Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ahmad Redi
"Bagi perekonomian, kemajuan teknologi memberikan manfaat yang sangat besar, karena transaksi bisnis dapat dilakukan secara seketika (real time), yang berarti perputaran ekonomi menjadi semakin cepat dan dapat dilakukan tanpa hambatan ruang dan waktu. Begitu pula dari sisi keamanan, penggunaan teknologi relatif memberikan perlindungan terhadap keamanan data dan transaksi.
Perkembangan teknologi informasi itu telah ?memaksa? pelaku usaha, termasuk sektor perbankan mengubah strategi bisnisnya dengan menempatkan teknologi sebagai unsur utama dalam proses inovasi produk dan jasa. Pelayanan sektor perbankan yang berkaitan dengan penerapan teknologi, misalnya electronic transaction atau electronic banking melalui ATM, phone banking dan internet banking yang merupakan bentuk baru dari delivery channel pelayanan bank dalam mengubah pelayanan transaksi manual menjadi pelayanan transaksi oleh teknologi. Penerapan teknologi dimaksud dalam pelaksanaannya menimbulkan berbagai masalah terutama dalam memberikan perlindungan keamanan bertransaksi bagi pengguna informasi dan transaksi elektronik.
Didasari hal ini, maka Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia meregulasi Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Melalui Undang-Undang ini diharapkan terjadi pengaruh yang kuat terhadap kemajuan aspek sektor perekonomian, diantaranya kemajuan dalam layanan perbankan yang berimplikasi pada transaksi tanpa uang tunai, pergerakan modal, dan pendapatan yang cepat di seluruh dunia dalam perkembangan bisnis bagi pelaku bisnis pengguna jasa perniagaan elektronik (e-commerce), termasuk juga negara.
Sebagai upaya perlindungan keamanan dalam bertransaksi bagi pengguna media elektronik di sektor perbankan, maka diperlukan suatu mekanisme security electronic transaction yang menjadi sistem pengamanan guna mengurangi resiko penyalagunaan teknologi informasi, terutama penyalagunaan di sektor perbankan yang rentan terhadap kejahatan siber. Salah-satu mekanisme yang dapat diterapkan dalam mewujudkan security electronic transaction sebagaimana diatur dalam UU ITE, yakni dengan mekanisme tanda tangan elektronik (electronic signature).
Persoalan electronic signature erat kaitannya dengan masalah keamanan transaksi elektronik (secure electronic transaction) yang berhubungan pula dengan persoalan sertifikasasi elektronik dan penyelanggara sertifikasi elektronik sebagai bagian terintegrasi dari pelaksanaan electronic signature. Hal ini menjadi penting karena electronic signature merupakan alat baru yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentifikasi suatu informasi elektronik yang menggunakan media elektronik, baik komputer maupun media elektronik lainnya.
Penelitian ini mencoba menjawab permasalahan-permasalahan mengenai bagaimanakah pengaturan lebih lanjut mengenai electronic signature dalam mewujudkan secure electronic transaction di sektor perbankan, bagaimanakah hubungan antara electronic signature dengan sertifikat elektronik dalam mewujudkan secure electronic transaction di sektor perbankan, serta bagaimanakah peran lembaga penyelanggara sertifikasi elektronik dalam pengesahan sertifikat elektronik guna mewujudkan secure electronic transaction di sektor perbankan. Penelitian ini merupakan tip pendekatan peraturan perundang-undangan, pendekatan konsep, dan pendekatan perbandingan.

For the economy, the advancement of technology brings a great advantage as real time business transaction can now be carried out; thereby the economic cycle accordingly grows at a faster rate and is free from time and space limitation. Seen from the aspect of security, the adoption of technology, to some extent, gives protection to the security of data and transaction. The development of information technology has made business players, including those in the banking sector; change their business strategy by including technology as a main factor in the process of their goods and service innovation.
The service of banking sector related to technology application, such as electronic transaction or electronic banking through ATM, phone banking and internet banking have emerged as forms of delivery channel in the bank sector by way of transforming manual transaction service into technology-based transaction service On the other hand, the application of technology in its implementation has given rise to a host of problems in, particularly in providing security in the transaction process, including electronic transaction.
On the basis of that consideration, the Government and the House of Representatives of the Republic of Indonesia has stipulated Law No 11 Year 2008 on Information and Electronic Transaction. Through this law, it is expected that the advancement in the economic sector can be enhanced, among others is the advancement in the banking sector that has its own implication towards cashless transaction, capital flow, and rapid income in the whole world in the development of business world for its players, e-comers service users, and the country.
As an effort to provide security in doing transaction for the users of electronic devices in the banking sector, a mechanism known as security electronic transaction, which is none other than a security system to minimize the risk of information technology misuse, is greatly needed, especially to minimize the misuse of bank sector service, which is vulnerable to cyber crime. One of the mechanism that can be applied to implement security electronic transaction as regulated in the Law No 11 Year 2008 on Information and Electronic Transaction. Through is the adoption of electronic signature mechanism.
This signature electronic mechanism is closely linked to the secure electronic transaction mechanism, which, in turn, is also correlated with the electronic certification and the implementation of electronic certification as an integral part of the electronic signature implementation. It is of great importance due to the fact that electronic signature is a new mechanism used as a verification and authentication tool of an electronic information using electronic medias, such as computer and other electronic medias.
This study seeks to answer problems concerning further regulation on electronic signature in implementing secure electronic transaction mechanism in the banking sector as well as the correlation between electronic signature with electronic certification in implementing secure electronic transaction in the banking sector as well as the role of the institution authorized to issue electronic certification in validating electronic certification in order to implement secure electronic transaction in the banking sector. This study is a normative law study by using the method of approach to legislation, the concept of the approach, and comparative approach.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T26749
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Novemberi P.
"Transnational cyber crime adalah masalah serius yang dihadapi pemerintah Indonesia pada era digital ini. Indonesia menduduki ranking teratas dalam peringkat kejahatan cyber dunia, terutama untuk kejahatan kartu kredit dan hacking. Hal ini menjadi citra buruk bagi Indonesia di mata dunia. Akibatnya Indonesia sulit masuk ke dalam komunitas digital internasional. Beberapa kali Indonesia diblokir dari e-commerce antar negara. Bila hal ini terus terjadi dikhawatirkan posisi Indonesia akan semakin tidak kompetitif dalam perekonomian dunia.
Ironisnya Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang justru belum memiliki piranti hukum untuk mengatasi masalah cyber crime. Rancangan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik yang rencananya akan menjadi cyber law Indonesia, tidak kunjung selesai dibahas di parlemen dan pemerintah. Selama ini Indonesia masih menggunakan perangkat hukum konvensional yang jelas sangat tidak memadai untuk berhadapan dengan kejahatan cyber yang bersifat maya dan transnasional.
Tesis ini berusaha melihat mengapa pemerintah Indonesia sulit mengkonstruksikan hukum transnational cyber crime pada periode 2003-2006 Untuk membahas tesis ini akan dilihat bagaimana proses konstruksi kesepahaman antar subjek akan menciptakan suatu urgensi mengenai keberadaan hukum cyber di Indonesia. Ada empat variabel yang akan digunakan, yaitu: identitas, tujuan, etika, dan instrumen kerja sama (domestik dan internasional).
Penelitian ini menemukan bahwa: (1) pemerintah Indonesia ternyata tidak memiliki kejelasan identitas dalam dunia teknologi informasi; (2) kebijakan teknologi informasi pemerintah selama ini sangat inkonsisten; (3) pemerintah Indonesia belum memiliki etika cyber yang kuat; (4) kerja sama domestik dan internasional belum mampu mengkonstruksikan kesepahaman akan urgensi cyber law bagi pemerintah Indonesia. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kesulitan pemerintah Indonesia mengkonstruksikan hukum transnational cybercrime adalah disebabkan oleh keempat faktor ini.

Transnational cyber crime is a serious matter that is faced by Indonesian government in this digital era. Indonesia is positioning the highest rank on cyber crime in the world, especially on the carding and hacking. This is become a bad image for Indonesia. As the result it is hard for Indonesia to enter international digital community. Indonesia has been blocked several times from the ecommerce between countries. If this problem happening continuously, it is afraid that Indonesia position on world economy will become less competitive.
Ironically, Indonesia is one among the countries that doesn?t have cyber law until right now. The Information and Electronic Transaction Draft Bill, which should become Indonesian cyber law, hasn?t finished being reviewed in the parliament and the government. All this time Indonesia is still using the conventional law that obviously very inadequate to meet the challenge for virtual and transnational cyber crime. This thesis tries to see why Indonesia government hard to construct transnational cyber law for the period of 2003-2006.
To asses that, it will be studied how the inter-subjective understanding process will create urgency about cyber law in Indonesia. There will be four variables to be used, there are: identity, purpose, ethics, and instrument of cooperation (domestic and international).
This thesis has found that: (1) Indonesia government has an identity gap in the world of information technology (IT); (2) the existing government IT policy all this time has been very inconsistent; (3) Indonesian government doesn?t have strong cyber ethics; (4) the domestic and international cooperation still cannot construct the understanding about the urgency of cyber law. There for it can be concluded that Indonesian government difficulty on constructing transnational cyber law is caused by these for factors.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T22728
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Legal studies on e-commerce transaction by normative juridical approach and by the used of primary and secondary legal material have found that firstly, law prevailing on the transaction refers basically to a choice of law agreed by parties or, secondly, if it is not, the choice of law may refer to a point-link which addresses to an extraordinary achievement of parti which trully having characteristic as Rome Convention. The Act of Information and Electronic Transaction No. 11 year 2008 stated that if parties do not make choice of law in International Electronic Transaction then the applicable law shall be referred to Private International Law. However, the e-commerce transaction is across border, the question is: whether the principles of Private International Law shall be applicable into national law system of any state without the need of harmonization to the related national law system?"
JUHUBIS
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jo, Gwanghee
"Perkembangan teknologi perangkat mobile dan perdagangan elektronik telah memungkinkan perangkat mobile digunakan untuk tujuan transaksi keuangan. Selanjutnya, tingkat langganan seluler yang terus meningkat di seluruh dunia telah membuat perangkat seluler menjadi alat yang efisien untuk menawarkan layanan keuangan yang aman dan nyaman kepada pelanggan. Terutama karena solusi mobile finance memungkinkan nasabah melakukan berbagai transaksi keuangan sambil terus bergerak, mobile finance dalam transaksi mikro dapat sepenuhnya menggantikan transaksi keuangan berbasis komputer dalam waktu dekat dengan menawarkan aplikasi yang mengintegrasikan mobile banking. Mobile finance telah menciptakan peluang bisnis yang sangat besar bagi para pedagang, operator jaringan seluler, produsen perangkat mobile, lembaga keuangan dan penyedia perangkat lunak. Mobile banking telah cukup sukses di Korea Selatan dan Indonesia. Untuk memberikan informasi lebih lanjut mengenai mobile banking dan peraturan yang relevan, penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dasar-dasar mobile banking termasuk risiko, dan ketentuan peraturan mana yang diadopsi di Korea Selatan dan Indonesia untuk memungkinkan pengguna menggunakan mobile banking, bagaimana cara mencegah risiko yang timbul dari penggunaan mobile banking dan bagaimana bank memberikan perlindungan bagi nasabah mobile banking melalui ketentuan peraturan. Untuk mencapai tujuan penelitian secara efektif, tesis ini mengeksplorasi peraturan dan materi terkait mobile banking di Korea Selatan dan Indonesia. Analisis komparatif di antara masing-masing sistem mobile banking di Korea dan Indonesia menunjukkan bahwa bank-bank di negara-negara terutama fokus pada pengelolaan risiko, perlindungan pelanggan, perizinan dan pencabutan lisensi, dan pengawasan dengan peraturan mereka sendiri.

Technological development of mobile devices and electronic commerce has enabled mobile devices to be used for financial transaction purposes. Furthermore, constantly increasing rate of mobile subscription worldwide has made mobile devices an efficient tool to offer safe and convenient financial services to subscribers. Especially as mobile finance solutions allow customers to perform various financial transactions while on the move, mobile finance in micro transactions may fully replace computer based financial transactions in the near future by offering application integrating mobile banking. Mobile finance has created huge business opportunities for merchants, mobile network operators, mobile device manufacturers, financial institutions and software providers. Mobile banking has been fairly successful in South Korea and Indonesia. In order to provide more information regarding mobile banking and its relevant regulation, this study aims to elucidate the basics of mobile banking including the risks, and which regulatory provisions are adopted in South Korea and Indonesia to enable the users to use mobile banking, how to prevent the risks arisen from using mobile banking and how the banks provide protection for the mobile banking customers through the regulatory provisions. In order to achieve the purpose of the study effectively, the thesis explores the regulations and the relevant materials regarding mobile banking in South Korea and Indonesia. The comparative analysis among each mobile banking system in Korea and Indonesia indicate that banks in the countries particularly focus on managing risk, customer protection, permission and revocation of license, and supervision by their own regulatory measures.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Daulay, Ray Syaputra Muda
"ABSTRAK
Secure Electronic Transaction (SET) sebagai suatu protokol pembayaran yang menggunakan sertifikat digital (digital certificate) dengan teknologi penyandian (cryptography) dalam proses transfer datanya hadir sebagai sistem pengaman dari transaksi pembayaran melalui media internet saat ini sedang mulai aktif dikembangkan oleh beberapa perusahaan dan diklaim sebagai protokol pembayaran yang sangat aman dengan pihak yang terlibat adalah cardholder, issuer, merchant dan acquirer. Namun dengan adanya hukum Moore serta aksioma yang mengatakan tidak ada teknologi sekuriti apapun yang tidak dapat dibobol sehingga SET tentu tidak luput dari ancaman pembobolan oleh pihak-pihak yang tidak berhak. Dengan menggunakan metode penelitian dengan pendekatan yuridis normatif, penulis meneliti apakah asuransi dapat melindungi risiko kerugian dalam transaksi perdagangan melalui Internet yang menggunakan protokol pembayaran SET, pihak siapa saja yang mempunyai kepentingan (insurable interest) yang dapat diasuransikan serta menjawab bagaimana bentuk pengaturan asuransi yang sesuai untuk menjamin risiko penyalahgunaan kartu kredit oleh pihak yang tidak berhak dalam transaksi melalui internet dengan menggunakan protokol SET. Penulis menyimpulkan bahwa risiko kerugian materil akibat dari pembobolan sistem SET dapat diasuransikan. Sedangkan
pihak yang mempunyai kepentingan yang dapat
diasuransikan (insurable interest) adalah konsumen pemegang kartu pembayaran (cardholder), dan institusi keuangan atau bank yang mengeluarkan kartu pembayaran yang dipunyai oleh cardholder yaitu issuer yang juga dapat bertindak sebagai institusi keuangan atau bank yang menjamin pedagang (merchant) yang melakukan transaksi melalui Internet yaitu acquirer. Bentuk asuransi yang sesuai terhadap transaksi perdagangan melalui Internet
yang menggunakan protokol, SET adalah asuransi
penyalahgunaan kartu kredit (Credit Card Fraud
Insurance).
"
2007
T19904
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Priska Putri Andini
"Perkembangan perdagangan secara elektronik e-commerce) di Indonesia, dewasa ini, sangat cepat. Pemerintah melihat adanya pergerakan potensi penerimaan pajak yang signifikan dari usaha konvensional ke e-commerce. Untuk mencegah adanya potensi penerimaan yang hilang maka pemerintah melakukan usaha untuk lebih memahami kegiatan e-commerce itu sendiri serta segala potensi perpajakan didalamnya, khususnya terkait dengan pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) untuk usaha ini. Sayangnya, Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan yang ada saat belum secara khusus mengatur mengenai besaran Pajak Penghasilan (PPh) untuk usaha e-commerce. Oleh karenanya, sebagai bagian dari usaha untuk lebih memahami kegiatan e-commerce itu, Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan Surat Edaran Nomor SE-06/PJ/2015 tentang Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan atas Transaksi E-Commerce, yang memberikan acuan bagi para aparatur negara di bidang perpajakan untuk melaksanakan proses pengawasan usaha e-commerce sekaligus melakukan penggalian potensi terhadap kegiatan e-commerce. Meskipun Surat Edaran Nomor SE-06/PJ/2015 telah secara spesifik menjabarkan kegiatan-kegiatan yang dapat menjadi potensi untuk dapat dikenakan pajak penghasilan dalam usaha e-commerce, namun, sifat dari Surat Edaran ini adalah pengaturan internal saja. Penelitian ini sendiri merupakan penelitian yuridis-normatif sebagaimana mengacu kepada norma hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, sedangkan penelitian yang akan dilakukan memiliki tipe deskriptif-analitis atas data kualitatif, yaitu menggambarkan suatu gejala serta menganalisa gejala tersebut untuk memperoleh jawaban atau penyelesaian masalah dari gejala tersebut dan diuraikan secara sistematis. Dengan melihat fakta yang ada, seyogianya Pemerintah mampu membuat regulasi berupa peraturan perundang-undangan yang mengatur besaran pajak utamanya Pajak Penghasilan (PPh)-bagi usaha e-commerce di Indonesia.
The development of electronic commerce (e-commerce) in Indonesia, today, is very fast. The government sees a potential movement of significant tax revenues from conventional businesses to e-commerce. To prevent the potential for lost revenue, the government has made an effort to better understand e-commerce activities themselves as well as all potential taxation in them, especially related to the imposition of Income Tax (PPh) for this business. Unfortunately, the Law on Income Tax is currently not specifically regulating the amount of Income Tax (PPh) for e-commerce businesses. Therefore, as part of an effort for get a better understanding about e-commerce activities, the Directorate General of Taxes issues Circular Letter No. SE-06 / PJ / 2015 about Withholding and/or Collection of Income Taxes on E-Commerce Transactions, which provides a reference for State Apparatus in the field of taxation to carry out the supervision process of e-commerce businesses while simultaneously exploring the potential of e-commerce activities. Although Circular Letter No. SE-06 / PJ / 2015 has specifically described activities that can be subject to income tax in e-commerce businesses, however, the nature of this Circular Letter is an internal arrangement only. This research itself is juridical-normative research as referring to legal norms contained in the laws and regulations, while the research to be conducted has a descriptive-analytical type of qualitative data that describing a symptom and analyzing the symptoms to obtain answers or problem solving of these symptoms and described systematically. By looking at the facts, the Government should be able to make regulations in the form of laws and regulations that regulate the amount of tax-mainly Income Tax (PPh)-for e-commerce businesses in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Pramuditto
"Skripsi ini membahas mengenai kesalahan pengiriman dalam transaksi elektronik di Indonesia. Terkait dengan pembahasan tersebut, digunakan Undang - Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang - Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Undang - Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem Transaksi Elektronik.
Skripsi ini membahas bagaimana analisis peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai hak konsumen atas informasi yang diperlukan dalam pembelian barang melalui online, serta pengaturan mengenai perlindungan hukum terhadap konsumen yang mengalami kerugian dalam kesalahan pengiriman barang pesanan online.
Hasil penelitian menyarankan bahwa dalam rangka menjalani kegiatan transaksi secara online, agar pelaku usaha menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan usahanya, pengawasan terhadap aktifitas jual beli secara online, dan konsumen mencari informasi sebanyak - banyaknya sebelum melakukan pembelian barang secara online, dan perlunya sosialisasi mengenai hak konsumen terutama penyuluhan tentang Undang - Undang Perlindungan Konsumen.

This paper discusses about the error in goods delivery through electronic transactions in Indonesia. The Laws that are being used related in this papers are, Law Number 8 Year 1999 on Consumer Protection, Law Number 11 Year 2008 on Electronic Informations and Transactions, Law Number 7 Year 2014 on Trading, and Government Regulation Number 82 Year 2012 on The Implementation Of Electronic Transaction System.
This paper discusses about consumer rights of buying goods via online information, and also about regulation about law protection for consumer who experience loss on error in goods delivery that are being ordered from online transactions.
Research suggest that sellers need to implement the principle of cautiousness in running the business, supervision for online transaction activity, consumer needs to find information on online transaction as many as possible beforehand, and socialization about consumer rights especially Law on Consumer Protection counseling.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S62959
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ridzky Prihadi Tjahyanto
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah ada pengaruh transaksi pembayaran non tunai berupa kartu kredit, kartu debet/ATM dan e-money terhadap pertumbuhan jumlah uang beredar baik M1 maupun M2, efek pengganda uang money multiplier dan velositas uang velocity of money . Dengan menggunakan pendekatan regresi berganda dengan metode ordinary least square OLS dan Error Correction Mechanism ECM , diperoleh hasil bahwa kartu kredit dan e-money terkointegrasi dan berpengaruh positif terhadap M1, sementara untuk M2 hanya kartu kredit yang terkointegrasi dan signifikan berpengaruh positif. Terhadap faktor pengganda uang pada M1, ketiga jenis kartu berpengaruh negatif, demikian pula terhadap faktor velositas uang M1, ketiga jenis kartu berpengaruh negatif. Pengaruh kartu kredit dan e-money terhadap M1, angka pengganda dan velositas uang diduga terkait dengan kedekatannya sebagai pengganti uang kartal dalam bertransaksi dimana uang kartal merupakan komponen dari M1. Berdasarkan hasil yang positif berpengaruh terhadap peningkatan uang beredar, upaya peningkatan dan perluasan penggunaan e-money perlu terus ditingkatkan. Selain itu dimasa mendatang e-money dapat dipertimbangkan untuk dimasukkan ke dalam perhitungan statistik jumlah uang beredar M1 agar kebijakan operasi moneter tidak menjadi bias mengingat cepatnya angka pertumbuhan e-money yang didukung oleh Bank Indonesia, Pemerintah dan OJK.

This study aimed to identify whether any effect of electronic transactions of non cash payments in the form of credit card, debit card ATM and e money against the growth of the money supply both M1 and M2 including money multiplier effect and the velocity of money. By using a multiple regression approach with ordinary least square OLS and Error Correction Mechanism ECM, the results showed that the credit card and e money is cointegrated and has positive influence on the M1. While for M2, only e money has positive influence and cointegrated. Against the M1 money multiplier factor and the velocity of money factor, the three types of cards have negative effect. These evidences related to the function of credit cards and e money, which is probably close to as substitute of paper and coin money. Based on the analysis, using e money should be improved further and in the future might be considered to put into the statistical calculation in the money supply M1 to avoid biased on monetary policy operations given the rapid growth of e money, which is supported, by Bank Indonesia, the Government and the FSA.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2015
T46577
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vinka Damiandra Ayu Larasati
"Perjanjian jual-beli internasional yang dilakukan melalui internet semakin marak terjadi. Timbul permasalahan mengenai hukum mana yang berlaku terhadap perjanjian tersebut. UU ITE memberikan kewenangan bagi para pihak dalam sebuah transaksi elektronik internasional untuk melakukan pilihan hukum. Dalam hal tidak adanya pilihan hukum, UU ITE mengatur bahwa penentuan hukum yang berlaku didasarkan pada asas HPI. UU ITE tidak mengatur asas HPI mana yang sebaiknya digunakan. Terdapat beberapa asas HPI yang dapat digunakan seperti Lex Loci Contractus, Lex loci Solutionis, The Proper Law of the Contract, dan The Most Characteristic Connection. Perjanjian jual beli via internet termasuk dalam perjanjian antar orang yang tidak hadir atau contract between absent persons. Penentuan locus dapat dilakukan berdasarkan mailbox theory dan acceptance theory. Ketentuan dalam UU ITE tidak menggambarkan seara jelas teori mana yang dianut oleh Indonesia. Teori yang sebaiknya digunakan adalah acceptance theory, karena dengan teori tersebut, kedua pihak mengetahui adanya kesepakatan di antara mereka. Kesulitan-kesulitan yang terdapat pada teori lex loci contractus, lex loci solutionis, dan the proper law of the contract dalam menentukan hukum yang berlaku pun dapat dipecahkan dengan menggunakan teori the most characteristic connection. Dalam melakukan pilihan hukum, UU ITE juga mewajibkan para pihak untuk tetap memperhatikan kepentingan kedua belah pihak secara adil serta batasan-batasan yang terdapat dalam HPI.

International sales agreement made through the Internet are increasingly prevalent. Problems arise as to which law should apply to such kind of agreement. Law No. 11 Year 2008 emphasizes the use of choice of law by the parties. In the absence of choice of law, Law No. 11 Year 2008 stipulates that the law applicable to international electronic transaction is determined based on the private international law principles. However, it does not stipulate which private international law principle that should apply. There are several principles that could be used, such as lex loci contractus, lex loci solutionis, the proper law of the contract, and the most characteristic connection. An international sales agreement by means of internet is categorized as a ldquo contract between absent persons rdquo . The determination of the place of contracting can be done by using mailbox theory and acceptance theory. Law No. 11 Year 2008 does not depicture which theory that should apply. The prevailing theory should be the acceptance theory, because the parties will then know the existence of agreement between them and to be bound to it. The difficulties found in using the lex loci contractus, lex loci solutionis, and the proper law of the contract can be solved by using the most characteristic connection. In making a choice of law, Law No. 11 Year 2008 also requires both parties to observe their interests fairly and the limitations under private international law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>