Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Irwan Dharmawan
Abstrak :
Synchronization of planning and budgeting is a common problem that is often experienced by public organizations in Indonesia, especially in the Ministry of Transportation. The gap in planning and implementation due to this problem is a symptom that the THIS (Thematic, Holistic, Integrative, Spatial) concept has not been able to run optimally and could be optimized through e-government, which does actually not yet reflect the interoperability aspects between each planning application such as e-planning & budgeting; e-performance; e-monitoring & reporting; up to ap2kp (Aplication for Appraisal of Achievement and Calculation of Empoyee Performance). This study uses a qualitative approach with a case study method strengthened by an Analytical Hierarchy Process to examine the application of the electronic-based THIS concept. The results of this study provide policy advices for the preparation of a new ministerial regulation about integrated planning and develop a business process related to the planning flow within the Ministry of Transportation which accommodates the THIS concept.
Jakarta: Kementerian PPN/Bappenas, 2023
650 JISDP 4:1 (2023)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Silverius Yoseph Soeharso
Abstrak :
ABSTRAK
Disertasi ini diajukan sebagai upaya membangun suatu model persamaan struktural untuk menjelaskan intensi buruh untuk mengikuti aksi kolektif. Penelitian ini relevan mengingat teori-teori dan pendekatan-pendekatan psikologi selama ini umumnya menjelaskan gejala aksi kolektif secara parsial. Tujuan utama penelitian ini adalah menganalisis pendekatan integratif yang terdiri dari tiga pendekatan yaitu: psychological social psychology (faktor individual), sociological social psychology (faktor hubungan antar-kelompok) dan pendekatan social constructionsm (faktor masyarakat) untuk menjelaskan intensi buruh untuk mengikuti aksi kolektif, dalam hal ini adalah unjukrasa dan mogok kerja. Penelitian dengan pendekatan integratif ini hendak menguji pola hubungan yang spesifik yang didasarkan dari teori-teori yang menganalisis gejala aksi kolektif dan tingkatan individual, hubungan antar-kelompok dan masyarakat/ideology dimana masing-masing pendekatan diwakili oleh satu atau lebih teori atau variabel. Model penelitian ini mengajukan tiga variabel eksogen yaitu: representasi sosial, komitmen pada perusahaan dan komitmen pada serikat buruh serta empat variabel endogen yaitu identitas sosial, deprivasi relatif, motif harapan-nilai dan intensi untuk mengikuti aksi kolektif. Secara khusus hipotesis penelitian ini adalah (1) intensi untuk mengikuti aksi kolektif secara Iangsung dapat diprediksi oleh empat variabel laten yaitu motif harapan-nilai, deprivasi relatif, komitmen pada perusahaan dan komitmen pada serikat buruh; (2) motif harapan-nilai secara langsung diprediksi oleh identitas sosial dan representasi sosial tentang buruh; (3) ideniitas sosial dan deprivasi relatif diprediksi oleh representasi sosial tentang buruh; (4) pola hubungan pengaruh antar variabel berbeda untuk kedua sampel penelitian. Sampel penelitian adalah 836 buruh tetap yang diambil dari 18 perusahaan manufaktur dan indusiri pengolahan yang terletak di kawasan industri di Jabotabek dan Cilegon. Responden dibagi ke dalam dua kelompok yaitu: a) sampel partisipan (Np=346), yaitu buruh yang pernah mengikuti aksi unjuk rasa dan mogok kerja dalam lima tahun terakhir ketika penelitian di Iakukan dan b) sampel non-partisipan (Np=490), yaitu buruh yang belum pernah mengikuti aksi unjuk rasa dan mogok kerja dalam lima tahun terakhir ketika penelitian dilakukan. Terdapat 7 alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini, dimana 5 alat ukur disusun dan dikembangkan sendiri oleh peneliti, sedangkan dua alat ukur yaitu komitmen pada perusahaan dimodifikasi dan komitmen organisasi Allen & Meyer (1990) dan Seniati (2002) dan komitmen pada serikat buruh yang diadopsi dari Gordon dkk. (1980) keduanya disesuaikan dengan kondisi buruh di indonesia. Untuk membuktikan hipotesis di atas, penelitian dirancang dengan mambangun model yang diuji melalui strategi model generating dalam pengujian model persamaan struktural (Structural Equation Modeling/SEM) dengan teknik analisis multi-sampel dengan menggunakan program LISREL (Linear Structural Relationship) versi 8.50 yang dikembangkan oleh Joreskog dan Sorbom (2001). Hasil penelitian menunjukkan model dasar persamaan struktural tidak memberikan hasil yang bermakna artinya model belum sesuai dengan data. Namun demikian hasil respesifikasi kedua terhadap model dasar dengan tidak mengikutsertakan variabel komitmen pada perusahaan dan komitmen pada serikat buruh memberikan hasil yang bemakna pada kedua sampel penelitian. Pada sampel NP, model respesifikasi kedua yang terdiri dari 5 variabel yaitu representasi sosial, identitas sosial, deprivasi relatif, dan motif harapan nilai mempengaruhi dan intensi buruh untuk mengikuti aksi kolektif sesuai dengan data, ini berarti, model dapat menjelaskan hubungan antara faktor-faktor yang secara bermakna mempengaruhi intensi buruh untuk mengikuti aksi unjukrasa dan mogok kerja di masa yang datang. Namun demikian, pada sampel P, meski ukuran kebermaknaan antara model dengan data telah terpenuhi, namun terdapat hubungan antar variabel yang tidak bermakna. Hal ini secara teoritis tidak didukung atau bertentangan dengan teori. Atas dasar itu maka model dilakukan respesifikasi ulang dengan mengeliminasi variabel motif-harapan nilai. Hasilnya seluruh hubungan antar variabel memberikan pengaruh yang bermakna dan model sesuai dengan data. Dengan membandingkan hasil analisis model persamaan struktural pada kedua sampel menunjukkan bahwa ada perbedaan pada faktor-faktor yang mempengaruhi intensi buruh untuk mengikuti aksi kolektif di masa yang akan datang. Salah satu kemungkinan yang menyebabkan perbedaan kedua model tersebut adalah karena faktor pengalaman yang berbeda antara sampel P dan NP. Penelitian ini juga membuktikan bahwa pendekatan integratif terhadap faktor-faktor individual, hubungan antar kelompok dan masyarakat terbukti dapat menjelaskan intensi buruh untuk mengikuti aksi kolektif secara komprehensif khususnya pada sampel buruh yang belum pernah mengikuti aksi kolektif, sedangkan pada sampel partisipan, hanya integrasi terhadap faktor-faktor hubungan antar-kelompok dan konteks masyarakat yang dapat menjelaskan intensi buruh untuk mengikuti aksi kolektif. Hal ini membuktikan bahwa pada sampel P, responden Iebih melihat kontlik hubungan industrial dari perspektii hubungan antar-kelompok dan masyarakat daripada dari perspeklif interpersonal atau personal. Hasil penelitian ini juga membuktikan bahwa hipotesa 2, 3 dan 4 diterima. Sebagai kesimpulan, pendekatan integratif terhadap faktor-faktor individual, hubungan antar-kelompok dan konteks masyarakat merupakan salah satu pendekatan komprehensif yang dapat digunakan untuk menjelaskan intensi buruh untuk mengikuti aksi kolektif.
Abstract
This dissertation attempts to build a structural model based on an integrative approach for explaining labor intention to participate in collective action. This research is relevant because most of the existing theories and approaches explained collective action phenomena partially. The main objective of this research is to analyse the integrative approach of psychological social psychology (individual factors), sociological social psychology (inter-group relation factors) and social constructionism (societal factor) for explaining labor intention to participate in collective action such as demonstrations and labor strikes. This integrative approach research tested a theoretically derived pattern of specific relationship between individual level of analysis, inter-group relation and societal or ideological level of analysis where each level of analysis was represented by one or more theories or variables- The research model proposes three exogenous latent variables namely: social representation, organizational commitment and union commitment and four endogenous latent variables that are: social identity, relative deprivation, expectancy-value motives and intention to participate in collective action. More specifically, it was hypothesized that: (1) intention to participate in collective action was primarily and directly predicted by four latent variables: expectancy-value motives, relative deprivation, organizational commitment and union commitment; (2) expectancy-value motives was primarily and directly predicted by both social identity and social representation of labor; (3) social identity and relative deprivation was primarily & directly predicted by social representation of labor; and (4) the proposed pattem of relationships holds over in different pattern and effects on different group of samples. The respondents or samples for this research were 836 permanent labors taken from 18 manufacturing and food processor companies in some industrial estates located in North Jakarta, Tangerang, Bekasi, Cikarang, Citeureup, Cibinong, and Cilegon, who had been employed one or more than a year tenure with current employer. The respondents were divided into two group of samples namely: a) participant (N=346), the group of labor who have participated in collective action during the last 5 years from the year 2000 to 2005, when the research conducted; b) non participant (N=490), the group of labor who have not been participated yet-in collective action when the research conducted. There were seven research instruments applied in these research, where live of them were created and developed by the author and the other two that are organizational commitment adopted from Allen & Meyer (1991) and union commitment adopted from Gordon et al. (1980) where its items in both instruments had been adapted to labor conditions in Indonesia. In order to test these hypotheses, a multi-sample analysis was performed using model generating strategy of testing structural equation modeling (SEM) by LISREL (Linear Structurat Relationship) 8.50 version computer program that it was developed by Joreskog & Sorbom in year 2001. The results showed that the proposed pattern of relationships in baseline model has not given yet significant outcome, meaning that, the model did not fit the data. However, the respesification of the model without inclusion of organizational commitment and union commitment variables, has given significant results, and were common for both samples. In non-participant sample, the respesification of the model which consisting of five variables namely; social representation, social identity, relative deprivation, expectancy-value motive and labor intention to participate in a collective action fitted the data, meaning that, the model can explain the relationship among the factors that significantly influenced labor intention to participate in strikes and demonstrations in the future. But, in participant sample, several relationship among variables have not given effects signilicantly, even though, all fitted model criteria were accepted. It means that these results were not supported by theories. For that reasons the second respecitication model need to be modified by eliminating the last individual factor in the model that was expectancy-value motive variable. As a result all the interrelations among variables in the last respecification model which consist of social representation, social identity, relative deprivation and intention to participate in collective action have significant effect and fitted the data, meaning that, these model could explain the labor intention to participate in collective action. By comparing both final models, it could be concluded that the models have different pattern of relationships and effects on both samples. The possible causal factor of these difference was the experience of the workers in participating in the past collective actions. These research findings proved that an integrative approach model which was represented by expectancy-value motives (individual level), both relative deprivation and social identity (inter-group level) and social representation (societal level) do explain labor intention to participate in collective action significantly especially in non-participant sample. But in participant sample there were only two factors namely inter-group relation and societal context that can explain the emerging of the labor intention to participate in collective action. ln other words, respondents in participant sample perceived that industrial relation conflict can be more viewed from inter-group relation and societal context rather than interpersonal or personal point of view. These results also proved that the tested hypothesis number 2, 3 and 4 could be accepted. As a conclusion, the integrative approach to individual factor, inter-group relation factor and societal factor is the one of comprehensive approach that can be used to explain labor intention to participate in collective action.
2006
D683
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Berlin: Blackwell Publishing Limited, 2001
150 APIR
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: LPPM Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya,
300 JPUKIA
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Foley, Jessica M
Abstrak :
Although research has demonstrated the efficacy of psychological services for ameliorating physical conditions, consumers are often uninformed of the advantages of integrated health care. To begin to address this knowledge gap, the authors developed, offered, and assessed a 2-hr community outreach program.
Washington: bimonthly, 2006
150 PPS 37 (2-3) 2006
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Maladi Irianto
Abstrak :
Sebagai salah satu kebutuhan integratif masyarakat petani pedesaan Jawa, Tayub ternyata tetap hidup meskipun ia telah mengalami sejumlah perubahan fungsi. Berdasarkan ciri-ciri masyarakat petani pedesaan Jawa pada umumnya, maka aktivitas masyarakat dan pranata Desa Ngumbul Kecamatan Todanan Kabupaten Blora dan Desa Rejosari Kecamatan Kradenan Kabupaten Grobogan, Propinsi Jawa Tengah, merupakan desa kajian penelitian ini. Selain itu, sebagian besar masyarakat di kedua desa tersebut juga merupakan masyarakat pendukung Tayub. Berdasarkan hasil penelitian di kedua desa tersebut tergambar bahwa sebagai salah satu media yang dijadikan sarana untuk memenuhi kebutuhan integratif, masyarakat pendukung menyikapi Tayub seperti halnya mereka menyikapi keberadaan slametan yakni sebagai sarana untuk menciptakan keselamatan dan rasa aman, sarana untuk menciptakan hubungan antara manusia dengan manusia, manusia dengan alam, dan manusia dengan dunia supernatural dalam rangka mempertahankan moral lokal atau tradisi kecil mereka. Bertolak dari kenyataan tersebut, maka tidak mustahil jika Tayub oleh masyarakat pendukung dianggap merupakan salah satu media yang mampu menampung pandangan, aspirasi, kebutuhan, dan gagasan mereka. Lebih dari itu, Tayub sebagai kebutuhan integratif masyarakat petani pedesaan Jawa pada dasarnya sejalan dengan hakikat keseimbangan, keserasian, dan kenyamanan hidup mereka. Mereka akan tetap mempertahankan dan menyelenggarakan Tayub sebagai bagian dari kebutuhan integratifnya, sepanjang Tayub mampu menampung pandangan, aspirasi, dan gagasan sesuai dengan kebudayaan yang mereka anut. Pandangan, aspirasi, dan gagasan petani pedesaan yang lazim diidentikan dengan tradisi kecil akan mengalami perubahan akibat pengaruh tradisi besar yang diciptakan pemegang kekuasaan dan pemerintah.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Said
Abstrak :
ABSTRAK
Dinamika industri saat ini mendorong organisasi untuk memiliki ketangkasan dalam menjawab tantangan yang ada. Pemimpin dalam organisasi berperan penting dalam menciptakan organisasi yang tangkas dan fleksibel. Ketangkasan belajar learning agility terutama result agility merupakan faktor penting yang harus dimiliki pemimpin. Result agility menggambarkan karakter pemimpin yang mampu memberikan hasil bagi organisasi pada situasi yang sulit, sehingga organisasi dapat bertahan dan mencapai competitive advantage. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara fleksibilitas kognitif terhadap result agility pimpinan unit bisnis organisasi XYZ. Penelitian sebelumnya menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara fleksibilitas kognitif dengan ketangkasan belajar. Result agility yang merupakan salah satu faktor ketangkasan belajar diduga mempunyai hubungan yang sama. Penelitian melibatkan 22 orang partisipan dengan posisi sebagai supervisor, kepala divisi, manajer dan direktur di unit bisnis PT. XYZ. Hasil analisis menggunakan korelasi Pearson menunjukkan bahwa fleksibilitas kognitif mempunyai hubungan positif yang signifikan terhadap result agility r=0,55; p< 0,01 . Program integrative coaching menjadi intervensi yang tepat untuk meningkatkan fleksibilitas kognitif para pimpinan yang sejalan dengan peningkatan result agility yang dimiliki.
ABSTRACT
Today rsquo s industrial dynamic promotes organization agility to encounter all the challenges. Leader in organization has the important role to create an agile and flexible organization. Result agility as one of the prime factor of learning agility which is critical factor that leader should have. It describe a leader who accomplish results for organization even in a difficult situation. The aim of this research is to seek the relationship between leader rsquo s cognitive flexibility and result agility in business unit PT. XYZ. Scholar found that cognitive flexibility has a positive significant relationship with learning agility. Result agility which is one of the learning agility factor is assumed has the same association with cognitive flexibility. This research is conduct with 22 participant who have a position as supervisor, head of division, manager and director in business unit PT. XYZ. The result which analyzed with Pearson correlation indicated that cognitive flexibility have a positive significant relationship with result agility r 0,55 p.
2017
T48568
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Abstrak :
Integrated chain management emerged and developed within the wider context of sustainable development, which is defined as a development that meets the needs of the present without compromising the ability of future generations to meet their own needs....
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rina Shahriyani Shahrullah
Abstrak :
Tanjung Pinang City is a transit area for troubled Indonesian overseas workers from Singapore and Malaysia. Previous research revealed that citizens of Tanjung Pinang City criticized the treatments given by the local government to the deported workers by reason that they were not the citizens of the Riau Islands Province, yet the local government has to provide shelters and funds prior to returning them to their home towns. The treatments for the deported workers in the transit area have also raised pros and cons among the stakeholders who are in charge of handling the deported workers. This circumstance may not occur if a special regional regulation of the Riau Islands Province has been issued to govern the troubled Indonesian overseas workers in the transit area. Due to this vacuum of law, this research aims to establish a mechanism in handling the deported workers in the transit area by designing an integrative-progressive model which can be adopted by the stakeholders. The model is to link the legal and non- legal issues and as well as to provide the collaborative mechanisms for the stakeholders based on the approaches of the integrative and progressive legal theory.

Kota Tanjung Pinang merupakan salah satu daerah transit bagi Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah/TKIB yang dideportasi dari Malaysia dan Singapura. Pada penelitian sebelumnya menyatakan bahwa penduduk Tanjung Pinang mengkritisi layanan yang diberikan pemerintah kota kepada warga deportasi pada dasarnya bukan warga Provinsi Kepulauan Riau. Pro dan kontra pendapat mengenai kebijakan Pemerintah dalam menangani TKIB termasuk penyediakan rumah penampungan dan pendanaan untuk memulangkan mereka ke kampung halamannya. Hal ini tidak akan terjadi seandainya Pemerintah Kepulauan Riau menerbit Perda terkait penanganan TKIB di daerah transit. Sehubungan dengan kekosongan hukum tersebut, penelitian ini bertujuan merumuskan mekanisme penanganan TKIB di daerah transit dengan merancang model intergratif-progersif yang dapat diadopsi oleh pihak terkait. Model tersebut menghubungkan persoalan hukum dan non hukum serta mekanisme kolaborasi bagi pihak terkait berdasarkan pendekatan teori hukum intergratif dan progresif.
University of Indonesia, Faculty of Law, 2015
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>