Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bambang Sunggono
Bandung: Mandar Maju, 2009
340 BAM b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Todung Mulya
Jakarta: LP3ES, 1986
340 LUB b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: YLBHI, 2013
347.017 BAN
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nada Mahardhika
"Korupsi bukan hanya menjadi masalah suatu negara saja, tetapi sudah berkembang sebagai masalah transnasional karena melibatkan berbagai negara. Contohnya adalah banyak koruptor di Indonesia yang melarikan diri dan aset hasil kejahatannya ke luar negeri, terutama negara-negara yang menjadi safe haven. Salah satu negara yang sering menjadi tempat penyimpanan aset hasil korupsi Indonesia adalah Singapura. Indonesia dan Singapura telah meratifikasi United Nations Convention Against Corruption UNCAC. UNCAC memuat berbagai strategi penting untuk penanganan korupsi baik di level nasional maupun internasional. Salah satu terobosan penting dalam UNCAC adalah kerjasama internasional dalam asset recovery yang dapat dilakukan melalui mutual legal assistance MLA. Meskipun Indonesia dan Singapura sama-sama sudah meratifikasi UNCAC, akan tetapi Indonesia menghadapi kesulitan dalam menerapkan kerjasama MLA terkait asset recovery dengan Singapura.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana kerjasama MLA terkait asset recovery antara Indonesia dan Singapura menurut kerangka UNCAC dipengaruhi oleh perilaku dan faktor domestik di antara kedua negara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerjasama MLA antara Indonesia dan Singapura dalam upaya pengembalian asset hasil korupsi belum efektif karena adanya tantangan dari faktor politik domestik serta perbedaan eksternalitas isu pemberantasan korupsi yang berpengaruh terhadap perilaku masing-masing negara.
Tantangan-tantangan tersebut terdiri dari tantangan internal yang berasal di Indonesia yaitu: 1 political will kurang didukung oleh aktor-aktor di level domestik, 2 masalah harmonisasi UNCAC dengan peraturan nasional, 3 system kerahasiaan bank, 4 kemampiuan teknis yuridis yang dialami dalam proses pembuatan MLA, serta 5 masalah kapasitas dan koordinasi antar lembaga penegak hukum yang terlibat dalam MLA dan asset recovery, terutama Kemenkumham sebagai otoritas pusat. Selain itu, Indonesia juga menghadapi tantangan dari segi eksternal, yaitu: 1 kepentingan Singapura terkait investasi asing, 2 lack of trust, dan 3 prinsip dual criminality.

Corruption is not only a state solution, but it develops as a transnational problem because of various countries. An example is a lot of corruptors in Indonesia who are the result of their crimes abroad, especially the countries that become safe haven. One of the countries that is often the place where Indonesia 39s corruption is stored is Singapore. Indonesia and Singapore have ratified the United Nations Convention against Corruption UNCAC. UNCAC is an important step for both national and international handling. One of the key breakthroughs in UNCAC is to assist in the recovery of assets that can be done through mutual legal assistance MLA. Although Indonesia and Singapore have both ratified UNCAC, Indonesia is facing difficulties in implementing MLA cooperation related to asset recovery with Singapore.
This study aims to analyze how MLA cooperation related to recovery of assets between Indonesia and Singapore by UNCAC. The result of the research indicates that MLA cooperation between Indonesia and Singapore in the effort of recovering the assets of corruption has not been effective because there are factors that support the internalities and issues of externalities of corruption eradication issues that give rise to the behavior of each country.
These challenges consist of internal origin in Indonesia 1 political will is not supported by domestic actors, 2 UNCAC harmonization problems with national regulations, 3 confidential bank system, 4 juridical ability who are involved in the MLA process, and 5 capacity and inter agency coordination issues involved in MLA and asset recovery, especially Kemenkumham as the central authority. In addition, Indonesia also faces external obstacles, namely 1 investment related Singaporean interests, 2 lack of trust, and 3 dual crime principles.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gurning, Hendra Andy Satya
"Sistem Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana (Mutual Legal Assistance) atau sering disingkat dengan MLA merupakan sistem kerjasama internasional dalam bidang pencegahan dan pemberantasan kejahatan khususnya terhadap kejahatan lintas negara (transnasional crime). Sistem ini lahir dari kaidah-kaidah hubungan antarnegara yang telah diterapkan oleh Indonesia baik dengan perjanjian maupun tidak. Pada awal tahun 2006, Pemerintah Republik Indonesia bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat mengesahkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006 tentang Bantuan Timbal Batik dalam Masalah Pidana, yang menjadikan payung hukum dalam penerapan sistem ini di Indonesia. Terkait kasus penyalahgunaan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Pemerintah Indonesia sangat serius dalam menerapkan sistem ini dengan tujuan utama adalah dalam mencari, mengejar, dan menyita, serta mengembalikan aset-aset hasil korupsi di Indonesia, Berkenaan dengan penyusunan tesis ini, penulis mencoba melihat pelaksanaan sistem bantuan timbal balik antarnegara di Indonesia dari 4 (empat) aspek yaitu: Pertama, sistem bantuan timbal balik sebagai sistem yang mendukung proses penegakan hukum; Kedua, sistem bantuan timbal balik sebagai sistem yang lahir dari hubungan antarnegara yang lebih menekankan kepada prinsip kerjasama; Ketiga, Hubungan antar kewenangan penegakan hukum harus lebih sistematis dan terpadu untuk menerapkan sistem bantuan timbal balik sebagai upaya pemberantasan kejahatan yang luar biasa (extraordindry crime); dan Keempat, adalah bentuk sistem bantuan timbal batik yang menekankan pelaksanaannya pada perjanjian dan resiprositas sebagai perwujudan Good Governance. Pelaksanaan sistem bantuan timbal balik mendapat prediksi masalah yang akan muncul, mengingat sistem ini merupakan hal baru dalam mendukung Hukum Acara Pidana di Indonesia maka diperlukan kajian tentang bagaimana pelaksanaan sistem ini dapat menyesuaikan dengan pelaksanaan kewenangan masing-masing lembaga penegak hukum di Indonesia sehingga dapat dicapai suatu kesempurnaan dalam pelaksanaan sistem ini."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16641
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harefa, Kasman Yori
"ABSTRAK
Tindak pidana Perompakan merupakan kejahatan transnasional (lintas negara) penanggulangan dan pemberantasannya memerlukan kerjasama Bilateral ataupun Multilateral, Republik Indonesia dengan Republik Sosialis Viet Nam telah memiliki perjanjian Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana telah di sahkan dengan Undang-Undang RI Nomor 13 tahun 2015, upaya Central Authority (Polri dan Kejaksaan Agung RI) dalam membantu penegakan hukum yang di lakukan TNI AL terhadap para pelaku perompakan MT Orkim Harmony berbendera dengan menggunakan sarana Mutual Legal Assistance ke Pemerintah Republik Sosial Viet Nam dapat terlaksana dan efektif dalam penerapannya karena adanya hubungan hubungan baik antar negara, walaupun TNI AL bukan sebagai Pejabat atau Lembaga yang dapat mengajukan permohonan Mutual Legal Assistance.

ABSTRACT
Of criminal acts of piracy is to combat transnational crimes need corporate to eradication reduction and a bilateral or multilateral scheme, the Republic of Indonesia with Socialist Republik of Viet Nam have such agreement on Treaty on mutual legal assistance in criminal matters between the of Indonesia number 13 year 2015, an effort to central authority (Polri and Kejaksaan Agung Republic of Indonesia) in helping law enforcement in doing the TNI AL againts piratical players MT Orkim Harmony the flag state Malaysia through other means mutual legal assistance can be done and effective in its application due to a good relationship between the state, although the TNI AL is not as an officer or a institution that can submit a request for mutual legal assistance.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T51934
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fathiyah Tsamara
"ABSTRAK
Perkembangan teknologi memberikan berbagai kemudahan dalam pemenuhan kebutuhan, namun juga menempatkan masyarakat dunia untuk menghadapi berbagai tantangan baru khususnya dalam menangani kejahatan lintas negara yang memanfaatkan teknologi pada sektor perbankan. Penelitian ini membahas mengenai pembukaan rahasia bank yang didasarkan atas permohonan bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana dari negara lain diatur dan diimplementasikan di Indonesia, serta implementasi terhadap pembukaan rahasia bank sebagai tanggapan atas permohonan bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana dari negara lain apabila tidak dilakukan penyidikan atas perkara tersebut di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, namun juga dilengkapi dengan informasi yang diperoleh melalui wawancara. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa ketentuan mengenai pembukaan rahasia bank yang didasarkan atas permohonan bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana dari negara lain diatur dalam Pasal 40 dan Pasal 42 Undang-Undang Perbankan, Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/19/PBI/2000, dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006. Adapun apabila tidak dilakukan penyidikan atas perkara yang berlangsung di yurisdiksi negara lain, tidak ada perbedaan ketentuan yang berlaku mengenai pelaksanaan pembukaan rahasia bank sebagai tanggapan atas permohonan bantuan untuk perkara tersebut. Saran yang Penulis berikan kepada Pemerintah dan instansi terkait adalah agar dapat dimasukkan ketentuan mengenai pembukaan rahasia bank untuk perkara-perkara pidana yang penyelesaiannya dilakukan di luar yurisdiksi Indonesia dalam Undang-Undang Perbankan dan penegasan kewenangan OJK untuk memberikan izin tertulis pembukaan rahasia bank berkaitan dengan permintaan bantuan hukum timbal balik dalam penanganan perkara pidana yang berada di yurisdiksi negara lain, serta maksimalisasi kerja sama informal agency to agency communication antara financial intelligence unit (FIU) seperti PPATK."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anindita Kusuma Listya
"Upaya perlawanan terhadap korupsi yang merupakan tindak kejahatan lintas batas (transnational organized crime), kini menjadi salah satu agenda global penting yang membutuhkan kerjasama internasional untuk menanggulanginya. UNCAC merupakan sebuah institusi internasional yang menyasar isu korupsi, disahkan pada tahun 2003 dan hingga kini dianggap sebagai kerangka kerjasama internasional paling penting yang memberikan pilar-pilar utama dalam pemberantasan korupsi – pencegahan, penegakan hukum, kerjasama internasional, serta asset recovery.
Penelitian ini secara khusus berupaya untuk melihat efektivitas UNCAC dalam proses asset recovery hasil korupsi Indonesia yang berada di Swiss, melalui kerangka Mutual Legal Assistance yang merupakan salah satu ketentuan di dalamnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa UNCAC tidak berhasil menjamin proses asset recovery melalui MLA antara Indonesia dan Swiss, karena: 1) Lemahnya proses dan mekanisme pengawasan, 2) Tertutupnya kemungkinan aksi kolektif negara-negara anggota, serta 3) Ketidakmampuan UNCAC dalam memfasilitasi proses negosiasi secara reguler dan terukur antara kedua belah pihak.

International efforts in the fight against corruption–which is considered as the transnational organized crime-has become an important global agenda that requires international cooperation. UNCAC is an international institution that focus on the corruption issues. Passed in 2003 and entered into force in 2005, UNCAC regarded as the most important international framework which provides four main pillars in the fight against corruption - prevention, law enforcement, international cooperation, and asset recovery.
This research specifically sought to measure the effectiveness of UNCAC in the asset recovery process between Indonesia and Switzerland through one of the the provisions in the convention, Mutual Legal Assistance (MLA) framework.
The results showed that UNCAC does not succeed to ensure the asset recovery process through MLA between Indonesia and Switzerland, because: 1) The lack of control mechanism process, 2) The lack of possibility of collective action among member states, and 3) the inability of UNCAC in facilitating the negotiation process on a regular basis between the two parties.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S57984
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bernadeth Trinita Laurencia
"Mekanisme persidangan in absentia dalam hukum acara pidana di Indonesia dirancang
untuk menjamin keberlangsungan proses hukum meskipun terdakwa tidak hadir di
persidangan. Skripsi ini mengkaji penerapan mekanisme in absentia terhadap tindak
pidana white collar crime dengan fokus pada tiga kasus, yakni Sherny Kojongian,
Hartawan Aluwi, dan Djoko Tjandra. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab tiga
rumusan masalah: bagaimana pengaturan hukum terkait in absentia, bagaimana
penerapan mekanisme ini pada kasus-kasus white collar crime, serta apa saja kendala
yang dihadapi dalam pelaksanaan eksekusi putusan in absentia terhadap terdakwa yang
berstatus Interpol Red Notice. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif
dengan pendekatan perundang-undangan dan studi kasus. Data dikumpulkan melalui
studi kepustakaan, termasuk peraturan perundang-undangan, dokumen kasus, dan
literatur yang relevan. Analisis dilakukan secara deskriptif-analitis untuk mengevaluasi
pengaturan normatif, praktik penerapan, serta kendala dan solusi terkait mekanisme in
absentia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan hukum acara pidana di
Indonesia telah mengakomodasi mekanisme in absentia untuk memberikan kepastian
hukum dalam penanganan kasus white collar crime. Mekanisme ini memungkinkan
pengadilan untuk menjatuhkan putusan tanpa kehadiran terdakwa, namun efektivitasnya
sangat bergantung pada koordinasi lintas negara melalui instrumen seperti Interpol Red
Notice. Kendala utama dalam eksekusi putusan meliputi kurangnya harmonisasi hukum
internasional, lemahnya penegakan Red Notice di negara pelarian terdakwa, serta
prosedur ekstradisi yang lambat. Sebagai simpulan, mekanisme in absentia dan Red
Notice memiliki peran strategis dalam penanganan white collar crime, namun
memerlukan penguatan koordinasi antarnegara. Rekomendasi penelitian ini mencakup
harmonisasi pengaturan in absentia dalam KUHAP dengan peraturan pelaksana,
optimalisasi perjanjian ekstradisi, penerapan Mutual Legal Assistance secara efektif, dan
peningkatan sinergi antara sistem hukum domestik dan internasional untuk meningkatkan
efektivitas eksekusi putusan.

The in absentia mechanism in the Indonesian legal system is designed to ensure the continuity of legal proceedings against absent defendants, particularly in white collar crime cases such as corruption and money laundering. This study analyses the application of in absentia in three cases-Sherny Kojongian, Hartawan Aluwi, and Djoko Tjandra-with a focus on its correlation with the issuance of Red Notice and its effect on the execution of verdicts and asset recovery. In all three cases, in absentia provides legal certainty to continue the judicial process without the presence of the defendant, while the Red Notice serves as an instrument to designate the defendant as an international fugitive. However, the correlation between the two suggests that the successful application of in absentia relies heavily on the effectiveness of the Red Notice in ensuring the defendant can be apprehended and extradited. Obstacles arise when the defendant's country of flight does not act on the Red Notice, as in the Sherny and Djoko cases, or when cross-border legal procedures slow down the extradition process, as in the Sherny and Djoko cases, or when cross-border legal procedures slow down the extradition process, as in the Hartawan case. In addition, delays in the implementation of in absentia or Red Notice also worsen the handling of cases because they prolong the escape of the accused and hinder the recovery of assets. This research confirms that although in absentia and Red Notice are important elements in international law enforcement, weaknesses in cross-border coordination and legal harmonisation remain key challenges. Therefore, strengthening extradition treaties, optimising Mutual Legal Assistance, and synergy between domestic and international systems are needed to support the effectiveness of both mechanisms. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shelomita Savitri
"ABSTRAK
Kawasan Asia Tenggara memiliki tingkat kejadian perdagangan manusia yang tinggi
dengan latar belakang dan penyebab yang beragam; baik dari aspek ketenagakerjaan,
migrasi, kemiskinan, kejahatan maupun konflik negara. Hal ini menyebabkan
pendekatan untuk pemberantasan perdagangan manusia menjadi beragam pula; baik
dari tahapan pencegahan, penegakan hukum, maupun dukungan untuk korban. Tesis
ini membahas pemberantasan perdagangan manusia di kawasan Asia Tenggara
sebagai tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia dan hukum pidana
internasional; baik secara internasional maupun regional antar negara-negara anggota
ASEAN. Pendekatan yang digunakan adalah kerja sama internasional melalui
bantuan hukum timbal balik atau mutual legal assistance (MLA). Instrumen bantuan
hukum timbal balik yang digunakan dan dianggap sesuai untuk kawasan Asia
Tenggara adalah perjanjian yang dihasilkan oleh Association of South East Asia
Nations (ASEAN) yaitu ASEAN Mutual Legal Assistance Treaty in Criminal Matters
(ASEAN MLAT). Bantuan hukum timbal balik merupakan instrumen kerjasama
formal yang sesuai untuk pemberantasan kejahatan formal maka mampu mengikat
komitmen negara secara penuh. Penelitian dilakukan dengan studi kasus perdagangan
manusia yang terjadi di kawasan ZAMBASULTA (Zamboanga, Basilan, Sulu, Tawi-
Tawi) di Filipina. Sebagai daerah di Filipina dengan kasus perdagangan manusia
yang secara dominan lintas batas Negara antara Filipina dengan Malaysia.
ZAMBASULTA dapat menggambarkan penerapan ASEAN MLAT di kawasan Asia
Tenggara sebagai instrument regional pemberantasan manusia.

ABSTRACT
South East Asia region has a high level of human trafficking case with various
backgrounds and causes; whether from aspects of labor, migration, poverty, crime or
homeland conflict. Hence the approach for human trafficking suppression varies;
whether from the phase of prevention, law enforcement, or victim support. This thesis
addresses human trafficking suppression in South East Asia region as a crime against
human rights. Writer describes the law for human rights protection and international
crime against human trafficking; internationally and amongst ASEAN member
countries. The approach being taken is international cooperation through mutual legal
assistance (MLA). The instrument considered appropriate is ASEAN Mutual Legal
Assistance Treaty in Criminal Matters (ASEAN MLAT). Mutual legal assistance is a
compatible formal cooperation instrument for suppressing human trafficking because
of its ability to handle transnational crimes and provides binding commitment
amongst countries. Research is conducted with case study of ZAMBASULTA
(Zamboanga, Basilan, Sulu, Tawi-Tawi) in Philippine. Being a Philippine region with
cross border human trafficking cases between Philippine and Malaysia,
ZAMBASULTA can represent the implementation of ASEAN MLAT in South East
Asia region as a regional instrument of human trafficking suppression."
Salemba: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39283
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>