implemented DHF surveillance with the good status, some 11 {20,8%) with intermediate status and 34 (64,1%) are in the bad status. Of the variables affecting the surveillance status, quality of the DUE surveillance managers are low and suprastructure, and funds are still managed by the Regency Health Services. There is no significant relationship between surveillance status with the DHF endemicity of the region, p value = 0,24. The quality of the DHF preventive measure in all of the public health centers are low and influential variable on the DHF preventive measure is the following : just 1 (4,8%) "Pokjanal DBD" and 6 (4,2%) "Pokja DBD" (DHF Working Group) those are established and the existence of enough potential society cadre.
To improve the DHF early alertness system, the public health center does necessary to increase the knowledge, establishment and staff qualification, to simplify reporting path-ways and delegate the authority to the public health center in allocating fund and logistic. The Regency and Municipality Health Services in Bekasi need to approaches both Regent and Major to establish and activate the "Pokjanal-DBD", "Pokja-DBD" and coordinate it with the chief of the hospital, especially in the areas directly in the border of both Regency/Municipality of Bekasi.
Bibliography : 38 (1988 - 1997).
"
Universitas Indonesia, 1997
T1410
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Norsari
"[ABSTRAK
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi akibat virus dengue yang
ditularkan oleh nyamuk aedes agypti. Sanitasi lingkungan yang buruk serta
kurangnya perilaku hidup bersih dan sehat merupakan faktor utama yang
menyebabkan penyebaran DBD di masyarakat perkotaan. Studi kasus ini
bertujuan untuk menganalisis penerapan teknik napas dalam sebagai intervensi
untuk mengatasi mual yang sering ditemukan pada klien dengan DBD. Mual
pada DBD terjadi akibat pembesaran hepar yang mendesak lambung. Hasil studi
menunjukan respon positif klien terhadap intervensi manajemen mual berupa
berkurangnya rasa mual, peningkatan toleransi terhadap makanan, peningkatan
porsi makan, serta penurunan dosis terapi antiemetik yang diberikan. Hasil karya
ilmiah ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi perawat untuk
menerapkan penggunaan teknik napas dalam sebagai intervensi nonfarmakologi
dalam upaya mengatasi mual; ABSTRACT Dengue hemorrhagic fever (DHF) is an infectious disease due to dengue virus
which is transmitted by Aedes aegypti. Poor sanitation and lack of clean and
healthy lifestyle are the main factors causing the spread of DHF in urban
communities. This case study aims to analyze the application of deep breathing
technique as intervention for nausea which commonly occured in DHF clients.
Nausea in DHF is caused by enlargement of the liver that pressing stomach.
Results of this study show a positive response of the clients to nausea
management intervention manifested by nausea reduction, increase of food?s
tolerance, increase of meal?s portion, as well as dose reduction of given antiemetic
therapy. The results of this scientific work are expected as consideration for all
nurses to encourage the use of Deep breathing techniques as a nonpharmacological
intervention in an attempt to overcome nausea.;Dengue hemorrhagic fever (DHF) is an infectious disease due to dengue virus
which is transmitted by Aedes aegypti. Poor sanitation and lack of clean and
healthy lifestyle are the main factors causing the spread of DHF in urban
communities. This case study aims to analyze the application of deep breathing
technique as intervention for nausea which commonly occured in DHF clients.
Nausea in DHF is caused by enlargement of the liver that pressing stomach.
Results of this study show a positive response of the clients to nausea
management intervention manifested by nausea reduction, increase of food?s
tolerance, increase of meal?s portion, as well as dose reduction of given antiemetic
therapy. The results of this scientific work are expected as consideration for all
nurses to encourage the use of Deep breathing techniques as a nonpharmacological
intervention in an attempt to overcome nausea.;Dengue hemorrhagic fever (DHF) is an infectious disease due to dengue virus
which is transmitted by Aedes aegypti. Poor sanitation and lack of clean and
healthy lifestyle are the main factors causing the spread of DHF in urban
communities. This case study aims to analyze the application of deep breathing
technique as intervention for nausea which commonly occured in DHF clients.
Nausea in DHF is caused by enlargement of the liver that pressing stomach.
Results of this study show a positive response of the clients to nausea
management intervention manifested by nausea reduction, increase of food?s
tolerance, increase of meal?s portion, as well as dose reduction of given antiemetic
therapy. The results of this scientific work are expected as consideration for all
nurses to encourage the use of Deep breathing techniques as a nonpharmacological
intervention in an attempt to overcome nausea., Dengue hemorrhagic fever (DHF) is an infectious disease due to dengue virus
which is transmitted by Aedes aegypti. Poor sanitation and lack of clean and
healthy lifestyle are the main factors causing the spread of DHF in urban
communities. This case study aims to analyze the application of deep breathing
technique as intervention for nausea which commonly occured in DHF clients.
Nausea in DHF is caused by enlargement of the liver that pressing stomach.
Results of this study show a positive response of the clients to nausea
management intervention manifested by nausea reduction, increase of food’s
tolerance, increase of meal’s portion, as well as dose reduction of given antiemetic
therapy. The results of this scientific work are expected as consideration for all
nurses to encourage the use of Deep breathing techniques as a nonpharmacological
intervention in an attempt to overcome nausea.]"
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2015
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Wati Soetojo
"Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Pertama kali dilaporkan tahun 1968 sampai dengan sekarang telah menyebar ke sebagian besar kabupaten dan kota di seluruh Indonesia. Selama periode 1992-2002 terdapat 69.330 kasus di wilayah DKI Jakarta, dengan jumlah kematian 595 orang, sedangkan untuk Jakarta Pusat selama tahun 2000-2003 terdapat 4.905 kasus dengan jumlah kematian 23 orang, rata-rata IR 121,44 dan ABJ (Angka Bebas Jentik) 92.3%.
Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue (Type 1, 2, 3 dan 4) dan ditularkan oleh vektor nyamuk Aedes aegtpti, ditandai dengan demam mendadak 2-7 hari tanpa penyebab yang jelas, lemah/lesu, gelisah, nyeri ulu hati, disertai tanda perdarahan di kulit berupa bintik-bintik perdarahan, lebam atau roam, kadang-kadang mimisan, berak darah, muntah darah, kesadaran menurun/shock. Disamping virus dan agent, faktor-faktor risiko seperti iklim (suhu, curah hujan, kelembaban), faktor demografi (kepadatan penduduk), serta faktor geografi (penggunaan tanah) dalam satu kesatuan ekosistem dapat mempermudah penyebaran penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD).
Study ekologis time trend (kecenderungan waktu) terhadap faktor-faktor risiko tersebut diatas dan melalui pendekatan spasial, dilakukan untuk melihat gambaran fenomena kejadian penyakit DBD. Pemakaian Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan perangkat lunak Arc View 32, dapat memperjelas gambaran penyebaran kejadian penyakit DBD selama tahun 2000 - 2003 per-kecamatan di Jakarta Pusat.
Pada tahun 2000-2003, rata-rata suhu udara minimum-maksimum (26,6 - 29,2°C) curah hujan (0 - 23,2 mm) dan kelembaban (66,9 85,9 %). Sebaran tertinggi selama tahun 2000 - 2003 yaitu pada kecamatan Kemayoran, Tanah Abang, Senen, Johar Baru. Lokasi-lokasi tersebut permukiman dan penduduknya padat, akibatnya faktor kelembaban dapat meningkat pada tempat tersebut, dan kondisi ini membuat nyamuk Aedes aegypti hidup serta berkembang biak dengan baik. Sebaran kejadian terlihat mulai meningkat pada akhir musim penghujan, dan sebaran kejadian pada musim kemarau lebih tinggi dari pada musim penghujan.
Melihat fenomena yang digambarkan dalam peta, bahwa kejadian penyakit lebih banyak pada permukiman dan penduduk yang padat dan jumlah kejadian penyakit DBD pada musim kemarau lebih banyak dan musim penghujan, serta jumlah kejadian meningkat pada akhir musim penghujan, maka untuk mengantisipasi peningkatan kejadian disarankan kepada Sudinkesmas setempat, untuk meningkatkan Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) dan penyuluhan kesehatan lingkungan kepada masyarakat agar berperan aktif dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), serta perlu pengembangan SIG dan analisa spasial serta peningkatan epidemiologi kesehatan lingkungan.

Spatial Analysis of Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) Incidence in Central Jakarta District on 2000-2003Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) continues to be serious public health problems and major cause of hospitalization and death in Indonesia. The epidemiological dimensions of the disease continue to increase across rural and urban areas in Indonesia since first time DHF was reported in 1968. During the period 1992 - 2002, several outbreaks have occurred in Jakarta Capital of Territory (DKI-Jakarta) with a total incidence of 69,330 cases and with total number of 595 deaths, parts of the above number whereas 4,905 cases in the Central Jakarta Municipality for year 2002-2003 with total number of 23 deaths, IR 121.44 and Larvae Free Index (ABJ) was 92.3 %.
Transmitted by the main vector, the Aedes aegypty mosquito these are four distinct, but closely related viruses that cause dengue (Type 1, 2, 3 and 4). DHF is characterized clinical manifestations: high fever, hemorrhagic phenomena, often with hepatomegaly and in, severe cases, signs of circulatory failure. Such cases may develop hypovolaemic shock resulting from plasma leakage. Beside agent and virus, other risk factors such as climate (temperature, rain drop, humidity), demography, and geographic (land use) in one ecosystem could easier the spread of disease DHF.
Time trend in ecological study with risk factors above and using a spatial approach, is used in this study to find out the phenomena of DHF. Using the Geographical Information System (GIS) with ArcView 3.2, could bold the view of DHF spread during 2000-2003 for each sub districts in Central Jakarta Municipality.
In year 2000-2003, the average of the minimum-maximum temperature was (26.6 - 29.2 °C), rain drop was (0 - 23, 2 mm) and humidity was (66.9 - 85.9 %). The highest spreading of DHF in 2000-2003 was in Kemayoran Sub District, Tanah Abang Sub District, Senen Sub District, lobar Baru Sub District. The above areas which have housing with high density population have relation to increase the humidity then the high humidity could become a reinforcing factor for Aedes aegyply growing and living. The occurrence of DHF tends to increase at the end of rain season, and spreading of disease in dry season does higher compare to rain season.
From the phenomena on the map in this study, the incidence of DHF occurred more at housing with high density population and DHF occurrence in dry season highest compare to rain season, and the number of incidents was increased in at the end of rain season. It is suggested that the Central Jakarta Municipality Health Office needs to increase the health education which emphasize the environmental health aspects such as Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) and Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB), and need to develop GIS with spatial analysis and increasing the epidemiology for environmental health.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T12865
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, Junghans
"Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit endemis di Indonesia dan di beberapa negara yang terletak di daerah tropis maupun subtropis. Meningkatnya kejadian penyakit DBD dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah faktor iklim. Dalam program pemberantasan penyakit DBD faktor iklim belum banyak mendapat perhatian, sehingga upaya pencegahan dan penanggulangan DBD yang dilakukan belum optimal.
Penelitian ini dilakukan di wilayah Kotamadya Jakarta Timur Provinsi DKI Jakarta, untuk mengetahui hubungan antara faktor-faktor iklim dan kejadian DBD. Faktor iklim yang diteliti meliputi curah hujan, jumlah hari hujan, kelembaban, suhu, kecepatan angin, dan pencahayaan matahari.
Penelitian ini merupakan studi ekologi/studi korelasi populasi dengan menggunakan data sekunder selama 5 tahun (1998-2002) Data jumlah kasus DBD per minggu diperoleh dari Suku Dinas Kesehatan Masyarakat Kotamadya Jakarta Timur, sedangkan data faktor-faktor iklim diperoleh dari Stasiun Meteorologi Jakarta. Data iklim harian selanjutnya dikonversi menjadi data per minggu.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara curah hujan, kelembaban dan jumlah kasus DBD, hubungan yang sedang antara jumlah hari hujan, suhu, pencahayaan matahari dan jumlah kasus DBD, serta hubungan yang tidak bermakna antara kecepatan angin dan jumlah kasus DBD. Bentuk hubungan antara curah hujan, jumlah hari hujan, suhu, kecepatan angin, penyinaran matahari dan jumlah kasus DBD adalah cubic, sedangkan bentuk hubungan antara kelembaban dan jumlah kasus DBD adalah quadratic.

Relationship between Climate and Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) Cases in East Jakarta 1998-2002Dengue hemorrhagic fever (DHF) is epidemic disease in Indonesia and some countries in tropical, subtropical and temperate areas of the world. The increasing of DHF cases is caused many factors, and one of them is climate factor. This factor does not get much interested in DHF controlling programs yet, so that the intervention strategy is not optimum.
The research is conducted in East Jakarta, to know whether climate factors are related to DHF cases. The climate factor in the study is rainfall, rain days, humidity, temperature, wind velocity, and sun shine.
This study is an ecological study using secondary data for 5 years (1998-2002). The weekly DHF cases data come from East Jakarta Health Services, and the daily climate data come from Jakarta meteorological station, conversed to weekly data for 5 years in 1998 to 2002.
The study shows that there are a significant relationship between DHF cases and rainfall, rain days, relative humidity, temperature, and sunshine. There is not significant relationship between DHF cases and wind velocity. The model of relationship between climate factors and cases are cubic, except the relationship between humidity and cases is quadratic.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T13044
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Yuniarti
"Lingkungan merupakan salah satu faktor yang sangat berperan dalam timbul dan penyebaran penyakit DBD, baik lingkungan biologis maupun fisik. Perubahan iklim dapat berpengaruh terhadap pola penyakit infeksi dan akan meningkatkan risiko penularan. Intergovernmental Panel on Climate Change tahun 1996 menyebutkan insiden DBD di Indonesia dapat meningkat tiga kali lipat pada tahun 2070. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) telah menjadi penyakit endemik di kota-kota besar di Indonesia. Banyak yang menduga bahwa KLB DBD yang terjadi setiap tahun hampir di seluruh Indonesia terkait erat dengan pola cuaca di Asia Tenggara.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kejadian kasus demam berdarah dengue dengan iklim (curah hujan, kelembaban dan suhu udara) di Kota Administrasi Jakarta Timur. Rancangan penelitian yang digunakan adalah studi ekologi menurut waktu. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juni 2009 dan berlokasi di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur dengan menggunakan data sekunder. Data jumlah kasus demam berdarah dengue yang digunakan berasal dari laporan jumlah tersangka kasus yang tercatat di Suku Dinas Kesehatan Masyarakat Jakarta Timur. Data iklim yang digunakan adalah data curah hujan, kelembaban dan suhu udara yang diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika stasiun Meteorologi Kemayoran Jakarta.
Hasil penelitian hubungan kejadian kasus demam berdarah dengue dengan iklim di Kota Adminitrasi Jakarta Timur pada tahun 2004-2008 ini menunjukkan hubungan yang signifikan dengan kelembaban udara (p=0,01) dan tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan curah hujan (p=0,1) dan suhu udara (p=0,28). Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa peningkatan kelembaban udara berpengaruh terhadap peningkatan kejadian kasus demam berdarah dengue. Oleh karena itu, diperlukan suatu kerjasama antar lembaga terkait yaitu Dinas Kesehatan dan BMKG sebagai pihak yang berwenang terhadap data kelembaban. Jika terjadi peningkatan kelembaban pihak BMKG disarankan untuk segera menginformasikan kepada dinas kesehatan, agar dinas kesehatan dapat waspada dan segera melakukan kegiatan untuk mengantisipasi kejadian kasus DBD dengan melakukan kegiatan preventif, seperti fogging dan pemeriksaan jentik berkala.

Environment is one of the most important factor in occurance and distribution of DHF, both of biologic and phisycs environment. Climate change can influence to infection disease pattern and will increase spreading risk. Intergovernmental Panel on Climate Change in 1996 predicted that DHF incidence in Indonesia would be tripled in 2070. Dengue hemorrhagic fever (DHF) has become endemic in many big cities in Indonesia. Most people predict that KLB of DHF happened every year almost in all of in Indonesia has strong relation with climate pattern in South East asia.
The objective of this research is to know correlation DHF cases and pattern of the climate variability in East Jakarta. This research uses the design of ecological time trend study. This research was did on May-June 2009 and located in East Jakarta District with used secondary data. Number of DHF cases were used the results indicate that DHF cases have significant related to humidity (pV=0,01) and didn?t have significant related to precipitation (p=0,1) and temperature (p=0,28).
The conclusion of this study is the increase of humidity can influence the occurance of DHF cases. Therefore, cooperation between health office and Geophisycs, Climate and Meteorologic Board is needed. If the increasing of humidity happen. Geophisycs, Climate and Meteorologic Board is suggested to inform to the health office immediately. In order that health office can be aware and the anticipating of DHF cases program can be done immediately by doing preventive program, such as fogging and periodic larva infection.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hotmedi Listia Doriana
"Penyebaran demam berdarah dengue (DBD) Asia Tenggara semakin luas. Tiga negara di Asia Tenggara yaitu Indonesia, Myanmar dan Thailand merupakan negara yang termasuk tingkat endemisitas kategori A. (WHO. 2006). Walaupun terapi DBD sudah banyak berkembang, masih terdapat pasien yang pada awal perawatan termasuk derajat I, II berkembang menjadi tejadi renjatan dilaporkan sebanyak 20%- 40% (Gubler. l998). Oleh karena itu, untuk mencapai target CFR di bawah 1% Indonesia perlu meningkatkan manajemen diagnosis klinis dan laboratorium di masa yang akan datang (Depkes. 2004).
Dua teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan SSD yaitu hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan hypothesis antibody dependent enhancement (ADB) (Gubler. 1997). Penelitian sero epidemiologi yang dilakukan Haalstead dkk selama tahun 1960 menimbulkan sangkaan ada hubungan antara infeksi sekunder dengan peningkatan risiko menderita DBD sehingga Haalstead 1988 mengatakan bahwa infeksi sekunder oleh virus dengue kasusnya menjadi lebih berat dibandingkan infeksi primer. Teori ini sampai sekarang masih menjadi kontroversial.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh jenis infeksi terhadap kejadian syok sindrom dengue (SSD) di rumah sakit. Desain penelitian ini adalah studi kasus kontrol, dengan perbandingan 1:3 menggunakan data sekunder bersumber dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan diperoleh dari bagian anak dan penyakit dalam di tiga rumah sakit yaitu : Koja di DKI Jakarta, dr. Kariadi Semarang Jawa Tengah dan dr. Pirngadi Medan Sumatra Utara. Populasi studi berjumlah 96 (24 kasus dan 72 kontrol) adalah pasien yang telah didiagnosa DBD. Analisis yang digunakan adalah analisis bivariat dan multivariat dengan uji chi square (x2) dan multivariat dengan analisis multiple logistik regresi ganda.
Hasil analisis bivariat penelitian ini tidak cukup bukti adanya hubungan infeksi sekunder dengan kejadian SSD (OR=l,O86 pada 95% CI: 0,350 - 3,364). Demikian juga tidak cukup bukti adanya hubungan jenis kelamin laki-laki dengan kejadian SSD (OR=1,321 pada 95% CI: 0,523 - 3.337). Umur <= 8 tahun mempunyai risiko terpapar SSD 2,6 kali dibandingkan yang tidak SSD (crude OR=2,600 pada 95% CI: l.004-6,739). Status gizi lebih mempunyai risiko terpapar SSD 1,7 kali dibandingkan yang tidak SSD (crude OR=l,706 pada 95% CI: 593-4,905). Trombosit lebih berisiko SSD 5,163 kali dibandingkan dengan yang tidak SSD (crude OR=5,l63 pada 95% CI: l,l 18-23.844). Hematokrit mempunyai risiko terpapar DSS 4,545 kali dibandingkan yang tidak SSD (crude OR=4,545 pada 95% Cl: 1,696-l2,18l). Perdarahan mempunyai risiko terpapar SSD 4,896 kali dibandingkan yang tidak SSD (crude OR=4,896 pada 95% CI: 1,814-l3,21l).
Hasil multivariat bahwa infeksi sekunder tidak berhubungan dengan kejadian SSD (adjusted OR=1,086 pada 95% CI: 0,350 - 1364) tanpa pengaruh confounding atau efek modifier dari kovariat yang diteliti. Berdasarkan hasil penelitian tersebut penulis menyarankan kepada rumah sakit perlu lebih berhati-hati/waspada pada penderita DBD usia anak dengan status gizi baik agar tidak jatuh ke dalam kondisi yang semakin parah; early diagnostic bagi tersangka/penderita DBD agar mendapat penanganan yang lebih tepat maka rumah sakit dapat menggunakan Rapid Dengue Test (RDT) bila rumah sakit tidak melakukan pemeriksaan Hemaglutinasi Inhibisi mengingat pemeriksaan ini membutuhkan 2 sampel darah fase akut dan konvalense; diharapkan hasil pemeriksaan Hemaglutinasi Inhibisi dikirim ke Dinas Kesehatan dan Departemen Kesehatan guna data sero epidemiologi di Indonesia. Kepada pembuat kebijakan untuk memperkuat jejaring dengan rumah sakit dan laboratorium (regional) sehingga mendapatkan data hasil laboratorium yang sangat penting sebagai data dasar perencanaan program.

Spreading of dengue hemorrhagic fever (DHF) in South-East Asia increasing widely. Indonesia. Myanmar, and Thailand are three countries which have endcmisity rank of A category (WI-IO. 2006). Although DHF therapy has been improved a lot, in the first treatment still there is patient placed in I, II degree growing up to shock has been reported a number of 20%-40% (Gubler. 1998). Therefore, Indonesia has to intensify clinical diagnostic management and laboratory in the future to achieve the target of CFR under 1% (Depkes. 2004). Two theories applied to explain change of pathogenesis of DBD and SSD are secondary infection hypothesis (theory of secondary heterologous infection) and hypothesis of antibody dependent enhancement (ADE) (Gubler. 1997). Research of sero epidemiology done by Haalstead and friends during of year 1960 make a presumption of relation between secondary infection and increasing of suffering DHF forward Haalstead 1988 said that secondary infection caused by dengue virus became more severe than primer infection. Until now this theory is still controversial.
This study aim to investigate of the effect of type of infection to case of dengue shock syndrome (DSS) in hospital. Design of this research is control case study, with comparison 1:3 using secondary data stems from Board-of Research and Health Development of Health Department taken from department of pediatric and interna at three of hospital that are Koja in DKI Jakarta, dr. Kariadi in Semarang Center of Java and dr. Pirngadi in Medan - North Sumatra. Study of population of patient diagnosed IJHF are amount of 96 (24 cases and 72 controls). Analysis used are bivariat and multivariate analysis with chi square test (x2) and analysis of logistic multiple logistic of double regretion for multivariate.
Result of bivariat analysis is less evidence of correlation between secondary infection and case of DSS (OR=l ,086 at 95% Cl: 0,350-3,364). Likewise less of between male gender (0R=l,32l at 95% CI: 0,523-3337). Age 5 8 years old is more risk of DSS suffering 2,6 times than who not DSS (crude OR=2,60O at 95% Cl: 1.004-6,739). Nutrient status is more risk of 1,7 times than (crude 0R= l,706 at 95% CI: 593- 4_905). Trombocyte is more risk of 5.163 times than (crude OR=5,l63 at 95% Cl: l.l I8-23,844). Hematocryte gets more risk of 4,545 times than (crude OR=4,545 at 95% Cl: l_696-l2,l8l). Bleeding is more risk of 4.896 times than (crude OR=4,896 at 95% Cl: l,8l4-13,21 1).
Result of multivariate shows that there is not correlation between secondary infection and case of DSS (adjusted ORHI ,086 at 95% CI: 0,350-3,364) without confounding and modifier effect from kovariat investigated. Based on the result of this research author offer suggestion to hospital to be carefully to DHF patient of good nutrient status child age in order not to get more risk severely; early diagnostic for DHF suspected/patient need to be treated correctly using Rapid Dengue Test (RDT) in case of hospital not doing inspection Hernaglutinacy Inhibition correspond to this inspection needed 2 samples of acute phase blood and konvalense; it‘s supposed inspection result of Hemaglutinacy Inhibition given to Health Agency or Health Department for sero epidemiology need in Indonesia. For the policy maker to make a great networking with other regional hospital and laboratory in order to get data of important laboratory result as a basic data of program planning.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T33964
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Marwanty
"Kota Palopo merupakan salah satu daerah endemis DBD di Provinsi Sulawesi Selatan. Jumlah kasus DBD di Kota Palopo dari tahun 2014 hingga 2016 terus mengalami peningkatan. Penelitian ini merupakan studi analitik dengan rancangan kasus kontrol. Populasi dalam penelitian ini adalah penduduk Kota Palopo, sedangkan sampel penelitian adalah sebagian penduduk Kota palopo yang berasal dari semua kecamatan yang ada di Kota Palopo. Kasus adalah penduduk Kota Palopo yang pernah dirawat di rumah sakit/ klinik kesehatan dan didiagnosis menderita DBD pada periode Januari - Desember 2016. Kontrol adalah tetangga kasus yang tidak pernah menderita DBD atau mengalami tanda/ gejala DBD pada periode waktu yang sama. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan faktor lingkungan rumah dengan kejadian demam berdarah Dengue DBD tahun 2016, dengan variabel kovariat umur, jenis kelamin, pendidikan pekerjaan, kebiasaan tidur pagi dan atau sore hari, mobilitas, penggunaan obat anti nyamuk, kebiasaan menggantung pakaian, riwayat DBD dalam keluarga, pengetahuan, sikap, praktik PSN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga bulan Juni 2017. Analisis multivariat dilakukan dengan uji regresi logistik ganda. Dalam model akhir analisis multivariat menunjukkan bahwa interaksi antara faktor lingkungan rumah dengan pendidikan akan meningkatkan risiko kejadian demam berdarah Dengue sebesar 2,87 kali 95 CI 1,218 ndash; 6,791 setelah dikontrol oleh variabel konfounder umur. Bagi Dinas Kesehatan Kota Palopo diharapkan agar lebih meningkatkan kerjasama lintas sektor yaitu dengan dinas pendidikan melalui beberapa bentuk kegiatan salah satunya adalah membentuk sekolah percontohan bebas jentik DBD. juga dengan pihak kecamatan dan kelurahan untuk turut menyukseskan program pemerintah melalui Gerakan Satu Rumah Satu J mantik.
Palopo City is one of Dengue endemic areas in South Sulawesi Province. The number of Dengue cases in Palopo from 2014 to 2016 are always to increase. This study is an analytic study with case control design. Population in this study were residents of the Palopo City, while the study sample was part of the population Palopo from all districts in the city of Palopo. Cases were residents of Palopo City who had been treated in hospital or health clinic and diagnosed with DHF from January to December 2016. Controls were neigbors of cases for those who never diagnosed with DHF in the same period. The aims of this study is to determinate the relationship between the house environment factor With the incidence of Dengue Hemorrhagic Fever DBD in Palopo City of South Sulawesi Province 2016 after controlled by more covariate variables are the age, gender, educational work, morning habit and day sickness, mobility, mosquito repellent, history of DHF in the family, knowledge, attitude, practice of eradicating mosquito breeding. This study was conducted from May to June 2017. Multivariate analysis was performed by multiple logistic regression test. The result of multivariate analysis showed that interaction between environmental factor of home and education will be increase the risk of dengue hemorrhagic incidence by 2.87 times 95 CI 1.218 6.791 after controlled by age confounder variable. For the Health Office expected to further enhance cooperation with the other sector especially the education office through several forms of activities one of which is to establish a pilot free school drool dengue. Also with the district and sub district to participate in the success of the government program through the One Home One J mantik Movement. "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T48267
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Beby Tri Anisa
"Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Masalah keperawatan umum yang sering ditemui pada pasien DHF adalah defisiensi cairan dan elektrolit karena adanya peningkatan permeabilitas pembuluh darah yang mengakibatkan kehilangan plasma melalui endotel. Intervensi keperawatan perlu dilakukan untuk mengatasi kondisi tersebut dengan penerapan manajemen cairan yang dipandu oleh parameter seperti kadar hematokrit, haluaran urin, tekanan darah, frekuensi nadi, penurunan tekanan darah postural dan klinis pasien. Tujuan: Untuk memberikan gambaran asuhan keperawatan dan mengetahui manfaat manajemen cairan pada anak dengan masalah DHF. Metode: Penerapan manajemen cairan diberikan kepada pasien anak usia sekolah. Penerapan dilakukan dengan melibatkan kedua orang tua pasien dengan memantau intake dan output pasien selama 24 jam menggunakan fluid chart. Hasil: Menunjukan adanya efektifitas terhadap pasien yang mengalami hipovolemia yang disertai perbaikan gejala yang meliputi intake cairan meningkat, nadi teraba kuat dan hemodinamik stabil. Saran: Hasil karya ilmiah ini diharapkan menjadi rujukan bagi perawat untuk menerapkan manajemen cairan pada pasien anak DHF sebagai intervensi keperawatan non farmakologis untuk mengatasi masalah risiko hipovolemia.

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is a disease caused by dengue virus infection transmitted through the bite of the Aedes aegypti mosquito. A common nursing issue encountered in DHF patients is fluid and electrolyte deficiency due to increased blood vessel permeability resulting in plasma loss through the endothelium. Nursing interventions are necessary to address this condition by implementing fluid management guided by parameters such as hematocrit levels, urine output, blood pressure, pulse rate, postural blood pressure drop, and clinical signs in patients. Objective: To provide an overview of nursing care and understand the benefits of fluid management in children with DHF (Dengue Hemorrhagic Fever). Method: Fluid management was applied to school-age pediatric patients involving both parents in monitoring the patient's intake and output over 24 hours using a fluid chart. Results: Demonstrated effectiveness in patients experiencing hypovolemia with symptom improvement including increased fluid intake, strong palpable pulse, and stable hemodynamics. Suggestions: The findings of this scientific paper are expected to serve as reference for nurses in implementating flud management in pediatric patients with Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) as a non-pharmacological nursing interevention to address the risk of hypovolemia.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Al Basil
"Selain menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara medis rumah sakit juga sebagai sumber informasi kesehatan. Salah satu sistem informasi kesehatan yang ada di rumah sakit adalah sistem pelaporan penderita Demam Berdarah Dengue (DBD), sistem ini mempunyai peranan membantu pihak manajemen dalam mengatasi masalah penyakit DBD. Untuk menjamin ketersediaan sistem informasi yang baik, maka sistem pelaporan penderita DBD sebagai saran penghasil laporan perlu dikembangkan.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang bagaimana pengembangan sistem pelaporan penderita DBD, berdasarkan data dan sistem yang sedang berjalan dengan menggunakan kaidah pengembangan sistem informasi yang memenuhi syarat, sehingga akan dihasilkan sistem pelaporan yang akurat, relevan dan tepat waktu.
Metodologi yang digunakan adalah operational research dengan pendekatan kualitatif. Penelitian dilakukan pada saat sistem masih beroperasi, yang akan mengidentifikasi masalah operasional, mengevaluasi beroperasinya sistem lama dan memberikan alternatif pemecahan masalah.
Dengan menerapkan metode ini dalam penelitian di RSMH Palembang, diperoleh data untuk menentukan identifikasi masalah, peluang pengembangan dan penetapan kebutuhan informasi.
Dari hasil penelitian diketahui permasalahan yang terjadi pada sistem pelaporan penderita DBD, yang salah satu penyebabnya adalah mekanisme penyampaian laporan masih dilakukan secara manual (konvensional). Dengan pertimbangan mekanisme laporan tersebut maka dibuatlah suatu rancangan sistem dengan menggunakan pendekatan metode SDLC (system development life cycle). Dengan menerapkan metode ini diperoleh keunggulan dari sistem yang dikembangkan yaitu, mempercepat proses pembuatan laporan dan ketepatan informasi.

Development of Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) Reporting System in Dr. Mohamad Hoesin Hospital (RSMH) Palembang Year 2003Besides implementing medical health care, hospital also serves as source of health information. One type of health information system in hospital is DHF reporting system. This system helps management to overcome DHF cases. To ensure the availability of good information system, there is a need to develop DHF reporting system as base for report.
This study aims to obtain description on the development of DHF reporting system based on data and existing system using the principles of good development of information system, thus it will produce an accurate, relevant, and timely reporting system.
Method used in this study was operational research through qualitative approach. Study was conducted at the time when the system was still operating, to identify operational problems, to evaluate the operation of old system, and to provide problem solution alternatives.
By implementing this method in the study at RSMH Palembang, data was obtained to further identify the problem, opportunity for development, and to determine information needs.
The study results shows that there were problems identified in DGF reporting system, one of the causes was manual report mechanism (conventional). Considering the problem, a system design was developed through SDLC (system development life cycle) method. By applying this method the making of report several benefits could be obtained, such as process and information accuracy were improved.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T13098
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elfikri Asril
"Keberhasilan pemberantasan DBD antara lain ditentukan oleh tingkat pengetahuan masyarakat mengenai DBD. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan murid MTs Kecamatan Bayah mengenai vektor DBD setelah mendapat penyuluhan. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Data diambil pada tanggal 16 - 18 Oktober 2009 dengan mewawancarai 107 murid MTs yang dipilih secara random. Murid tersebut telah mendapat penyuluhan DBD satu bulan sebelum survei. Hasilnya memperlihatkan, murid MTs yang mempunyai tingkat pengetahuan baik sebanyak 3 orang (2,9%), cukup 49 orang (47,1%) dan kurang 52 orang (50%). Responden laki-laki 43 orang (41,3%) dan perempuan 61 orang (58,7%). Murid yang tidak memiliki riwayat sakit DBD sebanyak 93 orang (89,4%). Sebagian besar Murid MTs mendapat informasi tentang DBD dari 2 atau 3 jenis sumber informasi dengan presentase masing- masing 28,8%. Sumber informasi yang paling berkesan adalah petugas kesehatan (59,6%) disusul oleh media elektronik (30,8%). Pada uji Kolmogorov Smirnov, tidak terdapat perbedaan bermakna antara tingkat pengetahuan mengenai vektor DBD dengan jenis kelamin (p=1,000), jumlah sumber informasi (p= 0,601), sumber informasi yang paling berkesan (p= 0,239), dan riwayat sakit DBD (p=1,000). Disimpulkan tingkat pengetahuan murid madrasah mengenai vektor DBD tergolong kurang dan tidak berhubungan dengan karakteristik mereka.

The success of DHF control depends on people?s knowledge level of DHF. The objective of this study was to know the knowledge level of Madrasah Tsanawiyah Bayah students about DHF vector after given education. This cross sectional study was conducted on October 16th-18th 2009 by interviewing 107 students, chosen by random sampling technique. The students got education one month before the survey. The result showed that only 2,9% students had good knowledge, while students that had fair and bad knowledge are 47,1% and 50%, respectively. Forty three students (41,3%) were male while 61 others (58,7%) were female. Students that didn?t have family history of DHF were 93 students (89,4%). Most of the students got information from two and three information sources. The most impressive source was medical personels (59,6%); while information from electronic media hold the second position (30,8%). Kolmogorov Smirnov analysis test showed no significant differences between knowledge level of DHF vector and sex (p=1,000), the number of information sources (p=0,601), the most impressive source (p=0,239), and family history of DHF (p=1,000). It was concluded that the knowledge level of the students about DHF vector was bad and not associated with student?s characteristic."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>