Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hawasi
Jakarta: Poliyama Widyapustaka, 2003
101 HAW i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ani Soekowati
"Revolusi ilmu penngetahuan pada abad ke-17 dan abad ke-18 serta revolusi Kantian pada abad ke-18 yang berlangsung di Barat, telah mengakibatkan tergugahnya kesadaran manusia akan daya konstruksi akalnya. Manusia semakin giat mempergunakan kemahiran akal. Temuan-temuan baru, inovasi-inovasi menyemarakkan kehidupan barat. Ilmupengetahu.an semakin maju dan kehidupan menjadi semakin asyik, mudah, murah, efisien. Dunia barat dilanda demam iptek. Pada abad ke-20 mulai timbul kekuatiran dan kecemasan akan bahaya-bahaya yang tersembunyi di belakang lajunya pertumbuhan ilmu. pengetahuan serta penerapannya.
Berbagai teori diajukan untuk menanggulangi dampaknegatif yang ditimbulkan iptek. Terutama mazhab Frankfurtdengan teori kritis telah mengupas situasi dunia barat.
Tulisan-tulisan teori kritis telah menarik perhatian kaum intelektual muda di Indonesia. Maka timbul pertanyaanapakah ajaran ini dapat ditransfer ke negara kita.
Penulis mengajukan su.atu teori lain, yang lebih cocok dengan Pancasila. Dampak negatif yang ditimbulkan iptek dapat diatasi dengan sikap eling dan waspada yang harus dimiliki para ilmuwan dan para pemilik ilmu pengetahuan, dengan penguasaan alam dalam diri sendiri secara mu.tlak.
Selain itu untuk setiap disiplin ilmu diperlukan pemahaman akan filsafat ilmu pengetahuan dan disiplin ilmu yang bersangkutan."
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Buddingh, C.
Amsterdam: De Bezige Bij, 1967
BLD 839.36 BUD d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Situmeang, John
"Tulisan ini membahas isu keadilan. Keadilan membawa manfaat dan nikmat bagi masyarakat dan manusia pada umumnya. Sebaliknya ketidak-adilan bahwa kesangsaraan dan permusuhan. Semula dikenali empat penyebab ketidak-adilan yaitu scarcity of resources, egoisme yang berlebihan, conflict of interest, dan oppression."
Jakarta: The Ary Suta Center, 2023
330 ASCSM 63 (2023)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Pemikiran Murdoch memberikan dobrakan besar dalam etika abad ke-20, bahkan begitu berbeda denganaliran utama filsafat moral selama 4000 tahun terakhir. Tesis Murdoch di dalam karya filosofis utamanya berjudul The Sovererignty of Good. Kita dapat melihat bahwa Murdoch dipengaruhi oleh ide tentang "Yang Baik" (The Good) dari Plato dan konsep " perhatian" (attention) dari Simone Weil. Dengan mengembangkan dua konsep kunci tersebut, Murdoch mengkritik pandangan filsafat analitik dari Ayer dan pandangan eksistensialisme dari Sartre bahwa dunia empiris bebas nilai dan moralitas tidak berkaitan dengan keadaan nyata di luar kita. Dengan mengkritik perkembangan etika pasca Kant, Murdoch semakin menajamkan pula pandangannya tentang " Yang Baik", serta jalan menuju kesana..."
DRI 37:1 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Gaudensia Diana K. F.
"Seiring perkembangan arus informasi-komunikasi, gerakan reformasi, dan tuntutan transparansi di segala bidang, perhatian HAM - hak dasar manusia yang secara alamiah melekat pada diri manusia yang tanpa (hal) itu manusia tidak dapat hidup secara wajar sebagai manusia, hak yang dimiliki manusia karena ia manusia kian mengemuka dan intens. Pemerintah yang sedang berkuasa didesak untuk secara transparan dalam melaksanakan kebijakannya dan menghormati HAM secara benar proporsional, demikian pula bagi TNI. Sayangnya, disaat melaksanakan tugas pokoknya sering muncul tudingan bahwa TNI telah melanggar HAM. Karena itu penegakan HAM - termaktub dalam Pancasila, Pembukaan UUD 1945, Sapta Marga, Sumpah Prajurit, 8 Wajib TNI - menjadi sangat urgen dan mendesak untuk diwujudnyatakan pertama-tama demi memulihkan citra dan kredibilitas TNI sebagai institusi berwibawa, yang pada akhirnya demi terlaksananya tugas pokok TNI.
Berkaitan dengan penegakan HAM yang menjadi kewajiban prajurit, maka kajian etika yang paling mungkin diterapkan - dalam situasi khas tugas dan karakteristik dasar prajurit adalah etika yang bersifat mutlak, perintah yang tidak dapat ditawar-tawar dari Immanuel Kant, yaitu doktrin imperatif kategoris. Kant menegaskan bahwa kewajiban - misalnya menegakkan HAM - bersifat mutlak, tanpa dapat ditolak, berdasarkan keharusan obyektif dan bukan paksaan, berlaku bagi siapa saja, tak syarat, tanpa kekecualian, secara niscaya.
Dalam hal ini Kant membuat beberapa terobosan, a.l: pertama, bahwa martabat manusia wajib dijunjung tinggi dan diperlakukan serentak sebagai tujuan pada dirinya sendiri. Dengan mengacu pada doktrin imperatif kategoris, prajurit di samping melaksanakan tugasnya juga berkewajiban menghormati HAM. Musuh yang sudah menyerah dan secara nyata tidak mempunyai kemampuan lagi untuk mengadakan perlawanan harus diperlakukan menurut aturan yang berlaku (misalnya Hukum Humaniter, Konvensi Jenewa, Bertempur secara Benar). Kedua, etika diasalkan dan ditujukan pada kehendak bebas manusia yang berbudi. Prajurit sudah seharusnya secara otonom, bukan karena perintah, atau keharusan lain di luar dirinya untuk menegakkan HAM. Ia dengan sendirinya menyadari bahwa usahanya untuk menegakkan HAM berasal dari dirinya, dalam kesadaran sebagai manusia yang berbudi, manusia yang mempunyai hati nurani untuk menghormati orang lain sebagai mana layaknya ia sebagai manusia. Ketiga, Kant memberikan pandangan kewajiban moral yang bersifat mutlak dengan ciri murni dan apriori. Dalam hal ini prajurit mutlak harus menegakkan HAM di mana ia bertugas dan berada. Siapa pun prajurit yang bersangkutan, apa pun pangkat dan jabatannya, keharusannya untuk menghormati HAM selalu berlaku, di mana-mana dan tanpa terkecuali.
Tentu tidaklah mudah untuk menegakkan HAM sesuai dengan doktrin imperatif kategoris dari Kant ini. Kesulitan pertama muncul ketika perintah yang bersifat imperatif kategoris ini dalam pelaksanaannya justru cenderung menjadi imperatif hipotetis. Penegakan HAM oleh prajurit bukanlah karena pribadi otonomnya sebagai manusia sungguh menyadari pentingnya menegakkan HAM, tetapi semata-mata karena di samping tugasnya ia juga diperintah untuk menegakkan HAM. Di samping itu imperatif kategoris dari Kant ini bersifat keras dan kaku. Kewajiban - bahwa saya, selaku prajurit, memang harus menegakkan HAM - lantas menjadi tolok ukur nilai moral suatu tindakan, bukan misalnya kebahagiaan, kepuasan diri, ketenangan batin karena berhasil menghargai HAM orang lain.
Kendati sulit untuk dilaksanakan bukanlah berarti doktrin imperatif kategoris ini tidak dapat dilaksanakan karena betapa baiknya dan luhurnya jika prajurit menegakkan HAM berdasarkan kesadaran pribadinya yang otonom bahwa HAM harus ditegakkannya, dalam situasi dan kondisi yang bagaimana pun, di mana-mana dan kapan pun, bukan karena alasan lain yang berada di luar dirinya. Salah satu caranya adalah dengan terus menerus memberdayakan hati nurani, bahwa norma terpenting yang harus dipegangnya adalah martabat manusia.Dengan demikian diharapkan penegakan HAM bukanlah dirasakan sebagai sesuatu yang mengganjal tugas pokoknya, tetapi justru mengarahkan pada keberhasilan tugas pokok secara optimal. Bukan pula sesuatu yang berada di luar dirinya sehingga harus dicecoki, diajari, dipaksakan supaya dimengerti dan dilaksanakan, tetapi ada dalam dirinya, dalam kesadaran hati nuraninya bahwa HAM memang sudah sepantasnya ditegakkan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
T11606
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Albertus Harsawibawa
"Tesis ini berusaha untuk mendapatkan pemahaman yang utuh dan mendalam atas pemikiran Estetika Kant. Oleh sebab itu ia harus berbicara tentang latar belakang pemikiran Estetika Kant yang meliputi pemikiran urnurn Kant di dalam filsafat kritisnya, dan juga Sejarah Estetika pra-Kant.
Dengan menggunakan filsafat kritisnya sebagai latar belakang, maka pemikiran Estetika Kant dipandang sebagai usaha untuk menjembatani "jurang" antara "keniscayaan alam" -- hasil pemikiran Critique of Pure Reason, dan "kebebasan" -- hasil Critique of Practical Reason. Jadi, keindah.an analog dengan keniscyaan alam, dan sublim analog dengan kebebasan. Sedangkan seni dan genius nienunjukkan analogi kerjasama antara alam dan kebebasan dalam menghasilkan suatu bal.
Dengan menggunakan Sejarah Estetika sebagai latar belakang, pemikiran Estetika Kant menjadi kulminasi dari permasalahan-permasalahan Estetika pra-Kant, terutama permasalahan Estetika yang dimunculkan oleh para filsuf Inggris. Unsur penyatu di dalam pemikiran Estetika Kant itu adalah "judgment". Secara garis besar pokok-pokok permasalahan di dalam pemikiran Estetika Kant dapat dibagi menjadi dua, yaitu: (1) permasalahan keindahan dan sublim, dan (2) permasalahan seni dan genius.
Pembahasan permasalahan keindahan dan sublim di.mulai dengan menggunakan sarana judgment of taste, dan judgment of taste itu sendiri diterangkannya dengan menggunakan momen-momen seperti yang terdapat di dalam Critique of Pure Reason. Menurut Kant, terdapat 4 momen judgment of taste, dan mereka disebut "momen-momen keindahan". Keindahan dan sublim merupakan objek-objek yang menghasilkan peristiwa estetis. Keduanya memiliki perbedaan yang mendasar, yaitu: keindahan bersifat sangat teratur, sedangkan sublim bersifat sangat tidak teratur -- sublim kemudian dibedakan menjadi sublim yang matematis dan sublim yang dinamis.
Setelah keindahan dan sublim adalah permasalahan seni dan genius. Maksud kedudukan seni dan genius di dalam "Deduksi Aesthetic Judgment" adalah bahwa, pertama-tama, genius di dalam seni menunjukkan peran atau sumbangan alam dalam "peristiwa keindahan" di dalam seni. Kedua, "seni" dalam arti Kantian adalah bukan objek khusus yang hadir di hadapan kita; "seni" dalam arti Kantian adalah semacam "proses", ia adalah suatu "gangguan" di satu atau dua pancaindera kita! "Proses permainan" itu terjadi di dalam dunia supersensible. Hal ini membuktikan keberadaan dunia supersensible. Kembali lagi pada persoalan genius di atas; hanya seorang genius saja yang dapat membuat atau berbuat hal seperti itu."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Johanis Putratama Kamuri
"Agen moral otonom ndash;yang bebas dari pengaruh ekstenal dan secara a priori merumuskan prinsip-prinsip oyektif-universal yang menjadi kewajibannya ndash;dikonstruksi Kant dalam pengaruh Pencerahan, yang cenderung bersandar pada rasio dan menolak tradisi atau otoritas eksternal. Di sisi lain agen moral historis ndash;yang berakar dalam komunitas dan dideterminasi historisitasnya ndash;dirumuskan MacIntyre di bawah pengaruh Postmodernisme yang asumsi-asumsi Pencerahan seperti otonomi. Dengan menggunakan hermeneutika Gadamer sebagai conceptual framework dan didukung oleh konsep refleksi kritis Habermas, ditemukan bahwa operasi akal dan hati nurani untuk menginternalisasi dan mengkritisi norma-norma komunitas memungkinkan agen moral historis tetap memiliki otonomi karena tidak dideterminasi oleh historisitasnya.

Autonomy moral agent ndash free of external influence and in a priori formulates objective and universal principles that become his obligation ndash constucted by Kant in the effects of enlightenment, which inclined towards rationality and rejected traditional or external authority. On the other hand, historical moral agent ndash grounded in community and determined by his historicity ndash defined by MacIntyre in light of Postmodernism with its anti enlightenment assumtions like authonomy. Using Gadamer rsquo s hermeneutics as conceptual framework, supported by a critical theory of Habermas, it was found that operation of reason and conscience to internalized and critized the norms of community enable autonomy of historical moral agent because he is not determined by his historicity.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frandy Antoniwijaya
"Sebuah pemikiran mengenai kepemilikan atas diri sendiri, atau sebuah terminologi yang sering digunakan yaitu Self-Ownership merupakan sebuah konsep yang dapat dilacak secara historis. Sebuah pemikiran konseptual mengenai kepemilikan atas diri sendiri merupakan sebuah konsep yang seringkali dikaitkan dengan sebuah konsep keadilan. Hal ini, mengundang sebuah pertanyaan yang mendasar mengenai justifikasi epistemologis dari sebuah akar konseptual konsep Self-Ownership dan identifikasi epistemologis tersebut adalah konsep imperatif kategoris Immanuel Kant dengan segenap konsep pendukungnya.

A thought of Self-Ownership, or a frequently used terminology of Self-Ownership is a historically traceable concept. A conceptual concept of Self-Ownership is a concept often associated with a concept of justice. This invites a fundamental question of the epistemological justification of a conceptual root of the concept of Self-Ownership and the epistemology identification of it is the concept of Immanuel Kant Imperative Category and its whole supporting concept.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mireille Marcia Karman
"ABSTRAK
This article would follows the history of the concept of territoriality as described by Schmitt and
Kant which place the appearance of territorial attachment to a context. The author wants to point
out the problems that arise when the territory is taken from that context and adopted in a
globalized world which has a different context. Taking territory as the undeniable norm of a
modern state contributes to create some latent problems: ethnic or religious identity issues that
need to subject to national identity, inability to deal with non-territorial political entities, and
inability to imagine effective ways to mobilize effective authority regardless of material capacity.
This article concludes with a suggestion to reopen the discussion about the importance of
territoriality for a country and whether the concept can still serve as an assumption of state
security and unity"
Depok: Departemen Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
320 UI-GLOBAL 18:2 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>