Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 52 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Oktavianti Permatasari
"Jamu "D", yang diindikasikan sebagai antihipertensi, berpotensi digunakan dalam jangka panjang. Oleh karena itu, perlu dibutuhkan penelitian untuk mengetahui pengaruhnya terhadap organ vital tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian jamu "D" selama 90 hari terhadap fungsi ginjal tikus putih ditinjau dari kadar kreatinin plasma dan urea plasma serta gambaran histologis ginjal.
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap 48 hewan uji tikus putih galur Sprague Dawley dengan berat 150-200 gram, yang dibagi dalam 4 kelompok masing-masing terdiri atas 6 ekor tikus jantan dan tikus betina. Kelompok I, II dan III masing-masing diberikan secara oral dosis 1980, 3960 dan 7920 mg/kg bb tikus, sedangkan kelompok IV merupakan kelompok normal yang diberikan larutan CMC 0,5%. Pada hari ke-91 dilakukan pengambilan darah dan organ ginjal.
Hasil uji ANOVA satu arah pada a = 0,05 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan secara bermakna dari kadar kreatinin plasma dan urea plasma serta gambaran histologi ginjal antar kelompok perlakuan, sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian jamu ?D? selama 90 hari tidak mempengaruhi fungsi ginjal pada tikus putih."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
S32670
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Khusnurul Chotimah Bahaduri
"Penggunaan jamu asam urat yang merupakan kombinasi dari Morinda citrifolia, Syzygium polyanthum, Curcuma xanthorrhiza, Andrographis paniculata dan Thea sinensis secara berulang dan dalam jangka waktu yang lama menyebabkan perlu dilakukan pengujian terhadap tingkat keamanannya. Oleh karena itu penelitian ini dirancang untuk mengetahui pengaruh pemberian jamu asam urat terhadap ginjal tikus selama 90 hari. Jamu diberikan secara oral kepada 40 ekor tikus putih jantan galur Sparque-Dawley yang dibagi secara acak ke dalam empat kelompok yaitu satu kelompok kontrol normal yang diberi CMC 0,5% dan tiga kelompok perlakuan yang masing-masing diberi jamu dosis 1800 mg/kg bb tikus, 3600 mg/kg bb tikus, 7200 mg/kg bb tikus. Pada hari ke-91 dilakukan pengambilan darah untuk pengukuran kadar urea dan kreatinin plasma secara kolorimetri serta dibedah untuk pemeriksaan diameter glomerulus serta jarak ruang antara glomerulus dan kapsula Bowman. Hasil ANAVA satu arah (α = 0,05) menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna dari kadar urea, kreatinin plasma serta pemeriksaan histologis ginjal antara kelompok kontrol normal dan kelompok perlakuan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa penggunaan jamu asam urat selama 90 hari tidak mempengaruhi fungsi ginjal."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
S32562
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Liestia Puspha Anggari
"Obat LS adalah obat golongan inhibitor HMG CoA reduktase (statin) yang dapat digunakan sebagai antihiperlipidemia. Penggunaan obat LS dimungkinkan dalam jangka panjang, maka perlu dilihat keamanan penggunaannya, salah satunya terhadap organ ginjal. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian obat LS per oral dengan dosis 0,9 mg/200 g BB, 1,8 mg/200 g BB, 3,6 mg/200 g BB selama 60 hari terhadap fungsi ginjal ditinjau dari kadar urea dan kreatinin plasma. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kadar rata-rata urea plasma tikus jantan dosis I, dosis II, dosis III dan kelompok kontrol adalah 27.95 ± 1.80, 29.70 ± 3.35, 32.44 ± 4.40, 30.54 ± 4.73 mg/dl. Kadar rata-rata urea plasma tikus betina dosis I, dosis II, dosis III dan kelompok kontrol adalah 35.44 ± 4.24, 36.99 ± 4.19, 40.87 ± 3.58, dan 39.08 ± 5.17 mg/dl. Kadar kreatinin plasma tikus jantan dosis I, dosis II, dosis III dan kelompok kontrol adalah 0.55 ± 0.12, 0.60 ± 0.15, 0.73 ± 0.14, 0.63 ± 0.16 mg/dl. Kadar kreatinin plasma tikus betina dosis I, dosis II, dosis III dan kelompok kontrol adalah 0.45 ± 0.11 mg/dl, 0.56 ± 0.12, 0.63 ± 0.14 mg/dl dan 0.61 ± 0.14 mg/dl. Hasil uji dengan ANAVA (=0,05), menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna antara kelompok dosis dengan kontrol, sehingga dapat disimpulkan penggunaan obat LS selama 60 hari tidak mempengaruhi fungsi ginjal.
LS drug is one of HMG CoA reductase inhibitor (statin) that can be used as lowering cholesterol drug. As like as others statin, there is possibility of using LS drug for long period, so it is important to examinate it's use safety level. One of organ that has to be evaluate is kidney, This experiment were designed to identify the impact of consuming LS drug on rat's kidney function for 60 days in dosage 0,9 mg/200 g body weight, 1,8 mg/200 g body weight, 3,6 mg/200 g body weight in two parameter, urea and creatinin. The average result of male urea plasma level, dosage I, dosage II, dosage III and control group are 27.95 ± 1.80, 29.70 ± 3.35, 32.44 ± 4.40, and 30.54 ± 4.73 mg/dl. The average of female urea plasma level, dosage I, dosage II, dosage III and control group are 35.44 ± 4.24, 36.99 ± 4.19, 40.87 ± 3.58, and 39.08 ± 5.17 mg/dl. The average of male creatinin plasma, dosage I, dosage II, dosage III and control group are 0.55 ± 0.12, 0.60 ± 0.15, 0.73 ± 0.14, and 0.63 ± 0.16 mg/dl. The average of female creatinin plasma, dosage I, dosage II, dosage III and control group are 0.45 ± 0.11 mg/dl, 0.56 ± 0.12, 0.63 ± 0.14 mg/dl and 0.61 ± 0.14 mg/dl. ANAVA statistical analysis evaluated that there was no significant differences at the level urea and creatinin between normal and doses group. It is concluded that, the usage of LS drug for 60 days, does not have significant effect to rat's kidney function."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2007
S33063
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alhamdania
"Benzena merupakan salah satu komponen dalam bahan bakar dan diemisikan dalam gas buang kendaraan bermotor. Dengan menghirup emisi kendaraan bermotor memungkinkan untuk dapat terpapar senyawa benzena. Benzena diklasifikasikan sebagai senyawa Group 1 penyebab kanker oleh International Agency for Research on Cancer {\ARC), karena bersifat karslnogen terhadap manusia. Orang-orang yang kesehariannya sering berhubungan dengan emisi gas kendaraan bermotor memungkinkan untuk terpapar benzena, seperti pedagang asongan yang selalu berada di tempat yang ramai kendaraan. Oleh karena itu perlu dilakukan pemantauan ada atau tidaknya paparan yang terjadi dengan melakukan human biomonitoring terhadap senyawa hasil metabolisme (metabolit) benzena seperti fenol dan asam-trans,trans-mukonat (tt-MA) yang terdapat pada spesimen urin. Nilai kuantitatif ditentukan terhadap nilai kreatinin pada masing-masing individu. Pada penelitian ini digunakan pedagang asongan di wilayah Jakarta sebagai subyek sebanyak 25 orang sedangkan kontrol sebanyak 12 orang. Dari data keseluruhan, diperoleh kadar fenol subyek dengan rerata 38.5056 ± 23,1513 mg/g kreatinin sedangkan kontrol 34,6121 ± 14,5481 mg/g kreatinin. Kadar tt-MA subyek secara keseluruhan diperoleh dengan rerata 1,0189 ± 0.4928 mg/g kreatinin sedangkan kontrol 0,6180 ± 0,2979 mg/g kreatinin. Perbedaan kadar yang lebih tinggi pada subyek daripada kontrol baik untuk kadar fenol maupun tt-MA mengindikasikan adanya paparan benzena yang terjadi pada kelompok subyek yang berasal dari lingkungan. Dari basil ujl statistik yang diiakukan terhadap kadar fenol diperoleh bahwa tidak terdapat perbedaan kadar fenol yang signifikan antara kelompok subyek dan kontrol. Sedangkan basil uji terbadap kadar tt-MA diperoleb babwa terdapat perbedaan kadar tt-MA yang signifikan antara kelompok subyek dan kontrol."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2006
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fahmi
"Latar belakang: Pasien preeklampsia mengalami disfungsi endotel sistemik. Manifestasi disfungsi endotel pada ginjal terlihat dengan adanya proteinuria yang dapat diukur menggunakan rasio protein-kreatinin urin. Manifestasi pada jantung terlihat dengan adanya disfungsi sistolik subklinik pada keadaan disfungsi diastolik. Hubungan antara proteinuria dengan fungsi intrinsik ventrikel kiri pada pasien preeklampsia belum diketahui.
Tujuan: Untuk mengetahui hubungan fungsi intrinsik ventrikel kiri dengan rasio protein-kreatinin urin pada pasien preeklampsia.
Metode: Penelitian ini adalah studi korelasi dengan desain prospektif. Subjek penelitian adalah pasien preeklampsia yang akan dilakukan terminasi kehamilan. Dilakukan pemeriksaan ekokardiografi dan rasio protein-kreatinin urin sebelum melahirkan. Dilakukan evaluasi ekokardiografi 48-72 jam pasca melahirkan. Pemeriksaan ekokardiografi dan rasio protein-kreatinin urin dilakukan kembali pasca nifas. Dilakukan pemeriksaan global longitudinal strain (GLS) secara offline dengan software tertentu.
Hasil Penelitian: Tiga puluh subjek ikut dalam penelitian ini dengan rerata usia adalah 28,5±6,4 tahun. Fungsi intrinsik ventrikel kiri pasien preeklampsia pada penelitian ini mengalami perbaikan, jika dibandingkan dari sebelum melahirkan dengan pasca nifas dengan nilai GLS masing-masing -17,65±2,9% dan 18,75±2,44% (p=0,024). Pada analisis bivariat didapatkan hubungan antara rasioprotein kreatinin urin sebelum melahirkan dengan fungsi intrinsik ventrikel kiri sebelum melahirkan (r= 0,445 p=0,014). Analisis multivariat tetap menunjukkan adanya hubungan antara rasio-protein kreatinin urin sebelum melahirkan dengan fungsi intrinsik ventrikel kiri sebelum melahirkan (r=0,426 p=0,011). Tidak terdapat hubungan antara rasio protein-kreatinin urin sebelum melahirkan dengan perubahan GLS (r=0,157 p= 0,408).
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara rasio protein-kreatinin urin sebelum melahirkan dengan fungsi intrinsik ventrikel kiri sebelum melahirkan yang dinilai dengan global longitudinal strain speckle tracking pada pasien preeklampsia.

Background: Preeclampsia (PE) is a complication of pregnancy caused by endothelial dysfunction. One of the manifestation of endothelial dysfunction in PE is glomerular endotheliosis that shown by proteinuria. In this study the parameter for proteinuria is an urine protein-creatinine ratio. The cardiac manifestation of endothelial dysfunction in PE is a subclinic sistolic dysfunction in diastolic dysfunction.
Objectives: To study the correlation of left ventricle intrinsic function with urine protein-creatinine ratio in preeclampsia.
Methods: This is a correlation study with prospective design. The subjects were preeclampsia patients of which the gestation would be terminated. The echocardiography was performed 3 times; prior to delivery, 48-72 hours after delivery and 40-60 day after delivery. Urine protein-creatinine ratio was measured twice; prior to delivery and 40-60 days after delivery. The global longitudinal strain (GLS) was analyzed offline.
Results: Thirty patients were enrolled in this study. The mean ages was 28±6,4 years old. Left ventricle intrinsic function after parturition had improved. GLS before delivery was -17,65±2,9% and after parturition was -18,75±2,44%. Bivariate analysis showed there was a positive correlation between GLS prior to delivery with urine protein-creatinine ratio prior to delivery (r=0,445 p=0,014). Multivariate analysis showed a positive correlation between GLS prior to delivery with urine protein-creatinine ratio prior to delivery. (r=0,426 p=0,011). There was no correlation between urine protein-creatinine ratio prior to delivery with GLS changes (r=0,157 p=0,408).
Conclusion: This prospective study demonstrated there was a moderate correlation between left ventricle intrinsic function (GLS) prior to delivery with urine protein-creatinine ratio prior to delivery.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Erwinsyah
"Efektifitas hemodialisis dapat dilihat dari penurunan kadar ureum dan kreatinin pasca hemodialisis. Agar efektifitas ini tercapai maka diperlukan pemantauan dan pengaturan dalam proses hemodialisis, salah satunya adalah pengaturan dan pemantauan kecepatan aliran darah (Quick of blood/ Qb) selama proses hemodialisis. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara quick of blood dengan penurunan nilai ureum kreatinin post hemodialisis pada pasien CKD yang menjalani hemodialisis di Unit Hemodialisis Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Jambi. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 32 responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien pria lebih banyak dari wanita yaitu sebesar 66%, umur rata-rata adalah 51 tahun dengan umur termuda adalah 26 tahun dan umur tertua 73 tahun. Penelitian juga menunjukkan Qb rata-rata adalah 190,586 ml/menit. Nilai ureum predialisis rata-rata adalah 132,8 mg/dl, setelah dilakukan hemodialisis terjadi penurunan ureum rata-rata sebesar 71,3 mg/dl (53,7%), adapun nilai kreatinin predialisis ratarata adalah 10,54 mg/dl, setelah dilakukan hemodialisis terjadi penurunan kreatinin rata-rata sebesar 5,65 mg/dl.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara nilai Qb dengan penurunan ureum post hemodialisis pada pasien CKD yang menjalani hemodialisis (p=0,799), tidak ada hubungan antara nilai Qb dengan penurunan kreatinin post hemodialisis pada pasien CKD yang menjalani hemodialisis (p=0,100). Kesimpulan penelitian adalah tidak ada hubungan antara nilai Qb dengan penurunan ureum dan kreatinin post hemodialisis pada pasien CKD yang menjalani hemodialisis. Rekomendasi dari penelitian ini adalah Rumah Sakit perlu membuat prosedur tetap tentang pengaturan Qb pasien dengan aturan yang baku mengacu pada berat badan pasien atau dialser yang digunakan. Rekomendasi lain adalah perlu dilakukan penelitian tentang cara pengaturan Qb yang tepat agar meningkatkan adekuasi hemodialisis dan pengaruh pengaturan Qb terhadap adekuasi hemodialisis.

Haemodialysis effectivity could be shown by the decrease of ureum and creatinine level post hemodialysis. Observation and regulation in haemodialysis process should be done to reach those effectivity, one of them observation and regulation the speed of blood flow rate (Quick of blood/ Qb) during process hemodialisis. The purpose of the research is to know the relation between quick of blood with the decrease of ureum and kreatinin post hemodialysis of CKD patient in haemodialysis unit of Raden Mattaher Hospital Jambi. Descriptive analytic design with cross sectional approach has been used in this research. The total samples were 32 respondens. The research found that male more than female patients (66%) with average 51 years old, youngest is 26 years old and the oldest 73 years old. The Qb average was 190,586 ml/minute. Predialysis ureum average was 132,78 ml/dl, and it ecrease 71,3 ml/dl (53,7%) post haemodialysis. Predialisis creatinine average was 10,54 ml/dl decrease 5,65 ml/dl post haemodialysis.
The research showed there were no relation between Qb and decrease of ureum post haemodialysis in CKD patients who treated by haemodialysis (p=0,799), and no relation between Qb and decrease of creatinine post haemodialysis in CKD patients who treated by haemodialysis (p=0,100). In conclusion, there were no relation between Qb and decrease of ureum and creatinin post haemodialysis in CKD patient who treated by haemodialysis. As recommendation to the hospital, they should make the true procedures in patient with haemodialysis process by Qb regulation based on body weight or dialzer. The future research should do about regulation method of Qb and its affect to increase haemodialysis adequation."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Erwinsyah
"Efektifitas hemodialisis dapat dilihat dari penurunan kadar ureum dan kreatinin pasca hemodialisis. Agar efektifitas ini tercapai maka diperlukan pemantauan dan pengaturan dalam proses hemodialisis, salah satunya adalah pengaturan dan pemantauan kecepatan aliran darah (Quick of bloodl Qb) selama proses hemodialisis. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara quick of blood dengan penurunan nilai ureum kreatinin post hemodialisis pada pasien CKD yang menjalani hemodialisis di Unit Hemodialisis Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Jambi. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 32 responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien pria lebih banyak dari wanita yaitu sebesar 66%, umur rata-rata adalah 51 tahun dengan umur termuda adalah 26 tahun dan umur tertua 73 tahun. Penelitian juga menunjukkan Qb rata-rata adalah 190,586 ml/menit. Nilai ureum predialisis rata-rata adalah 132,8 mg/dl, setelah dilakukan hemodialisis tetjadi penurunan ureum rata-rata sebesar 71,3 mg/dl (53,7%), adapun nilai kreatinin predialisis rata- rata adalah 10,54 mg/dl, setelah dilakukan hemodialisis terjadi penurunan kreatinin rata-rata sebesar 5,65 mg/dl. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara nilai Qb dengan penurunan ureum post hemodialisis pada pasien CKD yang menjalani hemodialisis (p=0,799), tidak ada hubungan antara nilai Qb dengan penurunan kreatinin post hemodialisis pada pasien CKD yang menjalani hemodialisis (p=0,100). Kesimpulan penelitian adalah tidak ada hubungan antara nilai Qb dengan penurunan ureum dan kreatinin post hemodialisis pada pasien CKD yang menjalani hemodialisis. Rekomendasi dari penelitian ini adalah Rumah Sakit perlu membuat prosedur tetap tentang pengaturan Qb pasien dengan aturan yang baku mengacu pada berat badan pasien atau dialser yang digunakan. Rekomendasi lain adalah perlu dilakukan penelitian tentang cara pengaturan Qb yang tepat agar meningkatkan adekuasi hemodialisis dan pengaruh pengaturan Qb terhadap adekuasi hemodialisis.

Haemodialysis effectivity could be shown by the decrease of ureum and creatinine level post hemodialysis. Observation and regulation in haemodialysis process should be done to reach those effectivity, one of them observation and regulation the speed of blood flow rate (Quick of blood/ Qb) during process hemodialisis. The purpose of the research is to know the relation between quick of blood with the decrease of ureum and kreatinin post hemodialysis of CKD patient in haemodialysis unit of Raden Mattaher Hospital Jambi. Descriptive analytic design with cross sectional approach has been used in this research. The total samples were 32 respondens. The research found that male more than female patients (66%) with average 51 years old, youngest is 26 years old and the oldest 73 years old. The Qb average was 190,586 ml/minute. Predialysis ureum average was 132,78 ml/dl, and it decrease 71,3 ml/dl (53,7%) post haemodialysis. Predialisis creatinine average was 10,54 ml/dl decrease 5,65 ml/dl post haemodialysis. The research showed there were no relation between Qb and decrease of ureum post haemodialysis in CKD patients who treated by haemodialysis (p=0,799), and no relation between Qb and decrease of creatinine post haemodialysis in CKD patients who treated by haemodialysis (p=0,100). In conclusion, there were no relation between Qb and decrease of ureum and creatinin post haemodialysis in CKD patient who treated by haemodialysis. As recommendation to the hospital, they should make the true procedures in patient with haemodialysis process by Qb regulation based on body weight or dialzer. The firture research should do about regulation method of Qb and its affect to increase haemodialysis adequation."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2009
T26561
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rose Ariefianti
"ABSTRAK
Tapak liman (Elephantopus scaber Linn.) merupakan terna menahun yang sangat mudah tumbuh dan telah lama dikenal oleh masyarakat sebagai obat tradisional yang memiliki banyak kegunaan. Bagian tumbuhan yang dapat digunakan adalah herba, daun dan akar dalam bentuk sediaan rebusan tumbuhan tersebut.
Pada penelitian ini, ingin diketahui pengaruh sari air akar tapak liman terhadap fungsi ginjal melalui pengukuran kadar urea dan kreatinin dalam plasma tikus sebagai bagian dari uji toksisitas sub kronis.
Penelitian dilakukan menggunakan 32 ekor tik:Us jantan galur Sprague-Dawley yang dibagi secara acak ke dalam empat kelompok. Kelompok I,II,III masing-masing diberi do sis sari air akar tapak liman 50 mg, 100 mg, dan 200 mg per 200 g berat badan tikus, sedangkan kelompok IV adalah kelompok kontrol. Sari air diberikan sekali sehari secara oral selama 90 hari erus menerus, kemudian plasma tikus diambil untuk diperiksa kadar urea dan kreatinrnnya secara spektrofotometri.
Dari percobaan didapatkan kadar urea rata-rata (mg/100ml)adalah: kelompok I: 7,43 ± 1,77; kelompok IT: 6,61 ± 2,42; kelompok ITI: 6,42 ± 1,49; kelompok IV: 8,86 ± 2,20; dan kadar kreatinin rata-rata (mg/100 ml) sebagai berikut: kelompok 1: 0,45 ± 0, 12; kelompok II: 0,41 ± 0,06; kelompok III: 0,45 ± 0,06; kelompok IV: 0,46 ± 0, 11. Hasil analisis statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna dari kadar urea dan kreatinin pada empat kelompok tersebut, sehingga dapat disimpulkan bahwa sari air akar tapak liman tidak mempengaruhi kadar urea dan kreatinin dalam plasma tikus yang berarti aman untuk fungsi ginjal.

"
1999
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rianti Adi Cahyaningsih
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S33114
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Syarif Safarudin
"Hemodialisis merupakan terapi pengganti fungsi ginjal terbanyak pada pasien gagal ginjal tahap akhir. Pasien yang menjalani terapi hemodialisis rutin sering mengalami penurunan kualitas hidup. Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan pola terapi, nilai ureum-kreatinin plasma dan hemoglobin dengan kualitas hidup pasien hemodialisis. Desain menggunakan cross sectionaldengan consecutive sampling terhadap 62 responden yang menjalani hemodialisis rutin di RSUD Dr. Soedarso Pontianak. Penilaian kualitas hidup dengan menggunakan kuesioner SF-36. Data menggunakan hasil regresi linier bergandamenunjukkan ada hubungan signifikan (p<0,05) antara durasi, frekuensi, terapi eritropoetin,nilai ureum-kreatinin plasma, hemoglobin, dan keputusasaan dengan kualitas hidup. Perawat perlu meningkatkan kualitas asuhan keperawatan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien hemodialisis.

Hemodialysis is the most renal replacement therapy for end stage renal disease. Patients undergoing regular hemodialysis often experience decreased in quality of life. The aim of this study was to analyze the relationship between pattern of therapy, urea-creatinine level of plasma and hemoglobin with quality of life patients undergoing hemodialysis. Research design used is cross sectional with consecutive sampling to 62 respondents underwent regular hemodialysis at Dr Soedarso general hospital. Quality of life was measured using SF-36 questionnaires. Data using the multiple linear regression showed no significant relationship (p <0.05) between duration, frequent, Erythropoietin therapy, urea-creatinine level of plasma, hemoglobin and hopelessness with patients quality of life. Nurses need to enhance quality of nursing care to improve the quality of life for the patients undergo hemodialysis."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2012
T30441
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>