Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maharhanie Septi Nugroho
"ABSTRAK
Kegiatan ekonomi informal yang dilakukan di dalam maupun di lingkungan unit rumah telah banyak dilakukan oleh masyarakat Jakarta. Fenomena ini yang disebut sebagai HBE (Home-Based Enterprise) dimana unit rumah melakukan kegiatan domestik maupun kegiatan ekonomi. Tentunya dalam hunian dengan luasan terbatas, kegiatan domestik dan ekonomi saling bercampur dan mempengaruhi interioritas penghuninya. Dengan menggunakan Kampung Cikini, Kelurahan Pegangsaan, Jakarta Pusat, sebagai studi kasus, saya mendeskripsikan usaha penghuni untuk menyediakan ruang domestik dan ekonomi yang mampu mengakomodasi kondisi interioritasnya. Untuk itu, saya melakukan pemetaan jumlah dan lokasi HBE yang tersebar di Kampung Cikini dan memilih 5 (lima) di antaranya sebagai kasus pembahasan berdasarkan komoditas yang diperdagangkan. Dalam pembahasan, saya mengidentifikasi HBE berdasarkan pembagian komoditas yang dijual, proses adaptasi ruang kegiatan ekonomi dan domestic secara bersamaan dan mengidentifikasi kaitan adaptasi ruang tersebut dengan kondisi interioritas. Hasil deskripsi ini tidak hanya memperkaya wacana mengenai adaptasi ruang dalam hunian dengan luas terbatas, namun juga dapat member pemahaman akan pentingnya penyediaan ruang untuk kegiatan ekonomi bagi hunian masyarakat berpenghasilan rendah dan strategi spasial yang dapat digunakan agar dapat sinergis dengan kegiatan domestik.

ABSTRACT
Informal economic activities are done by the people in Jakarta either inside or outside the house units. This phenomenon is called as HBE (Home-Based Enterprise) where households do the domestic and economic activities in a house. In residential which has limited area, domestic and economic activity mix and influence the inhabitants? interiority. By using Kampong Cikini in Central Jakarta, as a case study, I attempt to describe the occupant?s enterprise to provide domestic and economic space which can accommodate their house?s interior and interiority. Thus, I am mapping the number and location of HBE in Kampung Cikini and choose 5 (five) of them as a case study based on its commodity. I identified HBE based on commodities, the process of adaptation of economic activities and domestic space and identified the relationship between the space?s adaptation an the interiority condition. I hope that the results of this writing will not only enrich the knowledge on the adaptation of residential in limited space, but also will tell about the importance of the provision of space for economic activity for the low-income communities particularly in urban slums and spatial strategies that can be used in order to synergize with domestic activities.
"
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
S62555
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wita Indriani
"ABSTRAK
Kebijakan merelokasi warga Kampung Pulo yang bermukim di area sempadan
dan bantaran Kali Ciliwung ke Rusunawa Jatinegara Barat dimaksudkan untuk
mengatasi banjir dengan memperlebar kali tersebut. Permasalahan di luar aspek
teknis pelebaran sungai yang timbul akibat relokasi salah satunya adalah
perubahan ?ruang daur hidup? di lingkungan yang baru, khususnya terhadap
praktik UBR (Usaha yang Bertumpu Pada Rumah Tangga) - yang merupakan
bagian penting dari aktivitas berhuni - cukup banyak dari warga relokasi tersebut.
Riset ini mengungkap problem bertinggal di rusunawa yaitu bagi mereka yang
mengandalkan rumah sebagai tempat untuk usaha, khususnya yang terkait dengan
taktik dalam upaya untuk dapat melanjutkan usaha mereka, melalui kajian: 1)
peluang yang tersedia untuk penyesuaian praktik UBR di Rusunawa Jatinegara
Barat; 2) taktik meruang yang dilakukan pelaku usaha untuk mengatasi
keterbatasan yang ada; serta 3) faktor yang mendorong taktik meruang tersebut.
Kajian tersebut akan digunakan untuk menilai titik berat strategi pemerintah di
sektor perumahan rusunawa yang diperuntukkan bagi warga relokasi serta
dampaknya terhadap penyesuaian praktik UBR di dalamnya.
Metoda riset yang diterapkan adalah penelitian campuran, dengan pendekatan
studi kasus untuk kualitatif dan survey untuk kuantitatif. Hasil penelitian
menunjukan bahwa: 1) kebijakan pemda terkait strategi pembangunan rusunawa
hanya menekankan aspek ruang fisik hunian dan kurang mempertimbangkan salah
satu aspek ruang daur hidup yang esensial yakni UBR, sehingga menyulitkan
kelanjutan hidup pelakunya;2) warga relokasi yang mengandalkan UBR
mengembangkan taktik agar praktik usaha dapat tetap berjalan dengan melakukan
okupasi terhadap ruang di luar yang telah disediakan.

ABSTRACT
The policy to relocate the residents of Kampung Pulo before lived along the
Ciliwung riverbank to Rusunawa Jatinegara Barat was primarily intended to
overcome the problem of flooding through extension of the width of the river. The
shortcomings of the policy or strategy is that it simply focuses on providing
shelter in physical terms and ignore the social-economic issues of the poor. For
some of the the poor, a house should enable them to set up an informal economy
activity, or so called as UBR (Home Based Enterprises Practices).
This research reveals problems in dwelling in rusunawa to those who rely on their
house as a place for business, particularly related to the tactics comitted to
continue their business, by examining: 1) the opportunities for UBR practices
adjustments in Rusunawa Jatinegara Barat, 2) spatial tactics practiced by residents
who run business to overcome the limitation of rusunawa; 3) the factors that drive
the spatial tactics. The research is used to assess the focus of the government's
strategy on rusunawa housing sector for relocated residents and its impact on
UBR practice adjustment in it.
This research used a mix method, with the approach of case studies and survey
research. Findings have shown that 1) The government policy (strategy)
concerning the rusunawa development only focuses on physical space aspects of
residential and has less consideration on one aspect of the essential lifecycle
space, that is UBR. It is causing difficulty for the survival of people who run
UBR; 2) those who rely on UBR develop tactics in order to keep running their
business by occupating outside the provided space."
2016
T46172
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Muhammad
"Warga Kampung Pulo yang tergusur telah direlokasi ke Rusunawa Jatinegara Barat yang berseberangan dengan Sungai Ciliwung dan berhadapan langsung dengan Kampung Pulo. Rusunawa dibangun di atas lahan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan dana APBN. Terdiri dari dua tower, 16 lantai dan 520 unit tinggal. Rusunawa Jatinegara Barat memiliki fasilitas berupa lobi, posko kesehatan, PAUD, Pusat Jajanan Serba Ada (Pujasera), lift dan musholla. Meskipun memiliki banyak fasilitas, masih banyak warga yang tidak nyaman tinggal di rusun tersebut karena dikenakannya uang sewa perbulan serta kecil nya unit tinggal yang mereka tempati, sehingga terganggunya aktivitas warga yang tinggal. Pemerintah membangun Rusunawa Jatinegara Barat dengan ketentuan empat anggota keluarga (2 orang tua dan 2 anak) untuk setiap unit tinggalnya, namun banyak anggota keluarga yang tinggal dengan jumlah anggota melebihi ketentuan tersebut, ditambah mereka juga menjadikan unit tinggal mereka sebagai tempat usaha

Home-based enterprises, sehingga unit tingal mejadi sangat sesak. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk menelaah strategi warga pelaku HBE Home-based enterprises) dalam menciptakan lingkungan yang nyaman bagi mereka tinggal maupun berkerja. Sehingga hasil penulisan dapat menjelaskan bagaimana anggota keluarga pelaku HBE (Home-based enterprises) menciptakan intervensi di dalam unit tinggal untuk menciptakan kenyamanan bagi mereka.

The displaced residents of Kampung Pulo have been relocated to West Jatinegara Rented Flats, located next to the Ciliwung River and directly facing Kampung Pulo. The Flats built on the DKI Jakarta Provincial Government land with APBN funds. Consisted of two towers, 16 floors and 520 units. West Jatinegara Rented Flats also provides facilities such as lobbies, health posts, PAUD, Food Centers, elevators and prayer rooms. Even though, there are still many residents who are not comfortable living in the Flat because they must pay the monthly rate and small living units that they occupy, thus disrupting the activities of family members who live. The government was built the Flats with a standard for four family members (2 parents and 2 children) for each residential unit, but many family members who live with members are more than the standard set, plus they also make their unit as residence business (Home-based enterprises). Before being moved to the Flats, most of the residents of Kampung Pulo worked as traders in their homes. So the results of this writing is explanations how family members of HBE (Home-based enterprises) actors create interventions within the living unit to create their own comfort."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Virginia Ramadhani
"

Abstrak. Bagi beberapa individu, rumah tidak hanya digunakan sebagai tempat berlindung, namun juga sebagai tempat untuk melakukan kegiatan ekonomi dan bersosialisasi (Marsoyo, 2012). Home-Based Enterprise adalah usaha yang bertumpu pada rumah tangga (Liliany, 2012)  . Dengan adanya dwifungsi rumah, kegiatan ekonomi dan domestik yang saling bercampur pada akhirnya akan mempengaruhi interioritas penghuninya. Di Indonesia, HBE menjadi salah satu badan usaha yang diterapkan dan banyak diantaranya bergerak di sektor ekonomi kreatif, salah satunya adalah produksi Batik. Studi kasus yang diambil adalah salah satu rumah HBE membatik di kawasan Trusmi Cirebon yang merupakan kawasan pusat Batik (Purwanto, 2005). Di kawasan ini terdapat banyak pengrajin batik yang menggunakan rumahnya sebagai tempat memproduksi batik. Proses pembuatan batik tulis memiliki tahapan proses dan membutuhkan ruang yang cukup luas pada tiap tahapan prosesnya. Studi kasus ini diambil dengan tujuan mengidentifikasikan adaptasi ruang pada elemen interior HBE membatik dalam menyeimbangkan kegiatan domestik dan ekonomi. Penulis mengambil sebuah sampel rumah yang melaksanakan  produksi batik tulis, yaitu jenis produksi batik yang melibatkan banyak proses yang terjadi dalam satu rumah. Dalam pembahasan, akan diidentifikasi pengaruh tahapan proses membatik terhadap adaptasi ruang yang diterapkan oleh penghuni rumah untuk menyeimbangkan kegiatan ekonomi dan domestik.

 


Abstract. For some individuals, the house is not only used as a shelter, but also as a place to carry out economic activities and socialize (Marsoyo, 2012). Home-based enterprise is a business that relies on house. With the existence of dual function at home, economic and domestic activities that are mutually mixed will ultimately affect the interiority of its inhabitants. In Indonesia, HBE is one of the implemented business entities and many of them are engaged in the creative economy sector, one of which is Batik production. The case study taken was one of the HBEs batik in the Trusmi Cirebon area which is the center of Batik (Purwanto, 2005). In this area there are many batik artisans who use their homes as places to produce batik. The process of making Batik Halus has stage processes and requires considerable space at each stage of the process. This case study was taken with the aim of identifying space adaptation to the interior elements of HBE batik in balancing domestic and economic activities. The author takes a sample of houses that carry out Batik Halus production, which is a type of batik production that involves many processes that occur in one house. In the discussion, the effects of the stages of the batik process on space adaptation applied will be identified.
 

 

 

"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia , 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farrah Eriska Putri
"Home-Based Enterprise (HBE) bukanlah hal yang jarang ditemukan pada permukiman di negara berkembang. Terbatasnya dana untuk menjalankan usaha, membuat HBE sebagai satu cara paling umum yang dilakukan warga berpenghasilan rendah memenuhi kebutuhan ekonominya.  Dengan bermodalkan ruang hunian sebagai lokasi usaha berbagai kegiatan ekonomi informal dapat dimulai warga. Bagaimana HBE masuk kedalam sebuah hunian telah banyak di bahas dalam studi di ebrbagai daerhah, namun fakta di Kampung Muka, Jakarta Utara bisa jadi berbeda. Studi ini akan mengungkap cara warga beradaptasi dengan memanfaatkan ruang hunian sebagai ruang ekonomi.  Melalui proses observasi lapangan dan pengumpulan data empiris secara langsung studi ini menunjukkan bahwa posisi HBE dalam ekonomi warga Kampung Muka ternyata bukan hanya sebagai penambah penghasilan, namun bahkan merupakan sumber utama penghidupan.  Pada akhirnya juga akan terlihat cara warga Kampung Muka beradaptasi dengan ruang hunian yang sangat terbatas dan berbeda dengan studi yang pernah dilakukan sebelumnya di Indonesia.

Home-Based Enterprise (HBE) is not rarely found in settlements in developing countries. Limited funds to run a business, make HBE the most common way for low-income residents to meet their economic needs. By capitalizing on residential space as a location for businesses various informal economic activities can be started by residents. How HBE has entered into a dwelling has been discussed in a variety of studies, but the facts in Kampung Muka, North Jakarta can be different. This study will reveal how people adapt by utilizing residential space as an economic space. Through the field observation process and direct empirical data collection this study shows that the HBE position in the economy of Kampung Muka residents is not only an income enhancer, but even a major source of livelihood. In the end, it will also be seen how the residents of Kampung Muka adapt to very limited and different residential spaces from studies that have been done before in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
T53045
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erwin Adji Priatna
"Skripsi ini membahas mengenai peran penghuni atau pemilik home-based enterprise dalam memberikan evaluasi dan respon terhadap kondisi rumah sehingga menghasilkan pengaturan ruang domestik dan home-based enterprise. Kawasan Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur saya jadikan studi kasus karena selain kawasan ini merupakan tempat tinggal saya, saya melihat adanya ketertarikan pemilik rumah di tepi jalan ini untuk membuka tempat usahanya di rumah. Pelanggan menjadi salah satu faktor pembeda dari HBE di tepi jalan dibandingkan dengan di dalam pemukiman. Adanya kegiatan pelanggan membuat intervensi terhadap kebutuhan keamanan ruang domestik. Dalam pembahasan, saya mengelompokan HBE berdasarkan jenis komoditas dan kepemilikan. Saya memilih 3 kasus yang dapat mewakili pengelompokan tersebut dan memiliki karakteristik HBE yang unik. Saya mengamati dan menganalisis kondisi pengaturan ruang kegiat an yang terjadi pada saat ini untuk mengetahui strategi adaptasi apasaja yang dilakukan penghuni rumah. Setelah itu saya menganalisis alasan penghuni rumah melakukan strategi adaptasi tersebut. Hasil pembahasan ini selain menambah pengetahuan mengenai home-based enterprise, juga dapat memahami pentingnya HBE bagi pemilik sehingga pemilik mengatur ruangnya agar HBE tetap berjalan dan berdampingan dengan kegiatan domestik.

This thesis discusses the role of occupants or owners of home-based enterprise in providing evaluation and response to the condition of the house so as to produce domestic and home-based enterprise space arrangement. Halim Perdanakusuma area, East Jakarta as a case study because besides this area is where I live, I saw the interest of homeowners on this roadside to open their businesses at home. The customer is one of the distinguishing factors of roadside HBE compared to settlement. The existence of customer activities to intervene in the security needs of domestic space. In the discussion, I group HBE by commodity type and ownership. I chose 3 cases that can represent the grouping and have unique HBE characteristics. I observe and analyze the condition of the spatial arrangement that is happening at the moment to find out what adaptation strategies the occupants of the house are doing. After that, I analyzed the reasons why the residents did the adaptation strategy. The results of this discussion in addition to increasing knowledge about home-based enterprise, can also understand the importance of HBE for the owner so that the owner arranges his space so that HBE continues to run and side by side with domestic activities."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Imasanti
"Latar belakang: Program rehabilitasi jantung pada pasien pasca bedah pintas arterikoroner BPAK dapat dilaksanakan baik di rumah sakit maupun di luar rumah sakit,dimana hambatan utama pada program rehabilitasi di rumah sakit adalah jarak tempattinggal yang jauh. Mengingat kesulitan ini, untuk meningkatkan jangkauan pelayananprogram rehabilitasi jantung perlu dikembangkan ke arah program latihan mandiri dirumahdengan menggunakan pemantauan jarak jauh / telemonitor elektrokardiografi Tele-EKG .Pemantauan ini diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pasien terhadap programlatihan mandiri dirumah.
Tujuan: Menilai efek pemantauan jarak jauh untuk meningkatkan kepatuhan pasien pascaBPAK yang menjalani program latihan mandiri.
Metode: Pasien BPAK yang masuk kriteria inklusi dirandomisasi dan dibagi dua kelompok dengan dan tanpa alat pemantauan jarak jauh . Dilakukan dua kali uji latih treadmilldengan metode bruce, yaitu setelah kedua kelompok menyelesaikan program rehabilitasifase II dirumah sakit sebagai baseline, dan setelah latihan dirumah selama 12 minggupasca-intervensi sebagai evaluasi akhir program. Selanjutnya dilakukan analisis statistikantara kedua kelompok untuk melihat pengaruh pemantauan jarak jauh terhadap kepatuhanprogram latihan mandiri.
Hasil penelitian: Sebanyak 44 pasien diikut sertakan pada penelitian ini. Dari hasilevaluasi, tidak didapatkan tingkat kepatuhan yang lebih baik antara kelompok intervensi n= 20 dan kontrol n = 24 95 vs 70,8 ; p = 0,054 , demikian pula peningkatan durasidan kapasitas aerobik uji latih [ 57,90 81,14 detik vs 21,67 61,22 detik; p = 0,099 , dan 0,77 1,19 METs vs 0,33 1,05 METs; p = 0,193 ].
Kesimpulan: Pasien pasca bedah pintas arteri koroner yang menjalani program latihanmandiri dengan pemantauan jarak jauh tidak mempunyai kepatuhan yang lebih baikterhadap program latihan mandiri.

Background: Cardiac rehabilitation CR program in patient who had coronary artery bypass surgery CABG surgery could be institution based or home based, but there were many barriers for home based CR program that influence the patient's adherence to the program. As an effort to overcome the barrier of distance, confidence, and safe feeling, electrocardiography telemonitoring ECGTM could be used But there wes no data regarding the effect of the electrocardiography telemonitoring to the adherence to the home based CR program in Indonesia.
Aim: To assess the effect of electrocardiography telemonitoring to the adherence to homebased CR program for the patients who have had CABG surgery.
Methods: Patients after having CABG surgery in National Cardiovascular Center Harapan Kita Jakarta who have finished phase II CR program were recruited consecutively and were radomized to the intervention group which used ECGTM and to the control group which did not use ECGTM for 3 months home based CR program. Home based exercise was based on the result of exercise stress testing using Bruce Protocol. Adherence was defined as compliance to the minimum of 3 sessions per week for 12 weeks CR program.
Results: A total of 44 patients completed the study, The adherence to the CR program of the intervention group n 20 and control group n 24 was not different 95 vs 70,8 p 0.054 , and neither was the exercise testing duration 57.9 81.1 vs 21.7 61.2 seconds, p 0.099 , and the improvement of functional capacity 0.77 1.2 vs 0.33 1.05 METS, p 0.193.
Conclusion: The aplication of electrocardiography telemonitoring did not increase the patients adherence to home based CR program.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T57640
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Putu Adi Suryawan
"Exercise pada pasien DM selama ini hanya difokuskan pada latihan daerah ankle saja, namun belum ada latihan fisik yang berfokus melatih seluruh otot kaki. Home‑Based Foot–Ankle Exercise (HBFAE) melatih seluruh otot kaki yang menggabungkan empat jenis exercise yang direkomendasikan American Diabetes Association yaitu stretching, strengthening, resistance dan balance exercises. Tujuan dari penelitian ini mengidentifikasi efektivitas HBFAE terhadap ABI pada pasien DM Tipe 2. Metode penelitian ini adalah Randomized Controlled Trial (RCT) double blind sampel 40 responden (20 intervensi dan 20 kontrol). Kelompok intervensi diberikan perlakuan HBFAE, kelompok kontrol diberikan perlakuan senam kaki diabetes. Perlakuan pada kedua kelompok diberikan sebanyak 24 kali (1 kali/hari, 5 kali dalam seminggu). Hasil penelitian menunjukan HBFAE (p value 0,001) dan senam kaki diabetes (p value 0,003) mampu meningkatkan ABI. Uji efektifitas menunjukan HBFAE efektif dalam meningkatkan nilai ABI dengan skor efektivitas 0,72 (72%), dibandingkan senam kaki diabetes hanya 0,14 (14%). Variabel confounding gula darah, lama DM, riwayat merokok, dan riwayat ulkus kaki pada penelitian ini tidak berhubungan dengan perubahan skor ABI (p value > 0,05). HBFAE dapat menjadi standar terapi exercise di rumah (komunitas) maupun di instalasi pelayanan kesehatan untuk mencegah komplikasi vaskularisasi kaki pada pasien DM karena mudah dan mampu dilakukan secara mandiri.

Exercise in DM patients so far only focused in the ankle area and there is no exercise that focuses on training all leg muscles. Home-Based Foot-Ankle Exercise (HBFAE) trains all leg muscles by combining the four types of exercise recommended by the American Diabetes Association, namely stretching exercises, strengthening exercises, resistance exercises, and balance exercises. The purpose of this study was to identify the effectiveness of HBFAE on the Ankle Brachial Index (ABI) in Type 2 DM patients. The research method was a Randomized Controlled Trial (RCT) with a sample of 40 respondents (20 intervention and 20 control). Respondents in the intervention group were given HBFAE treatment, while the control group was given Diabetic Foot Exercise (standard treatment). The treatment in both groups was given 24 times (1 time/day, 5 times a week). The results showed that HBFAE (p-value 0,001) and diabetic foot exercise (p-value 0,003) were able to increase ABI. The results of the effectiveness test showed that HBFAE was effective in increasing the ABI value an effectiveness score of 0,72 (72%) compared to diabetic foot exercise was only 0,14 (14%). The results analysis of the confounding variables showed blood sugar levels, duration of DM, smoking and foot ulcers history in this study were not associated with changes in ABI (p-value > 0,05). HBFAE can be a standard exercise therapy both at home (community) and health care to prevent foot vascular complications because it’s implementation is easy and can be done independently.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arini Putriheryanti
"Tesis ini disusun untuk mengetahui pengaruh pemberian edukasi terhadap kepatuhan pasien penyakit jantung koroner dalam menjalani rehabilitasi jantung fase II di rumah. Penelitian ini menggunakan desain kuasi-eksperimental. Sebanyak 46 subjek penelitian pasien penyakit jantung koroner (pasca infark miokard atau pasien yang telah menjalani PCI maupun CABG) yang mampu berjalan mandiri dan dinyatakan mampu menjalani latihan di rumah, dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dengan masing-masing berjumlah 23 orang. Pada kelompok perlakuan diberikan edukasi mengenai rehabilitasi jantung fase II melalui penayangan video edukasi di rawat inap, pemberian pesan pengingat selama melakukan latihan di rumah, dan leaflet. Kelompok perlakuan melakukan latihan di rumah dengan frekuensi 3 kali/minggu selama 8 minggu.
Kelompok kontrol hanya mendapatkan edukasi melalui leaflet saat di rawat inap, dan tetap disarankan untuk melakukan latihan di rumah dengan frekuensi yang sama dengan kelompok perlakuan. Pemantauan latihan dan kepatuhan dilakukan dengan logbook. Penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian intervensi berupa edukasi memiliki pengaruh pada tingkat kepatuhan pasien penyakit jantung koroner dalam menjalani rehabilitasi jantung fase II di rumah, yang tergambar dari sesi latihan yang lebih tinggi pada kelompok intervensi (p=0.001). Angka kepatuhan (menjalani minimal 20 dari 24 sesi latihan) pada kelompok intervensi adalah sebesar 91%, sedangkan pada kelompok kontrol hanya 30%, dengan proporsi kepatuhan berbeda bermakna (p=0.001, RR 3,000 (1,597 – 5,636)).

This thesis was aimed to know the impact of educational intervention to compliance of coronary artery disease patients in doing home-based cardiac rehabilitation phase II. The study design was quasi-experimental. A total of 46 coronary artery disease patients who were able to walk independently and suitable in doing home-based exercise were divided into 2 groups, each consisted of 23 subjects. Subjects in intervention group were given educational intervention through video, short-text reminder messaging while doing home exercise, and leaflet. They were stated to do home exercise for 3 times/week for 8 weeks.
Subjects in control group only get educational leaflet, and stated to do the same home exercise regimen. Monitoring of exercise and adherence was done through logbook. This study showed that educational intervention could improve compliance in home-based exercise. The intervention group showed higher number 24(5-24) of exercise sessions (p=0.001). The compliance rate (defined as attending minimum 20 out of 24 sessions) in intervention group was 91%, while in control group 30%, with statistically significant difference.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Christensen, Mary, 1951-
"The 'party plan' model of direct selling introducing products through home parties, social gatherings, and fund raisers has been the route to financial freedom for millions. This inspiring, hands on manual, written by an author who has achieved unprecedented success herself, shows other women how they can generate more bookings, more sales, and more business leads at their parties, as well as build a team of independent party planners, and drive up their own commissions. Exemplified by powerhouse brands like Tupperware, Pampered Chef, and, Mary Kay, the party-planning method is an unparalleled opportunity for anyone to live the life they dream about and deserve. In "Be a Party Plan Superstar", readers will discover, step-by-step, how they can transition from selling to friends and family to building a profitable business, develop a who's-who customer base, create an environment of fun, be an engaging host, and close sales effortlessly. This is the one book that shows women how to become direct-selling superstars! Simply by being the life of the party."
New York: [American Management Association;, ], 2011
e20440361
eBooks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>