Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Meta Agil Ciptaan
"Ekstubasi Endotracheal Tube merupakan salah satu periode kritis ketika dirawat di ICU. Ekstubasi mengakibatkan perubahan hemodinamik akibat peningkatan respon simpatik saat stimulasi epifaringeal dan laring. Selain itu ekstubasi mengakibatkan timbulnya nyeri tenggorokan dan kecemasan pada pasien. Hal ini meningkatkan komplikasi dan menurunkan kualitas hidup pasien. Tujuan penelitian ini untuk melihat pengaruh latihan relaksasi otot progresif terhadap status hemodinamik, nyeri dan kecemasan pasca ekstubasi Endotracheal Tube. Penelitian ini menggunakan design quasy experimental post test only Non Equivalent Control Group Design. Sampel penelitian terdiri dari 46 orang pasien ekstubasi terdiri dari 23 orang kelompok kontrol dan 23 orang kelompok intervensi. Analisis data menggunakan uji t independen.
Hasil analisis menunjukkan ada perbedaan bermakna status hemodinamik pasca ekstubasi antara kelompok kontrol dan intervensi untuk tekanan darah sistole (p 0,009; α<0,05) dan frekuensi nadi (p 0,0439; α<0,05). Kemudian juga ditemukan perbedaan bermakna nyeri tenggorokan (p 0,001; α <0,05) dan kecemasan pasca ekstubasi (p 0,001; α <0,05). Latihan relaksasi otot progresif merupakan intervensi komplementer yang terbukti efektif dan mudah dilakukan dalam mengontrol hemodinamik, nyeri tenggorokan dan kecemasan pasca ekstubasi.

Endotracheal tube extubation is a critical periods when being treated in ICU. Extubation causes hemodynamic changes due to an increase in symphathetic responses during epiparingeal and laryngeal stimulation. Additionally extubation causes sore throat and anxiety in patients. These increased complication and decrease patient’s quality of life. The purpose of this study to find the effect of progressive muscle relaxation on hemodynamic, sore throat and anxiety after extubation. Design study was a quasy experimental post test only non equivalent control group. The research sample consisted of 46 extubation patient consisted of 23 control group and 23 intervention group. Data analysis used independent t test.
The resuts found there were significant differences in post hemodynamic status between control and intervention group for systolic blood pressure (p 0,009; α<0.05) and pulses frequency (p 0,0439; α<0.05). Then also found significant difference in sore throat (p 0,001; α<0.05) and anxiety post extubation (p 0,001; α<0.05). Progressive muscle relaxation exercises are complementary intervention that are proven effectively and easy to control hemodynamic, sore throat and anxiety post extubation.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susanty Yuriani
"Pasien sakit kritis mengalami peningkatan laju atrofi otot yang memengaruhi keberhasilan ekstubasi. Pemeriksaan massa otot dengan alat tervalidasi terbatas karena instabilitas klinis, kesulitan transfer pasien, dll. Lingkar betis (LB) berkorelasi dengan hasil pemeriksaan massa otot tervalidasi, sederhana, dan efisien. Studi bertujuan mengetahui hubungan LB awal admisi dengan keberhasilan ekstubasi. Studi kohort prospektif melibatkan 65 subjek berusia 18−70 tahun, pengguna ventilasi mekanis di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo dan RS Universitas Indonesia. Pemantauan sejak admisi ICU hingga pasien ekstubasi atau maksimal 14 hari pasca intubasi. Subjek didominasi laki-laki (67,7%), rerata usia 48,2 ± 13,8 tahun, dan indeks massa tubuh 23,77 ± 6,30 kg/m2. Sebagian besar pasien bedah (81,5%) dan memiliki komorbiditas (81,5%). Durasi intubasi 43 jam (12-401). Rerata LB awal 32,8 ± 3,4 cm dan LB akhir 32,1 ± 3,6 cm, terdapat beda rerata -0,68 cm (p <0,001). Tidak ditemukan hubungan LB awal dengan keberhasilan ekstubasi (RR 1,23; IK 95%: 0,89−1,69, p = 0,199). Lingkar betis awal sebagai pemeriksaan untuk massa otot bukan prediktor keberhasilan ekstubasi. Analisis tambahan menemukan perbedaan rerata bermakna LB awal dan LB akhir yang diukur. Perubahan LB didapatkan perbedaan nilai bermakna antara kelompok berhasil ekstubasi dibandingkan sulit ekstubasi.

Critically ill patients experience an increased rate of muscle atrophy that affects the success of extubation. Examination of muscle mass with validated tools is limited due to clinical instability, difficulty in patient transfer, etc. Calf circumference (LB) correlates with the results of a validated, simple and efficient muscle mass examination. The study aims to determine the relationship between initial LB admission and successful extubation. A prospective cohort study involving 65 subjects aged 18−70 years, users of mechanical ventilation at RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo and University of Indonesia Hospital. Monitoring from ICU admission until the patient is extubated or a maximum of 14 days after intubation. Subjects were predominantly male (67.7%), mean age 48,2 ± 13,8 years, and body mass index 23,77 ± 6,30 kg/m2. Most of the patients were surgical (81,5%) and had comorbidities (81,5%). Duration of intubation 43 hours (12-401). The mean initial LB was 32,8 ± 3,4 cm and final LB 32,1 ± 3,6 cm, there was a mean difference of -0,68 cm (p <0.001). There was no association between early LB and extubation success (RR 1,23; 95% CI: 0,89−1,69, p = 0,199). Initial calf circumference as a test for muscle mass is not a predictor of successful extubation. Additional analysis found significant mean differences in initial LB and final LB measured. There was a significant difference in LB changes between the successful extubation group compared to the difficult extubation group."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dede Wirdah Budiastuti
"Ekstubasi merupakan salah satu upaya manajemen jalan napas bertujuan untuk mencegah resiko penggunaan EndoTrakeal Tube (ETT) dan ventilasi mekanik. Keberhasilan ekstubasi adalah tidak terjadinya reintubasi dalam waktu 24-72 jam pasca ekstubasi. Pasien dengan kondisi penyulit jalan napas beresiko besar terhadap kejadian reintubasi. Penelitian kohort prospektif ini dilakukan di Intensive Care Unit (ICU) Dewasa, ICU IGD dan ICU luka bakar RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) untuk mengetahui faktor-faktor prediktor keberhasilan ekstubasi pada kasus jalan napas dengan penyulit. Uji statistik menggunakan regresi logistik ganda. Hasil analisis didapatkan faktor-faktor yang memiliki hubungan dengan keberhasilan ekstubasi pada penyulit jalan napas yaitu lama terintubasi (p value=0,034), hemodinamik (p value=0,001) dan refleks batuk (p value=0,005), sedangkan faktor yang tidak memiliki hubungan dengan keberhasilan ekstubasi pada penyulit jalan napas yaitu adalah usia, jenis kelamin, penyulit jalan napas, tingkat kesadaran, sikap koperatif pasien, hasil AGD, lama Spontaneous Breathing Trial (SBT) dan kesiapan pasien. Faktor yang paling berpengaruh terhadap keberhasilan ekstubasi adalah refleks batuk (OR=20,805 95%CI 1,298-333,422) dan hemodinamik (OR=17,746 95% CI 2,083-151,213). Penatalaksaan ekstubasi dengan melakukan asesmen pra ekstubasi menggunakan ceklist akan mampu mendeteksi keberhasilan ekstubasi, sehingga prosedur ekstubasi dapat dilakukan dengan lebih aman untuk menghindari kejadian reintubasi
Extubation is an airway management that aimed to prevent the risk of using ETT and Mechanical Ventilation. Extubation success is no reintubation within 24-72 hour. Patients with difficult airway condition has greater risk of reintubation events. This prospective cohort study was conducted at General ICU, ICU IGD and ICU burns RSCM to find out predictor factors of extubation success in difficult airway cases.. Statistical tests use multiple logistic regression. The results of the analysis obtained factors that have a relationship with extubation success in the difficult airway are the length of intubation (p value = 0.034), hemodynamics (p value = 0.001) and cough reflexes (p value = 0.005), and factors that have no relationship are age, gender, difficult airway, level of Consciousness (LoC), cooperative attitude, AGD results, SBT duration and patient readiness. The most influential factors on extubation success are cough reflexes (OR = 20,805 95% CI 1,298-333,422) and hemodynamics (OR = 17,746 95% CI 2,083-151,213). Management of extubation by conducting pre-extubation assessment using a checklist methode will be able to detect the extubation success and the procedure can be done more safely.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
T54904
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library