Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tawalinuddin Haris
Abstrak :
Dalam penelitian ini diungkapkan berbagai aspek berkenaan dengan peninggalan arkeologi di kota Bima dan sekitarnya, khususnya makam-makam sultan Bima dan keluarganya, yaitu makam Dantraha, makam Tolo Bali dan Makam Kampung Sigi. Dalam kronik Goa dan B0 kerajaan Bima disebutkan bahwa agama Islam dibawa ke Bima dan daerah sekitarnya dari Sulawesi Selatan, melalui kontak dagang, dakwah, hubungan perkawinan dan dominasi politik kerajaan Goa, yang diperkirakan berlangsung sejak permulaan abad ke-17. Dengan ditanda tanganinya Perkanjian Bongaya pada tahun 1667 Yang mengkhairi Perang Makasar, secara formal kekuasaan Goa atas Bima dinyatakan berakhir. Meskipun demikian hubungan Bima dengan daerah-daerah di Sulawesi Selatan tetap berlangsung, baik yang bersifat politik, ekonomi maupun hubungan perkawinan antara elit penguasa Bima dengan putri bangsawan Sulawesi Selatan. Hubungan itu kemudian membawa perubahan dalam tatanan kehidupan masyarakat kerajaan Bima, baik dibidang politik ( pemerintahan ) maupun sosial budaya, Tentunya perubahan-perubahan seaperti itu dapat diamati lewat tinggalan budaya materialnya antara pada makam-makam sultan Bima. Permasalahannya adalah sejauh mana unsur-unsur budaya Sulawesi selatan dapat terdeteksi pada makam-makam sultan Bima. Dengan demikian penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi Serta sumbangan.data bagi penelitian arkeologi di daerah Bima, yang menurut hemat saya belum banyak dilakukan. Untuk menjawab permasalahan penelitiah, selain telaah kepustakaan, dilakukan penelitian lapangan untuk merekam data fisik bangunan yang bersangkutan serta melakukan identifikasi elemen - elemen bangunan yang diindikasikan sebagai unsur budaya Bugis-Makasar. Disamping itu;di1akukan juga studi perbandingan dengan sejumlah makam kuno di Sulawesi Selatan, antara lain makam-makam raja Goa dan Tallo, makam-makam raja Bone dan makam~makam raja Luwu.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1995
LP 1995 03
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Balkis Khan
Abstrak :
ABSTRAK Tugas akhir akademik pascasarjana yang berupa karangan ilmiah ini berjudul "Keragaman Nisan dan Jirat Kompleks Makam Raja Kutai Abad 18-20 (Ditinjau dari Aspek Hiasan). Inti yang hendak disampaikan adalah pengungkapan ragam-ragam hias kompleks makam Raja Kutai yang kemudian ragam hiasnya yang menyerap unsur budaya Bugis, Makassar, Dayak dan yang baru muncul pada masa Kutai Islam. Tinggalan arkeologi berupa kompleks makam Raja Kutai ini, secara administratif berada di Tenggarong, ibukota Kabupaten Kutai, Kalimantan Timur, tepatnya sebelah utara gedung Museum Mulawatman (dahulu Istana Kerajaan Kutai). Kompleks ini mempunyai 142 makam. Dari 142 itu hanya 20 bush yang dijadikan sampel. Kompleks ini mempunyai ragam-ragam bias yang raya dan beragam. Menurut Ambary, tipe nisan di kompleks ini adalah tipe Bugis - Makassar dan terpengaruh tradisi ragam bias Dayak. Dan berdasarkan data sejarah telah ada hubungan antara Kerajaan Kutai bercorak Islam dengan Bugis, Makassar dan Dayak. Dari isu ini, masalah yang hendak dikaji adalah hubungan antara nisan dan jirat di kompleks makam Raja Kutai dengan tradisi hiasan pada nisan dan jirat Bugis, Makassar dan tradisi hiasan pada blonrang dan hmgun Dayak berdasarkan ragam hias. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk mengungkap ragam-ragam hias pada nisan dan jirat di kompleks makam Raja Kutai dan dengan mengadakan perbandingan ragam-ragam hias Bugis, Makassar dan Dayak dengan ragam-ragam hias Kutai tersebut dapat diketahui seberapa banyak ragam hias pada nisan dan jirat terpengaruh ragam bias tradisi Bugis, Makassar dan Dayak. Dari isu ini, masalah yang muncul berupa hipotesis, yaitu, "bahwa ragam-ragam hias di kompleks makam Raja Kutai ini diduga menyerap budaya Bugis, Makassar dan Dayak dan ada sejumlah ragam bias yang baru muncul pada masa Kutai Islam". Oleh sebab itu, dilaksanakan pengkajian terhadap 7 lokasi, yaitu ragam bias kompleks-kompleks makam budaya Bugis (2 lokasi), Makassar (3 lokasi) dan Dayak yang kemudian dibandingkan dengan kompleks makam Raja Kutai. Menilik objek kajian ini, maka pendekatan yang paling sesuai diterapkan adalah pendekatan Identifikasi yang dianggap dapat menjawab atau membuktikan hipotesis yang diajukan. Berdasarkan hasil pengamatan dengan pendekatan Identifikasi diperoleh kelompok ragam bias pada masing-masing lokasi. Untuk melihat seberapa jauh ragam-ragam bias di kompleks makam Raja Kutai, maka ragam-ragam hiasnya dibandingkan dengan ragam-ragam bias keenam lokasi tersebut (kompleks makam Gowa, Tallo, Binamu, Watan Lamuru, Jere LompoE dan Dayak). Dari perbandingan hasil pendekatan klasifikasi, tampak, bahwa dalam keragaman hiasan pada nisan dan jirat kompleks maka Raja Kutai menyerap unsur budaya lain. Unsur-unsur ragam bias yang lain itu dapat dikelompokan menurut tradisi asalnya, adalah: 1. Ragam hias Bugis: helai mawar, belah ketupat, bintang, tumpal dan gada 2. Ragam hias Makassar: helai mawar, bonggol bunga, mawar, swastika, belah ketupat, lingkaran, tumpal dan ular. 3. Ragam hias Dayak: mawar, pelipit, gada (blontang) dan ular. 4. Ragam hias yang baru muncul pada masa Islam adalah: keligrafi kufi, bingkai cermin, swastika banji dan stilir ekor, kepala dan badan ular. Faktor-faktor pendukung tentang kemungkinan adanya ragam hias kompleks makam Raja Kutai menyerap budaya ragam hias Bugis-Makassar karena adanya pembauran mereka dengan sifat sirinya dalam masyarakat dan peranannya dalam Pemerintahan Kutai (salah satu turunannya ada yang merjadi Raja Kutai). Begitu pula dalam hal penyerapannya terhadap ragam bias budaya Dayak karena adanya kebijakasanaan Pemerintah Kutai kepada suku Dayak yang tampak dalam Undangundang Kerajaan "Panji Selaten" dan mereka hidup berbaur dalam masyarakat Kutai. Penyerapan terhadap budaya Bugis, Makassar dan Dayak menyebabkan difusi kebudayaan yang terjadi dalam keragaman hiasan nisan dan jirat kompleks makam Raja Kutai.
The Ornamentation on Nisans and Jirats at Complex of Grave for Kings of Kutai at 18-20 of the CenturyThis study concentrates on the archaeology of The Complex of Grave for Kings of Kutai, especially, the ornamentation on the nisans and the jirats. By administrative, the complex is located in Tenggarong, the capital regent for Kutai Regent, East Kalimantan, The location is exactly at the north or at the right of Mulawarman Museum (it was a palace of Kutai kingdom). The complex has 142 graves but they are only 20 graves of them to be as samples. The nisans and the jirats of graves have many beautiful of forms of ornamentation. A nisan and a jirat are elements of grave. A nisan is a sign which also mentioned a tomb stone and a jirat is a subbasement of grave. According to Ambary that nisans in complex of grave for kings of Kutai are typical of Bugis-Makassar influenced by the Dayak tradition. As far as he said, it doesn't seem if forms of ornamentation are derived from Bugis, Makassar and Dayak tradition in detail or not. Because of that reason, the study formulated is the relationship among nisans and jirats at the complex of graves for king of Kutai and the ornamentation of Bugis, Makssar and Dayak based on the aspect of ornamentation. The objective of this study are to identify the ornamentation on nisans and jirats in the complex of grave for kings of Kutai, and to identify the ornament influenced by Bugis, Makassar and Dayak's ornamentation into nisans and jirats in that complex of graves for king of Kutai. To this case, the classification approach will be relevance to resolve the hypotheses above and also to the objective is. Technically, the writer must classify all ornament of all traditions into groups and types. The all types are compared to get the background characters. At the end of this scientific work is shown, that results are that ornamentation on nisans and jirats in the complex of grave for Kings of Kutai are influenced by Bugis, Makassar and Dayak tradition. The forms of ornamentation are derived from i.e.: 1. Tradition of Bugis: sheets of rose, stars, hitters, triangles and escutcheons. 2. Tradition of Makassar: sheets of rose, buds of flower, rosettes, lattice (swastikas), escutcheons, circles, triangles, snakes and hitters. 3. Tradition of Dayak: sheets of flower, roses, hitters (blontang), pelipits (smallish of folds) and snakes. 3. Tradition of the Islam age of Kutai: Kufi of calligraphy, lattice-works (swastikas of banji), tails and heads of snake stylized by flora and snake body stylized by pelipit (smallish of folds) and frames of mirror. That's for the abstract of the study for ending the duty to the mastery degree. The hoping, it will contribute to all researchers. To all professors contributed the knowledge, thank them very much.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuryahman
Yogyakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013
726.9 NUR s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Gunadi Kasnowihardjo
Abstrak :
ABSTRAK
Generally in Indonesia and especially in Java, until now, in East Java dolmens are known to be found in, which is in Bondowoso and Besuki. Lately, it is known that dolmen are also found in the area of Banyuwangi Regency. One of the monuments from this megalithic tradition found in the area of PT. Perkebunan Nusantara XII Malangsari, Banyuwangi, East Java. Based on information from the local community it is estimated that the Malangsari plantation area is the Dolmen Tomb Site. Physically, construction of the dolmen in this area only has a few interference because it is buried between 50-60 cm and covered by a coffee plantation which owned by PT. Perkebunan Nusantara XII. However, some of the dolmens have been excavated by people looters. They were able to open the dolmen tomb simply by opening a stone without unpacking its construction. Dolmen that was found from the excavation at Petak D 55 Sidomaju Block, Afdeling Mulyosari, Malangsari, are still intact if it is seen physically and from the construction, but both the human remains and artifacts ware not found. It is a proof that this dolmen has been opened before. Nevertheless, Malangsari dolmen is a very interesting object to conduct research, because of its wide distribution area and there has not been done a comprehensive research for this object. In the future, this object is important to investigate, both for the development of archaeological research, as well as for the benefit of archaeological resource management in Indonesia.
Yogyakarta: Balai Arkeologi D.I Yogyakarta, 2017
930 ARKEO 37:1 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Susie Setyowati
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang: Penyakit Graves merupakan penyebab terbanyak hipertiroidisme. Remodeling pada hipertiroidisme dilaporkan meningkat terutama resorpsi tulang. Peningkatan turnover tulang terus menerus bertanggung jawab terhadap percepatan keropos tulang. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat korelasi antara status tiroid dengan kadar ALP, OC sebagai penanda formasi tulang dan CTx sebagai penanda resorpsi tulang. Metode: Metode yang digunakan adalah potong lintang dengan consecutive sampling pada wanita penyakit Graves usia reproduktif di Poliklinik Metabolik Endokrin RSCM pada periode Juli–September 2014. Analisis statistik dilakukan dengan Mann Whitney, korelasi Spearman dan analisis ROC. Hasil: Pada 68 subyek penelitian, didapatkan 28 (41.2%) eutiroid, 23 (33.8%) hipertiroid subklinis dan 17 (25%) hipertiroid. Terdapat perbedaan median kadar penanda remodeling tulang antara kelompok eutiroid dan kelompok belum eutiroid (hipertiroid subklinis/hipertiroid) yaitu ALP (71 U/L [40-165] vs 91.5 U/L [39-256]), OC (19.48 ng/mL [10.95-92.70] vs 32.46 ng/mL [13.31-137.0]), dan CTx (0.36 ng/mL [0.11-1.24] vs 0.613 [0.11-1.93]). Pada uji Spearman didapatkan tidak ada korelasi yang bermakna antara FT4 dengan ALP (r=0.106 p=0.389); terdapat korelasi positif yang bermakna FT4 dengan OC dan CTx (r=0.289 p=0.017 dan r=0.265 p=0.029); terdapat korelasi negatif yang bermakna antara TSH dengan ketiga penanda tulang yaitu ALP (r=- 0.240 p=0.049), OC (r=-0.450 p=<0.001) dan CTx (r=-0.420 p<0.001). Sensitivitas dan spesifisitas diskriminasi TSH dengan kadar serum CTx adalah baik dengan nilai 70.72% dan 70.96% dan titik potong TSH yang didapatkan adalah 0.015 μIU/mL. Simpulan: Median ALP, OC dan CTx pada kelompok belum eutiroid lebih tinggi daripada kelompok eutiroid. Terdapat korelasi positif yang bermakna antara FT4 dengan OC dan CTx. Terdapat korelasi negatif yang bermakna antara TSH dengan ALP, OC dan CTx. Titik potong TSH 0.015μIU/mL merupakan penanda yang sensitif dan spesifik untuk kadar serum CTx.
ABSTRACT
Background: Grave's disease (GD) is one of the main causes of hyperthyroidism. Bone remodelling has been reported to increase in hyperthyroidisme, especially bone resorption. Continuous increase in bone remodelling has been held responsible for accelerated bone loss. The aim of this study is to find correlation between thyroid status and serum ALP and OC levels as bone formation marker as well as serum CTx as bone resorption marker. Methods: This is a cross-sectional study involving reproductive-age women with GD who attended endocrine metabolic outpatient clinic Cipto Mangunkusumo General Hospital from July to September 2014. Sampling was conducted by mean of consecutive sampling. Statistical analysis was performed using Mann-Whitney, Spearman correlation and ROC analysis. Results: From 68 subjects, 28 (41.2%) were euthyroidism, 23 (33.8%) were subclinical hyperthyroidism and 17 (25%) were hyperthyroidism. We found the difference in median concentration of bone markers between euthyroidism group and non euthyroidism group (subclinical hyperthyroidism/hyperthyroidism) i.e. ALP (71 U/L [40-165] vs 91.5 U/L [39-256]), OC (19.48 ng/mL [10.95-92.70] vs 32.46 ng/mL [13.31-137.0]), and CTx (0.36 ng/mL [0.11-1.24] vs 0.613 [0.11- 1.93]). Spearman test used to find correlation between FT4 and bone markers showed no significant correlation between FT4 and ALP (r=0.106, p=0.389). Nevertheless, FT4 was significantly correlated with OC and CTx in a positive manner (r=0.017 and r=0.265, p=0.029). Correlation between TSH and bone markers was found to be significantly negative (ALP [r=-0.240, p=0.049], OC [r=-0.450, p=<0.001] and CTx [r=-0.420, p=<0.001]). Sensitivity and specificity of TSH discrimination with serum concentration of CTx was 70.72% and 70.96% respectively with obtained cut off for TSH was 0.015 μIU/mL. Conclusion: Median value of the three bone markers are higher in non euthyroidism group compared to that of euthyroid group. The correlation between FT4 and OC or CTx is positive and significant. Cut-off point of 0.015 μIU/mL for TSH is a sensitive and specific marker for serum concentration of CTx.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Banjarnahor, Bartho Nahot
Abstrak :
ABSTRAK
Nama:Bartho Nahot BanjarnahorNPM:15067800001Program Studi:Magister HukumJudul:Penyelesaian Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja Dengan Alasan Pelanggaran Berat Pasca Putusan MK No. 12/PUU-I/2003Sebelum lahirnya putusan MK No. 12/PUU-I/2003, pelanggaran berat atau tindak pidana yang dilakukan pekerja dalam hubungan industrial dapat langung dilakukan pemutusan hubungan kerja setelah pengusaha memiliki bukti-bukti yang cukup, akan tetapi Putusan MK No. 12/PUU-I/2003 menyatakan Pasal 158 UU 13 Tahun 2003 tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Permasalahan dalam tesis ini adalah : 1 bagaimana praktek penyelesaian perselisihan pemutusan hubungan kerja dengan alasan kesalahan berat diperusahaan anggota DPN Apindo, pengalaman serikat pekerja/serikat buruh, dan perspektif pemerintah sebagai regulator pasca putusan Mahkamah Konstitusi No. 12/PUU-I/2003, 2 . bagaimana perusahaan mengatur pemutusan hubungan kerja apabila terjadi kesalahan berat eks Pasal 158 UU Ketenagakerjaan di dalam perusahaan, setelah putusan Mahkamah Konstitusi No. 12/PUU-I/2003, dan 3 . Bagaimana putusan Mahkamah Agung menyelesaikan perselisihan pemutusan hubungan kerja dengan alasan kesalahan berat pasca putusan Mahkamah Konstitusi No. 12/PUU-I/2003 tersebut. Untuk menjelaskan pertanyaan-pertanyaan tersebut, tesis ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Hasil penelitian ini menunjukkan Perusahaan Anggota DPN Apindo terdapat perusahaan yang mengatur pelanggaran berat dalam ketentuan internal maupun yang tidak mengatur, pemerintah sendiri telah mengeluarkan Surat Edaran untuk pelaksanaan Putusan MK ini, sedangkan bagi buruh PHK tidak sejalan dengan Konstitusi. Hasil lainnya adalah, perusahaan anggota DPN Apindo menyelesaikan pemutusan hubunga kerja eks Pasal 158 UU Ketenagakerjaan dengan proses bipartit yang jika tidak sepakat, sebahagian menggunakan mekanisme UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, dan sebahagian lain menggunakan pendekatan pidana, akan tetapi juga ada perusahaan yang langsung menggunakan pendekatan pidana tanpa perundingan bipartit. MA memutus perkara PHK pelanggaran berat dengan memperhatikan ketentuan internal perusahaan.
ABSTRACT
Name Bartho Nahot BanjarnahorStudent Number 15067800001Program Magister of LawJudul Settlement of Termination of Employment Dispute With the Reason of Grave Wrongdoings after the Constitutional Court Decision No. 12 PUU I 2003Before the decision of the Constitutional Court No. 12 PUU I 2003, grave wrongdoings or criminal acts committed by workers in industrial relations can be directly terminated after the employer has sufficient evidence, but the Constitutional Court Decision No. 12 PUU I 2003 states that Article 158 of Law 13 Year 2003 has no binding legal force. The problems in this thesis are 1 How is the practice of settlement of disputes for termination of employment by reason of grave wrongdoings in DPN Apindo 39 s company members, union labor union experience, and government perspective as regulator after the Constitutional Court 39 s decision No. 12 PUU I 2003 is applied 2 . How does the company regulate the termination of employment in case of grave wrongdoings in Article 158 of the Manpower Law within the company, after the decision of the Constitutional Court No.12 PUU I 2003 and 3 . How does the Supreme Court 39 s decision resolve the dismissal dispute with the reasons of grave wrongdoings after the decision of the Constitutional Court No. 12 PUU I 2003. To explain these problems, this thesis uses normative juridical research methods. The result of this study shows that DPN Apindo 39 s company members have companies that regulate serious violations in internal or non regulatory provisions meanwhile the government itself has issued a Circular Letter for the implementation of this Constitutional Court Decision, while for the workers, termination of employment are not in line with the Constitution. Another result is that DPN Apindo 39 s company members have completed the termination of the former labor relations of Article 158 of the Manpower Law with bipartite process which, if it is unanimous, partly uses the mechanism of Law no. 2 of 2004 on Industrial Relations Dispute Settlement, and partly uses a criminal approach, but there are also companies that directly use a criminal approach without bipartite negotiations. The Supreme Court adjudicated cases of termination of employment breaches by taking into account of the internal provisions of the company.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T48468
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yadi Mulyadi
Abstrak :
Disertasi ini merupakan penelitian arkeologi sejarah yang menerapkan kajian arkeologi kematian pada makam-makam Islam di Kerajaan Gowa dan Tallo dari abad XVII-XX, dengan pendekatan pasca prosesual. Adapun pertanyaan penelitian yang diajukan yaitu bagaimana ragam bentuk makam yang mengindikasikan pertarungan identitas serta keterkaitan identitas budaya dan politik pada makam-makam tersebut dengan relasi kuasa antara Kerajaan Gowa dan Tallo. Objek kajian berupa tinggalan budaya material yang terdiri dari makam-makam Islam yang tersebar di 35 situs kompleks yaitu 19 di wilayah Kerajaan Gowa dan 16 di wilayah Kerajaan Tallo. Pemilihan objek makam berdasarkan kajian desk study yang dipadukan dengan data lapangan. Metode pengumpulan data lapangan berupa survei dan observasi serta perekaman data termasuk pendokumentasian dan pendeskripsian terkait dengan atribut pada masing-masing makam. Wawancara dengan informan kunci dan narasumber ahli filologi dilakukan secara terbatas, terkait pembacaan inskripsi pada makam tertentu. Kerangka teoritis Dark (1995) menjadi acuan dalam pengolahan data yang diperkuat dengan paradigma pasca prosesual Hodder (1991) dan Pearson (1982, 1999). Teori identitas Hall (1992) dan Barker (2005) digunakan sebagai pisau analisis dalam interpretasi data, dipadukan dengan teori kuasa Foucault (1980, 1991) dan Li (2012) serta teori resistensi Scott (1990). Hasil penelitian memperlihatkan identitas budaya terkait dengan etnisitas yang terdapat di Kerajaan Gowa Tallo pada masa itu, yaitu etnis Bugis, Makassar, Melayu, Arab, Tionghoa, Mandar dan Jawa. Atribut ragam hias pada makam termasuk dalam hal ini inskripsi merupakan representasi identitas budaya yang menjadi representasi etnisitas tokoh yang dimakamkan. Secara lebih spesifik representasi identitas budaya Bugis lebih dominan ditemukan pada makam-makam di wilayah Kerajaan Tallo, yaitu bentuk gunungan yang menyerupai transformasi dari konsep motif hias kepala kerbau di rumah adat Bugis. Penanda lainnya yaitu motif hias geometris sulapa’ eppa’ atau belah ketupat dan motif hias floraistik belo-belo massulapa. Keragaman representasikan pada makam-makamnya yang lebih kaya motif. Hal ini berbeda dengan makam-makam di wilayah Kerajaan Gowa yang lebih sederhana dari sisi bentuk maupun motif hiasnya. Pada akhirnya identitas budaya Gowa Tallo terbentuk dari beragam proses interaksi budaya yang juga dipengaruhi adanya hegemoni dan resistensi antara kedua kerajaan tersebut. Identitas Gowa Tallo adalah sebuah identitas budaya sekaligus politik yang mengindikasikan pertarungan identitas dan relasi kuasa antara Kerajaan Gowa dan Tallo, dimana makam khususnya makam raja dan bangsawan menjadi representasi adanya resistensi dan pertarungan identitas antara ahli waris sebagai bagian dari upaya legitimasi kuasa dan hegemoni. ......This dissertation is a historical archeology research that applies the archaeological study of death on Islamic tombs in the Kingdom of Gowa and Tallo from the XVII-XX centuries, with a post-processual approach. The research question posed is how thevarious forms of tombs indicate the struggle of identity and the relationship between cultural and political identities in these tombs and the power relations between the Kingdom of Gowa and Tallo. The object of study is material cultural remains consisting of Islamic tombs spread over 35 complex sites, namely 19 in the Kingdom of Gowa and 16 in the territory of the Kingdom of Tallo. The selection of the object of the tomb is based on a desk study that is combined with field data. Field data collection methods in the form of surveys and observations as well as data recording including documentation and descriptions related to the attributes of each tomb. Interviews with key informants and philologists were conducted on a limited basis, regarding the reading of inscriptions on certain graves. Dark’s (1995)'s theoretical  framework becomes a reference in data processing which is strengthened by the post-processual paradigm of Hodder (1991) and Pearson (1982, 1999). The identity theory of Hall (1992) and Barker (2005) is used as an analytical tool in data interpretation, combined with the power theory of Foucault (1980, 1991) and Li (2012) and Scott's (1990) resistance theory. The results showed that cultural identity was related to ethnicity in the Gowa Tallo Kingdom at that time, namely Bugis, Makassar, Malay, Arabic, Chinese, Mandar, and Javanese ethnicities. The decorative attributes on the tomb, including in this case the inscription, are a representation of cultural identity which is a representation of the ethnicity of the buried figure. More specifically, the representation of Bugis cultural identity is more dominantly found in tombs in the Tallo Kingdom area, namely the form of a gunungan that resembles the transformation of the concept of a buffalo head decoration in a Bugis traditional house. Other markers are the geometric decorative motif of sulapa' eppa' or rhombus and the floral ornamental motif of belo-belo massulapa. The ethnic diversity in the territory of the Tallo Kingdom is directly represented in the tombs which are richer in motifs. This is different from the tombs in the Gowa Kingdom which is simpler in terms of shape and decorative motifs. In the end, the cultural identity of Gowa Tallo was formed from various processes of cultural interaction which were also influenced by the hegemony and resistance between the two kingdoms. The identity ofGowa Tallo is a cultural and political identity that indicates the struggle for identity and power relations between the Kingdom of Gowa and Tallo, where the tombs, especially the tombs of kings and nobles, represent resistance and identity struggles between heirs as part of efforts to legitimize power and hegemony.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Iqbal Johansyah
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai kaitan tipe nisan dengan status sosial. Penelitian ini dilakukan di Kompleks Makam Sunan Gunung Jati Halaman 1,2, dan 3. Bentuk penelitian dilakukan untuk mengungkap keterkaitan antara tipe nisan dengan tingkatan halaman dan gelar kebangsawanan. Hasil analisis menunjukan bahwa tidak terdapat kaitan antara tipe nisan dengan tingkatan halaman maupun antara tipe nisan dengan gelar kebangsawanan, tetapi terdapat kaitan antara gelar kebangsawanan dengan tingkatan halaman. ......This undergraduate thesis is focused on the relation between the type of gravestone with social status. This research is executed in The Grave Complex of Sunan Gunung Jati. From this research uncovering correlation among type of gravestone with yard levels and title of nobility. The result from the analysis shows that there_s no relation between type of gravestone with the title of nobility. Hence, there is relation between the title of nobility with the yard levels.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2009
S11929
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Imam Subekti
Abstrak :
Graves disease is an autoimmune disorder which affect thyroid gland. Graves disease is the most common cause of hyperthyroidism and thyrotoxicosis. Understanding of disease pathophysiology, diagnostic and treatment strategies, and prevention of disease relapse are important for all clinicians especially internal medicine specialist to give optimal and comprehensive management for Graves disease patients. This article highlights clinical points to treat Graves disease patients from reviews and latest guidelines from American Thyroid Association (ATA), European Thyroid Association (ETA), and Japan Thyroid Association/ Japan Endocrine Society.
Jakarta: Faculty of Medicine University of Indonesia, 2018
610 UI-IJIM 50: 2 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Prita Nur Aini Sandjojo
Abstrak :
ABSTRAK
Membahas relasi jender masyarakat elite kolonial di Betavia berdasarkan inskripsi dan lambang-lambang heraldik pada nisan kubur kolonial abad ke-17-18 M. Inskripsi dan lambang-lambang heraldik di nisan kubur kolonial dapat menjlaskan bagaimana adanya kesetaraan dan ketidak setaraan jender antar perempuan dan laki-laki pada masa itu.
Abstract
Thesis focus in on gender relatin in the colonial elite society at Betavia according to the 17-18th century colonial tomb's inscription and heraldic symbols...
2010
S11596
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library