Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fajar Triperdana
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan perkembangan wanita penghibur di Jepang yang difokuskan pada persamaan dan perbedaan antara yūjo dan geisha. Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif analitis berupa pemaparan dan penguraian data-data relevan yang diperoleh melalui studi kepustakaan dan kemudian dianalisis. Teori yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah teori perubahan yang dikemukakan oleh Thomas R. Rochon. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di dalam perkembangan wanita penghibur di Jepang terdapat beberapa persamaan dan perbedaan antara yūjo dan geisha. Hal ini dilihat melalui analisis perubahan nilai, pengenalan nilai baru, dan penghubungan nilai dalam proses pendidikan, cara kerja, dan penampilan. ......This study aims to explain the development of women of pleasure in Japan which focused on the comparison between yūjo and geisha. This study conducted using analytical descriptive method by presenting and elaborating relevant data gathered from literature approach and analyzing them. Theory used for this analysis is theory of change presented by Thomas R. Rochon. Analysis conclusion shows that in the development of woman of pleasure in Japan there are several similarities and differences that can be found between yūjo and geisha. This can be observed through analysis of value conversion, value creation, and value connection on education process, way of working, and appearance.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S52498
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amanda Satianisa
Abstrak :
Geisha terdiri dari kata gei yang artinya seni dan sha yang artinya orang. Yang dimaksud seni ini adalah seni pertunjukan. Bisa dibilang bahwa geisha adalah seniman yang berprofesi sebagai penghibur. Kata penghibur ini kadang berkonotasi buruk, sehingga geisha sering disalahpahamkan sebagai pekerja seks komersial. Kesalahpahaman ini muncul dari sejak zaman Edo, dimana geisha sering bekerja berdekatan dengan yuujo di distrik merah dan joro geisha yang bekerja sebagai PSK. Kedua hal ini menimbulkan miskonsepsi atau kesalahpahaman terhadap geisha. Penelitian ini membahas Miskonsepsi Geisha dalam Film Memoirs of Geisha. Penulis menggunakan Teori Miskonsepsi, Mise-en-scene dan metode penelitian deskriptif kualitatif untuk menjelaskan Miskonsepsi geisha dalam Film Memoirs Of a Geisha. Aspek Fashion dan Skenario dari mise-en-scene digunakan penulis dalam menganalisis film tersebut. Penulis menemukan bahwa dalam aspek fashion, miskonsepsi ditemukan dalam bentuk Kimono yang tidak akurat dan riasan modern yang digunakan Sayuri, Hatsumomo, dan Mameha. Dalam aspek skenario, miskonsepsi ditemukan dalam scene Tarian Solo Sayuri, scene Mizuage dan scene seks dengan Kolonel. ......The word geisha consists of gei; art and sha;person. The meaning of the word art is the art of performance. It can be said that geisha is an artist that specialize in entertainment. Geisha is often misunderstood and labelled to be a prostitute. This misunderstanding takes its roots back in history, where geisha are often seen working alongside yuujo who is a prostitute and also because of the Joro geisha who is also a prostitute. These two are the main reason why the geisha is often misunderstood. In this study discusses the misconception in the memoirs of a Geisha Film. The author uses the theory of misconception, mise-en-scene and descriptive qualitative research methods to explain the misconceptions of geisha in the film Memoirs of a Geisha. The fashion and scenario aspects of the mise-en-scene are used by the author in analyzing the film. The writer finds that in the fashion aspect, misconceptions are found in the form of inaccurate kimonos and modern makeup used by Sayuri, Hatsumomo, and Mameha. In the aspect of scenario, misconceptions are found in the Sayuri Solo dance scene, the Mizuage scene, and the sex scene with the colonel.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ailah Dahlia
Abstrak :
Dikukuhkannya sistem keluarga tradisional Ie sebagai standar keluarga nasional dalam Meiji Minpo di zaman Meiji telah membuat keadaan perempuan Jepang lebih buruk lagi dari sebelumnya Akan tetapi di tengah tengah bangsa yang sangat patriarkat tersebut komunitas geisha justru muncul dengan sistem matriarkat yang dijalankan dengan ketatnya Skripsi ini membahas mengenai keunikan sistem matriarkat dalam komunitas geisha Kyoto serta ldquo penolakan rdquo nya terhadap dominasi kaum lelaki di zaman Meiji Penelitian ini merupakan kajian pustaka dengan metode deskriptif analisis Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dijalankannya sistem matriarkat dalam komunitas geisha tersebut telah membebaskan mereka dari berbagai subordinasi seperti yang telah diterima perempuan pada umumnya. ......During the Meiji period, the condition of women in Japan deteriorated as a result of Ie, the Japanese traditional family system, which was further legitimized by Meiji Civil Code. The geisha community, however, created a stringently matriarchy system in the midst of a patriarchy nation. This study focuses on the uniqueness of the matriarchy system established by the geisha community of Kyoto, and its “rejection” of Meiji Period male dominance. The research conducted was primarily a literature study, using techniques of descriptive analysis, and the result show that the matriarchy system of Kyoto geisha community was able to sustain itself by means of several sub-ordinations received by women in general.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S47064
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Randyani Alitha
Abstrak :
Eksploitasi gender sebagai produk dari tatanan sosial yang sudah berjalan sangat lama dan turun temurun di masyarakat telah membentuk institusi ideologis dimana perempuan menjadi sosok yang inferior jika dibandingkan dengan laki-laki. Dalam film Memoirs of a Geisha, Geisha didefinisikan sebagai penghibur perempuan Jepang yang identik dengan karakter anggun, menarik, serta memiliki keahlian dalam bidang seni tradisional Jepang. Untuk menjadi seorang Geisha yang sesuai dengan harapan masyarakat (patriarki), perempuan harus melalui beberapa proses yang memberi ruang terhadap eksploitasi yang dialami oleh perempuan. Kate Millet dalam teori Seksual Politiknya, menyatakan bahwa dalam masyarakat patriarki terdapat delapan institusi yang menjadi media untuk mengukuhkan sistem patriarki di masyarakat. Metodologi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif-deskriptif. Hasil dari penelitian yang menggunakan teori Seksual Politik ini menunjukkan bahwa terdapat eksploitasi yang dialami oleh perempuan dalam prosesnya menjadi Geisha. Dari delapan bentuk eksploitasi yang dijelaskan Millet, eksploitasi perempuan dalam film Memoirs of a Geisha didukung oleh empat institusi pendukung patriarki yaitu institusi ideologi, biologi, sosiologi, dan psikologi dan kemudian terwujud dalam bentuk :manipulasi pola pikir, manipulasi perilaku, kemudian bermuara pada fenomena inferior-superiority complex. ......Gender exploitation as a product of a social order that has been running for a very long time and for generations in society and has become an ideological institution where they become inferior figures when compared to men. In film Memoirs of a Geisha, Geisha are defined as Japanese female entertainers who are synonymous with graceful, friendly, attractive characters and have expertise in traditional Japanese arts. To become a Geisha in accordance with the expectations of society (patriarchy), women must go through several processes. These social and political processes then provide room for the exploitation experienced by women. Kate Millet, in her socio-political theory, stated that in a patriarchal society, there are eight institutions which become the media to strengthen the patriarchal system in society. The methodology that will be used in this research is qualitative-descriptive. The results of this research, which uses the Political Sexual approach, show that there is exploitation experienced by women in the process of becoming Geisha. Of the eight forms of exploitation described by Millet, the exploitation of women occurs supported by four institutions supporting patriarchy, namely the institutions of ideology, biology, sociology, and psychology and then manifested in the form of: mindset manipulation, behavioral manipulation, then leading to the phenomenon of inferior-superiority complex.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yudistira Kurnia Ramadanu
Abstrak :
ABSTRAK
Memoirs of a Geisha 2005 adalah sebuah film drama romansa yang bercerita tentang kehidupan seorang gadis kecil yang tumbuh menjadi seorang geisha yang terkenal bernama Sayuri. Film ini menggambarkan perjuangan Sayuri dalam menjadi seorang geisha sejak pertama kali ia dijual ke okiya, sebutan untuk rumah geisha, sampai ia menjadi geisha yang paling terkenal. Film ini dapat dijadikan sumber analisis untuk mempelajari dikotomi dari geisha yang baik dan buruk dilihat melalui elemen visual dan naratif karakter-karakter dalam film. Khususnya, penelitian ini menganalisis beberapa bukti tekstual yang merepresentasikan dikotomi dari geisha yang baik dan buruk dengan menggunakan teori virgin/whore dichotomy oleh Bay-Cheng 2015 . Dalam menganalisis data, bukti-bukti tekstual tersebut kemnudian dibedakan menjadi dua kategori; penampilan fisik dan interaksi antarkarakter dalam film. Kategori-kategori tersebut kemudian digabungkan untuk menekankan dikotomi dari geisha yang baik dan buruk sepanjang film ini. Dari hasil analisis, dapat disimpulkan bahwa dikotomi dari geisha yang baik dan buruk dari film Memoirs of a Geisha 2005 ditunjukkan dengan penampilan fisik dan karakteristik dari para karakter dari film ini.
ABSTRACT
Memoirs of a Geisha 2005 is a romance drama film about the life of a little girl who became a well-known geisha, Sayuri. This movie portrays Sayuri rsquo;s struggle in becoming a geisha since the first time she was sold to an okiya, a geisha house, until she became the most popular geisha. This movie can be used as a source of analysis to study the dichotomy of good and bad geisha by looking at the visual and narrative elements of the characters throughout the movie. In particular, the research analyzes several textual evidences representing the dichotomy of good and bad geisha by using Bay-Cheng rsquo;s theory of virgin/whore dichotomy. In analyzing the data, the textual evidences are divided into two categories; the physical appearances and the interaction of each characters in the movie. These categories are then combined to highlight the dichotomy of good and bad geisha throughout the movie. From the result of the analysis, it can be concluded that the dichotomy of good and bad geisha in the movie Memoirs of a geisha 2005 is pointed out by the physical appearance and the characteristic of the characters throughout the movie.
2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Maria Teresia. Ikhtisar skripsi sbb. : Data yang digumakan diperoleh melalui studi kepustakaan. Dalam menganalisa perubahan penulis menggunakan teori yang dikemukakan oleh Piotr Sztompka. Sedangkan untuk peranan penulis menggunakan teori Paul B. Horton dan Chester L. Hunt serta teori Lewis A., Coser dan Bernhard Rosenberg.Geisha sebagai salah satu bentuk profesi penghibur di Jepang yang muncul pada jaman Edo, sesuai dengan statusnya, memilki peranan sebagai penghibur yang mengandalkan keahlian seninya. Peranan lainnya dalam masyarakat yaitu sebagai penghibur publik melalui pementasan tarian unuk umum pada sebuah teater (kaburenjo) yang diselenggarakan setiap tahunnya. Di Luar hal ini, geisha sebagai penghibur juga memiliki status sebagai prostitusi walaupun bukan merupakan prostitusi murni. Hal ini dapat dilihat dari hubungan geisha dengan dannanya. Peranan mereka dalam hal ini, hampir seperti prostitusi pada umumnya, yaitu memberikan pelayanan seks dengan pelanggannya, hanya saja sangat jarang dilakukan. Geisha pada akhirnya jaman Edo telah menginjak masa popularitasnya. Peranan mereka saat itu cukup penting dalam masyarakat yaitu sebagai patokan dalam mode bagi kaum wanita dan sebagai pusat pengetahuan sosial.
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2005
S13735
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library