Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hesty Lindawaty
Abstrak :
Tesis ini membahas tentang tinjauan hukum terhadap liberalisasi perdagangan jasa bidang perasuransian berdasarkan komitmen Indonesia dalam ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS). Dalam menganalisa model penmasokan jasa asuransi, Penulis mencoba melakukan tinjauan hukum secara terbatas pada produk hukum tingkat Undang-Undang untuk sektor perasuransian yaitu Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. Mengingat Indonesia telah membuka akses pasar sektor perasuransian bagi pemasok jasa asing, maka analisis hukum atas peraturan perasuransian dikaitkan pula dengan komitmen Indonesia sebagaimana tercantum dalam Schedule of Specific Commitment Indonesia dalam AFAS.
This thesis discusses about the legal review of the liberalization trade in insurance services based on the commitment of Indonesia in the ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS). author tried analyzing the supply of insurance services, limited to the level of legal products Act for the insurance sector, specifically Law of the Republic of Indonesia Number 40 2014 about Insurance. Given that Indonesia has opened the insurance sector market access for foreign service suppliers, the legal analysis of the insurance regulation is associated also with the commitment of Indonesia in the Schedule of Specific Commitment Indonesia in AFAS.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T46464
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gadis Dwi Sartika Habibie
Abstrak :
ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah soft power China dapat mempengaruhi pembentukan preferensi reunifikasi damai Taiwan. Ketika Taiwan mengalami resesi terburuk dalam sejarah oleh karena krisis ekonomi global pada tahun 2008, China menjadikan hal tersebut sebagai peluang untuk membantu permasalahan ekonomi Taiwan melalui Economic Corporation Framework Agreement (ECFA). Kerjasama ekonomi ini dimanfaatkan oleh China untuk mempengaruhi Taiwan melakukan apa yang diinginkan oleh China, yakni reunifikasi damai. Dalam penelitian ini, teori soft power Joshua Kurlantzick digunakan untuk membangun hipotesis, melakukan pengamatan sampai dengan menguji data. Penulis menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan melakukan analisa data sekunder. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa ECFA sebagai soft power China mampu mempengaruhi pembentukan preferensi reunifikasi damai Taiwan melalui pengakuan Taiwan terhadap prinsip One China. Dimana semakin ECFA memberikan manfaat bagi Taiwan, maka semakin tinggi pula preferensi reunifikasi damai Taiwan melalui pengakuan prinsip One China.
ABSTRACT The study was conducted to determine whether China?s soft power may affect Taiwan's preferences of peaceful reunification. As Taiwan suffered the worst recession in history due to global economic crisis in 2008, China saw ​​it as an opportunity to help Taiwan's economic problems through Economic Corporation Framework Agreement (ECFA). The economic cooperation is used by China to influence Taiwan to do what is desired by China, peaceful reunification. In this study, Joshua Kurlantzick?s soft power theory was applied to build the hypotheses, conduct observations and test the data. The author applied descriptive qualitative method by analyzing secondary data. Results from the study showed that the ECFA as China?s soft power was able to influence Taiwan preferences of peaceful reunification by recognition of One China principle. The higher ECFA benefits Taiwan, the higher Taiwan?s preference to peaceful unification through recognition of One China Principle.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
T32959
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lasijan
Abstrak :
Dalam kerangka pemikiran pasar bebas (WTO), negara sebagai anggota masyarakat dunia tidak sepenuhnya independent terhadap pengaruh dunia luar, khususnya dalam bidang ekonomi. Hal ini akan berdampak pada industri dalam negeri, baik barang maupun jasa. Para pelaku industri dalam negeri tidak bisa lagi berlindung pada proteksi/monopoli yang diberikan oleh negara. Sesuai kesepakatan dalam lingkup negara-negara ASEAN yang tertuang dalam ASEAN Free Trade Area (AFTA) dan ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS), liberalisasi ekonomi di regional ASEAN akan dimulai pada tahun 2003. Pada dasarnya kesepakatan tersebut adalah mengacu pada ketentuan-ketentuan dalam General Agreement on Trade and Services (GATS). Seiring dengan perubahan lingkungan makro, maka semua perusahaan, termasuk perusahaan asuransi yang selama ini mendapat fasilitas monopoli, perlu mengkaji ulang dan menyesuaikan strategi bisnisnya agar dapat tetap bertahan dan berkembang pada era persaingan pasar babas seperti dimaksud di atas. Untuk mengetahui sejauhmana kesiapan PT Jasa Raharja selaku BUMN yang bisnisnya mendapat fasilitas monopoli dalam mengantisipasi pengaruh globalisasi, perlu dianalisis mengenai strategi bisnis yang diterapkan oleh perusahaan tersebut. Dalam penelitian ini akan digunakan metode kualitatif deskriptif , dengan mengambil 11 orang responden yang terdiri dari para pejabat senior yang terlibat dalam penyusunan strategi bisnis, dan 2 (dua) orang konsultan yang pernah membantu menyusun rencana jangka panjang perusahaan tersebut untuk menguji validitas pendapat responden dari dalam. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perusahaan telah menetapkan strategi dasar yang cukup memadai, yaitu stable growth dan related diversification. Namun dalam aplikasinya masih kurang konsisten. Dari pengamatan ini juga dapat disimpulkan adanya beberapa kekuatan yang dimiliki, seperti jaringan distribusi dan pelayanan yang makin membaik. Kelemahan yang paling menonjol adalah rendahnya kualitas pendidikan SDM, yang kurang lebih 60% dari total jumlah pegawai hanya berpendidikan SLTA, dan masih kurangnya tenaga yang bergelar profesi asuransi. Untuk dapat bertahan pada era globalisasi, disarankan agar perusahaan lebih konsisten dalam menerapkan strategi bisnisnya. Sedangkan di bidang SDM, kiranya perlu meningkatkan pendidikan keahlian dan mengubah pola penerimaan SDM.
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T3983
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novie Marlika
Abstrak :
Penelitian ini membahas pelaksanaan e-ASEAN terutama dalam kerangka e-ASEAN Framework Agreement serta perluasan ke Bidang Keamanan Kawasan ASEAN. e-ASEAN merupakan suatu bentuk prakarsa yang semakin dibutuhkan sejalan dengan perkembangan teknologi dan komunikasi yang pesat. Permasalahan yang hendak diteliti adalah pelaksanaan prakarsa e-ASEAN seperti yang tertuang dalam ASEAN Vision 2020 untuk mengaplikasikan teknologi informasi dan komunikasi di lingkungan ASEAN dalam rangka menunjang peningkatan kerjasama ekonomi. Kurun waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah periode 2000-2002. Dalam masa ini terjadi perubahan ketika pada tanggal 22 - 25 November 2000 dalam Fourth ASEAN Informal Summit di Singapura disepakati prakarsa e-ASEAN dimana didalamnya juga disepakati bahwa e-ASEAN ini akan siap -diimplementasikan pada tahun 2002. Penelitian ini ingin melihat lebih mendalam mengenai kemungkinan perluasan prakarsa e-ASEAN ke bidang keamanan. Penelitian ini pada awalnya dilatarbelakangi oleh perkembangan teknologi digital yang terus berkembang sedangkan pemanfaatan pengembangan tesebut dirasakan belum optimal khususnya di ASEAN juga keprihatinan terhadap permasalahan yang ditimbulkan oleh aksi-aksi kejahatan teknologi informasi dan komunikasi yang sebenamya dapat dicegah dan diwaspadai sebelum semakin memburuk. Sekalipun e-ASEAN memberikan peluang yang strategis untuk pembangunan ekonomi, namun mekanisme bentuk komunikasi bersama serta antisipasi penggunaannya sangat minimal. Mekanisme e-ASEAN sebenarnya dapat dipakai untuk mendukung terciptanya keamanan di wilayah ASEAN. Kesimpulan yang diperoleh pada akhimya adalah bahwa pelaksanaan e-ASEAN pada tahun 2000 -2002 masih belum siap untuk diimplementasikan. a-ASEAN Framework Agreement menunjukan bahwa sebagian besar fokus dan perhatian pengembangan lebih menekankan pada bidang ekonomi terutama e-commerce yang masih berada pada tahap awal sebaikriya juga mencakup bidang keamanan. Sementara itu, khusus kejahatan terhadap ICT semakin meningkat dimana antisipasi untuk menekan laju pertumbuhannya terhambat .oleh perangkat hukum dan aturan lintas batas negara yang masih belum jelas. Dengan demikian bentuk kerjasama untuk mengatasi hal ini perlu diimplementasikan menjadi kerangka bentuk kerjasama yang lebih nyata, dibidang ICT tentunya melalui mekanisme e-ASEAN Framework Agreement.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T11556
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasna Alifa
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dampak ketidakpastian terhadap fleksibilitas institusi internasional dalam kasus kerja sama perdagangan Cross-Strait Economic Cooperation Framework Agreement (ECFA) antara Tiongkok dengan Taiwan. Kerja sama antara Tiongkok dengan Taiwan menarik untuk diteliti karena kedua negara tersebut dapat menjalin kerja sama dalam sebuah institusi, meskipun hubungan politik antara keduanya kerap dipenuhi oleh ketegangan. Penelitian ini menggunakan teori rational institution design yang menjelaskan bahwa negara merancang institusi internasional sesuai dengan hambatan yang dimilikinya. Teori rational institution design menggagas bahwa ketidakpastian sebagai hambatan kerja sama menyebabkan terbentuknya institusi internasional yang fleksibel. Metode process-tracing digunakan untuk meraih penjelasan mengenai mekanisme kausal antara ketidakpastian dan fleksibilitas institusi internasional dalam proses pembentukan ECFA. Temuan pada penelitian ini menunjukkan bahwa ECFA dirancang dengan fleksibilitas untuk menghadapi ketidakpastian mengenai politik domestik di Taiwan, secara khusus adalah pergantian kekuasaan di Taiwan yang berdampak pada perkembangan hubungan lintas selat Taiwan. Melalui rangkaian negosiasi, Tiongkok dan Taiwan memilih untuk merancang ECFA dengan fleksibilitas sebagai perjanjian sementara yang tidak memiliki batas waktu penyelesaian serta memasukkan ketentuan pemutusan kontrak ke dalam rancangan ECFA. Rancangan institusi tersebut dipilih oleh Taiwan dan Tiongkok dengan mempertimbangkan perlawanan terhadap ECFA dari partai oposisi Taiwan, karena keduanya tidak dapat memastikan apa yang dilakukan oleh partai oposisi terhadap ECFA apabila partai oposisi berkuasa di Taiwan.
ABSTRACT
This thesis explains the impact of uncertainty on the flexibility of international institution within the case of trade cooperation between China and Taiwan in Cross-Strait Economic Cooperation Framework Agreement (ECFA). Cooperation between China and Taiwan is a considerably interesting subject, because they managed to establish a cooperation agreement despite their constrained political relations. I utilized rational institution design theory as an analytical framework in assessing how states design international institution based on the cooperation barriers they face. The theory suggested that uncertainty as cooperation barrier led to the formation of flexible institution. Process-tracing method was applied in this research to acquire explanation of causal mechanisms between uncertainty and the flexibility of ECFA. Findings in this research show that the flexibility possessed by ECFA is a response to uncertainty about Taiwans domestic politics, particularly power shift in Taiwan that gives significant impact on the development of cross-Strait relations. Throughout a series of negotiations, China and Taiwan decided to design ECFA with some degree of flexibility as an interim agreement that does not specify any deadline and ECFA also includes termination clause. The institutional design is chosen because China and Taiwan needs to consider resistance from Taiwanese opposition parties towards ECFA, as they are uncertain about what the opposition will do to ECFA once they are in power.
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurfadilah
Abstrak :
Dokter adalah profesi yang terikat pada prinsip dalam etika kedokteran dan prinsip dasar yang tidak mengambarkan nilai atau tujuan komersil dari profesi kedokteran dalam melakukan praktik kedokteran. Akan tetapi tidak dipungkiri permintaan akan pelayanan jasa kedokteran semakin meningkat sehingga jumlah fakultas kedokteran maupun rumah sakit di Indonesia juga meningkat. Dalam lingkungan ASEAN profesi jasa kedokteran dalam perdagangan jasa dibentuk melalui MRA Praktisi Medis, yang dasar pembentukannya adalah Artikel VII GATS, yang lalu diatur kembali dalam Artikel V AFAS perihal pengakuan atas pendidikan dan pengalaman seseorang yang telah ditempuh atau diterima di suatu negara anggota oleh negara anggota lainnya yang menjadi negara tujuan. Meski MRA Praktisi Medis telah diakomodir oleh Perkonsil 157/2009 tentang Tata Cara Registrasi Dokter Warga Negara ASEAN yang akan Melakukan Praktik di Indonesia, UU 29/2004 tentang Praktik Kedokteran, UU 44/2009 tentang Rumah Sakit dan aturan terkait lainnya di Indonesia, tidak semata-mata menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia membuka akses pasar bagi jasa kedokteran terutama dalam Modus 4 jasa kedokteran. Masing-masing negara anggota ASEAN telah mengatur persyaratan dan kualifikasi untuk mendapatkan registrasi bagi praktisi medis asing untuk melakukan praktik kedoteran di negara tujuan dengan mengacu kepada MRA Praktisi Medis dengan menambahkan persyaratan tambahan yang dirasa perlu (necessary) berdasarkan prinsip domestic regulation. Hal ini dapat menjadi hambatan dalam pelaksanaan MRA Praktisi Medis di Indonesia terutama kendala kemampuan bahasa. Akan tetapi diluar dari hambatan tersebut terdapat peluang pelaksanaan MRA Praktisi Medis yaitu untuk memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan di wilayah-wilayah Indonesia dan lapangan pekerjaan di dalam maupun luar negeri. ......Doctor is a profession that is bound by principles in medical ethics and basic principles that do not reflect the value or commercial objectives of the medical profession in practicing medicine. However, it is undeniable that the demand for medical services is increasing so that the number of medical faculties and hospitals in Indonesia is also increasing. In the ASEAN environment, the medical services profession in the service trade is formed through the MRA of Medical Practitioners, the basis of which is Article VII GATS, which is then rearranged in Article V AFAS regarding the recognition of one's education and experience that has been taken or received in a member country by member countries. others which are the destination countries. Although the MRA of Medical Practitioners has been accommodated by Perkonsil 157/2009 concerning Procedures for the Registration of Doctors for ASEAN Nationals to Practice in Indonesia, Law 29/2004 on Medical Practice, Law 44/2009 on Hospitals and other related regulations in Indonesia, are not simply stated that the Indonesian government opens market access for medical services, especially in Mode 4 of medical services. Each ASEAN member country has regulated the requirements and qualifications to obtain registration for foreign medical practitioners to perform medical practice in the destination country by referring to the MRA of Medical Practitioners by adding additional requirements deemed necessary based on the principle of domestic regulation. This can be an obstacle in the implementation of MRA Medical Practitioners in Indonesia, especially language skills constraints. However, apart from these obstacles, there are opportunities for the implementation of MRA for Medical Practitioners, to meet the needs of health workers in Indonesian regions and employment opportunities at home and abroad.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library