Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rella Kumala
"Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kebutuhan industri akan material untuk aplikasi-aplikasi khusus semakin meningkat. Diantaranya kebutuhan akan material sebagai cetakan plastik dan baja perkakas pengerjaan dingin. Calmax adalah material yang banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk mengoptimalkan sifat Calmax seperti kekerasan dan kekuatannya dilakukan pengerasan dengan cara pendinginan cepat (pencelupan). Penelirian ini dilakukan untuk mengetahui perilaku Calmax terhadap perlakuan panas. Proses yang dilakukan pada penelitian ini adalah austenisasi pada temperatur 950° selama 30 menit, dan utuk mendapatkan keseragaman temperatur dilakukan pemanasan awal yaitu pada temperatur 600°C yang ditahan selama 1 jam. Setelah austenisasi, sampel dicelup pada media celup yang berbeda-beda, dalam penelitian ini digunakan media oli Iloquench No. 1, Iloquench No. 32, dan Fluidised-Bed. Selanjutnya dilakukan temper, yaiiu pemanasan sampai temperatur 400°C dan ditahan seiama 1 jam, kemudian didinginkan di udara. Dalam penelitian ini dilakukan pengujian kekerasan dan foto struktur mikro pada sebelum perlakuan panas (kondisi anil), sesudah pencelupan, dan sesudah temper dan pengukuran dimensi dilakukan sebelum dan sesudah perlakuan panas untuk mengetahui perubahan dimensi yang terjadi. Dari hasil penelitian diketahui bahwa pendinginan cepat dapat meningkatkan kekerasan dengan terbentuknya struktur martensit akan terapi terjadi pula perubahan dimensi yang ridak diinginkan. Dari ketiga sampel yang digunakan, pada sampel yang mengalami pendinginan paling cepat, akan terjadi perubahan dimensi paling besar, terutama pada bagian celah yang mengalami perubahan dimensi 5.19%. Jadi media celup yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda pula. Untuk itu hendaknya pemilihan media celup diperhatikan pada saat merencanakan proses perlakuan panas."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S47880
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Mahmudah
"Kebuiuhan akan material rekayasa yang memiliki sifat ketahanan aus yang baik, kekerasan permukaan dan ketangguhan yang tinggi menjadi alasan pentingnya proses karburisasi padat dengan metode pencelupan yang bervariasi. Proses karburisasi padat dapat meningkatkan kekerasan permukaan material, sementara bagian intinya tetap lunak. Penambahan 25% energizer, pemilihan temperatur proses serta pemilihan metode peucelipan terientu, merupakan fungsi kontrol proses untuk mendapatkan kekerasan dan kedalaman pengerasan (case depth) sesuai kebutuhan.
Proses karburisasi padat umunmya dilakukan pada range temperatur 850-925°C, tetapi wniuk aplikasi tertenta dapat digunakan temperatur overheating (/050°C). Proses karburisasi dilakukan dengan media arang batok kelapa ditambah 25% energizer (NaxCQ;), Penambahan 25% energizer dapat mengakibathan oksidasi pada permukaan material, karena jumiah oksigen yang berlebihan. Media pencelupan yang digunakan adalah air dengan metode pencelupan langsung, pencelupan tunggal dan pencelupan ganda, Ketiga metode ini menghasilkan kekerasan dan kedalaman pengerasan yang berbeda-beda.
Pemanasan material sampai temepratur austenisasi, ferufuma pada femperatur overheating akan menghasilkan austenit sisa dalam jumiah yang signifikan, apabila dicelup langsung ke dalam media celup. Hal ini akan mengurargi kekerasan kekerasan permukaan yang dihasilkan, Austenit sisa tersebut dapat dikurangi dengan melakukan proses pencelupan kedua."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2001
S41579
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dino Adipradana Darwanto Haroen
"

High-strength low alloy steel atau biasa disebut baja HSLA merupakan material yang digunakan untuk komponen excavator bucket tooth pada industri alat berat. Komponen ini diproduksi di Indonesia tanpa adanya kegagalan pada produk, namun ketika diekspor ke luar negeri, produk mengalami retak yang diindikasikan sebagai delayed crack. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa delayed crack ini terjadi akibat hadirnya austenit sisa yang merupakan fasa metastabil dan dapat bertransformasi secara isotermal menjadi fasa lain serta menghasilkan tegangan sisa sehingga berujung pada inisiasi retak. Penelitian ini memfokuskan pada metode untuk mengurangi jumlah austenit sisa dengan memvariasikan waktu tempering pada perlakuan double tempering (QTT). Namun, nilai kekerasan akhir juga dipertimbangkan pada penelitian ini agar sesuai pada standar komponen industri alat berat. Temperatur tempering yang digunakan adalah 205°C dan waktu tempering yang digunakan adalah 68 menit x 2 (t1), 81 menit x 2 (t2), 94 menit x 2 (t3), dan 107 menit x 2 (t4). Perlakuan tempering dapat secara efektif menurunkan jumlah austenit sisa karena ketika tempering austenit sisa akan terdekomposisi menjadi fasa lain. Selama perlakuan tempering juga, martensit akan terdekomposisi menjadi tempered martensite sehingga kehilangan sebagian atom karbonnya (loss of tetragonality) dan menjadi lebih lunak. Karakterisasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah OM, SEM, Image-J (image analyzer), microvickers (kekerasan mikro), dan Rockwell C (kekerasan makro). Setelah dianalisis, penelitian ini mendapatkan hasil mikrostruktur berupa martensit (fresh martensite & tempered martensite), bainit (lower bainite), dan austenit sisa. Ditemukan pula karbida transisi pada bilah-bilah martensit. Ukuran fasa martensit (panjang bilah/jarum) tidak mengalami perubahan yang signifikan (cenderung seragam) seiring peningkatan waktu tempering. Peningkatan waktu tempering memengaruhi jumlah austenit sisa yang mengalami penurunan dan jumlah tempered martensite meningkat. Jumlah austenit sisa seiring peningkatan variabel waktu tempering mengalami penurunan dari 2.88%, 1.93%, 1.15%, dan 0.65%. Sementara itu, nilai kekerasan yang dihasilkan seiring meningkatnya waktu tempering adalah 49.43 HRC, 48.21 HRC, 47.78 HRC, dan 46.93 HRC dimana nilai kekerasan mengalami penurunan yang tidak signifikan. Maka, peningkatan waktu tempering dari 68 menit x 2 (t1), 81 menit x 2 (t2), 94 menit x 2 (t3), hingga 107 menit x 2 (t4) akan menurunkan potensi terjadinya delayed crack karena jumlah austenit sisa dapat berkurang, namun tetap memiliki nilai kekerasan yang baik.


The high-strength low alloy steel or commonly called HSLA steel is a material used for bucket tooth excavator components in the heavy equipment industry. This component was produced in Indonesia without product failure, but when exported abroad, the product experienced cracks which was indicated as delayed crack. Previous studies have suggested that this delayed crack occurred due to the presence of retained austenite which is a metastable phase and can be transformed isothermally into another phase and produces residual stress resulting in crack initiation. This study focuses on methods to reduce the amount of retained austenite by varying the tempering time in the double tempering (as-QTT) treatment. However, the final hardness value was also considered in this study to fit the heavy equipment industry component standard. The tempering temperature was 205°C and the tempering time was 68 minutes x 2 (t1), 81 minutes x 2 (t2), 94 minutes x 2 (t3), and 107 minutes x 2 (t4). The tempering treatment can effectively reduce the amount of residual austenite because when tempering the retained austenite will decompose into another phase. During tempering too, martensite will decompose into tempered martensite so that it loses some of its carbon atoms (loss of tetragonality) and becomes softer. The characterizations carried out in this study are OM, SEM, Image-J (image analyzer), microvickers (micro hardness), and Rockwell C (macro hardness). After being analyzed, this study obtained the results of microstructure in the form of martensite (fresh martensite & tempered martensite), bainite (lower bainite), and retained austenite. Also found transition carbides on martensite laths. The size of the martensitic phase (length of the lath/needle) does not change significantly (tends to be uniform) with increasing tempering time. An increase in tempering time affects the amount of retained austenite that has decreased and the amount of tempered martensite increases. The amount of retained austenite with increasing tempering time variables decreased from 2.88%, 1.93%, 1.15%, to 0.65%. Meanwhile, the value of hardness produced with increasing tempering time was 49.43 HRC, 48.21 HRC, 47.78 HRC, and 46.93 HRC where the value of hardness experienced an insignificant decrease. Thus, increasing the tempering time from 68 minutes x 2 (t1), 81 minutes x 2 (t2), 94 minutes x 2 (t3), until 107 minutes x 2 (t4) will reduce the potential for delayed cracks to occur because the amount of retained austenite can be reduced, but still has a good hardness value.

"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haikal Muhammad Heragandhi
"Perkembangan produk elektronik di era modern ini sangat pesat. Namun, perkembangan ini juga meningkatkan limbah elektronik yang dihasilkan. Salah satu komponen penting dalam produk elektronik adalah printed circuit board atau PCB. PCB dapat menghasilkan limbah yang berbahaya jika dibiarkan menumpuk menjadi e-waste. Dengan demikian, penelitian ini menggunakan bahan dasar PCB untuk dijadikan micro dispersed fluid dengan fluida air serta surfaktan Sodium Dodecylbenzenesulfonate yang akan digunakan untuk proses perlakuan panas pada baja AISI 4140. Dalam penelitian ini, partikel dikarakterisasi dengan X-Ray Fluorescence (XRD), X-Ray Diffraction (XRD), dan Particle Size Analyzer (PSA). Partikel yang digunakan adalah dengan persentase 0%, 0,1%, 0,3%, dan 0,5% dan akan disintesis menjadi micro dispersed fluid dengan metode 2 tahap, kemudian akan ditambahkan surfaktan Sodium Dodecylbenzenesulfonate (SDBS) sebesar 0%, 3%, 5% dan 7% dengan tujuan untuk menstabilkan micro dispersed fluid. Setelah itu dilakukan dispersi partikel melalui proses ultrasonifikasi selama 15 menit. Kemudian dilakukan proses pendinginan cepat menggunakan baja AISI 4140 dengan micro dispersed fluid sebagai media pendingin dengan suhu austenisasi 900oC. Karakterisasi yang dilakukan pada baja AISI 4140 adalah Optical Emission Spectroscopy (OES), Optical Microscropy (OM), dan Rockwell C. Hasil yang didapatkan adalah penambahan partikel pada micro dispersed fluid meningkatkan laju pendinginan serta kekerasan hingga 0,1% partikel. Sedangkan penambahan surfaktan SDBS menurunkan laju pendinginan serta kekerasan dari baja. Seluruh baja AISI 4140 yang dilakukan proses perlakuan panas menghasilkan struktur martensite. Namun, terdapat beberapa variabel media pendingin micro dispersed fluid yang menghasilkan juga mikrostruktur austenit sisa.

In the modern era, the development of electronic is very rapid. However, this development also increases the amount of electronic waste produced. One important component in electronic products is the printed circuit board or PCB. PCB can generate hazardous waste if left to accumulate as e-waste. Therefore, this research uses PCB as the base material to create a nanofluid with water and Sodium Dodecylbenzenesulfonate surfactant, which will be used for heat treatment processes on AISI 4140 steel. In this research, nanoparticles are characterized using X-Ray Fluorescence (XRF), X-Ray Diffraction (XRD), and Particle Size Analyzer (PSA). The nanoparticles used have percentages of 0%, 0.1%, 0.3%, and 0.5% and will be synthesized into a nanofluid using a two-step method. Then, Sodium Dodecylbenzenesulfonate (SDBS) surfactant will be added at concentrations of 0%, 3%, 5%, and 7% to stabilize the nanofluid. Afterward, the nanoparticle dispersion process is carried out through ultrasonication for 15 minutes. Subsequently, the rapid cooling process is performed using AISI 4140 steel with the nanofluid as the cooling medium at an austenitizing temperature of 900°C. The characterization techniques conducted on AISI 4140 steel are Optical Emission Spectroscopy (OES), Optical Microscopy (OM), and Rockwell C. The results show that the addition of nanoparticles to the Micro dispersed fluid increases the cooling rate and hardness up to 0.1% particle concentration. Meanwhile, the addition of SDBS surfactant decreases the cooling rate and hardness of the steel. All AISI 4140 steel samples subjected to heat treatment produce a martensite structure. However, there is retained austenite microstructure in some of the testing variables."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Ragagora Athalladinata Widagdo
"Media pendingin dapat di tingkatkan performanya dengan menggunakan nanofluida, dengan cara menggunakan nanopartikel didalam fluida untuk meningkatkan kecepatan laju pendinginan, salah satunya dengan meningkatkan konduktivitas termal. Di dalam penelitian ini, nanopartikel yang digunakan adalah Carbon Nanotubes dengan persentase 0,1%, 0,3%, dan 0,5% yang akan disintesis menjadi nanofluida dengan metode 2 tahap, setelah itu akan ditambahkan surfaktan Cetyl Trimethylammonium Bromide (CTAB) sebesar 10%, 20%, dan 30% untuk menstabilkan nanofluida. Setelah itu nanofluida yang sudah diperoleh dilakukan proses ultrasonikasi selama 15 menit. Setelah itu dilakukan proses pendinginan cepat menggunakan baja S45C dengan nanofluida sebagai media pendingin dengan suhu austenisasi 900oC. Didapatkan hasil dari penelitian bahwa nilai dari konduktivitas termal yang didapat menurun seiring dengan penambahan surfaktan, dimana pada penelitian didapatkan konduktivitas termal tertinggi berada pada variabel dengan tanpa adanya tambahan surfaktan, kecuali di sampel dengan CNT 0,1%.  Hasil optimal dari nilai kekerasan dan juga konduktivitas termal terdapat pada variabel dengan konsentrasi CNT 0,1% dengan penambahan surfaktan CTAB sebanyak 10%. Didapatkan nilai kekerasan maksimal sebesar 23 HRC, dan nilai konduktivitas termal terbesar berada di angka 0,64 W/mK.

The cooling media performance can be improved by using the nanofluids, by using nanoparticles in the fluid to increase the speed of cooling rate, one of which is by increasing thermal conductivity. In this study, the nanoparticles used are Carbon Nanotubes with a percentage of 0.1%, 0.3%, and 0.5% which will be synthesized into nanofluids by a 2-stage method. After that, it will be added surfactant Cetyl Trimethylammonium Bromide (CTAB) by 10%, 20%, and 30% to stabilize nanofluids. After that nanofluids that have been obtained are processed by ultrasonication for 15 minutes. After that, a rapid cooling process is carried out using S45C steel with nanofluids as a cooling medium with an austenization temperature of 900oC. The results of the study found that the value of thermal conductivity obtained decreased along with the addition of surfactants, where in the study obtained the highest thermal conductivity was in variables with no additional surfactant, except in samples with CNT 0.1%.  The optimal result of hardness values and thermal conductivity is found in variables with a CNT concentration of 0.1% with the addition of 10% CTAB surfactants. The maximum hardness value is 23 HRC, and the largest thermal conductivity is 0.64 W/mK."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Safira Salmadewi
"Pada perkembangan teknologi terbaru dilakukan penambahan nanopartikel ke dalam media quench untuk meningkatkan konduktivitas termal dalam perpindahan panas yang disebut sebagai nanofluida. Pembuatan nanofluida diawali dengan milling partikel biomassa karbon batok kelapa selama 15 jam dengan kecepatan 500 rpm untuk mereduksi ukuran, kemudian nanopartikel tersebut dengan konsentrasi 0,1%w/v, 0,3%w/v dan 0,5%w/v didispersikan ke dalam fluida dasar oli 5W-40 menggunakan ultrasonikasi, baik tanpa penambahan surfaktan maupun dengan penambahan surfaktan Sodium Dodecylbenzene Sulfonate (SDBS), Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide (CTAB), atau Polyethylene glycol (PEG) sebanyak 3%w/v untuk meningkatkan stabilitas. Proses perlakuan panas dilakukan dengan memanaskan baja karbon S45C hingga suhu 900 ̊C kemudian di quench menggunakan media quench berupa nanofluida karbon batok kelapa. Karakterisasi nanopartikel dilakukan dengan SEM, EDS dan PSA, selanjutnya karakterisasi nanofluida dilakukan dengan pengujian zeta potensial, viskositas dan konduktivitas termal, sedangkan Baja S45C dikarakterisasi dengan OES, kekerasan dan struktur mikro. Secara garis besar terjadi penurunan konduktivitas termal nanofluida dengan meningkatnya konsentrasi nanopartikel. Konduktivitas termal tertinggi dimiliki oleh nanofluida dengan konsentrasi 0,3%w/v dengan penambahan surfaktan CTAB dengan nilai 0,173 W/mK. Setelah dilakukan heat treatment pada baja S45C menggunakan media quench nanofluida dapat diamati peningkatan kekerasan, namun penggunaan konsentrasi nanopartikel yang berlebih dapat menyebabkan terjadinya aglomerasi sehingga saat nanofluida tersebut digunakan sebagai media quench dapat menurunkan kekerasan baja S45C. Kekerasan tertinggi dimiliki oleh baja S45C yang di quench menggunakan nanofluida dengan konsentrasi 0,1%w/v serta penambahan surfaktan SDBS maupun PEG dengan nilai kekerasan keduanya 0,36 HRC. Nanofluida dengan konduktivitas termal tertinggi sebagai media quench tidak menunjukan hasil kekerasan yang tertinggi pada baja S45C.

In the latest technological developments, nanoparticles are added to the quench media to increase thermal conductivity in heat transfer, which is known as nanofluid. The fabrication of nanofluids starts with milling coconut shell carbon biomass nanoparticles for 15 hours at 500 rpm to reduce their particle size, then the nanoparticles with concentrations of 0.1%w/v, 0.3%w/v, and 0.5%w/v respectively are dispersed into 5W-40 as base fluid using ultrasonication, either without the addition of surfactants or with the addition of the surfactant Sodium Dodecylbenzene Sulfonate (SDBS), Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide (CTAB), Polyethylene glycol (PEG) with a concentration of 3%w/v to increase the stability. The heat treatment process is carried out by heating S45C carbon steel to a temperature of 900°C and then quenched with coconut shell carbon nanofluid as a quench media. Nanoparticles are characterized with SEM, EDS, and PSA, then the nanofluids are characterized by testing the zeta potential, viscosity, and thermal conductivity, while S45C steel was characterized by OES, hardness and microstructure observations. In general, the thermal conductivity of nanofluids decreases with the increasing concentration of nanoparticles. The highest thermal conductivity value was obtained by nanofluids with a concentration of 0.3%w/v with the addition of CTAB surfactant, which the value is 0.173 W/mK. After heat treatment of S45C steel using nanofluid as media quench, an increase of hardness in S45C steel can be observed, but the use of an excessive concentration of nanoparticles can cause agglomeration of nanoparticles in nanofluid so that when nanofluid is used as a quenching medium it can reduce the hardness of S45C steel. S45C steel which is quenched using nanofluid with a concentration of 0.1% w/v with the addition of SDBS or PEG surfactants has the highest hardness and the value is 0.36 HRC. The highest thermal conductivity in nanofluid didn’t show the highest hardness value of S45C steel after quench."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Tri Vanindita
"Meningkatnya penelitian akan nanofluida berbasis karbon mengakibatkan adanya dorongan untuk mengembangkan nanofluida alternatif yang memiliki harga yang relatif lebih rendah, yaitu nanofluida berbasis partikel karbon yang berasal dari karbon biomassa. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari kondisi optimum pada proses pendinginan baja S45C dengan melihat pengaruh media quench nanofluida berbasis partikel karbon dari arang batok kelapa hasil dry milling menggunakan parameter waktu milling dan kecepatan milling yang bervariasi. Variasi waktu milling yang digunakan yaitu 10, 15, dan 20 jam, sedangkan variasi kecepatan milling yaitu 250, 500, dan 750 rpm. Nanofluida disintesis melalui metode dua tahap, yaitu dengan memproduksi partikel terlebih dahulu melalui proses dry milling, kemudian 0.1% w/v partikel hasil milling didispersikan ke dalam 100 ml air distilasi dengan menambahkan 3% w/v surfaktan SDBS. Pada penelitian ini partikel karbon dikarakterisasi menggunakan pengujian SEM, EDS, dan PSA. Nanofluida dikarakterisasi menggunakan pengujian konduktivitas termal, zeta potensial, dan viskositas. Sampel baja S45C dikarakterisasi menggunakan pengujian OES, uji kekerasan Rockwell, dan pengamatan mikrostruktur. Hasil yang didapatkan dari penelitian bahwa ukuran partikel mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan waktu milling pada kecepatan milling 250 dan 500 rpm. Sedangkan pada kecepatan milling 750 rpm mengalami penurunan ukuran partikel. Ukuran partikel terendah diperoleh oleh sampel dengan parameter milling 10 jam/500 rpm, yaitu sebesar 700.5 d.nm. Ukuran partikel tersebut tidak masuk dalam rentang nanopartikel sehingga fluida pendingin yang difabrikasi dikategorikan sebagai thermal fluids. Nilai konduktivitas termal dan viskositas mengalami peningkatan secara tidak linear seiring dengan menurunnya ukuran partikel. Nilai konduktivitas dan viskositas tertinggi secara berurutan adalah sebesar 0.75 W/m.℃ dan 1.12 mPa.s pada thermal fluids 500 rpm/10 jam. Hasil pengamatan mikrostruktur dan kekerasan Rockwell menunjukkan bahwa sampel baja 250 rpm/10 jam dan 500 rpm/10 jam memiliki kekerasan tertinggi sebesar 52 HRC dengan fasa yang didominasi oleh martensite dan bainite.

The increased research on carbon-based nanofluids has resulted in an impetus to develop alternative nanofluids with relatively lower prices, namely nanofluids based on carbon nanoparticles derived from biomass carbon. This research was conducted to study the optimum conditions in the cooling process of S45C steel by looking at the effect of quench nanofluids based on carbon particles from dry milled coconut shell charcoal using various milling times and milling speed parameters. The variation of milling times used are 10, 15, and 20 hours, while the variation of milling speeds are 250, 500, and 750 rpm. Nanofluid was synthesized through a two-step method, first by producing particles through a dry milling process, then 0.1% w/v milled particles were dispersed into 100 ml of distilled water by adding 3% w/v SDBS surfactant. In this study, carbon particles were characterized using SEM, EDS, and PSA. Nanofluids were characterized using thermal conductivity, zeta potential, and viscosity. S45C steel samples were characterized using OES, Rockwell hardness test, and microstructural observations. The results obtained from the research show that the particle size will increase with increasing milling time at milling speeds of 250 and 500 rpm. Meanwhile, at a milling speed of 750 rpm, the particle size decreases with increasing milling time. The sample obtained the smallest particle size with a parameter of 10 hours/500 rpm, which was 700.5 nm. The particle size is not included in the nanoparticle range, therefore the fabricated cooling fluids are categorized as thermal fluids. The thermal conductivity and viscosity value increase non-linearly as the particle size decreases. The highest conductivity and viscosity values, respectively, were 0.75 W/m.℃ and 1.12 mPa.s at 500 rpm/10 hour thermal fluids. The results of microstructures and hardness observations showed that the steel sample at 250 rpm/10 hours and 500 rpm/10 hours had the highest hardness of 52 HRC with a phase dominated by martensite and bainite."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yasmin Nabila Ratna
"ABSTRACT
Additive manufacturing AM or formerly known as rapid prototyping RP has been evolving and improving in the past few decades. Industries have been slowly trying to implement AM as a mean to improve their business. The materials commercially used and the technology itself however are not as many and mature as expected. This project helps to develop an understanding of AM processes and the materials that could potentially use in the industry. The main focus of the project was to investigate the effect of thermal history during the AM process on the microstructure and mechanical properties of the sample. The approach to this project was to produce samples with different number of layers, and investigate the microstructure and hardness on the same layer for all samples. Before the commencing of the main project, the printing parameters of LENS 450 system were optimised first hand. The optimised printing parameters were of powder feed rate of 6rpm, laser scanning rate of 14ipm, and laser power of 300W. Using these optimised printing parameters, high quality samples were produced for the main project. It was concluded that there was a significant change on the hardness of the samples at different layer number. This indicates that there was different phases present in the microstructure of the samples, which are martensite and austenite.

ABSTRAK
Manufaktur aditif atau yang sebelumnya lebih banyak dikenal dengan rapid prototype RP telah berkembang dan meningkat kualitasnya dalam beberapa dekade terakhir. Berbagai macam indsutri perlahan menerapkan manufaktur aditif sebagai sarana untuk meningkatkan kualitas bisnis mereka. Manufaktur aditif menggunakan bahan baku yang secara komersial dapat dengan mudah dicari dan teknologi yang cukup mudah untuk digunakan. Tujuan dari proyek ini adalah untuk membantu mengembangkan pemahaman proses manufaktur aditif dan pengolahan bahan baku yang berpotensi untuk digunakan di industry banyak. Fokus utama dari proyek ini adalah menyelidiki pengaruh sejarah termal selama proses manufaktur aditif pada struktur mikro dan kekerasan pada lapisan material yang sama di semua sampel. Parameter manufaktur aditif menggunakan system LENS 450 dioptimalkan pada tahap awal proyek. Parameter optimal untuk proses manufaktur aditif menggunakan bubuk baja H13 adalah 6pm untuk laju bahan baku, 14ipm untuk laju pemindaian laser, dan 300W untuk daya laser. Menggunakan parameter yang telah dioptimisasikan, sampel dengan kualitas yang tinggi diproduksi. Disimpulkan bahwa terjadi perubahan signifikan pada kekerasan sampel pada lapisan material yang berbeda di badan sampel. Perubahan signifikan dan nilai yang diperoleh untuk kekerasan sampel mengindikasikan bahwa struktur mikro didominasi oleh martensit dan austenit."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library