Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Irawan Purnama
Abstrak :
Subluksasi sendi bahu penderita strok hemiparesis biasanya te~adi pad a stadium flaccid, dimana gaya gravitasi lengan menyebabkan tarikan terhadap sendi bahu. Hal ini harus ditangani sedini mungkin untuk mencegah timbulnya nyeri bahu, cedera otot rotator cuff, cedera sa rat, frozen shoulder dan shoulder hand syndrome. Tujuan : Mengetahui etektvitas Rolyan humeral cuff sling terhadap asimetri vertikal dan asimetri horizontal pada subluksasi sendi bahu penderita strok hemiparesis. Metode : Studi eksperimetnal dengan desain pra dan pasca pemakaian Rolyan humeral cuff sling. Subyek berjumlah 15 penderita strok hemiparesis yang berusia 45 - 75 tahun yang memenuhi kriteria penerimaan di poliklinik IRM dan Neurologi serta di bangsal Neurologi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo daJam periode Februari - Mei 2002. Dua subyek dikeJuarkan karena hasil pemeriksaan radiologinya hampir simetri (selisih 0,5 - 1 mm). Pemeriksaan radiologi subluksasi sendi bahu dengan proyeksi anteroposterior dilakukan 2 kali yaitu di awal penelitian (I) dan setelah 4 minggu (II) pemakaian Rolyan humeral cuff sling. Ukuran penilaian berupa asimetri vertikal dan asimatri horizontal sandi bahu. Perbandingan antara asimetri vertikaJ dan asimetri horizontal sendi bahu (I) dan (II) dan dianalisis dengan uji t berkaitan. Hasil : Usia subyek 45 - 55 tahun (20%), 55 - 64 tahun (53,33%) dan 65 - 75 tahun (26,67%). Stadium Brunnstrom berkisar antara stadium I (26,7%) dan stadium II (53,3%). Pengukuran subacromion space berkisar antara ° -5 mm (20%), 6 - 10 mm (40%), 11 - 15 mm (20%) dan 16 - 20 mm (20%). Rerata komponen vertikal (I) (47,538) dan (II) (44,923) sedangkan rerata komponen horizontal I (26,500) dan \I (24,230). Rerata asimetri vertikal (I) (12,346) dan (\I) (9,730) sedangkan rerata asimetri horizontal (I) (2,753) dan (II) (1,153). Hasil uji statistik membuktikan terdapat perbedaan bermakna antara komponen vertikal dan komponen horizontal (I) dan (\I) (p < 0,05), juga perbedaan bermakna antara asimetri vertikal dan asimetri horizontal (I ) dan (II) (p < 0,05). Kesimpulan : Ro/yan humeral cuff sling dapat memperbaiki asimetri vertikal dan asimetri horizontal pada sub!uksasi sendi bahu penderita strok hemiparesis.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002
T58814
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febrina Nur Alfiah Ramadhani
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang: 85 pasien dengan stroke iskemik mengalami hemiparese pasca serangan stroke. Hemiparese ini dapat menyebabkan pasien stroke mengalami kesulitan dalam beraktivitas. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara sisi hemiparese terhadap kemampuan menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari pada pasien stroke fase kronis.Metode: Penelitian dilakukan dengan metode cross sectional dengan jumlah subjek penelitian sebanyak 23 subjek. Subjek dipilih dengan metode kuota sampling.Variabel bebas pada penelitian dibagi menjadi dua kelompok, yaitu hemiparese kanan dan hemiparese kiri.Hasil: Tidak ditemukan adanya korelasi antara sisi hemiparese pada pasien stroke dengan nilai MSBI p > 0,005 .Diskusi: Penelitian tidak bermakna kemungkinan disebabkan oleh minimnya jumlah sampel. Hal ini dapat dilihat dari ditemukannya hubungan yang berarti antara sisi hemiparese pada pasien stroke dengan nilai indeks barthel pada studi lainnya. Kata kunci: Stroke, Hemiparese, MSBI "
" "ABSTRACT
" Background 85 of ischemic stroke patient, suffer from hemiparesis after the attack. This hemiparesis cause stroke patients to have difficulties to do activities of daily living.Objective This study is aimed to observe the correlation between sides of hemiparesis in chronic stroke patient with the ability to do activities of daily living.Method This study utilizes cross sectional method with 23 subject chosen by quota sampling method. The independent variable in this study is divided into two group. The hemiparesis dextra and hemiparesis sinistra. Result There is no meaningful correlation statistically between sides of hemiparesis in chronic stroke patient and MSBI score p 0,005 Discussion The statistically meaningless relationship between sides of hemiparesis in chronic stroke patients and MSBI score might be cause by the low amount of subjects. This is because the relationship between sides of hemiparesis in chronic stroke patients with barthel index had been found meaningful on other study. Keywords Stroke, Hemiparesis, MSBI
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggita Oksyrana
Abstrak :
ABSTRAK
Stroke adalah gangguan neurologis yang merupakan penyebab utama kecacatan dan penyebab kematian ke dua di dunia. Sebanyak 87 kasus stroke yang terjadi merupakan stroke iskemik. Salah satu komplikasi yang ditimbulkan oleh stroke adalah hemiparesis. Hemiparesis yang tidak tertangani dapat menurunkan kualitas hidup klien pasca perawatan stroke. Intervensi keperawatan terhadap klien stroke iskemik dengan hemiparesis dilakukan dengan memberikan latihan ROM Range of Motion aktif dan pasif yang bertujuan untuk meningkatkan rentang pergerakan sendi, meningkatkan fungsi dan kekuatan otot, dan mencegah kontraktur. Karya ilmiah ini bertujuan untuk memberikan gambaran implementasi asuhan keperawatan melalui pendekatan Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan pada klien stroke iskemik dengan hemiparesis. Intervensi ROM dilakukan selama 5 hari, setiap hari dilakukan selama 15 menit sebanyak 2 kali. Hasil evaluasi menunjukkan adanya peningkatan rentang pergerakan sendi, peningkatan kekuatan otot, peningkatan keseimbangan tubuh, dan kemampuan melakukan ADL Activity Daily Living . Oleh karena itu, intervensi ROM sangat penting dan direkomendasikan untuk diterapkan oleh perawat kepada klien stroke dengan hemiparesis.
ABSTRACT
Stroke is a neurological disorder that is the leading cause of disability and the second leading cause of death in the world. As many as 87 of cases are ischemic stroke. One of the complications caused by stroke is hemiparesis. Untreated hemiparesis can reduce the quality of life of clients after stroke treatment. Nursing orders for ischemic stroke clients with hemiparesis are performed by providing active and passive ROM Range of Motion exercise aimed to increase the range of joint movement, improve muscle function and strength, and prevent contractures. This paper aimed to provide an overview of the implementation of nursing care through the Urban Health Nursing approach on ischemic stroke clients with hemiparesis. ROM intervention was done for 5 days, twice a day, as much as 15 minutes. Evaluation results show an increased range of joint movement, increased muscle strength, increased body balance, and ability to perform ADL Activity Daily Living . Therefore, ROM intervention is very important and recommended to be applied by nurses to stroke clients with hemiparesis.
2017
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dhiyah Mumpuni
Abstrak :
Stroke iskemik merupakan kondisi dimana adanya gangguan aliran darah ke parenkim otak yang menyebabkan kematian sel-sel otak karena kekurangan oksigen. Manifestasi klinis yang umum terjadi pada pasien pasca stroke adalah hemiparesis. Hemiparesis merupakan kelemahan pada satu sisi tubuh biasanya kontralateral pada area yang terdampak stroke. Hemiparesis umumnya terjadi dari wajah hingga kaki dimana terjadi penurunan kekuatan otot. Analisis dilakukan pada pasien perempuan berusia 63 tahun yang mengalami stroke iskemik berulang dengan faktor risiko hipertensi dan diabetes mellitus. Masalah keperawatan yang muncul adalah risiko perfusi serebral tidak efektif, hambatan mobilitas fisik, dan ketidakstabilan kadar glukosa darah. Tujuan penulisan ini yaitu memparkan hasil analisis asuhan Keperawatan dengan menggunakan latihan ROM spherical grip untuk meningkatkan kekuatan otot pada pasien stroke iskemik. Latihan ROM spherical grip diberikan selama empat hari dari tanggal 22/09/22 sampai dengan 26/09/22 dengan setiap latihan dilakukan sekitar 15 menit dilakukan dua kali sehari pagi dan sore. Dari hasil latihan ROM spherical grip, terbukti efektif meningkatkan kekuatan otot dan rentang pergerakan pergelangan tangan. Kesimpulannya latihan ROM spherical grip dapat dilakukan untuk meningkatkan kekuatan otot dan intervensi ini mudah dilakukan serta tidak menimbulkan efek samping. ......Ischemic stroke is a condition where there is an interruption of blood flow to the brain parenchyma which causes the death of brain cells due to lack of oxygen. The common clinical manifestation in post-stroke patients is hemiparesis. Hemiparesis is weakness on one side of the body, usually contralateral to the area affected by the stroke. Hemiparesis generally occurs from the face to the feet where there is a decrease in muscle strength. The analysis was performed on a 63-year-old female patient who had recurrent ischemic stroke with risk factors for hypertension and diabetes mellitus. Nursing diagnose that arise are the risk of ineffective cerebral perfusion, impared physical mobility, and instability of blood glucose levels. The purpose of this paper is to present the results of the analysis of nursing care using ROM spherical grip exercises to increase muscle strength in ischemic stroke patients. The spherical grip ROM exercise was given for four days from 22/09/22 to 26/09/22 with each exercise performed for about 15 minutes twice a day in the morning and evening. From the results of the spherical grip ROM exercise, it is proven to be effective in increasing muscle strength and range of motion of the wrist. In conclusion, spherical grip ROM exercises can be done to increase muscle strength and this intervention is easy to do and does not cause side effects.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jofizal Jannis
Abstrak :
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Beberapa tahun terakhir ini dengan meningkatnya arus lalulintas di tanah air kita, khususnya Jakarta, maka terjadi pula peningkatan jumlah penderita cedera kepala yang seringkali berakibat cacad (skwele) berupa hemiparesis, afasia, epilepsi, dan kerusakan saraf kranial dengan keluhan seperti diplopia, anosmia dan kaburnya penglihatan, atau bahkan kematian. Dari tahun 1983 dan 1984 misalnya, dimana jumlah penderita cedera kepala yang dirawat di RSCM adalah 3315 orang dan 2959 orang, tanpa tendensi kenaikan, tetapi dicatat kenaikan cedera kepala berat terjadi sebesar 5% (12). Data tersebut tidak mengungkapkan angka kecacatan yang menjadi keluhan sejak selesai perawatan. Selain itu kecacatan akibat cedera kepala juga merupakan aspek tertentu yang penting dilihat dari sudut kehidupan sosial penderita. Penderita kecacatan akan mendapat kesulitan dalam melakukan pekerjaanya dengan baik bahkan mungkin tidak bisa bekerja sama sekali. Suatu pengamatan tentang akibat cedera kepala di Inggris (7) memberi gambaran yang sangat memprihatinkan. Menurut catatan sekitar 50% dari penderita pasca cedera kepala terpaksa menganggur disebabkan ketidakmampuan berfungsi dengan baik dalam melaksanakan tugasnya. Kerusakan-kerusakan yang timbul akibat cedera kepala pada umumnya akan mengenai kulit kepala berupa luka atau penumpukan darah di subgaleal, fraktur linier/impresi pada tulang tengkorak disertai cedera otak, disertai penurunan tingkat kesadaran dan adanya perdarahan dalam rongga kepala (4,27,43). Sampai saat ini memang belum banyak ditemukan penelitian yang agak spesifik untuk menjelaskan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi disfungsi dan kelumpuhan saraf kranial. Tetapi banyak hasil studi telah memberikan petunjuk kuat bagaimana kelumpuhan saraf kranial secara korelatif terkait dengan faktor-faktor tertentu. Berikut ini, beberapa hasil studi yang telah dilakukan Para ahli menyangkut faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan saraf kranial akan diuraikan secara ringkas. Terjadinya cedera kepala dapat menyebabkan komplikasi kelumpuhan saraf kranial yang kemungkinan disebabkan oleh fraktur, hematom yang menekan, tarikan segera setelah otak tergeser akibat akselerasi dan tekanan serebral traunatik yang menekan batang otak. (24,41,47). Soernargo (44) pada tahun 1983 mencatat kecacatan saraf kranial berupa kelumpuhan n.fasialis tipe perifer pada 9 orang periderita dan optalmoparesis pada 5 orang penderita. Tidak dilaporkan adanya kelumpuhan saraf kranial yang lain. Jennet (22) mengamati 150 pasien dan melaporkan terjadinya kerusakan saraf kranial pada 37% penderita, dimana 50% diantaranya hemianopia. Sedangkan kelumpuhan n.fasialis pada fraktur ospetrosum transversus antara 30-50% dan 10-25% terjadi pada fraktur longitudinal. Menurut kepustakaan lain (30,48) disebutkan bahwa kelumpuhan saraf kranial sering terjadi pada penderita cedera kepala. Yang paling sering terkena adalah n.olfaktorius, n.optikus, n.akustikus, n.okulomotorius dan n.fasialis. Bannister dan Rovit (3,42) mencatat bahwa saraf kranial yang paling sering dikenai adalah: n.fasialis, n.optikus, n.abdusen, n.okulomotorius dan n.trokhlearis. Dari basil penelitiannya, kehilangan penciuman terjadi pada 5-77. dari semua pasien penderita yang dirawat. Kelumpuhan saraf kranial lain yang pernah dilaporkan 7,41,42) adalah kelair. pr1 n.optikus don kh_asma 0.3 5.2% dan Optalmoparesis; 2.6% n.okulomotorius, 2.7% n.abdusen dan 1.3% kombinasi n.okulomotorius dan n.abdusen. Hughes (4) pada penelitian dengan 1000 sampel pasien mengamati 34 orang dengan kelumpuhan n.okulomotorius, 55 orang mengalami kelumpuhan n.abdusen dan 23 orang dengan kelumpuhan n.trokhlearis. Lebih jauh Hughes?
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1990
T58524
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kiki Hardiansyah Safitri
Abstrak :
Stimulus sensorik merupakan salah satu dari intervensi keperawatan komplementer yang membantu mengatasi masalah gangguan kelemahan (hemiparesis). Hipnoterapi merupakan terapi potensial yang menggunakan sugesti positif sebagai input sensoris dalam merangsang pusat somatosensoris untuk perencanaan dan pemrograman gerakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengindentifikasi pengaruh hipnoterapi terhadap peningkatan kekuatan otot dan rentang pergerakan sendi pada ekstermitas. Desain penelitian kuasi-eksperimen dengan pendekatan nonequivalent control group pre?posttest design dengan purposive sampling sebanyak 44 responden. Kelompok kontrol diberikan perlakuan latihan range of motion (ROM) sedangkan kelompok intervensi diberikan latihan ROM dan hipnoterapi. Terdapat peningkatan kekuatan otot dan rentang pergerakan sendi pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi sesudah 10 kali intervensi. Namun analisa lebih lanjut juga terdapat perbedaan yang signifikan diantara kelompok intervensi dan kelompok kontrol (p value < 0,05). Diperlukan penelitian lanjutan dengan homogenitas sampel yang lebih baik dan situasi yang lebih terkontrol. ...... Sensory stimulus exercise is one of activity in the complementary nursing interventions to overcome weakness (hemiparesis). Hypnotherapy is a potential therapy utilizes art of persuasive communication as the sensory input to provoke the somatosensory center in planning and programming movement. This study aimed to identify the effect of hypnotherapy to increase muscle strength and range of motion the joints extremity. Quasi-experimental designs with purposive sampling 44 samples. Control group were given range of motion (ROM) exercise and experiment group were given ROM exercise and hypnotherapy. There were significant effect in both experiment and control group to increase muscle strength and range of motion. Further analysis also getting significant differences between control and experiment group (p value < 0,05). Require further research with better homogeneity sample and more controlled situation.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2016
T45499
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Henny Hanna
Abstrak :
Prevalensi subluksasi sendi bahu penderita hemiparesis akibat stroke, dilaporkan mencapai 80% dari CVA dan hubungannya dengan kemampuan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari merupakan salah satu masalah vang perlu diteliti agar penanganan di bidang rehabilitasi medik dapat lebih tepat dan terarah. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh hubungan antara derajat subluksasi sendi bahu dengan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) pada penderita hemiparesis dextra akibat strok. Disamping itu, juga untuk memperoleh prevalensi subluksast sendi bahu serta untuk memperoleh hubungan antara hasil pengukuran klinis dengan hasil pengukuran radiologis. Jenis penelitian studi potong lintang (cross sectional study) ini melibatkan 120 pasien hemiparesis dextra akibat stroke yang terdiri 42 (35%) perempuan dan 78 (65%) laki laki. Pengukuran subluksasi sendi bahu secara klinis dilakukan dengan cara palpasi subacromion space. Pengukuran radiologis melalui pemeriksaan rontgen biasa dengan posisi penderita duduk tegak dan sudut oblique (45°) serta lengan tergantung bebas. Skor AKS menggunakan indeks modifikasi Barthel. Hubungan antara derajat subluksasi sendi bahu dan AKS diuji dengan Chi Square Test. Berdasarkan derajat subluksasi sendi bahu, frekuensi pasien untuk derajat 0, 1, 2 dan 3 masing-masing adalah 24 (20 0%), 59 (49,2%), 27 (22,5%) dan 10 (8,3%). Sedangkan untuk derajat 4 (dislokasi) selama kurun waktu penelitian tidak diperoleh seorang pasienpun. Hasil pengukuran rerata skor AKS berdasarkan derajat subluksasi sendi bahu menunjukkan bahwa untuk derajat 0, 1, 2 dan 3 berturut turut adalah 4,58 (nilai D), 7,64 (nilai C), 18,15 (nilai B) dan 24 (nilai A) Hasil pengukuran klinis (subacromion space) berdasarkan derajat subluksasi sendi bahu reratanya adalah 0,32 jari (5,0 cm), 0,44 jari (6,29 cm), 0,99 jari (15,56 cm) dan 1,45 jari (21,2 cm) berturut-turut untuk derajat 0, 1, 2 dan 3. Pada penelitan ini, prevalensi subluksasi sendi bahu pada penderita hemiparesis dextra akibat strok adalah cukup tinggi (70,6%), dan subluksasi sendi bahu paling banyak terjadi pada stadium Brunnstrom 4, di mana spastisitas mulai menurun. Hasil analisis statistik membuktikan bahwa ada hubungan positip yang bermakna antara derajat subluksasi sendi bahu pada penderita hemiparesis dextra akibat strok dengan skor AKS (r 0,73). Disamping itu, ada hubungan positip yang bermakna antara hasil pengukuran klinis subluksasi sendi bahu dengan derajat subluksasi hasil pemeriksaan radiologis (r 0,88). Semakin besar subacromion space, semakin tinggi derajat subluksasi sendi bahu. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi derajat subluksasi sendi bahu penderita hemiparesis dekstra akibat strok, makin rendah tingkat kemandiriannya.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T57307
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shedy Maharani Nariswari
Abstrak :
ABSTRAK
Stroke merupakan salah satu penyebab mayor disabilitas dan merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia karena stroke juga berkontribusi pada tingginya angka kematian dan morbiditas. Defisit motorik adalah dampak stroke yang paling jelas dan mempengaruhi sebagian besar pasien. Karya ilmiah ini bertujuan untuk memberikan gambaran asuhan keperawatan dengan menggunakan praktik berbasis bukti pada kasus pasien stroke hemiparesis dengan intervensi latihan rentang gerak awal dan pasif. Penilaian kekuatan otot dilakukan menggunakan Tes Grading Otot Manual. Intervensi keperawatan untuk hemiparesis dilakukan dengan melaksanakan Latihan Rentang Gerak Dini dan Bilateral yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan otot dan meningkatkan kelenturan otot. Intervensi ini dilakukan selama 3 hari dan berlangsung selama 30 menit. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kekuatan otot pada ekstremitas yang mengalami paresis dari skor 3 menjadi 4, pasien mampu melakukan perawatan diri secara mandiri, mobilisasi berjalan, dan tidak ada komplikasi yang berhubungan dengan imobilisasi. Intervensi latihan ROM dini dan bilateral pada kedua ekstremitas direkomendasikan untuk diterapkan dalam layanan keperawatan terutama bangsal stroke sebagai tindakan keperawatan independen bersama dengan komponen asuhan lainnya yang terdiri dari pengobatan kolaboratif dan perubahan gaya hidup (diet dan penghentian merokok).
ABSTRACT
Stroke is one of the main causes of disability and is a health problem throughout the world because stroke also contributes to high mortality and morbidity. Motor deficit is the most obvious stroke effect and affects a large proportion of patients. This scientific work aims to provide an overview of nursing care using evidence-based practice in cases of hemiparesis stroke patients with early and passive range of motion training interventions. The assessment of muscle strength was carried out using the Manual Muscle Grading Test. Nursing intervention for hemiparesis is carried out by carrying out Early and Bilateral Range of Motion Exercises which aim to increase muscle strength and increase muscle flexibility. This intervention was carried out for 3 days and lasted 30 minutes. The evaluation results showed that there was an increase in muscle strength in the limb with paresis from a score of 3 to 4, the patient was able to perform self-care independently, mobilized walking, and there were no complications related to immobilization. Early and bilateral ROM exercise interventions in both extremities are recommended to be implemented in nursing services especially stroke wards as independent nursing measures along with other components of care consisting of collaborative treatment and lifestyle changes (diet and smoking cessation).
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sella Dwi Julian
Abstrak :
Kerusakan neuron akibat stroke menyebabkan disfungsi motorik dan kognitif. Disfungsi motorik yang paling sering terjadi karena stroke adalah hemiparesis, kondisi dari kelemahan otot pada sisi yang berlawanan dengan lesi otak. Penelitian potong-lintang ini bertujuan untuk melihat hubungan antara sisi hemiparesis kiri dan kanan dengan fungsi kognitif pasien stroke subakut dan kronik. Dengan consecutive sampling, 33 pasien yang sebelumnya telah didiagnosis dengan hemiparesis unilateral diperiksa fungsi kognitifnya menggunakan versi Indonesia dari Montreal Cognitive Assessment MoCA-Ina yang telah divalidasi. Data lainnya seperti usia, pekerjaan, tingkat pendidikan terakhir, dan komorbiditas didapatkan dari rekam medik. Hubungan antarvariabel dianalisis menggunakan Uji T tidak berpasangan dan uji Mann-Whitney. Rerata total skor MoCA-Ina pada 14 subjek dengan hemiparesis kiri adalah 23,43; sedangkan pada 19 subjek dengan hemiparesis kanan adalah 19,11. Tidak ada hubungan bermakna yang ditemukan antara sisi hemiparesis dengan skor MoCA-Ina p= 0,054 . Meskipun demikian, hubungan bermakna ditemukan antara sisi hemiparesis dengan skor orientasi MoCA-Ina p= 0,047 . Pasien stroke dengan hemiparesis kiri memiliki skor MoCA-Ina lebih tinggi dibandingkan pasien stroke dengan hemiparesis kanan, walaupun hubungannya tidak bermakna. Kemudian, hubungan bermakna ditemukan antara sisi hemiparesis dengan skor orientasi di MoCA-Ina. ...... Damaged neurons resulting from stroke leads to motor and cognitive dysfunction. The most frequent motor dysfunction caused by stroke is hemiparesis, a condition of muscle weakness on the opposite side of brain lesion. This cross sectional study aims to determine the relationship between left and right hemiparesis with cognitive function in subacute and chronic stroke patients. Using consecutive sampling, 33 patients who were previously diagnosed with unilateral hemiparesis were assessed for their cognitive function using the Indonesian version of Montreal Cognitive Assessment MoCA Ina which has been validated. Other data such as age, occupation, education, and comorbidities were obtained from medical records. Relationship between variables were analyzed using independent t test and Mann Whitney test. The mean total MoCA Ina score in 14 subjects with left hemiparesis is 23.43, while in 19 subjects with right hemiparesis is 19.11. No significant relation was found between hemiparesis side and cognitive function in subjects p 0.054 . However, a significant relation was found between hemiparesis side and MoCA Ina rsquo s orientation score p 0.047 . Stroke patients with left hemiparesis scored higher compared to those with right hemiparesis in MoCA Ina, though the relation is insignificant. Furthermore, a significant relation was found between hemiparesis side and orientation score in MoCA Ina.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ridwan Ginanjar
Abstrak :

Karakteristik masyarakat perkotaan seperti gaya hidup yang tidak sehat, pola makan yang tidak sehat, kurangnya aktivitas menimbulkan masalah kesehatan seperti Stroke. Hemiparesis ekstremitas jangka panjang yang terjadi pada orang dewasa umumnya di sebabkan oleh stroke dengan konsekuensi kelumpuhan ekstremitas atas paling banyak ditemukan, Hemiparesis yang dialami pasien dengan stroke membatasi dalam pergerakan aktivitas sehari-hari juga menjadi hambatan dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh sebab itu diperlukan suatu pencegahan untuk mengatasi masalah tersebut. Tujuan dari case report ini yaitu memberikan gambaran pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga dengan paska stroke, memberikan gambaran analisis intervensi keperawatan sesuai dengan konsep dan penelitian terkait. Intervensi keperawatan lebih difokuskan pada rehabilitasi ekstremitas yang mengalami hemiparesis dengan tujuan membantu pasien dalam mempelajari kembali kemampuan motorik dan sensorik yang hilang akibat dari stroke dan kemampuan keluarga merawat anggota secara mandiri. Hasil yang diperoleh bahwa keluarga mengalami perubahan pengetahuan mengenai stroke serta cara merawat anggota keluarga dengan hemiparesis. Selain itu hasil dari latihan mirror therapy didapat adanya peningkatan nilai dari pengukuran menggunakan Fugl Meyer Score sebesar 4 poin. Untuk lebih mengoptimalkankan hasil dari latihan dapat dilakukan dengan beberapa cara yakni, menambah porsi dan durasi latihan, memberikan latihan selingan seperti rentang gerak sendi, serta mengoptimalkan dukungan dari lingkungan sekitar



Characteristics of urban societies such as unhealthy lifestyles, unhealthy eating patterns, lack of activity cause health problems such as stroke. Long-term extremity hemiparesis that occurs in adults is generally caused by stroke with the most common consequences of upper limb paralysis, Hemiparesis experienced by patients with strokes restricts the movement of daily activities as well as an obstacle in community life. Therefore prevention is needed to overcome this problem. The purpose of this case report is to provide an overview of the implementation of family nursing care with post-stroke, giving an overview of the analysis of nursing interventions in accordance with the concepts and related research. Nursing interventions are more focused on limb rehabilitation that experiences hemiparesis with the aim of helping patients to re-learn the motor and sensory abilities lost due to stroke and the ability of families to care for members independently. The results obtained that the family experienced changes in knowledge about stroke and how to care for family members with hemiparesis. Besides the results of mirror therapy exercises, there was an increase in the value of the measurements using the Fugl Meyer Score of 4 points. To further optimize the results of the exercise can be done in several ways, namely, increasing the portion and duration of the exercise, providing interlude exercises such as joint motion range, and optimizing support from the surrounding environment

 

Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>