Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 23 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Faisal Tomi Saputra
Abstrak :
Tesis ini membahas identitas nasional yang terdapat dalam naskah teks sejarah perumusan dasar negara Pancasila tentang sistem tanda dan makna yang terdapat dalam naskah tersebut. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Dengan menggunakan analisis semiotika Peirce, dapat disimpulkan bahwa makna yang didapatkan dari perumusan naskah tersebut menunjukkan proses komunikasi menggunakan sistem tanda yang saling mendukung satu sama lain. Proses pembangkitan makna dalam persidangan yang berlangsung menghasilkan rumusan Pancasila yang disepakati sebagai dasar Indonesia Merdeka, dan menjadi simbol identitas nasional. Penelitian ini memiliki implikasi teoritis yang membedah naskah sejarah ke dalam level teks untuk kemudian dianalisis proses semiosisnya dalam beberapa tahap dan menginterpretasikan tanda tersebut ke dalam suatu pemaknaan tanda yang saling menguatkan. Penelitian ini memberi rekomendasi bagi akademisi yang tertarik untuk mengkaji naskah teks sejarah Indonesia yang menjadi konsensus nasional dengan memperhatikan proses perumusan dan penyusunannya sehingga menjadi refleksi dalam mengatasi permasalahan bangsa. ...... This thesis discuss national identity contained in the manuscript of the text the history of the state basic formulation of Pancasila about system of signs and meanings that was found in the manuscript. This research is the qualitative study with the design descriptive. Using the Peirce semiotics analysis, it can be concluded that meaning obtained from the formulation of a manuscript is indicated processes of communication using system of signs of mutual support each other. The process of the generation of meaning in meetings that produce synthesis Pancasila agreed as the basis of Indonesia became independent, and become a symbol of national identity. This research have an implication theoretical that dissected manuscript the history into the level of the text, then analyzed the process of semiosis in several stages and interpret the signs into a meanings of which corroborate. This research give recommendations for academics who are interested to study the manuscript of the text Indonesian history becomes national consensus by observing the process of formulation and its compilation becomes a reflection in solving the nation problems.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
T42935
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Boellstorff, Tom
Abstrak :
Sejak awal berdirinya, Indonesia telah dibentuk berdasarkan gagasan bahwa 'kebudayaan nasional' dan 'identitas nasional' harus lebih diutamakan daripada identitas kesukubangsaan. Pemerintah Orde baru berusaha menciptakan 'kesatuan dalam keragaman' ini tidak hanya melalui Pancasila, tetapi juga melalui 'konsep kepulauan' (wawasan nusantara) dan 'azas kekeluargaan'. Dengan berakhirnya Orde baru, adakah cara untuk mengubah konsep-konsep ini, sehingga warga Indonesia dapat berpikir tentang diri mereka sebagai anggota suatu masyarakat nasional yang bersifat transethnic dan transreligious? Dalam tulisan ini, penulisnya berargumentasi bahwa jawaban untuk pertanyaan ini adalah 'ya'. Dengan mengilustrasikan kenyataan identitas gay dan lesbian berdasarkan penelitiandi Makassar, Surabaya dan Bali, penulisnya menunjukkan bahwa berbeda dari identitas seksual yang bersifat 'lokal' seperti bissu atau warok-gemblak, kaum gay dan lesbi Indonesia berpikir tentang diri mereka sebagai anggota dari suatu masyarakat yang tersebar luas keseluruh negeri 'gaya nusantara', termasuk laki-laki dan wanita dari berbagai latar belakang etnis dan agama. Contoh-contoh etnografis dari kehidupan sehari-hari kaum laki-laki gay dan wanita lesbian memperlihatkan bahwa walaupun perilaku para individu ini seringkali dikatakan bertentangan dengan kebudayaan Indonesia, dalam kenyataannya, perspektif dan perilaku mereka merupakan contoh dari 'kebudayaan Indonesia'. Mereka memiliki perspektif 'wawasan nusantara' sesuai dengan konsep pemerintah dan menggunakannya dengan cara-cara yang sebenarnya tidak diharapkan oleh pemerintah. Konsep nasionalisme Indonesia telah ditransformasikan dengan cara-cara yang tidak direncanakan sejak masa Orde Baru, dan akan terus berlanjut pada era reformasi. Dalam tulisan ini diketengahkan juga cara kaum gay dan lesbi memodifikasi 'prinsip kekeluargaan' ciptaan Orde Baru yang memungkinkan mereka diterima sebagai anggota masyarakat nasional yang baru.
[Place of publication not identified]: [Publisher not identified], 2000
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Eugene Andreas Muskananfola
Abstrak :
Tesis ini meneliti penolakan Polandia terhadap kuota pengungsi yang diberikan oleh Uni Eropa (UE). Tujuan penulisan adalah untuk menjawab dua pertanyaan penelitian yaitu penolakan Polandia untuk relokasi pengungsi dan dinamika internal yang terdapat didalamnya. Polandia meruapakan salah satu negara di Eropa yang memiliki akselerasi cukup tinggi dalam melakukan integrasi menuju iklim politik demokrasi. Selanjutnya negara ini resmi bergabung dan diterima sebagai negara anggota UE pada tahun 2004 silam. Setiap pihak yang ingin menjadi bagian dari UE diharuskan untuk memenuhi sejumlah kriteria dasar yang telah ditetapkan. Salah satu diantaranya menyangkut aspek kemanusian. Sejak bergabungnya Polandia kedalam struktur UE, mereka dinilai memiliki prospek yang positif dalam menunjang keberlangsungan proses integrasi di kawasan Eropa. Dinamika politik yang berjalan kemudian merubah sejumlah situasi. Pemerintah Polandia menolak kuota pengungsi yang dicetuskan oleh UE. Ledakan krisis pengungsi di Eropa mencapai puncaknya pada tahun 2015. Penelitian ini akan memfokuskan pembahasan kepada kebijakan yang diambil oleh Polandia tersebut. Keputusan Warsawa dianggap berbenturan dengan nilai-nilai fundamental yang dianggap menjadi bagian prinsip dasar dari UE. Dalam menunjang argumen penulisan, akan diangkat konsep amity dari Regional Security Complex Theory (RSCT) yang dicetuskan Barry Buzan dan gagasan terkait identitas nasional dari Anthony Smith. Temuan yang didapatkan adalah adanya signifikansi dari kawasan dan aspek internal yang mempengaruhi keputusan Polandia. ...... This thesis presents the Poland`s rejection towards the quota of refugees allocated by the European Union (EU). The aim of the study is to answer two research questions concerning Poland`s rejection towards the relocation of refugees and the related internal dynamics found within. Poland is a European country that proceeds to democracy politics climate with considerably high acceleration. The country officially joined and was accepted as an EU country member in 2004. Any party who wants to become part of EU is required to meet a number of basic criteria which have been set by the EU, one of which relates to humanity aspects. Since the inclusion of Poland in the EU, the country has been considered to have brought positive prospects in the integration within the European regions. The dynamics of politics, however, have changed some situations. The government of Poland rejects the quota of refugees set by EU whilst the booming of refugees reached its peak in 2015. This research focuses on analyzing the policy of the government of Poland in rejecting the quota. The Warsaw decision was considered to collide with the fundamental values which are regarded basic principles of EU. The concept of amity of the Regional Security Complex Theory (RSCT) from Barry Buzan and the idea of national identity from Anthony Smith are adopted as the research arguments. The findings of the research reveal that there are significances within the region and internal aspects that govern the decisions of Poland.
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2019
T53953
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Heychael
Abstrak :
Tesis ini membahas mengenai kuasa/pengetahuan yang bekerja dalam membentuk identitas nasional dalam buku sejarah untuk kelas dua Sekolah Menengah Pertama (SMP). Penelitian merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan analisis wacana kritis. Hasil penelitian ini menemukan bahwa identitas nasional yang diekspresikan dalam buku sejarah mengoperasikan bentuk kuasa/pengetahuan kolonial. Tesis ini menyarankan adanya suatu peninjauan kembali terhadap perumusan identitas nasional dalam buku sejarah, demi memungkinkannya nilai identitas yang lebih mewadahi semua elemen bangsa dan jauh dari gejala inferioritas. ...... This thesis discusses the power / knowledge works in shaping national identity in the history books for two classes of secondary school (SMP). The study is a qualitative research approach to critical discourse analysis. The results of this study found that national identity is expressed in the form of power to operate the history books come from colonial knowledge. This thesis suggests the existence of a judicial review against the formulation of national identity in the history books, in order to allow the identity of a nation embodies all the elements and away from the symptoms of inferiority.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
T30605
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rani Lokayanti
Abstrak :
Penelitian ini dibuat untuk melihat perbedaan antara masyarakat Muslim Patani dengan masyarakat Muslim Satun dalam merespon kebijakan asimilasi pemerintah Thailand dan berbagai hal yang melatarbelakangi adanya perbedaan tersebut. Berdasarkan sejarah, setelah Patani dan Satun bergabung ke dalam Thailand, pemerintah kemudian menerapkan kebijakan yang berupaya menanamkan rasa nasionalisme Thai-Buddha dengan menghilangkan budaya lain, khususnya budaya Melayu-Muslim. Menariknya, terdapat perbedaan respon di mana masyarakat Patani menolak kebijakan tersebut sementara masyarakat Satun cenderung menerima tanpa adanya perlawanan seperti di Patani. Asumsi utamanya adalah masyarakat Satun cenderung menerima kebijakan tersebut karena masyarakat Patani memiliki identitas Melayu-Muslim yang lemah, sebaliknya Patani memiliki identitas Melayu-Muslim yang kuat sehingga mereka melakukan perlawanan atas kebijakan pemerintah tersebut. Lebih lanjut, untuk menjelaskan adanya perbedaan respon antara masyarakat Patani dan Satun, penulis menggunakan teori identitas nasional dan teori pilihan rasional. Teori identitas nasional kemudian akan menjelaskan proses terbentuknya suatu identitas di suatu wilayah yang kemudian dapat memengaruhi pilihan rasional masyarakatnya.
This research will look at the differences between the Muslim society of Patani and the Muslim society of Satun in responding to Thai government`s assimilation policy and the backgrounds that affect the differences. Historically, after Patani and Satun merged into Thailand, the government then implemented various policies which aimed to instilling a sense of Thai-Buddhist nationalism by erasing other cultures, especially the Malay-Muslim cultures. Interestingly, there were differences response in which the Patanis reject the policies while people in Satun tended to accept without any resistance as in Patani. The main assumption is the people of Satun tend to accept the policy because they have a weak Malay-Muslim identity, while Patanis have a strong Malay-Muslim identity so they fight against the government`s policies. Furthermore, to explain the differences in responses between the Patani and Satun societies, the author use the theory of national identity and rational choice theory. The theory of national identity will explain the process of establishing an identity in an area that can affect the rational choice of society.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Gunawan
Abstrak :
Tesis ini membahas tentang ekshibisi sebagai bagian dari fungsi museum. Kajian yang digunakan adalah Museum Nasional Indonesia, Jalan Medan Merdeka Barat Jakarta 12, Jakarta. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang diawali dengan gambaran mengenai Museum Nasional Indonesia saat ini. Berdasarkan kondisi tersebut, perlu dilakukan penentuan tema dan narasi yangnsesuai dengan visi dan misi Museum Nasional Indonesia. Penentuan temabdilakukan berdasarkan konsep identitas. Selanjutnya, berdasarkan tema yangnditentukan, dibuat sebuah teknik presentasi dan desain alur pameran. Dalam ekshibisi tersebut terdapat pesan yang akan disampaikan, yaitu Bhinneka Tunggal Ika: Kebhinnekaan pada gedung A dan Ketunggalikaan pada gedung B. Hal ini bertujuan untuk mewujudkan ekshibisi yang lebih efektif dalam menyampaikan identitas nasional. ......The focus of the theses is about exhibition as a part of museum?s function. National Museum of Indonesia which located on Jalan Medan Merdeka Barat 12, Jakarta is the case study for this research. The study uses qualitative research which descriptive design started with description of recent condition of the museum. Base on the condition, it?s needed to determine a more direct theme and narration correspond to the museum?s vision and mission. The theme is determined using identity concept. Furthermore, the theme implemented to a presentation technique and storyline exhibition?s design. The exhibition has a message, Bhinneka Tunggal Ika (Diversity and Unity); Diversity in old building and Unity in new building. Those matters are intent on creating effective exhibition to communicated national identity.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2011
T29272
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Amartya Gyani Andiraputri
Abstrak :
Definisi 'pengungsi' dalam istilah hukum telah menciptakan pemahaman yang sama mengenai situasi "perlindungan" yang didefinisikan dengan tidak memiliki kewarganegaraan, suatu keadaan yang dapat dibenarkan dengan memberikan perlindungan individu dan hak-hak sipil yang ditawarkan oleh kewarganegaraan dalam negara, apapun negaranya. Kasus unik pengungsi Palestina di Yordania, yang sebagian mayoritas memiliki kewarganegaraan Yordania, menantang definisi itu. Identifikasi Pengungsi Palestina di Yordania yang memiliki kewarganegaraan Yordania dengan statusnya sebagai pengungsi dan hak mereka atas status yang dimungkinkan oleh UNRWA mengusulkan pemahaman tentang situasi perpindahan yang ditandai dengan perpindahan, situasi yang hanya bisa dibenarkan dengan pengembalian. Dalam penelitian ini, Identitas pengungsi Palestina sebagai bangsa dianalisis dalam konteks sentralitas perpindahan bagi suatu negara di pengasingan dan apa syarat perpindahan bernegosiasi dengan tempat tinggal jangka panjang mereka di Yordania. Hasilnya adalah kategorisasi antara pengungsi Palestina yang berpegang teguh pada identitas mereka sebagai pengungsi Palestina, di mana kewarganegaraan Yordania hanya dilihat sebagai alat untuk menopang hidupnya di pengasingan dan pengungsi Palestina yang sudah menganggap dirinya bagian dari bangsa Yordania dengan identitas hibrida sebagai Palestina-Yordania. Situasi ini dimungkinkan oleh bentrokan identitas masa lalu sebagai orang Palestina dengan realitas kehidupan di masa sekarang sebagai pemukim, kemudian menjadi warga negara, di Yordania sejak 1949. ......The definition of 'refugee' in legal terms has created a common understanding of the situation of "protection" defined by statelessness, a situation that can be justified by providing individual protection and civil rights offered by citizenship in a country, regardless of the country. The unique case of Palestinian refugees in Jordan, the majority of whom hold Jordanian citizenship, challenges that definition. Identification of Palestinian Refugees in Jordan who hold Jordanian citizenship with refugee status and their right to that status enabled by UNRWA proposes an understanding of displacement situations characterized by displacement, situations that can only be justified by return. In this study, the identity of Palestinian refugees as a nation is analyzed in the context of centrality migration for a country in exile and what terms of migration are negotiated with their long-term residence in Jordan. The result is a categorization between Palestinian refugees who cling to their identity as Palestinian refugees, where Jordanian citizenship is only seen as a means to sustain life in exile and Palestinian refugees who already considers himself part of the Jordanian nation with a hybrid identity as Palestinian-Jordan. This situation is made possible by the clash of past identities as Palestinians with the realities of life today as settlers, then citizens, in Jordan since 1949.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Izdihar Safira Noorhanifah
Abstrak :
Popularitas hallyu yang terus meningkat seiring dengan laju globalisasi yang cepat telah membawa nama Korea Selatan semakin terkenal di kancah internasional. Melihat keantusiasan yang diberikan oleh dunia internasional terhadap hallyu, Korea Selatan menggunakan kesempatan tersebut untuk mengenalkan budaya tradisionalnya kepada dunia melalui sebuah proyek global bernama Han Style. Sebagai salah satu aspek dari proyek budaya global Han Style, Hanbok rupanya mengalami modernisasi dari segi rupa, warna, dan motif yang sengaja disesuaikan dengan perubahan zaman dan tren dalam industri fesyen. Penelitian ini menelaah dua fungsi atau peran Hanbok sebagai bagian dari strategi diplomasi budaya Korea Selatan. Penelitian ini dilakukan dengan metode analisis deskriptif dan pendekatan kualitatif berupa studi literatur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Hanbok dipopulerkan oleh pemerintah sebagai alat atau sarana bagi Korea Selatan untuk mendapatkan pengakuan atas eksistensinya sebagai suatu bangsa dalam lingkup internasional. Beberapa upaya yang dilakukan oleh pemerintah Korea Selatan dalam mencapai tujuan tersebut antara lain adalah mengenakan Hanbok dalam kunjungan diplomatik, mengadakan pertukaran budaya dan pameran dengan tema Hanbok, serta mendukung perancang Hanbok dalam berkreasi dan berinovasi. ......The popularity of hallyu which keeps increasing along with the rapid pace of globalization has brought South Korea's name to be more well-known internationally. Seeing the enthusiasm given by the international community to hallyu, South Korea took that as an opportunity to introduce its traditional cultures to the world through a global project named Han Style. As one of the aspects of the global cultural project, Hanbok seems to be an undergoing modernization in terms of appearance, color, and motifs which are deliberately adapted to the changing eras and trends in the fashion industry. This study examines two functions or roles of Hanbok as a part of South Korea's cultural diplomacy strategy. This research was conducted using descriptive analysis methods and qualitative approaches in the form of literature studies. The results showed that Hanbok was popularized by the government as a tool or means for South Korea to gain recognition for its existence as a nation in the international sphere. Some of South Korea government’s efforts to achieve that goal include wearing Hanbok on diplomatic visits, holding cultural exchanges and exhibitions with Hanbok as the theme, and supporting designers with their creation and innovation of Hanbok.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Vera Syamsi
Abstrak :
Tampilnya The Beatles disambut dua macam reaksi yaitu sambutan yang hangat dari generasi muda, dan keberatan dari pihak orang tua, guru, dan pemerintah (the estabilishment). Kelompok musik itu membawa banyak hal yang tidak dibayangkan sebelumnya. Bagi generasi muda, The Beatles menumbuhkan semangat kebebasan, sarana ekspresi, saat untuk menjadi perhatian ; bagi kelas pekerja, The Beatles adalah harapan untuk menghapuskan pembatasan yang tidak terlihat - seperti pembagian kelas-dan media untuk menuju tempat yang lebih baik di masyarakat; dan bagi the estabilishment, The Beatles adalah ancaman bagi kekuasaan dan otoritas yang mereka miliki. Dengan berbagai ideologi yang berbeda artikel ini berupaya memahami berbagai alasan di balik perubahan dan kondisi masyarakat Inggris sejak 1960 an
University of Indonesia, Faculty of Humanities, 2002
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ellen Saputri Kusuma
Abstrak :
[ABSTRAK
Tesis ini menyelidiki proses berlangsungnya kontestasi dan negosiasi antar-aktor kampanye pariwisata Wonderful Indonesia dan Pesona Indonesia (WIPI) di media sosial Instagram dalam dinamika konstruksi dan pemaknaan identitas keindonesiaan. Data yang dikumpulkan dikategorisasi menjadi tiga narasi, yaitu ?resmi,? ?pemicu,? dan ?akar rumput?. Ada tiga aktor di Instagram yang diidentifikasi melalui peran dan keterlibatan, serta relasi kuasa di antara mereka, yaitu @indtravel, akun Instagram duta media sosial dan pengguna lima tagar. Untuk melihat dinamika konstruksi dan pemaknaan identitas keindonesiaan lebih lanjut digunakan konsep dan teori identitas nasional, country branding, aparatus ideologis negara dan interpelasi, Instagram sebagai media sosial, budaya partisipatoris dan heteroglosia dalam media sosial, serta cultural intermediaries. Penelitian ini menemukan bahwa WIPI sebagai perwujudan country branding merefleksikan upaya Kementerian Pariwisata untuk mengkonstruksi dan menarasikan keindonesiaan sebagai identitas kompetitif. Pada level akar rumput, duta media sosial mengkontestasi Narasi Resmi tersebut dengan menyorot identitas-identitas keindonesiaan lain yang berada di periferi. Namun, kontestasi tersebut berubah menjadi negosiasi ketika Kementerian Pariwisata memprioritaskan penggunaan media sosial dalam kampanye WIPI. Hal ini mengubah peran duta media sosial dari perantara budaya yang memproduksi narasi akar rumput menjadi aktor yang memproduksi narasi pemicu. Tesis ini menemukan para aktor memanfaatkan karakteristik dan fitur Instagram untuk memproduksi teks heteroglosik, baik sengaja maupun tidak, yang mengkontestasi dan menegosiasi satu sama lain. Instagram, yang menitikberatkan postingan visual, juga berkontribusi dalam proses visualisasi imajinasi keindonesiaan. Media sosial, dalam hal ini Instagram, memainkan peranan penting dalam proses konstruksi dan pemaknaan keindonesiaan karena menyediakan ruang bagi para aktor untuk berkolaborasi dalam proyek sinambung yang merumuskan keindonesiaan.
ABSTRACT
This thesis investigates the contestation and negotiation in Wonderful Indonesia and Pesona Indonesia tourism campaign (WIPI), which happen between actors in social media, Instagram, in a way to construct their Indonesianess. The collected data is categorised into 3 narratives: ?official,? ?triggering,? and ?grassroots?. There are 3 actors in Instagram, @indtravel, Instagram accounts of social media ambassadors and of those five hashtags users, which are identified by their roles, engagements and power relations. To look further into the dynamics of constructing and signifying Indonesianess concepts and theories of national identity, country branding, ideological state apparatuses and interpellation, Instagram as social media, participatory culture and heteroglossia in social media, and cultural intermediaries are used. Research findings reveal that WIPI is a form of country branding reflecting Tourism Ministry?s efforts to construct and narrate Indonesianess as a competitive identity. At a grassroots level, social media ambassadors contest that narrative by highlighting other identities that lie in the periphery. Later, the contestation turns into negotiation once the Tourism Ministry prioritises the use of social media in their campaign. This changes social media ambassadors? role as cultural intermediaries producing grassroots narrative into ones who produce the triggering narrative. This thesis finds all actors utilize Instagram characteristics and features to produce intended or unintended heteroglossic texts that contest against-, interpellate and negotiate with each other. Instagram, whose strong feature lies in visual posts, also contributes in visualizing the imagination of Indonesianess. Social media, in this case Instagram, plays important roles in the process of constructing and signifying Indonesianess, because it provides space for actors to collaborate in a continuous project of formulating Indonesianess.;This thesis investigates the contestation and negotiation in Wonderful Indonesia and Pesona Indonesia tourism campaign (WIPI), which happen between actors in social media, Instagram, in a way to construct their Indonesianess. The collected data is categorised into 3 narratives: ?official,? ?triggering,? and ?grassroots?. There are 3 actors in Instagram, @indtravel, Instagram accounts of social media ambassadors and of those five hashtags users, which are identified by their roles, engagements and power relations. To look further into the dynamics of constructing and signifying Indonesianess concepts and theories of national identity, country branding, ideological state apparatuses and interpellation, Instagram as social media, participatory culture and heteroglossia in social media, and cultural intermediaries are used. Research findings reveal that WIPI is a form of country branding reflecting Tourism Ministry?s efforts to construct and narrate Indonesianess as a competitive identity. At a grassroots level, social media ambassadors contest that narrative by highlighting other identities that lie in the periphery. Later, the contestation turns into negotiation once the Tourism Ministry prioritises the use of social media in their campaign. This changes social media ambassadors? role as cultural intermediaries producing grassroots narrative into ones who produce the triggering narrative. This thesis finds all actors utilize Instagram characteristics and features to produce intended or unintended heteroglossic texts that contest against-, interpellate and negotiate with each other. Instagram, whose strong feature lies in visual posts, also contributes in visualizing the imagination of Indonesianess. Social media, in this case Instagram, plays important roles in the process of constructing and signifying Indonesianess, because it provides space for actors to collaborate in a continuous project of formulating Indonesianess., This thesis investigates the contestation and negotiation in Wonderful Indonesia and Pesona Indonesia tourism campaign (WIPI), which happen between actors in social media, Instagram, in a way to construct their Indonesianess. The collected data is categorised into 3 narratives: “official,” “triggering,” and “grassroots”. There are 3 actors in Instagram, @indtravel, Instagram accounts of social media ambassadors and of those five hashtags users, which are identified by their roles, engagements and power relations. To look further into the dynamics of constructing and signifying Indonesianess concepts and theories of national identity, country branding, ideological state apparatuses and interpellation, Instagram as social media, participatory culture and heteroglossia in social media, and cultural intermediaries are used. Research findings reveal that WIPI is a form of country branding reflecting Tourism Ministry’s efforts to construct and narrate Indonesianess as a competitive identity. At a grassroots level, social media ambassadors contest that narrative by highlighting other identities that lie in the periphery. Later, the contestation turns into negotiation once the Tourism Ministry prioritises the use of social media in their campaign. This changes social media ambassadors’ role as cultural intermediaries producing grassroots narrative into ones who produce the triggering narrative. This thesis finds all actors utilize Instagram characteristics and features to produce intended or unintended heteroglossic texts that contest against-, interpellate and negotiate with each other. Instagram, whose strong feature lies in visual posts, also contributes in visualizing the imagination of Indonesianess. Social media, in this case Instagram, plays important roles in the process of constructing and signifying Indonesianess, because it provides space for actors to collaborate in a continuous project of formulating Indonesianess.]
2015
T43660
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>