Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Safira Ayudiatri
Abstrak :
Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan terhadap pencegahan perkawinan di bawah umur serta untuk mengetahui latar belakang dari kaidah dispensasi kawin dalam mengadili pemberian izin dispensasi kawin di Pengadilan Agama Depok. Penelitian ini menggunakan yuridis empiris dan yuridis normatif dengan pendekatan kualitatif, dengan menggunakan hasil data dari jumlah pengajuan dispensasi kawin di Pengadilan Agama Depok dan 2 (dua) contoh penetapan dispensasi kawin di Pengadilan Agama Depok. Dari penelitian ini, Penulis mendapatkan hasil bahwa pelaksanaan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak sepenuhnya berjalan efektif dalam mencegah perkawinan di bawah umur di Indonesia. 
This thesis discourse the Effectiveness of The Law Number 16 Year 2019 Regarding to Amendment on The Law Number 1 Year 1974 on Marriage in the Prevention of Underage Marriage and to examine the background of the rules of marriage dispensation in adjudicating the granting of a marriage dispensation permit in the Depok Religious Court. This study uses empirical juridical and normative juridical with qualitative approaches. The results conferred from the number of marriage dispensation submissions in the Depok Religious Court and examples of Court Decision regarding to marriage dispensations permits in Depok Religious Court serve as the basis of this study. The result from this study shows the implementation of Law Number 16 of 2019 concerning Amendments to Law Number 1 Year 1974 concerning marriage is not effectively prevents the underage marriages in Indonesia.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irena Ghika Pratiwi
Abstrak :
ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai alasan-alasan yang dapat dibenarkan dalam mengajukan permohonan dispensasi kawin. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Dengan menggunakan 6 (enam) contoh penetapan dispensasi kawin, baik pengadilan negeri maupun pengadilan agama, yang masing-masing memiliki alasan-alasan yang berbeda dalam meminta dispensasi kawin ke pengadilan. Setiap penetapan dianalisis berdasarkan hukum positif yang berlaku di Indonesia, khususnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, mengenai batas umur untuk melangsungkan perkawinan diatur dalam pasal 7 ayat (1). Tujuan dari penelitian ini agar masyarakat dapat mengetahui dan juga memahami dengan baik, alasan-alasan apa yang dapat dibenarkan dalam penetapan dispensasi kawin. Alasan-alasan tersebut harus dipertimbangkan dengan memperhatikan kepentingan anak-anak yang masih dibawah umur tersebut, agar tujuan perkawinan dalam membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal dapat terwujud.
ABSTRACT
This thesis is discussing about the reasons that can be justified for submitting a request for dispensation of marriage. Using the normative juridical research with qualitative approaches. Six examples of the court ascertainment of dispensation of underage marriage were shown, both district court and religious court, each one has different reason in order to be allowed for underage marriage. Each determination of court was analyzed based on the positive laws and regulations in Indonesia, especially Law of Marriage No. 1 Year 1974, article 7 paragraph 1, regarding age requirement for conducting marriage. The purpose of this research is to give decent information about the regulation and the fact of underage marriage in Indonesia.
2017
S66321
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ranty Dwiroyani
Abstrak :
Skripsi ini memuat permasalahan bagaimana pembatalan perkawinan ditinjau dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam terkait tidak sahnya penetapan dispensasi kawin dibawah umur. Selain itu juga dianalisis apakah putusan Hakim mengenai pembatalan perkawinan tersebut sudah tepat atau belum. Metode penelitian dalam skripsi ini ialah pendekatan yuridis-normatif, dengan jenis data yang digunakan adalah data sekunder serta ditunjang dengan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier, yaitu berupa perundang-undangan, buku-buku, penelusuran internet, dan kamus hukum. Selain pendekatan kepustakaan, juga digunakan alat pengumpulan data berupa wawancara. Hasil penelitian menyatakan bahwa tidak sahnya penetapan dispensasi kawin dibawah umur menyebabkan tidak terpenuhinya syarat perkawinan dibawah umur. Hal tersebut karena penetapan tidak didapatkan melalui prosedur hukum. Sehingga putusan Hakim untuk membatalkan perkawinan tersebut sudah tepat.
This thesis includes the question of how the annulment of marriage reviewed from Law Number 1 Year 1974 and Compilation of Islamic Law related to the invalidity determination of underage marriage dispensation. It also analyzed whether the Judge decision regarding the annulment of marriage is right or not. The method of this thesis is the juridical normative approach, with the type of data is secondary data and supported by the primary legal materials, secondary, and tertiary, in the form of legislation, books, internet searches and legal dictionary. In addition to the literature approach, also used data collection tools such as interviews. The result of the research is the invalidaty determination of underage marriage dispensation does not fulfill the terms of underage marriage. This is because the determination is not obtained through legal procedures. So the Judge rsquo s decision to annulment that marriage is right.
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S65757
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vina Cahya Farhani
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan memahami perubahan prosedur dispensasi kawin setelah diterbitkannya Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 5 Tahun 2019 serta implikasinya terhadap penetapan dispensasi kawin di Pengadilan Agama Polewali Mandar. Penelitian disusun dengan menggunakan metode doktrinal dengan studi kasus pada dua penetapan dispensasi kawin yang dipilih. Data diperoleh melalui studi dokumen dan wawancara dengan pihak terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Perma No. 5 Tahun 2019 memberikan pedoman yang lebih ketat dalam proses permohonan dispensasi kawin, dengan tujuan untuk melindungi hak anak dan mengurangi angka pernikahan usia dini. Studi kasus pada Penetapan Nomor 1/Pdt.P/2023/PA.Pwl dan Nomor 121/Pdt.P/2024/PA.Pwl mengungkapkan adanya peningkatan tuntutan pembuktian bagi pemohon dispensasi serta peran aktif hakim dalam menggali alasan dan urgensi permohonan. Penetapan dalam kedua kasus tersebut mencerminkan penerapan Perma No. 5 Tahun 2019 yang lebih detail dan berorientasi pada perlindungan kepentingan terbaik anak. Perma No. 5 Tahun 2019 berpengaruh signifikan terhadap proses dan hasil putusan dispensasi kawin di Pengadilan Agama Polewali Mandar, dengan adanya penekanan pada aspek perlindungan anak dan kepentingan terbaik anak sebagai prioritas utama. ......The objective of this study is to examine the changes in marriage dispensation procedures that took place after the issuance of Supreme Court Regulation (Perma) No. 5 of 2019 and its implications for the determination of marriage dispensation in the Polewali Mandar Religious Court. The research was prepared using the doctrinal method with case studies on two selected marriage dispensation decisions. Data were obtained through document studies and interviews with relevant parties. The findings indicate that Perma No. 5 of 2019 introduces stricter guidelines for the marriage dispensation application process, aimed at safeguarding children's rights and reducing the incidence of early marriages. Case studies of Stipulations No. 1/Pdt.P/2023/PA.Pwl and No. 121/Pdt.P/2024/PA.Pwl reveal an increase in evidentiary requirements for dispensation applicants and the active role of judges in exploring the reasons and urgency of the application. The stipulations in both cases reflect a more thorough application of Perma No. 5/2019 and prioritize the protection of the child's best interests.. Perma No. 5/2019 has a significant effect on the process and outcome of marriage dispensation decisions at the Polewali Mandar Religious Court, with a focus on child protection and prioritizing the best interests of the child.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erwindra Rachmawan
Abstrak :
Banyak pihak beberapa saat ini beranggapan bahwa instansi yang paling bertanggung jawab terhadap kelancaran arus barang impor di pelabuhan adalah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (selanjutnya disingkat DJBC). Padahal, apabila ditilik lebih jauh, sangat banyak instansi yang terlibat dalam proses pengeluaran barang impor di pelabuhan. Dimulai dari perusahaan pengangkut, perusahaan asuransi, pelabuhan, pengusaha tempat penimbunan, pemilik peti kemas, Direktorat Jenderal Imigrasi, Direktorat Jenderal Karantina, perusahaan pengurusan jasa kepabeanan, pemilik truk pengangkut, sampai kuli angkut. Kesemuanya berperan dalam siklus besar pengiriman barang dari luar negeri. Sementara itu, DJBC sebagai suatu instansi yang mempunyai tugas yaitu sebagai revenue collector, community protector, trade facilitator, banyak peraturan pemerintah yang diterbitkan sebagai pedoman kerja dan kebijakan menyangkut tugas-tugas tersebut. Berkaitan dengan fungsi DJBC sebagai trade facilitator telah terbit Keputusan Menteri Keuangan Nomor 135/KMK.05/2000 tanggal 01 Mei 2000 tentang Pemberian Fasilitas Keringan Bea Masuk Terhadap Perusahaan Industri. Keputusan Menteri Keuangan ini telah berjalan dalam kurun waktu lebih dari 3 tahun , dan belum pemah dilakukan evaluasi bagaimana pelaksanaannya di lapangan dan bagaimana manfaatnya bagi perusahaan penerima. Dengan bertitik tolak dari hal-hal tersebut di atas, Peneliti mencoba menggali implementasi dan kebijakan pemerintah tersebut, untuk kemudian dapat diketahui Pula bagaimana persepsi masyarakat usaha terhadap DJBC, dan sejauh mana DJBC dapat menjadi suatu instansi yang berperan sebagai trade facilitator. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif dengan populasi terhadap perusahaan-perusahaan penerima fasilitas berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 135/KMK.05/2000 tanggal 01 Mei 2000. Adapun sampling yang dipakai dengan menggunakan metode accidental sampling terhadap perusahaan penerima fasilitas yang mengajukan permohonan fasilitas untuk tahun kedua, ketiga ataupun mengajukan fasilitas bea masuk untuk bahan baku. Untuk mengetahui persepsi perusahaan-perusahaan penerima fasilitas terhadap implementasi kebijakan ini, akan dilakukan evaluasi menyangkut adanya prosedur yang telah dirancang dan sumber daya manusia pelaksananya. Sari kuesioner yang telah disebarkan, akan dapat diketahui seberapa jauh manfaat yang didapat bagi perusahaan, bagaimana pelaksanaan kebijakan ini baik dalam pemberian fasilitasnya, maupun pasca mendapatkan fasilitas. Hal lainnya, yang kelihatannya klasik bagi kita adalah koordinasi antar instansi terkait. Adanya anggapan bahwa DJBC sebagai instansi yang merupakan penghambat kelancaran arus barang impor perlu dilakukan pembuktian , dengan data-data yang ada apakah dapat menunjukkan bahwa pelayanan instansi ini dalam memberikan kemudahan pelayanan di pelabuhan pemasukan dapat diandalkan. Ketergantungan industri terhadap barang modal asal impor masih sangat tinggi. Beberapa hal yang mendasarinya dicoba digaii dari sisi para pengusaha industri tersebut. Hal ini akan lebih diperjelas lagi dengan data-data kuesioner yang didapat. Seberapa besar peran pemerintah dalam menyusun peraturan pendukung untuk tumbuh kembangnya industri di dalam negeri. Rekomendasi bagi penyiapan perangkat peraturan yang dapat mendukung stimulus pertumbuhan industri dalam negeri, layak untuk disarankan bagi keberadiannya. Untuk itu selain mendapatkan data-data yang dibutuhkan bagi pelaksanaan penelitian, pada akhirnya saran dan rekomendasi bagi penyempumaan kebijakan ini juga akan diketengahkan sebagai sumbangsih akademis dari peneliti. Selanjutnya, masukan bagi penyempumaan pelaksanaan di masa mendatang yaitu perlu dilakukan studi bagi pelaksanaannya di bawah satu atap, agar pelaksanaan lebih cepat dan tepat. Juga dad sisi tranparansi, perlu pula dirancang suatu mekanisme kepastian jangka waktu penerbitan keputusan pemberian fasilitas.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12481
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suci Indah Rahmawati
Abstrak :
Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai ketentuan perkawinan secara khusus yang diwujudkan lewat Undang-Undang Perkawinan yang telah disahkan pada tahun 1974. Undang-Undang Perkawinan mendefinisikan perkawinan sebagai ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami dan istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia, baik lahir maupun batin berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Undang-Undang Perkawinan mengatur mengenai batas usia minimal perkawinan untuk laki-laki dan perempuan adalah 19 (sembilan belas) tahun. Perkawinan bukan merupakan bagian dari hukum perikatan, melainkan bagian dari hukum keluarga. Setiap orang yang akan menikah tetapi berumur kurang dari 19 (sembilan belas) tahun, harus membuat permohonan dispensasi perkawinan kepada Pengadilan. Malaysia merupakan salah satu negara yang juga mempunyai pengaturan mengenai perkawinan secara umum, yang dituangkan dalam Akta Undang-Undang Keluarga Islam Tahun 1984 (Akta 303). Akta 303 memberikan batasan usia perkawinan untuk laki-laki apabila telah mencapai usia 18 (delapan belas) tahun, dan untuk perempuan apabila telah mencapai usia 16 (enam belas) tahun. Malaysia juga mengenal tentang dispensasi perkawinan yang dikenal dengan sebutan discretion of judge (kewenangan hakim). Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, yang dikumpulkan melalui studi kepustakaan. Artikel ini akan menganalisis hukum perkawinan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku dan melakukan perbandingan dua negara yaitu Indonesia dan Malaysia. ......Indonesia is one of the countries that has specific marriage provisions which are realized through the Marriage Law which was passed in 1974. The Marriage Law defines marriage as a physical and mental bond between a man and a woman as husband and wife with the aim of forming a happy family, both physically and mentally based on God Almighty. The Marriage Law regulates the minimum age of marriage for men and women is 19 (nineteen) years. Marriage is not part of the law of engagement, but part of family law. Any person who wishes to marry but is less than 19 (nineteen) years of age, must make an application to the Court for dispensation of marriage. Malaysia is one of the countries that also has a general regulation on marriage, which is outlined in the Islamic Family Law Act 1984 (Act 303). Act 303 limits the age of marriage for men to 18 (eighteen) years of age, and for women to 16 (sixteen) years of age. Malaysia also recognizes marriage dispensation which is known as the discretion of judge. This research uses the normative juridical method, which is collected through a literature study. This article will analyze marriage law based on the applicable legislation and make a comparison of two countries, namely Indonesia and Malaysia.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fathia Rizki Khairani
Abstrak :
Penelitian ini berfokus pada isu terkait perlindungan anak, khususnya problematika perkawinan anak serta bagaimana kebijakan pencegahan perkawinan anak di Kabupaten Siak dengan statusnya sebagai Kota Layak Anak (KLA). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji hubungan kausalitas antara pengaruh budaya hukum (legal culture) terhadap kasus perkawinan anak yang ada di Kabupaten Siak, bagaimana hakim di Pengadilan Agama Siak mempertimbangkan unsur-unsur budaya hukum masyarakat dalam mengadili perkara dispensasi kawin, serta mencari tahu strategi perlindungan hak anak dari perkawinan anak yang ada di Kabupaten Siak sebagai Kabupaten Layak Anak (KLA). Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Sosio-Legal guna menganalisis hukum sebagai perilaku masyarakat yang berpola dan selalu berinteraksi dalam aspek kemasyarakatan melalui studi literatur dan studi lapangan untuk mencari jawaban atas permasalahan penelitian. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa konsep budaya hukum pada konteks perkawinan anak di Kabupaten Siak mengarah pada perbedaan persepsi dan kepatuhan hukum masyarakat dalam memahami batas usia kawin yang ditentukan oleh negara melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019. Pengaruh adat dan agama begitu melekat dalam diri orang Melayu dibandingkan dengan pemahaman terhadap undang-undang. Lebih lanjut, penafsiran perkawinan berdasarkan konsep keagamaan yang tekstual memberi celah untuk menikah muda sebab indikator aqil baligh dianggap sebagai suatu kepantasan untuk menikah daripada menjalin hubungan pacaran yang berpotensi besar melanggar syariat Islam. Strategi yang berkaitan dengan pencegahan perkawinan anak di Kabupaten Siak juga belum dirumuskan secara komprehensif. ......This research focuses on issues related to child protection, especially the problem of child marriage and how policies to prevent child marriage in Siak Regency, with its status as a Child Friendly City (KLA), The purpose of this study is to examine the causal relationship between the influence of legal culture on child marriage cases in Siak Regency, how judges in the Siak Religious Court consider elements of community legal culture in adjudicating marriage dispensation cases, and find out strategies to protect children's rights from child marriage in Siak District as a Child Friendly District (KLA). The method used in this research is Socio-Legal to analyze law as a patterned community behavior and always interact in social aspects through literature studies and field studies to find answers to research problems. The results of this study indicate that the concept of legal culture in the context of child marriage in Siak Regency leads to differences in public perception and legal compliance in understanding the marriage age limit determined by the state through Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019. The influence of custom and religion is so inherent in the Malay people compared to their understanding of the law. Furthermore, the interpretation of marriage based on textual religious concepts provides a loophole for young marriage because the indicator of aqil baligh is considered an appropriateness for marriage rather than a dating relationship, which has great potential to violate Islamic law. Strategies related to the prevention of child marriage in Siak Regency have also not been formulated comprehensively.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Metta Angela
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai perbandingan pengaturan dispensasi perkawinan di Indonesia dan Singapura berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2019 tentang Dispensasi Kawin dan Women’s Charter 1961 beserta dengan pelaksanaannya. Penelitian dilakukan dengan metode yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder dan perundag-undangan. Dispensasi perkawinan merupakan pemberian izin perkawinan oleh pengadilan kepada calon suami/isteri yang belum mencapai batas usia minimal untuk melangsungkan perkawinan. Batas usia minimal tersebut beragam sesuai dengan ketentuan perundang-undangan setiap negara. Indonesia menetapkan  usia 19 (sembilan belas) tahun sebagai batas usia minimal perkawinan, sedangkan Singapura menetapkan batas usia minimal perkawinan pada usia 18 (delapan belas) tahun. Selain batas usia minimal perkawinan, Indonesia dan Singapura memiliki beberapa persamaan dan perbedaan lainnya. Adapun salah satu perbedaan utama dalam pengaturan dispensasi perkawinan antara Indonesia dan Singapura adalah penerapan Bimbingan Pra-Nikah di Indonesia dan Marriage Preparation Programme di Singapura. Singapura mewajibkan pasangan yang mengajukan Special Marriage License untuk mengikuti Marriage Preparation Programme, sedangkan Bimbingan Pra-Nikah di Indonesia masih bersifat pilihan dan hanya diwajibkan oleh beberapa lembaga keagamaan. Oleh karena itu, diperlukan pembaharuan serta tinjauan mengenai hukum dispensasi kawin di Indonesia untuk memastikan kesiapan dan pemenuhan hak anak di bawah umur dalam pernikahan dini. ......This thesis discusses the comparison of marriage dispensation law in Indonesia and Singapore based on Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2019 tentang Dispensasi Kawin and Women’s Charter 1961 along with its implementations. Marriage dispensation means the granting of marriage license by the court to a bride/groom who has not reached the minimum age to enter marriage. The minimum age varies according to the statutory provisions of each country. Indonesia sets the age of 19 (nineteen) years old as the minimum age for marriage, while Singapore sets the minimum age for marriage at 18 (eighteen) years old. In addition to the minimum age to enter marriage, Indonesia and Singapore also have several other similarities and differences. One of the main differences in the regulation of marriage dispensation between Indonesia and Singapore is the application of Bimbingan Pra-Nikah in Indonesia and Marriage Preparation Programme in Singapore. Singapore requires couples applying for a Special Marriage License to take part in the Marriage Preparation Programme, while Bimbingan Pra-Nikah in Indonesia is still optional and only required by some religious institutions. Therefore, an update and review of marriage dispensation law is needed.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nisa Aulia Denizar
Abstrak :
Dispensasi perkawinan merupakan suatu kelonggaran yang diberikan oleh pengadilan kepada calon suami istri yang belum mencapai batas umur minimal untuk melangsungkan perkawinan. Penelitian ini menganalisis urgensi dispensasi perkawinan terhadap anak dibawah umur dalam Peraturan Mahkamah Agung tentang Pedoman Mengadili Dispensasi Perkawinan serta meninjau pelaksanaan aturan batasan umur perkawinan pasca perubahan Undang-Undang Perkawinan. Penelitian ini disusun menggunakan metode penelitian doktrinal dengan pendekatan kualitatif. Setelah perubahan Undang-Undang Perkawinan sebagai upaya perlindungan terhadap perempuan, jumlah perkawinan dibawah umur justru semakin meningkat. Padahal, telah dibentuk pula Peraturan Mahkamah Agung tentang Pedoman Mengadili Dispensasi Perkawinan sebagai upaya perlindungan. Hal ini karena tidak mengatur alasan-alasan yang dapat dibenarkan untuk diberikan izin dispensasi perkawinan oleh pengadilan. Penelitian ini mengklasifikasikan 20 (dua puluh) penetapan terkait dispensasi perkawinan di Pengadilan Negeri Manado berdasarkan alasan yang diajukan oleh Pemohon. Sebagian besar permohonan dispensasi perkawinan di Pengadilan Negeri Manado dilakukan dengan alasan telah terjadi kehamilan diluar perkawinan atau atas keinginan orang tua. Ketidakjelasan alasan-alasan yang dimaksud dalam Peraturan Mahkamah Agung tentang Pedoman Mengadili Dispensasi Perkawinan mengakibatkan tidak banyak Hakim yang menimbang perkara dispensasi perkawinan dengan peraturan tersebut. Hakim lebih memperhatikan UU No. 16 Tahun 2019 daripada Peraturan Mahkamah Agung No. 5 Tahun 2019 dalam mengabulkan permohonan dispensasi perkawinan. ......Marriage dispensation is a concession granted by the court to prospective husband and wife who have not yet reached the minimum age limit for marriage. This research analyzes the urgency of marriage dispensations for minors in the Supreme Court Regulations concerning Guidelines for Adjudicating Marriage Dispensations and reviews the implementation of the age limit regulations for marriage after changes to the Marriage Law. This research was prepared using doctrinal research methods with a qualitative approach. After changes to the Marriage Law as an effort to protect women, the number of underage marriages actually increased. In fact, a Supreme Court Regulation regarding Guidelines for Adjudicating Marriage Dispensations has also been established as a protective measure. This is because it does not regulate the reasons that can be justified for the court to grant a marriage dispensation. This research classifies 20 (twenty) decisions regarding marriage dispensations at the Manado District Court based on the reasons submitted by the Petitioner. Most requests for marriage dispensation at the Manado District Court are made on the grounds that there has been a pregnancy outside of marriage or because of the parents' wishes. The lack of clarity on the reasons referred to in the Supreme Court Regulations concerning Guidelines for Adjudicating Marriage Dispensations has resulted in not many Judges weighing marriage dispensation cases in accordance with these regulations. Judges pay more attention to Law no. 16 of 2019 rather than Supreme Court Regulation no. 5 of 2019 in granting requests for marriage dispensation.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Indah Wahyuni
Abstrak :
Karya akhir ini membahas perkawinan anak perempuan yang terjadi melalui pemberian izin dispensasi perkawinan oleh hakim pengadilan agama. Pisau analisis yang digunakan dalam tulisan ini adalah feminis radikal dan juga feminist legal theory dalam kerangka interseksionalitas. Data sekunder yang digunakan adalah 40 putusan dispensasi kawin anak perempuan yang terbit pada Desember 2020. Hasil analisis menunjukkan bahwa pemberian izin dispensasi kawin anak perempuan tersebut menggunakan penalaran patriarki dan didasarkan kepada sumber-sumber hukum maskulin yang meminggirkan pengalaman dan kepentingan anak perempuan. Pemberikan dispensasi perkawinan anak perempuan oleh Hakim Pengadilan Agama melanggengkan perkawinan anak dan ketidakadilan terhadap anak perempuan. Selain itu, dispensasi perkawinan anak perempuan merupakan ekspresi kontrol patriarki terhadap tubuh dan seksualitas anak perempuan, dan karenanya merupakan kekerasan terhadap perempuan. ......This final assignment explains about child marriage among girls due to marriage dispensation. Feminist radical perspective and feminist legal theory are used as analytical tools along with intersectional framework. Secondary data for this final assignment are 40 decrees of marriage dispensation for girls issued by December 2020. The result showed that marriage dispensation for girls are granted due to patriarchal ideology to control girl’s body and sexuality. The judge’s permission about marriage dispensation perpetuates child marriage practice and girl’s inequality. Hence marriage dispensation regarded as violence against women.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library