Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 34 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nining Juliantis
Abstrak :
Skripsi ini membahas novel Мёртвые Души/Myortvie Dusi/Jiwa-Jiwa Mati karya Nikolai Vasilievich Gogol. Di dalam skripsi ini, pembahasan difokuskan pada hasrat menjadi (narsisistik) dan hasrat memiliki (anaklitik) dari Gogol selaku pengarang yang termanifestasikan dalam novel ini. Kedua bentuk hasrat tersebut dianalisis dengan menggunakan teori tokoh-penokohan, sosiologi sastra, dan Psikoanalisis Jacques Lacan. Adapun metode yang digunakan yaitu deskriptif analitis dengan mekanisme penanda utama dan rangkaian penanda untuk menelusuri hasrat Gogol dalam novel Мёртвые Души/Myortvie Dusi/Jiwa-Jiwa Mati. Analisis dari novel ini menemukan bahwa hasrat menjadi juru tulis dan moralis agama seolah membuat Gogol dapat diakui eksistensinya oleh otoritas simbolik dan dapat terhindar dari ketakutannya. Adapun hasrat memiliki pasangan hidup dan mendapatkan kesejahteraan melalui materi merupakan pemenuhan kepuasan internal Gogol dan mendapat kemakmuran atas tuntutan sosial yang mengagungkan materi sebagai indikator kesejahteraan. ......This thesis dicusses the novel Мёртвые Души/Myortvie Dusi/Dead Souls, written by Nikolai Vasilievich Gogol. Within this thesis, the discussion focused on Gogol's being desire (narcissistic) and having desire (Anaclitic) which manifested in this novel. Those two form of desires was analyzed by using theory of characters, sociology of literature, and Psychoanalysis Jacques Lacan. The method used is known as the 'descriptive analytical method' and using the mechanism of master signifiers and also signifying chains to unravel Gogol's desire in the novel Мёртвые Души/Myortvie Dusi/Dead Souls. The analysis of this novel reveals that being desire as a clerk and religious moralist would make Gogol's existence avowed by the authority of symbolic and could stay away from his anxiety. Having desire for a soulmate and gaining materialistic properous life was a fulfillment of Gogol's internal satisfaction together with gaining prosperity from social demand which glorify materialistic thing as a indicator of prosperous life.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2016
S66644
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aquarini Priyatna
Abstrak :
ABSTRAK
Seksualitas dan hasrat perempuan bukan saja merupakan persoalan sosial budaya, melainkan persoalan personal yang spesifik pada setiap orang. Kebebasan untuk mengekspresikan seksualitas perempuan, tidak pernah merupakan pilihan bebas daei pengaruh bentukan dan konteks sosial kultural serta konteks diri masing-masing perempuan. Meskipun demikian, setiap pembicaraan mengenai seksualitas dan hasrat perempuan selayaknya mempertimbangkan tindak tutur yang dilakukan perempuan yang bukan sekedar dalam konteks heteroseksual melainkan juga harus dipahami sebagai bagian dari ekspresi dirinya. Dengan demikian konstruksi seksualitas perempuan merupakan agensi, performativitas, dan subjektivitas dirinya sendiri.
Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan, 2008
170 JPMP 58 (2008)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Saras Dewi
Abstrak :
ABSTRAK
Segala sesuatu yang dilakukan atas gairah dan cinta sesungguhnya dilakukan atas kehendak atman. Dalam filsafat Yanjnavalkya hasrat bukan saja fakta tentang keberadaan manusia, tetapi hasrat itu identik dengan atman dan upaya jiwa mencari keindahan serta kebahagiaan (citta). Meski tubuh dikatakan berpotensi menjerumuskan manusia ke dalam duka, tubuh juga adalah penghubung manusia dengan sang Brahma yang menjadi sumber kebahagiaan. Tubuh beserta gairahnya menjadi bagian yang penting dalam pembabakan hidup manusia. Dalam Catur Purysartha, kama atau hasrat akan cinta menjadi bagian esensial dalam perjalanan manusia mencapai Vijnana (kebijaksanaan).
Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan, 2008
170 JPMP 58 (2008)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Andini Prima Ayu Pangesti Yusuf
Abstrak :
ABSTRAK
The King 39;s Speech 2010 menceritakan tentang Pangeran Albert yang kemudian menjadi Raja George VI dan Lionel Logue yang membahas isu tentang kepercayaan diri, persahabatan, dan komitmen. Selama menjalani perawatan akan kesulitan Pangeran Albert dalam berbicara, beberapa masalah muncul sehingga memperkuat kepribadian dari dua karakter utama. Meskipun ada beberapa penelitian tentang film ini, tidak ada penelitian yang meneliti karakter Lionel Logue yang menjadi penentu kesuksesan raja. Makalah ini akan menganalisis struktur kepribadian Lionel Logue dan penggunaan mekanisme pertahanan untuk menggantikan keinginannya yang tak terpenuhi. Dengan menggunakan konsep Sigmund Freud tentang id, ego dan superego serta mekanisme pertahanan, makalah ini membedah lebih jauh keinginan dari Lionel Logue untuk memahami motif dibalik tindakan dan keputusannya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membahas faktor dan keadaan yang menciptakan seseorang, yaitu Lionel Logue.
ABSTRACT
The King rsquo;s Speech 2010 is a successful biographical movie that tells about Prince Albert later becomes King George VI and Lionel Logue during the treatment of Prince Albert rsquo;s speech defect which explores the issue of self-confidence, friendship, and commitment. During the treatment, there are several problems that arise which strengthen the personality of the two main characters. Although there are several studies on this movie, no studies have examined the character of Lionel Logue on whom the King rsquo;s success depends. This paper will analyse Lionel Logue rsquo;s structure of personality and the uses of defense mechanisms to displace the character rsquo;s unfulfilled desire. By using Sigmund Freud rsquo;s concept of id, ego, and superego as well as defense mechanisms, this paper dissects further the desires of Lionel Logue to understand the motives behind his actions and decisions. The aim of this research is to examine the factors and circumstances that create the individual that is Lionel Logue.
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Polimpung, Hizkia Yosias
Abstrak :
It is quite often, wittingly or unwittingly, that people assume society, even the state, as person. They talk about society in a way as if it shares same attributes with human being: can be sick (as if it has body), can think (as if it has mind), can speak (as if it has mouth), for example. It is quite obvious that this gesture implies a view of society as an agglomeration of individuals. The problem arises around the legitimacy of this gesture: namely, to analogize the society as individuals always implies a logical leap. Things even get murkier when this gesture is applied even more to the way in which people recognize the state: as collectivities, as a ?big-person.? This gesture, which has methodological impact, is what the author call ?anthropomorphism analogy?. By doing what the author call psychogenealogy?a mixture of Lacanian psychoanalysis and Foucauldian genealogy, that is a way at seeing history as constituted by various contestation of materialization of desire?to the history of the modern state, namely, modern sovereign state, the author seeks to remedy this analogy with an objective account. The purpose is not to side with the analogy, but to prove that it is invalid not because it is scientifically inadequate, but that it is a true correspondence: state is person.
2011
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Annisa Hamudy
Abstrak :
Kinship Politics as a form of control of political space by the elites makes it easier for their family members to win an election against other candidates. Kinship Politics is prone to abuse of power that benefits just a few people. The author studied this problem using philosophical reflection. Humans have a relentless desire to achieve success or felicity (as Hobbes stated) that requires humans to continue accumulating power. Power must be attained and defended, although it means forgoing the ethical foundation. For this reason, this study aimed to analyse the moral consequences of the desire for power of the political elites in the 2020 Regional-Head Election (Pilkada) through an ethical lens. This study used descriptive and literature study method, as well as a qualitative approach, and the results of the study showed that the kinship politics in the 2020 Pilkada should not be continued in the perspective of consequentialism ethic that emphasizes the goal of happiness for as many people as possible, since Kinship politics that concentrated the power in one person supported by the circle of power will benefit only a handful of people.
Jakarta: Bestuurskunde, 2021
324 BES 1:1 (2021)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fitriani Kartawan
Abstrak :
ABSTRAK
Menjalin hubungan yang matang dengan teman sebaya, balk laki-laki maupun perempuan, merupakan salah satu tugas perkembangan individu remaja (Havighurst, dalam Rice, 1999). Namun remaja penyandang Gangguan Spektrum Autisme (GSA) masih mengalami kesulitan dalam bersosialisasi, berkomunikasi dan berperilaku yang sesuai, sehingga menghadapi hambatan dalam pergaulannya, bahkan tidak dapat diterima di lingkungan sosialnya (Mesibov & Handlan, 1997). Padahai saat itu minat sosial mereka berkembang pesat dan kemampuan sosialnya juga terus berkembang (Ando & Yoshimura; Mesibov; Mesibov & Schaffer; Schopler & Mesibov, dalam Mesobov & Handlan, 1997). Oleh karena itu mereka seringkali merasa tidak bahagia (unhappiness) saat menyadari bahwa dirinya berbeda dengan teman-teman seusianya yang tidak autistik (Wing, dalam Mesibov & Handlan, 1997). Tak terpenuhinya kebutuhan mereka akan pertemanan dapat mengarahkan pada depresi dan bunuh diri (Stanton, 2001).

Tujuan dari panelitian ini adalah mengeksplorasi mengenai belief dan desire serta perilaku pertemanan pada remaja penyandang GSA. Belief dan desire merupakan mental states yang memiliki kaftan dengan perilaku (Flavell; McCormick; Wellman dalam Santrock 2004; Baron-Cohen & Sweetenham, 1997; Howiin, Baron-Cohen & Hadwin, 1999). Sedangkan perilaku sosial manusia dipengaruhi kemampuan untuk memikirkan dan memahami mental states orang lain (Shatz, dalam Lewis & Mitchell, 1994),

Masalah utama pada penelitian ini adalah: bagaimanakah belief desire dan perilaku pertemanan pada remaja penyandang GSA? Untuk menjawabnya, peneliti melakukan pendekatan studi kasus intrinsik, dengan menggali informasi lebih dalam melalui wawancara dan observasi.

Subyek Penelitian (SP) adalah seorang remaja penyandang GSA yang bersekolah di sekolah regular. Partisipan penelitian ada 4 orang, termasuk SP.

Analisa data dilakukan dengan transcribing dan coding basil wawancara dengan SP, ibunya, teman dan gurunya.

Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa pertemanan SP sebagai remaja penyandang GSA memiliki ciri unik. SP sudah mampu menjalin pertemanan di sekolah. Namun belief, desire dan perilaku pertemanan SP masih terbatas pada pertemanan sesama jenis kelamin, bersifat egosentris, kurang mengandung aspek reciprocal (timbal-balik), kurang karakter intimacy dan menunjukkan masih adanya minat yang terbatas.

Peneliti juga menernukan adanya belief-desire-perilaku yang tidak koheren dalam pertemanan SP. Beliefnya mengenai ketidakharusan mengerjakan tugas bersama-sama dengan teman tidak sesuai dengan perilakunya; beliefnya mengenai gaya pakaian yang sama di kalangan remaja yang berteman koheren dengan desirenya namun tidak tercermin dalam perilakunya; beliefnya mengenai berbagi pikiran tidak selaras dengan desire-nya, namun belief tersebut koheren dengan perilakunya.
2007
T17823
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Estu Putri Wilujeng
Abstrak :
Tesis ini bertujuan untuk memahami cara yang dilakukan oleh buruh untuk mewujudkan imaji serta hasrat dalam berperilaku konsumtif. Perilaku konsumtif merupakan perilaku mengonsumsi simbol kebendaan atas dorongan hasrat untuk mencapai imaji. Penulis berargumen, buruh sebagai bagian dari masyarakat konsumen juga memiliki imaji, hasrat dan fantasi dalam mengonsumsi. Konsumsi yang mereka lakukan bukan lagi konsumsi atas dasar nilai guna barang atau pertimbangan rasional lainnya, melainkan konsumsi simbolik. Hal tersebut disebabkan oleh adanya dorongan dari media dan godaan dari komoditas industri fesyen yang dihasilkan pada tempat mereka bekerja. Dorongan media dan godaan tersebut mempengaruhi imaji buruh dalam menentukan barang konsumsi. Namun, dengan adanya imaji, bukan berarti buruh dapat langsung berperilaku konsumtif, melainkan perlu cara lain untuk mendapatkan akses dalam mewujudkan imaji. Untuk menggali permasalahan tersebut secara lebih dalam, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa buruh memiliki imaji untuk mengonsumsi simbol kebendaan yang dipicu oleh media dan godaan produk fesyen tempat ia bekerja. Untuk mewujudkannya, mereka menggunakan kombinasi industri dan serikat. Industri memberi akses berupa produk fesyen dan serikat berfungsi untuk melakukan kontrol agar pihak industri tetap memberikan akses kepada buruh. Tesis ini juga menyertakan diskusi teoritik tentang perbedaan perspektif dalam memahami permasalahan konsumerisme yang terjadi pada buruh. ...... This thesis aims to understand how the labours consume products or services to make their dreams and desires come true. In the age of consumerism, everybody consumes symbols based on their desire to achieve their imagination.The author argues that the labours as part of consumer society, also have images, desires, and fantasies to consume. Consumption that they is not based on the value of goods or other rational judgment, instead symbolic consumption. It was caused by the encouragement of the media and the seduction of commodities that was produced in the fashion industry where they work. Media encouragement and the seduction from the production of goods affect the labour imagination in determining consumer goods. However, by having the imagination, it does not mean labours could immediately being consumptive, but they need another way to get access in realizing their imagination. To explore these issues deeply, the author used qualitative research methods. The results showed that labours have imaginations and desires to consume symbols of consumer goods triggered by the media, namely TV series and social media, and the seduction of fashion products in where they worked. To make their imaginations and desires come true, they combined industry and unions. Industry gives access in the form of fashion products and labour unions play a control role in the industry. Consequently, the industry still provides access to the labours. This thesis also includes a theoretical discussion about different perspectives in understanding the problems that occur in the labours consumerism.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
T46778
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jatayu Jiwanda M.
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini adalah sebuah eksplanasi konsep anatta dalam pemikiran Buddhisme. Konsep anatta menggagas penolakan akan adanya eksistensi diri, jiwa atau atman. Penolakan ini merupakan sikap anti fondasional dan kritik terhadap pemikiran tradisi Brahmanisme Hindu dengan menolak realitas tunggal dan metafisis yang menopang realitas. Ide mengenai ldquo;diri rdquo; dianggap sebagai suatu khayalan, kepercayaan yang keliru yang telah menghasilkan suatu pandangan yang berbahaya mengenai ldquo;aku rdquo; atau ldquo;keakuan rdquo;, hasrat yang mementingkan diri sendiri selfish , keterikatan, kebencian, egoisme yang justru menjadi sumber penderitaan dukkha . Manusia hanyalah entitas yang selalu berubah-ubah sehingga segala ketetapan diri tidak dimungkinkan. Konsep ini adalah suatu jalan untuk pembebasan penderitaan itu sendiri. Muatan etis yang terkandung tidak lain memberikan kritik terhadap individualisme atau pementingan diri sendiri dalam setiap tindakan manusia. Individualisme ini diakari oleh hasrat tanha untuk mempertahankan eksistensi dirinya, memperoleh kejayaan dari kenikmatannya termasuk klaim identitas seutuhnya. Dengan menanggalkan segala hasrat kepemilikan atau motivasi pribadi dalam tindakan adalah jalan menuju pencerahan nibbana.
ABSTRACT
This thesis is an explanation anatta concept in Buddhism thought. Anatta doctrine in Buddhism rejects the idea of any self existence, soul, or atman. This rejection acts as anti foundational attitude and critique towards Brahmanism Hindu by denying any single reality and metaphysic that support reality. The concept of ldquo self rdquo is considered as an illusion and false belief that constructs a hostile viewpoint of ldquo I rdquo or ldquo mine rdquo , a desire that put oneself above everything else selfish , attachment, hatred, and egoism that instead becomes the source of suffering dukkha . According to Anatta, human is merely an always changing entity, therefore any idea of self permanence is impossible. This concept is a way to free human from the suffering itself. The ethical content in it give critics toward individualism and egoism in every deed of human. This individualism is based on desire tanha to retain one rsquo s existence, gaining glory from its joy and includes a full claim of one rsquo s identity. By throwing away every desire for possession or personal motivation in every deed is a way into enlightment nibbana .
2017
T48168
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riska Karina Rosliana
Abstrak :
Fokus penelitian kualitatif berperspektif feminis ini adalah menjelaskan dekonstruksi tubuh dan seksualitas perempuan yang hidup dalam masyarakat patriarkat dan berkasta di Bali yang dilakukan Oka Rusmini. Penelitian ini menggunakan pendekatan praktik penulisan feminin Cixous juga teori seks dan kekuasaan milik Foucault. Terdapat tiga temuan, yaitu pertama, perempuan Bali yang hidup dalam sistem patriarkat dan kasta diposisikan sebagai warga kelas dua. Lebih jauh lagi, perempuan Sudra mengalami diskriminasi ganda karena posisinya berada paling rendah dalam tatanan kasta Bali. Kedua, adat budaya Bali yang patriarkat mengkonstruksi tubuh dan seksualitas perempuan sebagai objek dari hasrat laki-laki. Hasrat perempuan dikonstruksi sebagai liyan dari hasrat laki-laki. Oka merekonstruksi nilai tersebut dengan menampilkan tokoh perempuan yang berani untuk mengekspresikan hasrat seksual sekaligus menikmati eksplorasi tubuh dan seksualitas mereka. Ketiga, munculnya dekonstruksi tubuh dan seksualitas dalam kelima prosa Oka Rusmini menunjukkan konsistensi Oka dalam mengkritisi dan mendobrak konstruksi nilai dan seksualitas perempuan Bali yang selama ini dikungkung dalam mitos dan tabu seksual oleh penulisan maskulin. Dalam prosa-prosanya, Oka menggambarkan perempuan Bali sebagai perempuan yang memiliki otonomi atas tubuh dan seksualitas sendiri ......The focus of this qualitative feminist study is to explicate Oka Rusmini’s deconstruction of women’s body and sexuality in the caste system in Balinese society as written in her five prose works. Using Cixous’ feminine writing approach as well as Foucault’s sex and power theory as the framework to analyze her works, I came with three findings. Firstly, Balinese women who live in patriarchal and caste society are considered assecond class citizens. In addition to that, Sudra’s women in particular are going through multiple discriminations due to their gender and low rank in the caste system in Bali. Secondly, the patriarchal society constructed women’s body and sexuality as the object of desire of men. Women’s desire was constructed as ‘the Other’ of men’s desire. Through her works, Oka reconstructed these values by creating women characters who dare to express their sexual desire and enjoy the exploration of their body and sexuality. Thirdly, the emergence of the deconstructed women’s body and sexuality in all of her works show her consistency in criticizing and breaking the values of women’s body and sexuality that have always been restricted by myth and sexual taboo in masculine writing. In her works, Balinese women were reconstructed as women who have autonomy for their own body and sexuality.
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>