Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yvonne Listyawati
Abstrak :
Menyampaikan pesan iklan kepada kalayak sasaran dalam suatu media tertentu terkadang bukanlah hal yang mudah bagi pembuat iklan. Demikian juga halnya dengan memahami pesan iklan tertentu bagi kalayak sasaran. Semua strategi dan taktik yang dirancang sedemikian rupa kadang masih menimbulkan kegagalan, atau kesenjangan persepsi di antara kedua belah pihak, pembuat iklan dan kalayak sasaran, karena di antara mereka terdapat perbedaan latar belakang biologic dan psikologis, yang menentukan kerangka rujukan dan kerangka pengalamannya masing-masing. Bahkan sebagai manusia yang memiliki kodrat sifat yang berbeda-beda, di antara kalayak sasaran sendiri, masih terdapat perbedaan, walaupun oleh perencana produk, mereka telah dikelompokkan ke dalam satu kategori tertentu yang memiliki beberapa unsur kesamaan untuk kemudahan menentukan strategi positioning produk dan sasaran pasar. Dalam kasus komunikasi iklan Brisk Hair Cream, melalui data sekunder dan hasil wawancara mendalam, peneliti melihat adanya kesenjangan persepsi di antara pembuat iklan dengan kalayak sasaran. Sebagian pesan utama yang disampaikan melalui media televisi, kurang dapat ditangkap dengan benar oleh kalayak sasaran, seperti yang diharapkan oleh pembuat iklan. Hal ini, memperlihatkan adanya fenomena kesenjangan persepsi di antara mereka, yang dalam penelitian ini akan dikaji lebih jauh mengapa fenomena ini bisa terjadi. Dalam analisis data, peneliti menemukan faktor-faktor struktural seperti kebutuhan, pengalaman, dan hal-hal lain yang termasuk apa yang disebut sebagai faktor personal, dan faktor fungsional yang berasal dari sifat stimuli fisik dan efek-efek saraf yang ditimbulkan pada sistem saraf individu, dimana kedua faktor tersebut memiliki peranan kuat dalam menentukan persepsi seseorang. Dari faktor fungsional diketahui bahwa kerangka rujukan kalayak sasaran yang berbeda menimbulkan respon yang berbeda pula terhadap iklan Brisk Hair Cream. Sedangkan dari faktor struktural dapat diketahui bahwa dengan urutan stimuli yang berlainan, kalayak sasaran juga memiliki penafsiran yang berlainan terhadap iklan Brisk Hair Cream. Lebih lanjut, dikaji pula bagaimana faktor-faktor ini dapat mempengaruhi persepsi kalayak sasaran sehingga respon mereka terhadap iklan Brisk Flair Cream, baik secara rasional maupun emosional, tidak seperti yang dipersepsikan dan diprediksikan sebelumnya oleh pembuat iklan. Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian secara kualitatif dan kuantittatif, karena data sekunder diperoleh dari hasil penelitian pihak ketiga dan data primer diperoleh melalui wawancara langsung secara mendalam kepada responden yang dianggap mampu memberi data yang signifikan dan memiliki kemampuan di bidangnya.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Safitri
Abstrak :
Salesforce merupakan mesin penggerak bagi organisasi bisnis direct selling agar bisa mencapai tujuannya tersebut. Salah satu organisasi bisnis direct selling yang sedang berkembang pesat saat ini adalah Tupperware. Penelitian ini membahas tentang hubungan faktor personal dan faktor kepuasan kerja dengan komitmen sales force dalam bisnis direct selling. Penelitian dilakukan terhadap 72 orang sales force Tupperware yang berstatus Team Captain, Unit Manager dan Group Manager yang berada di distributor Alif Rose (Distributor pertama Tupperware di Indonesia). Pengukuran terhadap kepuasan kerja dilakukan dengan menggunakan Minnesotta Satisfaction Questionnaire (MSQ), sedangkan pengukuran terhadap komitmen keorganisasian menggunakan Organizational Commitment Questionnaire (OCQ) yang dikembangkan oleh Allen Meyer. Teknik analisis data dalarn penelitian ini adalah korelasi dengan menggunakan uji statistic Cramer's V dan Spearman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komitmen keorganisasian sales force yang paling dominan adalah komitmen keorganisasian afektif. Variabel usia, masa kerja, tingkat pendidikan, jenis kelarnin, dan status perkawinan tidak berhubungan dengan komitmen keorganisasian sales force, namun kepuasan kerja memiliki hubungan yang sedang dan positif dengan komitmen keorganisasian sales force. ......Sales force is the driving engine for the direct selling business organization in order to achieve these goals. One of the direct selling business organizations which are emerging now is Tupperware. This study discusses the relationship of personal factors and factors of job satisfaction with the sales force?s commitment in the business of direct selling. Research conducted on 72 people Tupperware sales force with the status of Team Captain, Unit Manager and Group Manager in the distributor Alif Rose (first Tupperware Distributor in Indonesia). Measurement of job satisfaction by using Minnesota Satisfaction Questionnaire (MSQ), while the measurement of organizational commitment using the Organizational Commitment Questionnaire (OCQ) developed by Allen Meyer. The data analysis technique in this research is the correlation by using Cramer's V statistical test and Spearman's. The results of this study indicate that the most dominant sales force organizational commitment is the affective organizational commitment. The variables of age, years of education level, gender, and marital status are not related to sales force organizational commitment, but job satisfaction has a moderate and positive relationships with sales force organizational commitment.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
T27884
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Meinil Santina
Abstrak :
Remaja menurut WHO adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yaitu batasan usia 10 sampai 19 tahun. Permasalahan remaja begitu kompleks. Pengaruh media massa memancing remaja untuk mengadaptasi kebiasaan tidak sehat. Akibatnya remaja rawan terjangkit penyakit Menular seksual, aborsi dan ketergantungan Napza. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku remaja dan faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku remaja terhadap kesehatan reproduksi siswa Paket B Setara SMP PKBM Bina Insan Mandiri, Kota Depok. Jenis penelitian ini adalah kuantitaif dengan desain cross sectional. Hasil penelitian menunjukkan 54,6% responden pernah berperilaku berisiko dan faktor personal yang berhubungan secara signifikan adalah pada variabel jenis kelamin, pengetahuan responden tentang kesehatan reproduksi dan faktor lingkungan yang berhubungan signifikan adalah variabel akses terhadap media informasi. Berdasarkan hasil penelitian, perlunya diselenggarakan pendidikan kesehatan bagi remaja dan program pelayanan kesehatan peduli remaja di PKBM Bina Insan mandiri, Kota Depok.
WHO defined adolescent period refery to stage aged 10-19 years. Some common issues related to adolescent reproductive health are sexually transmitted disease, abortion dan drug dependenc. This study aims to issues the adolescent behavior and factor associated with adolescent reproductive health behavior among the students PKBM Bina Insan Mandiri Depok. This Survey was a cros-sectional design the result showed 54,6% of responden had performed risk behavior such as smoking, substance abused, drinking alkohol, and sexual engagement. Personal factor such as sex, knowledge of reproductive health and enviromental factors i.e mass media exposure the pornographic mentioned significantly related civil the adolescent behavior.
Depok: Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Ratna Asri
Abstrak :
Staycation merupakan bentuk rekreasi yang umumnya dilakukan di sebuah penginapan, seperti hotel, dengan memaksimalkan aktivitas di dalam penginapan tersebut. Meskipun dilakukan dalam durasi yang cenderung singkat, namun pastinya setiap orang ingin mendapat kenyamanan, keamanan, dan kesenangan ketika melakukan staycation. Untuk itu, diperlukan sebuah ikatan agar manusia bisa merasakan perasaan-perasaan positif tersebut di suatu tempat yang baru. Ikatan itu disebut place attachment, yang merupakan ikatan berlandaskan kognitif dan emosional dimana ikatan tersebut tercipta dari perasaan positif yang didapat manusia ketika berada di suatu tempat. Dalam konteks staycation, pengalaman wisata dan kualitas tempat yang baik dapat memberikan perasaan positif bagi pengunjung yang kemudian dapat memicu terbentuknya place attachment. Tujuan kajian ini adalah untuk mengetahui lebih dalam tentang konsep place attachment, dan faktor-faktor pembentuk place attachment, serta mengetahui bagaimana proses pembentukan place attachment dalam kegiatan staycation. Metode analisis dalam penulisan ini diawali oleh studi literatur tentang place attachment dan staycation, kemudian diperdalam dengan studi kasus dalam bentuk observasi dan wawancara. Hasil dari penulisan ini adalah pembentukan place attachment dipicu oleh emosi positif yang didapat dari dua faktor, yaitu faktor fisik tempat dan faktor personal pengunjung, dimana setiap orang akan memiliki proses pembentukan yang berbeda-beda karena ikatan ini bersifat personal antara manusia dengan tempat tersebut. ......A staycation is a form of recreation generally carried out in an inn, such as a hotel, by maximizing activities in the inn. Even though it is done in a short duration, everyone still wants to get comfort, security, and pleasure when doing a staycation. Therefore, a bond is needed so that humans can feel these positive feelings in a new place. That bond is called place attachment, a cognitive and emotionally based bond created from the positive feelings humans get when they are in a place. In the context of staycation, a good tourism experience and place quality can provide positive feelings for visitors, which can trigger the formation of place attachment. This study aims to know more about the concept of place attachment, the factors that form place attachment, and how the process of forming place attachment in staycation activities. The method of analysis in this paper begins with a literature study on place attachment and staycation, then deepens with a case study in the form of observations and interviews. The result of this paper is that the formation of place attachment is triggered by positive emotions obtained from two factors, namely physical factors of the place and personal factors of visitors, where each person will have a different formation process because this bond is personal between humans and the place.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library