Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 18 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Fenti Erlianti
"ABSTRAK
Penggunaan internet bermasalah ialah ketidakmampuan individu untuk mengontrol dirinya dalam menggunakan internet sehingga hal ini menimbulkan kesulitan dan gangguan fungsional pada dirinya. Hal ini dianggap memiliki hubungan dengan perilaku hiperaktivitas yaitu gangguan perhatian, hiperaktif, dan impulsif yang menyebabkan penurunan besar pada aktivitas hidupnya. Dalam penelitian ini, subjek penelitian adalah siswa-siswi SMP Pancoran Mas Kota Depok Provinsi Jawa Barat pada tahun 2017 untuk meneliti hubungan hiperaktivitas terhadap penggunaan internet bermasalah. Adapun desain studi yang digunakan ialah cross sectional pada 300 subjek yang diwawancarai dengan Strength and Difficulties Questionnaire SDQ dan Young 39;s Internet Addiction Scale. Setelah itu analisis data dilakukan dengan uji chisquare. Dari total subjek, terdapat 10,7 sunbjek yang mengalami hiperaktivitas dan 27 subjek yang mengalami penggunaan internet bermasalah. Ditemukan tidak adanya hubungan antara hiperaktivitas dengan penggunaan internet bermasalah P=0,490 . Tidak adanya hubungan antara hiperaktivitas terhadap penggunaan internet bermasalah disebabkan oleh banyak faktor. Meskipun di beberapa penelitian menyebutkan keduanya saling berhubungan secara signifikan, namun di Indonesia sendiri belum pernah ada penelitiannya dan di penelitian ini didapatkan bahwa keduanya tidak berhubungan secara signifikan.

ABSTRACT
Problematic internet use is the inability of the individual to control himself in using the internet so this causes trouble and functional disturbance in him. It is considered to have a relationship with attention problem, hyperactive, and impulsivity which causes impairment in life function. In this research, the subjects were taken on students of SMP Pancoran Mas Depok West Java Province in 2017. The study design used was cross sectional in 300 subjects interviewed with Strength and Difficulties Questionnaire SDQ and Young 39 s Internet Addiction Scale . After that the data analysis is done by chisquare test. Of the total subject, there were 10.7 experienced hyperactivity and 27 experienced problematic internet use. There is no relation between hyperactivity with problematic internet use P 0,490 . The absence of a link between the of hyperactivity in problematic internet use is caused by many factors. Although in some studies mentioned the two are interconnected significantly. There is no previous research studying this topic. In this study, it is found that there is no sighnificant relation between the two variables."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Nazli Mahdinasari
"Latar Belakang : Gangguan Pemusatan Perhatian/Hiperaktivitas merupakan gangguan neurodevelopmental dengan prevalensi global sekitar 5-12%. Anak dengan GPPH sering menghadapi masalah dalam fungsi akademik dan sosial, yang dapat memicu gangguan lainnya. Karena prevalensinya yang cukup tinggi dan dampaknya yang signifikan, penegakan diagnosis yang akurat merupakan hal yang penting. Secara umum, diagnosis ditegakkan melalui wawancara psikiatri, observasi, dan skala penilaian oleh orang tua atau guru. Namun, laporan dari orang tua atau guru cenderung bersifat subjektif, dan gejala mungkin tidak selalu muncul saat pemeriksaan status mental tergantung kepada adaptasi anak terhadap dokter dan pengamatan yang berlangsung. Untuk mengatasi kelemahan ini, banyak studi telah mengeksplorasi penggunaan teknologi untuk menghasilkan tes diagnostik yang objektif. Salah satu teknologi yang sedang dikembangkan adalah alat diagnostik berbasis Virtual Reality (VR). Saat ini sudah mulai dikembangkan alat diagnostik GPPH berbasis VR. Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana performa diagnostik alat diagnostik GPPH berbasis VR yang ditelaah melalui tinjauan sistematik. Metode : Penelusuran artikel dilakukan sesuai dengan alur pada bagan PRISMA melalui tujuh mesin pencarian data yaitu : Pubmed, Cochrane, EBSCOhost, Proquest, Sage Journals, Scopus dan Emerald Insight. Hasil : Hasil penelusuran mendapatkan 510 artikel yang kemudian dilakukan penapisan dan telaah didapatkan tiga artikel yang sesuai dengan tujuan penelitian. Penilaian hasil kualitas studi pada ketiga artikel tersebut didapati risiko bias yang rendah. Kualitas studi terhadap domain seleksi pasien didapatkan dua artikel dengan risiko rendah dan satu artikel dengan risiko tinggi. Penilaian hasil kualitas studi pada uji indeks, refrensi standar, alur dan waktu didapatkan risiko rendah. Pada poin “Penerapan” ketiga artikel didapatkan risiko yang rendah. Melalui tinjauan sistematik, alat diagnostik GPPH berbasis VR memiliki nilai sensitivitas berkisar 68% hingga 80% (dengan tingkat yang sedang) dan spesifisitas berkisar 75% hingga 100% (dengan tingkat yang baik). Kesimpulan : Melalui tinjauan sistematik ini, alat diagnostik GPPH berbasis VR merupakan alat penunjang yang baik dalam membantu menegakkan diagnosis GPPH pada anak dan remaja.

Background : Attention Deficit Hyperactivity Disorder is a neurodevelopmental disorder with a global prevalence around 5-12%. Children with ADHD have difficulties in academic and social functioning, which can lead to other mental disorders. The high prevalence rate and the resulting impact necessitate an accurate diagnosis. Generally, diagnosis is established through psychiatric interviews, observations, and rating scales by parents or teachers. However, reports from parents or teachers tend to be subjective, and symptoms may not always appear during mental status examinations, depending on the child's adaptation to the doctor and the observation process. Therefore, the use of technology is needed to produce objective diagnostic test. One such technology being developed is Virtual Reality diagnostic tools. Objective : This study aims to evaluate the diagnostic performance of virtual reality diagnostic tool for ADHD through a systematic review. Method : The article search was conducted following the PRISMA flowchart through seven data search engines: PubMed, Cochrane, EBSCOhost, ProQuest, Sage Journals, Scopus, and Emerald Insight. Result : The search results yielded 510 articles, which were then screened and reviewed, resulting in three articles that met the research objectives. The quality assessment of these three studies showed a low risk of bias. In the domain of patient selection, two articles had a low risk and one article had a high risk. The quality assessment for the index test, reference standard, flow, and timing showed a low risk. On the “Applicability concern”, all three articles had a low risk. Through a systematic review, virtual reality diagnostic tool for ADHD have shown a sensitivity ranging from 68% to 80% (with a moderate level) and a specificity ranging from 75% to 100% (with a good level). Conclusion : Virtual reality diagnostic tool for ADHD is an assessment tool to adjunct ADHD diagnosis in children and adolescent."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ellan Jaya Septiyono
"ABSTRAK
Dalam beberapa tahun terakhir, telah terjadi peningkatan penggunaan tembakau di kalangan remaja (Kementerian Kesehatan RI, 2018). Siswa sekolah menengah dianggap yang terbesar kelompok remaja yang menggunakan tembakau. Beberapa faktor telah diidentifikasi sebagai
prediktor penggunaan tembakau; salah satunya adalah masalah kesehatan mental. Tujuan dari ini penelitian adalah untuk menguji efek depresi, melakukan masalah, dan hiperaktif / tidak aktif pada penggunaan tembakau di kalangan siswa sekolah menengah. Di dalam studi longitudinal, kami bertujuan untuk menguji efek distal dan proksimal mental masalah kesehatan pada penggunaan tembakau. Tiga model dinilai dalam penelitian ini; satu distal model dan dua model proksimal. Partisipan penelitian adalah siswa dari 5 SMA sekolah di daerah perkotaan Jakarta (N = 530). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada
model-modelnya signifikan; menunjukkan tidak ada efek signifikan dari masalah kesehatan mental penggunaan tembakau di kalangan siswa. Namun, kami menemukan efek signifikan dari perilaku tersebut
masalah di kelas 10 pada penggunaan tembakau di kelas 11 (β = 0,156, df = 1, p <0,05) dan kelas 12 (β = 0,159, df = 1, p <0,05). Berdasarkan hasil penelitian ini, kami menyarankan untuk melakukan penelitian serupa pada remaja yang lebih muda; misalnya di antara sekolah menengah pertama
siswa.

ABSTRACT
In recent years, there has been an increase in tobacco use among adolescents (Indonesian Ministry of Health, 2018). Middle school students are considered the largest group of adolescents who use tobacco. Several factors have been identified as predictor of tobacco use; one of them is a mental health problem. The aim of this study is to examine the effects of depression, doing problems, and hyperactivity / inactivity on tobacco use among middle school students. In a longitudinal study, we aim to examine the distal and proximal effects of mental health problems on tobacco use. Three models were assessed in this study; one distal model and two proximal models. The study participants were students from 5 high schools in urban areas of Jakarta (N = 530). The results of the study showed that none the models are significant; showed no significant effects of mental health problems on tobacco use among students. However, we found a significant effect of this behavior problems in class 10 on tobacco use in class 11 (β = 0.156, df = 1, p <0.05) and grade 12 (β = 0.159, df = 1, p <0.05). Based on the results of this study, we recommend conducting a similar study in younger adolescents; for example among junior high schools
student.
"
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Francisca
"ABSTRAK
Attention Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD) didefinisikan sebagai suatu gejala ketidakmampuan untuk memusatkan perhatian dan/atau hiperaktivitas-impulsivitas yang berlangsung terus menerus pada taraf yang maladaptif dan tidak sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Anak-anak ADHD mempunyai resiko yang tinggi untuk mengalami masalah akademis maupun sosial. Lingkungan sering memarahi, menghukum, menolak atau memberikan label negatif, kepada mereka. Kegagalan yang dialami, terutama dalam bidang akademis, dan reaksi negatif ini dapat memperburuk keadaan dan menimbulkan masalah karena anak-anak ADHD sangat sensitif baik secara emosional maupun neurologis. Oleh karena itu, penelitian ini berlujuan untuk melihat permasalahan emosi, perilaku dan keadaan atau reaksi lingkungan terhadap anak-anak ini, melalui tes Human Figure Drawing’s (HFDS), Child Behavior Checklist (CBCL) dan alloanamnesa.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dimana fokus perhatiannya untuk mendapatkan informasi yang mendalam mengenai masalah yang diteliti_ Data yang digunakan berasal dari kasus-kasus yang ada di Klinik Bimbingan Anak Fakultas Psikologi UI. Kriteria subyek penelitian adalah didiagnosa ADHD, IQ berada pada rata-rata dan berusia 6 tahun 0 bulan sampai dengan 9 tahun 0 bulan. Jumlah subyek penelitian yang digunakan adalah 5.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa permasalahan emosi yang paling menonjol
adalah kesulitan dalam mengontrol impuls-impuls dan dalam membina hubungan
dengan orang lain. Sedangkan permasalahan tingkah laku yang paling menonjol adalah masalah konsentrasi. Pola asuh yang menonjol dalam keluarga adalah adanya pemberian hukuman fisik, seperti memukul, mencubit, dalam menerapkan disiplin. Guru juga memberikan hukuman yang berupa penambahan tugas atau jam belajar di sekolah. Dalam pergaulan, mereka biasa dijauhi oleh teman-temannya.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T38374
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puri Ayu Arditi
"[ABSTRAK
Tesis ini membahas refleks primitif pada anak usia 4-12 tahun dengan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH) dan tanpa GPPH serta faktor-faktor yang memengaruhinya. Penelitian ini bersifat deskriptif dimana refleks yang dinilai adalah refleks Moro, asymmetric tonic neck reflex (ATNR), symmetric tonic neck reflex (STNR), tonic labyrinthe reflex (TLR), dan spinal Galant. Hasil yang ditemukan adalah banyak anak dengan GPPH ditemukan refleks primitif, terutama ATNR. Faktor-faktor yang mempengaruhi GPPH adalah pendidikan orangtua, pekerjaan ayah, pola asuh, kemiskinan, kesehatan ibu saat mengandung, dan paparan rokok. Diharapkan refleks primitif dijadikan sebagai pemeriksaan rutin pada anak sebelum memasuki usia sekolah.

ABSTRACT
Focus of the study was to describe primitive reflexes in 4-12 years old children with and without attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) and influenced factors in ADHD emerging. It was descriptive research. Five reflexes were valued that were oro refex, asymmetric tonic neck reflex (ATNR), symmetric tonic neck reflex (STNR), tonic labyrinthe reflex (TLR), dan spinal Galant. Results noted primitive reflexes could be found in ADHD, mainly ATNR. Parent?s education, father?s occupation, parenting, poverty, mother?s health in pregnancy, cigarette?s exposure related to persistence of primitive reflexes. We recommend primitive reflexes should be early physical assessment in children before entry school age, Focus of the study was to describe primitive reflexes in 4-12 years old children with and without attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) and influenced factors in ADHD emerging. It was descriptive research. Five reflexes were valued that were oro refex, asymmetric tonic neck reflex (ATNR), symmetric tonic neck reflex (STNR), tonic labyrinthe reflex (TLR), dan spinal Galant. Results noted primitive reflexes could be found in ADHD, mainly ATNR. Parent’s education, father’s occupation, parenting, poverty, mother’s health in pregnancy, cigarette’s exposure related to persistence of primitive reflexes. We recommend primitive reflexes should be early physical assessment in children before entry school age]"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lintuuran, Rivo Mario Warouw
"Latar Belakang: Belum ada hubungan konsisten antara kadar seng dalam serum dengan gangguan fungsi eksekutif pada anak dengan GPPH. Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi perbedaan rerata kadar seng dalam serum pada anak GPPH dengan gangguan fungsi eksekutif, tanpa gangguan fungsi eksekutif and anak non GPPH, dan korelasi antara kadar seng dalam serum dengan fungsi eksekutif pada anak GPPH.
Metode: Penelitian ini adalah studi potong-lintang dengan kontrol. Sembilan puluh anak dari dua Sekolah Dasar di Jakarta diambil secara acak sebagai subjek penelitian yang dibagi dalam 30 anak GPPH dengan gangguan fungsi eksekutif, 30 anak GPPH tanpa gangguan fungsi eksekutif, dan 30 anak non GPPH. Kadar seng dalam serum diperiksa dengan metode Inductively Coupled Plasma-Mass Spectrophotometry. Fungsi eksekutif didapatkan melalui pemeriksaan BRIEF versi bahasa Indonesia. Analisis data menggunakan SPPS for Windows versi 20.
Hasil: Dari seluruh subjek penelitian, 75% mengalami defisiensi seng. Ditemukan 60% anak GPPH dengan gangguan fungsi eksekutif memiliki kadar seng tidak normal. Rerata serum seng pada anak GPPH dengan gangguan fungsi eksekutif adalah 59.40 g/dL, pada anak GPPH tanpa gangguan fungsi eksekutif adalah 55.36 g/dL, dan pada anak non GPPH adalah 52.93 g/dL. Tidak ada perbedaan bermakna pada rerata serum seng antara tiga kelompok (p = 0.119). Korelasi antara kadar seng pada anak GPPH dengan fungsi eksekutif adalah r=0.128.
Kesimpulan: Kadar seng dalam serum tidak berhubungan secara langsung dengan gangguan fungsi eksekutif, namun diduga berhubungan dengan gejala klinis GPPH. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui lebih jelas hubungan antara seng dalam serum dengan fungsi eksekutif pada anak dengan GPPH.

Background: It was assumed that there might be association between serum zinc level and executive function in children with ADHD. This study aimed to identify mean differences between serum zinc in ADHD children with executive dysfunction, without executive dysfunction, and non ADHD children, and to find correlation between serum zinc level and executive function in children with ADHD.
Method: This was a cross-sectional study with control group. Ninety children from two elementary schools in Jakarta were randomly selected as research subjects. They were categorized into ADHD children with executive dysfunction (n=30), ADHD children without executive dysfunction (n=30), and non ADHD children (n=30). Serum zinc was analyzed using Inductively Coupled Plasma-Mass Spectrophotometry method. Executive function was examined using BRIEF-Indonesian version. Data was analyzed using SPSS 20 for Windows.
Result: Seventy five percent of research subjects experinced zinc deficiency. Meanwhile, 60% of children with ADHD suffered from zinc deficiency. There was no significant difference in mean serum zinc between ADHD children with executive dysfunction, without executive dysfunction, and non ADHD children (59.40 g/dL vs. 55.36 g/dL vs. 52.93 g/dL, p=0.119). The coefficient correlation between serum zinc level and executive function in ADHD children was 0,128.
Conclusion: Serum zinc level might not associate directly with executive dysfunction, however it might link with clinical symptoms of ADHD. Further study needs to be done in order to obtain a more clear understanding of serum zinc and executive function in children with ADHD.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farhan Mubarak
"ABSTRAK
Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas GPPH adalah gangguan perilaku yang dapat diterapi dengan angka prevalensi yang cukup tinggi dan dapat merugikan pasien hingga usia dewasa. Namun, kepatuhan pasien untuk mengikuti terapi GPPH cukup rendah dan menjadi masalah yang cukup besar, karena pasien GPPH yang tidak mengikuti rencana terapi dengan baik dapat mengalami gangguan dalam perbaikan klinis. Selain itu, belum ada penelitian mengenai hubungan kepatuhan pengobatan terhadap lama perbaikan klinis GPPH. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan kepatuhan pengobatan terhadap lama perbaikan klinis GPPH. Penelitian ini adalah penelitian metode cross-sectional dengan menggunakan rekam medis penderita GPPH yang mengikuti kontrol di Poliklinik Psikiatri Anak-Remaja RSUPN Cipto Mangunkusumo dalam periode 1 Januari 2014 - 31 Desember 2016, dengan 59 sampel. Angka kepatuhan pemberian metilfenidat pada pasien GPPH di RSUPN Cipto Mangunkusumo adalah 27,1 n=59 . Kepatuhan pengobatan memiliki hubungan terhadap perbaikan GPPH dengan nilai P= 0,04, odds ratio sebesar 3,71, dan rasio prevalensi sebesar 1,84. Dalam penelitian ini, teramati bahwa kepatuhan dipengaruhi oleh prioritas pasien dalam pengobatan, adanya komorbiditas, masalah pada lingkungan sosial pasien, dan efektivitas kerja obat yang dirasakan pasien. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kepatuhan meningkatkan perbaikan GPPH dalam waktu 4-6 minggu sebanyak dua kali dibandingkan jika tidak patuh meminum obat.

ABSTRACT
Attention Deficit Hyperactivity Disorder ADHD is a behavioral disorder that is treatable with a high prevalence number and could be a burden until adulthood. Adherence to ADHD therapy is considerably low and become a burden as ADHD patients with poor compliance could have an impaired clinical outcome. There has been no research about association between ADHD treatment adherence and clinical outcome of ADHD. This research implies to give knowledge about the association between ADHD treatment adherence and the clinical improvement. The method used is cross sectional method by using medical records of ADHD patients who have done the control within the range of January 1st, 2014 December 31st, 2016, with 59 medical records obtained. The adherence of ADHD medication in RSUPN Cipto Mangunkusumo is 27,1 n 59 . There is an association between ADHD treatment adherence and ADHD improvement with P value 0,04, odds ratio 3,71, and prevalence ratio 1,84. Within this research, it is observed that patient rsquo s behavior to prioritize other diseases, presence of comorbidities, patient rsquo s social issues, and methylphenidate rsquo s effectiveness are the factors to affect treatment adherence. In conclusion, medication adherence increases ADHD symptoms improvement in 4 6 weeks two times than those without treatment adherence.Keywords ADHD, treatment adherence"
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chadijah Karima Assegaf
"Latar Belakang: Gangguan Pemusatan Perhatian/Hiperaktivitas (GPPH) adalah gangguan perilaku anak yang ditandai dengan pola masalah perhatian seperti kurangnya perhatian, hiperaktif dan tingkat yang lebih tinggi dari impulsivitas pada anak dan biasanya mendapat kesulitan dalam proses belajar yang menyebabkan menurunnya prestasi di sekolah.
Tujuan: Untuk mengetahui hubungan antara GPPH dengan prestasi antara siswa SDN Rawa Badak Utara 01, Jubilee Sekolah Jakarta dan SDN Sunter Agung 03.
Metode: Observasional analitik dengan studi desain cross-sectional dan teknik sampling berada di gaya pengambilan sampel acak sederhana yang berjarak 116 siswa dan dari penelitian ini didapatkan 18 anak GPPH dan 98 tanpa GPPH. Analisis univariat digunakan meja dengan frekuensi dan analisis bivariat menggunakan chi-square.
Hasil: Proporsi GPPH adalah 15,5%. Ada korelasi antara GPPH dan prestasi akademik sekolah (p = 0,000). Hasil ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan secara statistik antara GPPH dengan prestasi antara siswa SDN Rawa Badak Utara 01, Jubilee Sekolah Jakarta dan SDN Sunter Agung 03.

Background: Concentration Disorder/Hyperactivity Disorder (GPPH) is a disorder of the childs behavior characterized by patterns of attention problems such as inattention, hyperactivity and higher levels of impulsivity in children and usually have difficulty in the learning process which causes decreased achievement in school.
Objective: To find out the relationship between GPPH and achievement between Rawa SDN students North Badak 01, Jakarta School Jubilee and SDN Sunter Agung 03.
Method: Analytic observational studies with cross-sectional design and sampling techniques are in the simple random sampling style within 116 students and from this study found 18 children with GPPH and 98 without GPPH. Univariate analysis used a table with frequencies and bivariate analysis using chi-square.
Results: The proportion of GPPH is 15.5%. There is a correlation between GPPH and school academic achievement (p = 0,000). These results indicate that there is a statistically significant relationship between GPPH and achievement between students of Rawa Badak Utara Elementary School 01, Jubilee School Jakarta and SDN Sunter Agung 03.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Allysa Soraya Safitri
"Tingginya screen time anak telah meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai dampak negatif dari screen time. Beberapa penelitian mengasosiasikan gejala gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH) dengan screen time berlebih. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara screen time dengan gejala GPPH pada anak. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dan kuesioner Skala Penilaian Perilaku Anak Hiperaktivitas Indonesia (SPPAHI) yang diisi oleh orang tua dengan latar belakang pendidikan minimal SMP atau sederajat. Kuesioner disebarkan ke seluruh murid SD Negeri Beji 1 Depok dan didapatkan total 227 data, data yang ada lalu dipilih secara acak dan didapatkan 95 data untuk dianalisis.
Hasil analisis Chi-Square menunjukkan adanya hubungan yang bermakna secara statistik antara screen time dengan gejala GPPH pada anak (p = 0,035). Anak dengan screen time berlebih memiliki peluang mengalami GPPH 3,1 kali lebih tinggi dibandingkan anak dengan screen time tidak berlebih (IK 95% = 1,051-9,174). Oleh karena itu, perlu dilakukan pembatasan screen time untuk menurunkan peluang terjadinya GPPH pada anak.

High level of screen time among children has raised public awareness about its negative impact. Some studies associate attention deficit and hyperactivity disorder (ADHD) with excessive amount of screen time. The objective of this research is to analyze the association between screen time and ADHD symptoms in children. A cross sectional study was used for this research along with SPPAHI questionnaire, which was filled by parents with a minimum educational background of junior high school. The questionnaire was distributed to all students of SD Negeri Beji 1 Depok and a total of 227 data were collected, 95 data were selected randomly and used as sample for data analysis.
These data were analyzed using Chi-square test and showed a significant relationship between screen time and ADHD symptoms in children (p = 0.035). Children with excessive amount of screen time are 3.1 times more likely to develop ADHD than children who do not have excessive amount of screen time (95% CI = 1.051-9.174). Therefore, screen time limitation is needed to reduce the odds of developing ADHD in children.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteraan Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>