Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Robie Aryawan Haris
Abstrak :
Pembalikan beban pembuktian merupakan beban pembuktian yang dengan adanya sifat kekhususan yang sangat mendesak tidak lagi diletakkan pada diri penuntut umum, namun terletak pada terdakwa. Pembalikan beban pembuktian digunakan untuk pembuktian pada delik gratifikasi dalam tindak pidana korupsi. Gratifikasi didefinisikan sebagai pemberian dalam arti luas dan diberikan di dalam maupun di luar negeri baik menggunakan sarana elektronik maupun tidak. Gratifikasi diatur pada Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Mekanisme pembalikan beban pembuktian dalam delik gratifikasi dilakukan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, dengan beban pembuktian ada pada penuntut umum. Hal itu terjadi karena pada Pasal 12B dicantumkan unsur ”yang berhubungan dengan jabatan dan yang berhubungan dengan kewajiban atau tugas”. Dengan adanya unsur tersebut maka berlaku ketentuan dalam hukum pidana yaitu pencantuman segala unsur dalam rumusan pasal menjadi kewajiban jaksa penuntut umum untuk membuktikannya. Menurut Pasal 12C Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 diberlakukan mekanisme pelaporan gratifikasi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai bentuk upaya pencegahan sebelum perkara masuk ke persidangan. Pembalikan beban pembuktian dalam delik gratifikasi merupakan hak bagi penerima gratifikasi, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 yang menyatakan bahwa terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa dirinya tidak melakukan korupsi. Mekanisme pembalikan beban pembuktian justru melindungi penerima gratifikasi karena dengan dicantumkannya unsur ”yang berhubungan dengan jabatan dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugas” beban pembuktian kembali ada pada penuntut umum. Dalam mekanisme pelaporan ke KPK sesuai Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, penerima gratifikasi yang melapor mendapat status hukum sebagai pelapor. Pelapor mendapat perlindungan yang diatur dalam Pasal 10 Undang-Undang No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban yaitu tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata atas laporannya. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yuridis dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif. ......Reversal burden of proof is a burden of proof that with its special urgency is not being placed in the hand of the general prosecutor instead becomes the burden for the defendant. Reversal burden of proof is use for evidential process in gratification as a form of corruption. Gratification is a form of gift in a broad meaning and given inside or outside the country whether using electronic means or not. Gratification is mention in the provision 12 B in Act No.20 year 2001. Reversal burden of proof mechanism in gratification carried out according to code of criminal conduct process (KUHAP), with the burden of proof lies in the hand of the general prosecutor. It occurs because in the provision 12 B, the element “that connected with the profession and in contrary to the duty or obligation”. With these elements, then apply the rule in criminal law that every elements mention in the provision becomes the obligation of the general prosecutor to prove it. According to provision 12 C Act No.20 year 2001 the application of gratification reporting mechanism to the Corruption Eradication Commission (KPK) as a form of preventive action before the case goes in to the trial process. Reversal burden of proof in gratification is a right for gratification receiver, this is according to provision 37 Act No.20 year 2001 which stated that “defendant has the right to prove that his/her is innocent from doing corruption”. The reversal burden of proof mechanism is actually protecting gratification receiver, because with element “that connected with the profession and in the contrary to the duty or obligation” mention in the provision 12B, the burden of proof is back in the hand of the general prosecutor. In the reporting mechanism to KPK according to provision 31 Act No.31 year 1999, the gratification receiver who report to KPK get a status as reporting person. The reporting person get protection according to provision 10 Act No.13 year 2006 about the protection of Witness and Victim. The protection they get is that the reporting person can not be sue for the report they give. This research is a descriptive research using normative judicial research method.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novi Andayani Praptiningsih
Abstrak :
Tesis ini membahas masalah kesenjangan kepuasan pada pemirsa TVRI dan RCTI di lima wilayah Jakarta. Pembahasan kesenjangan kepuasan ini mencakup kepuasan yang dicari (gratifications sought) dan kepuasan yang diperoleh (gratifications obtained) melalui kegiatan menonton kedua saluran televisi tersebut. Dalam penelitian ini digunakan metode survai. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara berpedoman pada daftar pertanyaan yang sebagian besar terdiri atas pertanyaan tertutup terhadap 250 responden berusia di atas 17 tahun yang menonton TVRI dan RCTI, dan bertempat tinggal di wilayah DKI Jakarta. Hasil pengumpulan data lapangan diolah dengan menggunakan program komputer SPSS (Statistical Package for Social Sciences). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam hal kepuasan yang dicari (GS), tidak ada perbedaan antara pemirsa TVRI dan RCTI. Demikian pula jika dilihat berdasarkan jenis kelamin, ternyata tidak ada perbedaan GS antara pemirsa TVRI dan RCTI, baik laki-laki maupun perempuan. Demikian halnya dengan kepuasan yang diperoleh (GO), tidak ada perbedaan GO pada pemirsa TVRI dan RCTI. Berdasarkan jenis kelamin responden, ternyata juga tidak terdapat perbedaan GO baik laki-laki maupun perempuan. Artinya, pemirsa TVRI mempunyai tingkat GO yang setara dengan pemirsa RCTI, baik laki-laki maupun perempuan. Hasil kesenjangan kepuasan yang diperoleh dengan cara membandingkan GO TVRI dengan GO RCTI, menunjukkan bahwa tidak terdapat kesenjangan kepuasan diantara kedua saluran televisi tersebut. Ketiadaan kesenjangan kepuasan dalam setiap pernyataan yang diuji dalam penelitian ini disebabkan adanya hubungan timbal balik GS dan GO dalam perilaku konsumsi media. Di samping itu karena adanya kemiripan jawaban responden dalam preferensi dan seleksi terhadap acara televisi. Namun, jika kesenjangan kepuasan itu diuji dengan membandingkan langsung GS dan GO ternyata nampak adanya kesenjangan kepuasan antara kepuasan yang dicari (GS) dengan kepuasan yang diperoleh (GO).
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rr. Ratna Indriani
Abstrak :
Ketika pilihan seorang pemelajar cenderung pada sesuatu yang mendukung tercapainya tujuan akademis daripada sesuatu yang hanya mendatangkan kesenangan sesaat, maka ia dikatakan melakukan penundaan gratifikasi akademis (PGA) (Bembenutty & Karabenick, 1998). Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh variabel antisipasi pilihan masa depan (APM) dan interpretasi aksi (lA) terhadap PGA. Selain itu, diuji pula interaksi antara kedua variabel tersebut dalam mempengaruhi PGA. Eksperimen pada penelitian ini menggunakan desain faktorial2 (APM vs Tanpa APM) x 2 (Komitmen vs Kemajuan) dengan melibatkan 82 orang mahasiswa tingkat awal sebagai subjek penelitian.Variabel APM dimanipulasi dengan memberikan bentuk pilihan sekuensial pada satu kelompok (kondisi APM) dan pilihan tertutup pada kelompok lain (kondisi tanpa APM). Variabel lA dimanipulasi dengan melakukan pembingkaian interpretasi komitmen dan interpretasi kemajuan n1elalui pernyataan pembingkai dalam sebuah kuesioner. Hasilnya, tidak ditemukan pengaruh yang signifikan dari variabel APM dan lA terhadap perilaku PGA. Tidak ditemukan pula interaksi antara variabel APM dan lA dalam mempengaruhi perilaku PGA. Kelemahan pada desain penelitian ditengarai menjadi salah satu faktor yang berkontribusi terhadap tidak signifikannya hasil penelitian. Selain itu, kemungkinan adanya pengaruh variabel sensitivitas terhadap penundaan, perbedaan strategi belajar, dan kekuatan pengaturan diri didiskusikan pula pada pembahasan hasil penelitian.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2009
T38349-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irvan Sebastian Iskandar
Abstrak :
Dari hasil rekapitulasi laporan gratifikasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama tahun 2015 sampai 2019. Badan Usaha Milik Negara selalu menempati daftar instansi dengan laporan gratifikasi terbanyak kedua setelah instansi eksekutif. Penelitian ini mencoba mengetahui motif kecurangan apa yang mendorong penerimaan terhadap gratifikasi dan bagaimana upaya pengendalian yang dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Penelitian ini menggunakan paradigma post-positivist dengan metode kualitatif melalui wawancara para narasumber terpilih dan studi literatur terhadap BUMN bidang perbankan dan jasa keuangan, Bank X, sebagai salah satu objek penelitiannya. Hasil penelitian menunjukkan kalau motif kecurangan berlian (fraud diamond) memberi dorongan terhadap penerimaan gratifikasi di lingkungan BUMN Bank X. Ada empat faktor berupa tekanan, kesempatan, rasionalisasi, dan kapabilitas yang membentuk motif kecurangan berlian terhadap perbuatan gratifikasi. Dalam upayanya mengendalikan gratifikasi, usaha yang dilakukan Bank X telah dipersiapkan dengan baik melalui sistem pengendalian internal yang dibentuk secara lengkap dan terpenuhi semua prinsipnya. Penelitian ini memberi saran sebagai upaya perbaikan pengendalian gratifikasi lebih lanjut untuk Bank X, yaitu: (1) Melakukan pembaruan terkait rujukan regulasi yang baru untuk pedoman pengendalian gratifikasi perusahaan; (2) Menambah kualitas dan kuantitas sumber daya manusia terkait urusan gratifikasi dan kebijakan antikorupsi organisasi; (3) Membangun kesadaran kepada segenap staf hingga pimpinan organisasi segala level supaya mau melaporkan segala bentuk penerimaan dan penolakan gratifikasi; (4) Segera melakukan dan melaksanakan SNI ISO 3700:2016 sebagai sertifikasi manajemen anti suap (SMAP); (5) Membuat penelitian lebih lanjut mengenai efektivitas dari aktivitas pengendalian gratifikasi yang sudah dilakukan. ......According to the recapitulation report of gratification from the Corruption Eradication Commission (KPK) from 2015 until 2019. State-Owned Enterprises were always in the second place after executive agencies. This study is trying to find out what kind of fraud motives that could encourage the acceptances of illegal gratuities and how to control that activities has been made by State-Owned Enterprises. This study uses a post-positivist paradigm with a qualitative method through interviews with the key informants and literature study toward banking and financial services State-Owned Enterprises, X Bank, as one of these research objects. The results showed that diamond fraud motive could encourage the acceptances of illegal gratuities on X Bank. There are four factors in the form of pressure, opportunity, rationalization, and capabilities that shaped as a diamond fraud motive towards gratification. As an effort to control that activity, The Bank has been well prepared through their complete action and fulfill the principles of the internal control system. There are a number of suggestions to improve gratification control for the Bank, namely: (1) Making an update for their guidelines on corporate gratification control related to the new regulation; (2) Upgrade the quality and quantity of their human resources that related to gratification matters and organizational anti-corruption policies; (3) Building awareness to the all staff and the leaders at any levels, so they would to report all of forms in acceptance and rejection of any gratuities; (4) Implement and execute the ISO 3700:2016 as anti-bribery management certification in the organization; (5) Make a further research on the effectiveness of gratification control activities that have been done.
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Brigita Purnawati Manohara
Abstrak :
ABSTRAK Tesis ini membahas tentang konsep trading in influence yang ketentuannya terdapat dalam Pasal 18 United Nation Convention Against Corruption (UNCAC). Indonesia sebagai salah satu negara yang ikut menandatangani konvensi ini belum meratifikasi aturan mengenai trading in influence dalam hukum positifnya. Padahal dalam perkara korupsi di Pengadilan Tipikor beberapa diantaranya teridentifikasi sebagai perbuatan trading in influence seperti suap impor daging sapi dengan terdakwa Luthfi Hasan Ishaaq dan Ahmad Fatanah. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif yaitu penelitian yang dilakukan terhadap peraturan perundang-undangan dan kepustakaan hukum serta doktrin yang berkaitan dengan konsep trading in influence. Tesis ini juga membandingkan ketentuan mengenai trading in influence di beberapa negara. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa konsep trading in influence memiliki unsur yang hampir sama dengan suap dan gratifikasi sehingga aturan mengenai suap dan gratifikasi dapat digunakan untuk menjerat pelaku trading in influence. Walaupun belum ada delik tersendiri yang mengatur konsep ini, namun pelaku dapat dijerat dengan Pasal 55 KUHP yang dijunctokan dengan pasal mengenai suap atau gratifikasi. Kondisi ini menunjukkan adanya korelasi antara trading in influence dan penyertaan.
ABSTRACT This thesis discusses the concept of trading in influence that contained in Article 18 United Nation Convention Against Corruption (UNCAC) . Indonesia as one of the countries that signed the convention has not ratified the rules on trading in influence has not ratified the rules on trading in influence in their positive law. Whereas in the case of corruption in the corruption court, some of which have been identified as the act of trading in influence such bribes beef import quota by the defendant Luthfi Hasan Ishaaq and Ahmad Fathanah. The research uses normative research method that is a study of legislation and legal literature and doctrine relating to the concept of trading in influence. This thesis also compared the provisions on trading in influence in some countries. The study concluded that the concept of trading in influence has elements similar to bribery and graft so that the rules regarding bribery and graft can be used against trading in influence. Consequently, although there is no separate set offence, the offender can be charged with Article 55 of the Penal Code in conjunction with Article regarding bribes or gratuities. These condition indicate the existence of the correlation between trading in influence and participation.
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T44993
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Misty Agustini Diah Ekawati
Abstrak :
Informasi telah menjadi kebutuhan utama bagi masyarakat dunia saat ini. Perkembangan pesat dunia komunikasi menegaskan bahwa informasi kekuatan tersendiri pada masa kini. Peranan media massa sebagai pembawa informasi bagi khalayak menjadi semakin penting. Setiap manusia akan berusaha mencapai pemenuhann keputuhan iformasinya. Saat ini, banyak sistem televisi global yang memancarkan siaramya ke seluruh dunia Sebagian darinya mengkhususkan dir-i pada satu pola mata acara. Salah satunya adalah CNN, stasiun televisi global yang menyiarkan berita dan informasii 24 jam dalam sehari. CNN mulai dikenalluas sejak terjadinya Perang Teluk tahun 1991., dan sejak saat itu moto The World Leader in 24 Hour News and Information. menjadi tanda pengenal CNN. Kebutuhan inanusia didorong oleh motivasi untuk memenuhi kebutuhanilya (gratifikasi). Hal ini dipengaruhi oleh terpaan yang dialami khalayak pada media yang dipllumya·
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1995
S4114
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pardede, Tri Yanti Merlyn Christin
Abstrak :
ABSTRAK
Tulisan ini memiliki dua pokok bahasan. Pertama, mengenai pengaturan gratifikasi di Indonesia yaitu meliputi tipologi gratifikasi sebagai tindak pidana sebagaimana yang diatur dalam Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta perbedaannya dengan tindak pidana suap. Kedua, mengenai perkembangan gratifikasi sebagai tindak pidana di Indonesia yaitu meliputi pembahasan mengenai relevansi pengaturan gratifikasi di Indonesia dilihat dari review UNODC, perkembangan bentuk gratifikasi sebagai tindak pidana, dan kaitan gratifikasi sebagai tindak pidana dengan illicit enrichment. Penggunaan metode penelitian kepustakaan yang dilengkapi dengan penelitian lapangan berupa wawancara terhadap pihak-pihak terkait bertujuan untuk memberikan paparan mengenai hukum yang berlaku dan penerapannya di bidang pemberantasan tindak pidana korupsi khususnya mengenai gratifikasi sebagai tindak pidana. Hukum yang berlaku yaitu berbagai macam peraturan mengenai pemberantasan tindak pidana korupsi. Selain itu juga disertakan juga perbandingan mengenai definisi dan gratifikasi sebagai tindak pidana dengan beberapa negara yaitu Malaysia, India, dan Singapura. Dari paparan tersebut kemudian dapat ditemukan inti permasalahan serta solusi dalam menghadapi permasalah tersebut.
ABSTRACT
This research mainly discusses about three problems. Firstly, is concerning the management of gratification in Indonesia that includes gratification typology as a criminal act as regulated in Article 12 B of Law Number 20 Year 2001 concerning Amendment to Law Number 31 Year 1999 concerning the Eradication of Corruption and its difference with the crime of bribery. Second, concerning the development of gratification as a criminal act in Indonesia that covers the discussion about the relevance of gratification arrangement in Indonesia seen from UNODC review, the development of gratification form as a criminal act, and the link of gratification as a criminal act with illicit enrichment. By using literature research methods combined by field research in the form of interviews with related parties aims to provide an overview of the applicable law and its application in the field of eradication of criminal acts of corruption, especially regarding gratification as a crime. The applicable law is a variety of regulations concerning the eradication of criminal acts of corruption. It also includes a comparison of definition and gratification as a criminal offense with several countries namely Malaysia, India, and Singapore. From the exposure can then be found the core problems and solutions in the face of the problem
2017
S68715
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Supeni Anggraeni Mapuasari
Abstrak :
ABSTRAK
Dengan terungkapnya kasus korupsi yang banyak menjerat wakil rakyat, penelitian ini termotivasi untuk mengeksplorasi kajian teoritis tentang masifnya tindak pidana korupsi suap dan gratifikasi dari sudut pandang konsensus sosial. Menggunakan berbagai perspektif teori (issue contingent model, theory of delinguency, dan teori fraud triangle), tulisan ini menguraikan motivasi intrinsik pelaku dan dukungan lingkungan yang semakin menambah intensitas terjadinya suap dan gratifikasi. Secara teoritis, persepsi lingkungan atas kelaziman suap dan gratifikasi sangat berpengaruh pada pengambilan keputusan etis terutama saat individu mengalami dilema etika. Ketika seseorang mengalami dilema etika, keputusan untuk menerima hal yang tidak baik membutuhkan proses pengolahan kognisi, sehingga yang bersangkutan dapat menetralisasi rasa bersalahnya dan merasionalisasi keputusannya. Sesuai dengan teori yang ada, kejahatan pada dasarnya tidak serta merta muncul dari pemikiran internal, tetapi muncul dari pembelajaran yang didapat dari lingkungan. Tulisan ini menjabarkan secara detail temuan-temuan ilmiah akan peran konsensus sosial dalam menyuburkan suap dan gratifikasi dari berbagai perspektif teori, sehingga diharapkan dapat memberi sedikit sumbangsih literatur korupsi di Indonesia.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi, 2018
364 INTG 4:2 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Alexander Rubi Satyoadi
Abstrak :
[Tesis ini bertujuan menguji efektivitas Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Kota Tangerang untuk mencegah korupsi berupa suap atau gratifikasi. Berdasarkan pemeriksaan keuangan BPK untuk Tahun Anggaran 2009-2013, Laporan Keuangan Pemerintah Kota Tangerang selalu mendapatkan penilaian tertinggi dengan predikat Wajar Tanpa Pengecualian, namun korupsi berupa suap atau gratifikasi masih saja terjadi pada proses pelayanan publik berupa SIUP, IMB, KTP, Puskesmas, dan PBJ di Pemerintah Kota Tangerang. Penelitian dilakukan dengan metode kualitatif dan pendekatan evaluasi deskriptif terutama atas data-data sekunder berupa Laporan Penilaian Tingkat Maturitas Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Kota Tangerang Tahun 2014 dari BPKP, dan Buku Integritas Sektor Publik Tahun 2009-2013 yang diterbitkan KPK. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem pengendalian intern pemerintah Kota Tangerang telah efektif untuk menghasilkan laporan keuangan yang handal, namun belum efektif untuk mencegah korupsi berupa suap atau gratifikasi, karena masyarakat pengguna layanan publik memiliki kebiasaan memberikan suap atau gratifikasi kepada petugas layanan meskipun mengetahui bahwa pemberian suap atau gratifikasi adalah perbuatan yang dilarang dan perbuatan yang tercela. ......This thesis aims to test the effectiveness of the Internal Control System Tangerang City Government to prevent corruption in the form of bribes or gratuities. Based on BPK audit for 2009-2013 Fiscal Year, Financial Statements Tangerang City Government always get the highest ratings by the predicate unqualified, but corruption in the form of bribe or gratuity is still happening in the public service in the form of License, IMB, ID Cards, Health Centers, and PBJ The Tangerang City Government. The research was conducted using qualitative and descriptive approach to evaluation, especially on secondary data in the form of Level Maturity Assessment Report Implementation of Internal Control System 2014 Tangerang City Government of BPKP, and the Public Sector Integrity Books Year 2009-2013 published by KPK. The results showed that the internal control system Tangerang City government has been effective to produce reliable financial statements, but is not effective for preventing corruption in the form of bribe or gratification, because people who use public services have a habit of giving bribes or gratuities to officers of public services even though they know that giving bribes or gratuities is prohibited and reprehensible actions;This thesis aims to test the effectiveness of the Internal Control System Tangerang City Government to prevent corruption in the form of bribes or gratuities. Based on BPK audit for 2009-2013 Fiscal Year, Financial Statements Tangerang City Government always get the highest ratings by the predicate unqualified, but corruption in the form of bribe or gratuity is still happening in the public service in the form of License, IMB, ID Cards, Health Centers, and PBJ The Tangerang City Government. The research was conducted using qualitative and descriptive approach to evaluation, especially on secondary data in the form of Level Maturity Assessment Report Implementation of Internal Control System 2014 Tangerang City Government of BPKP, and the Public Sector Integrity Books Year 2009-2013 published by KPK. The results showed that the internal control system Tangerang City government has been effective to produce reliable financial statements, but is not effective for preventing corruption in the form of bribe or gratification, because people who use public services have a habit of giving bribes or gratuities to officers of public services even though they know that giving bribes or gratuities is prohibited and reprehensible actions;This thesis aims to test the effectiveness of the Internal Control System Tangerang City Government to prevent corruption in the form of bribes or gratuities. Based on BPK audit for 2009-2013 Fiscal Year, Financial Statements Tangerang City Government always get the highest ratings by the predicate unqualified, but corruption in the form of bribe or gratuity is still happening in the public service in the form of License, IMB, ID Cards, Health Centers, and PBJ The Tangerang City Government. The research was conducted using qualitative and descriptive approach to evaluation, especially on secondary data in the form of Level Maturity Assessment Report Implementation of Internal Control System 2014 Tangerang City Government of BPKP, and the Public Sector Integrity Books Year 2009-2013 published by KPK. The results showed that the internal control system Tangerang City government has been effective to produce reliable financial statements, but is not effective for preventing corruption in the form of bribe or gratification, because people who use public services have a habit of giving bribes or gratuities to officers of public services even though they know that giving bribes or gratuities is prohibited and reprehensible actions.;This thesis aims to test the effectiveness of the Internal Control System Tangerang City Government to prevent corruption in the form of bribes or gratuities. Based on BPK audit for 2009-2013 Fiscal Year, Financial Statements Tangerang City Government always get the highest ratings by the predicate unqualified, but corruption in the form of bribe or gratuity is still happening in the public service in the form of License, IMB, ID Cards, Health Centers, and PBJ The Tangerang City Government. The research was conducted using qualitative and descriptive approach to evaluation, especially on secondary data in the form of Level Maturity Assessment Report Implementation of Internal Control System 2014 Tangerang City Government of BPKP, and the Public Sector Integrity Books Year 2009-2013 published by KPK. The results showed that the internal control system Tangerang City government has been effective to produce reliable financial statements, but is not effective for preventing corruption in the form of bribe or gratification, because people who use public services have a habit of giving bribes or gratuities to officers of public services even though they know that giving bribes or gratuities is prohibited and reprehensible actions, This thesis aims to test the effectiveness of the Internal Control System Tangerang City Government to prevent corruption in the form of bribes or gratuities. Based on BPK audit for 2009-2013 Fiscal Year, Financial Statements Tangerang City Government always get the highest ratings by the predicate unqualified, but corruption in the form of bribe or gratuity is still happening in the public service in the form of License, IMB, ID Cards, Health Centers, and PBJ The Tangerang City Government. The research was conducted using qualitative and descriptive approach to evaluation, especially on secondary data in the form of Level Maturity Assessment Report Implementation of Internal Control System 2014 Tangerang City Government of BPKP, and the Public Sector Integrity Books Year 2009-2013 published by KPK. The results showed that the internal control system Tangerang City government has been effective to produce reliable financial statements, but is not effective for preventing corruption in the form of bribe or gratification, because people who use public services have a habit of giving bribes or gratuities to officers of public services even though they know that giving bribes or gratuities is prohibited and reprehensible actions]
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2015
T44702
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Choirunnisak Fauziati
Abstrak :
Smartphone Addiction menjadi tantangan yang besar bagi orang tua di masa sekarang Hal ini karena smartphone telah menjadi perangkat media yang paling sering diakses dan seolah tak terpisahkan dari kehidupan anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Mediasi Orang Tua, Motivasi, dan Gratifikasi terhadap Smartphone Addiction pada anak. Penelitian ini menggunakan metode survei dengan teknik pengambilan sampel probability proportionate to size (PPS) yang melibatkan 400 responden anak usia 9-16 (siswa SD-SMP) di DKI Jakarta. Teknik analisis data menggunakan analisis regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor pendorong terjadinya Smartphone Addiction pada anak di DKI Jakarta adalah : Motivasi (conformity, perceived enjoyment, pastime) dan Gratifikasi (mood-sensory regulations gratifications dan realism gratification). Sedangkan faktor pelindung terjadinya Smartphone Addiction pada anak adalah Mediasi Orang Tua (active mediations dan restrictive-monitoring mediation). ......Smartphone addiction is a big challenge for today’s parenting, since smartphones have become inseparable from children's lives and have become the most frequently accessed media by children. This research aims to determine the effects of Parental Mediation, Motivation, and Gratification on children’s smartphone addiction. A total of 400 children aged 9-16 (elementary-junior high school students) in DKI Jakarta were selected by a probability proportionate to size (PPS) sampling technique where they completed an online survey questionnaire. Multivariate analysis results showed that the driving factors for children’s smartphone addiction are: Motivation (conformity, perceived enjoyment, pastime) and Gratification (mood-sensory regulations gratifications and realism gratifications). On the other hand, the protective factor for children’s smartphone addiction is Parental Mediation (active mediations and restrictive-monitoring mediation).
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>