Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Indra Saputro
Abstrak :
Krisis multi dimensi yang terjadi di Indonesia tidak terlepas dari adanya persaingan usaha tidak sehat dengan segala bentuknya. Terjadinya pemusatan ekonomi pada segelintir pihak dan praktek-praktek monopoli membuat pasar menjadi terdistorsi dan membahayakan pertumbuhan perekonomian yang didasari pada persaingan usaha yang sehat. Banyaknya kasus-kasus persekongkolan tender yang terjadi di Indonesia mengindikasikan bahwa selama ini kesempatan berusaha tidak mendapatkan perlindungan yang memadai, dan hanya dapat dinikmati oleh pihakpihak yang kuat dan dekat dengan kekuasaan. Lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat diharapkan mampu untuk mengurangi bahkan menghilangkan praktek-praktek persekongkolan tender di Indonesia. Dalam hukum persaingan usaha dikenal dua macam metode pendekatan yang digunakan dalam menganalisis kasus-kasus persaingan usaha, yaitu per se illégal dan rule of reason. Terdapat perbedaan mendasar antara kedua metode pendekatan tersebut. Pendekatan rule of reason membutuhkan analisis ekonomi untuk mengetahui akibat dari perbuatan tersebut, sedangkan per se ¿Ilegal tidak lagi mensyaratkan adanya analisis ekonomi. Dalam Pasal 22 UU No.5 Tahun 1999 yang mengatur mengenai persekongkolan tender terlihat menggunakan analisis secara rule of reason, dimana hal tersebut bertolak belakang dengan beberapa putusan KP PU yang menggunakan pendekatan per se illégal. Penyelesaian kasus-kasus yang terjadi di negara-negara lain adalah menggunakan pendekatan per se illégal dalam kasus-kasus persekongkolan tender (bid rigging) bahkan dipertegas dengan mengkategorikan sebagai perbuatan pidana. Hal ini menunjukkan bahwa P'asal 22 UU No.5 Tahun 1999 perlu diadakan perubahan mengingat persekongkolan tender sama sekali tidak berkaitan dengan struktur pasar (structure), dan tidak terdapat unsur pro-persaingan sama sekali. Persekongkolan tender lebih mengutamakan perilaku (behavior) berupa perjanjian untuk bersekongkol iconspiracy) yang pada umumnya dilakukan secara diam-diam. Hal tersebut juga perlu dilakukan agar terdapat kesesuaian dengan penanganan kasus-kasus persekongkolan tender di negara-negara yang telah berpengalaman, sehingga tercipta suatu konvergensi antara aturan hukum di Indonesia dengan negara lain, sepanjang hal tersebut bermanfaat dan baik untuk diaplikasikan.(is)
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T36599
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sandi Wahyudi
Abstrak :
Bank Indonesia adalah otoritas moneter tertinggi di Indonesia. Bank Indonesia bertanggung jawab untuk memelihara kestabilan kondisi moneter nasional. Untuk mewujudkan hal tersebut bank Indonesia diberikan beberapa wewenang, salah satunya adalah wewenang BI sebagai Lender of Last Resort. Bank Indonesia dalam hal ini memiliki wewenang untuk memberikan pinjaman jangka pendek kepada bank yang memiliki kesulitan likuiditas. Bank Indonesia dalam menjalankan wewenangnya tersebut diberikan status independen, lepas dari pengaruh pihak manapun. Akan tetapi independensi Bank Indonesia tidak berarti Bank Indonesia tidak dapat dimintai pertanggungjawaban manakala dalam menjalankan wewenangnya tersebut terdapat indikasi pelanggaran hukum. Bank Indonesia harus mempertanggungjawabkan wewenang mereka kepada DPR, BPK, dan masyarakat.
Bank Indonesia is Indonesia's monetary authority. Bank Indonesia has the responsibilities to maintain the stability of national monetary condition. Bank Indonesia to do such responsibilities had given some powers by the law, one of it is the power as Lender of Last Resort. Bank Indonesia, as the Lender of Last Resort, have the right to give banks a short term loan to solve their liquidity problem. Bank Indonesia to exercise their power has given a independent status, a status that ensured that BI can not be affected by other party. On the other hand, Bank Indonesia independent status doesn?t mean that BI can not be requested for their responsibility if there are indication that their policy was against the law. Bank Indoensia must gave such responsibility to the DPR, BPK, and the people.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28181
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Simanjuntak, Eva Aderia
Abstrak :
[ABSTRAK
Tesis ini berjudul Analisis Perlindungan Hukum Bagi Pembuat Kebijakan Di Bank Indonesia Dalam Menjalankan Fungsinya Sebagai Lender of The Last Resort. Tugas sebagai Lender of The Last Resort (LoLR) merupakan tugas yang melekat dalam sejarah keberadaan bank sentral. LoLR dalam sistem keuangan Indonesia ditujukan untuk membantu bank-bank yang mengalami kesulitan likuiditas dan berfungsi untuk mencegah terjadinya krisis keuangan yang sistemik. Sebagai bank sentral, tugas LoLR tidak lepas dengan tugas dan kewenangan Bank Indonesia. Namun demikian, dalam pelaksanaan tugas LoLR ini beberapa kali pembuat kebijakan di Bank Indonesia terkait dengan kasus hukum. Oleh karena itu, perlindungan hukum bagi para pejabat pengambil kebijakan atau keputusan di Bank Indonesia sangatlah penting, apalagi kebijakan erat kaitannya dengan diskresi yang apabila menyangkut urusan pemerintahan akan lebih mengutamakan pencapaian tujuan sasarannya (doelmatigheid) daripada legalitas hukum yang berlaku (rechtsmatigheid). Terdapat 2 (dua) permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini yaitu bagaimana pengaturan perlindungan hukum bagi pembuat kebijakan di Bank Indonesia dan bagaimana ketentuan perlindungan hukum yang diberikan kepada pegawai dan pejabat pengambil keputusan dengan ketentuan yang berlaku. Penelitian dalam tesis ini adalah penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif analitis dengan menggunakan pendekatan undang-undang dan ketentuan serta analisis konsep hukum. Bahan hukum yang digunakan terdiri dari bahan hukum primer berupa perundang-undangan dan ketentuan, bahan hukum sekunder berupa literatur yang berkaitan dengan permasalahan, dan bahan hukum tersier berupa kamus hukum dan artikel. Bentuk pengaturan hukum terhadap perlindungan hukum diatur dalam Pasal 45 Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2009 dan Peraturan Bank Indonesia Nomor No.11/10/PDG/2009 tentang Bantuan Hukum. Perlindungan hukum ditujukan untuk menciptakan suasana kerja yang kondusif guna meningkatkan kinerja pelaksana tugas kedinasan Bank Indonesia dalam menghadapi permasalahan hukum yang semakin kompleks dan berkembang. Prinsip penyediaan perlindungan hukum adalah bahwa pegawai atau pejabat BI tidak dapat dihukum atas pelaksanaan tugas dan wewenangnya atau karena telah mengambil keputusan yang diperlukan dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, sepanjang dilakukan dengan itikad baik dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
ABSTRACT
This thesis entitled Analysis of Legal Protection for Policy Makers in Bank Indonesia on Doing of Its Function as Lender of the Last Resort. The task as Lender of Last Resort (LoLR) is embedded in the existence of the central bank's history. LoLR in Indonesia's financial system aims to help banks experiencing liquidity problems and serves to prevent a systemic financial crisis. As a central bank, LoLR cannot be separated with the duties and authority of Bank Indonesia. However, in the execution of LoLR several times policy makers in Bank Indonesia related to the legal case. Therefore, legal protection for officials or policy makers in Bank Indonesia is very important, moreover policy is closely related to discretion regarding the affairs of government will prioritize the achievement of the target objectives (doelmatigheid) rather than the legality of applicable law (rechtsmatigheid). There are two (2) issues examined in this research is how the legal protection arrangements for policymakers in Bank Indonesia and how the legal protection that is given to employees and decision makers with applicable regulations. The research in this thesis is a normative legal research that is descriptive analytical approach by using legislation and regulations as well as analysis of legal concepts. Legal materials consisted of primary legal materials in the form of legislation and regulations, secondary legal materials in the form of literature related to the problems, and tertiary legal materials in the form of legal dictionaries and articles. Form of legal regulation of the legal protection provided for in Article 45 of Law No. 23 of 1999 concerning Bank Indonesia as amended several times, most recently by the Law of the Republic of Indonesia Number 6 of 2009 and Regulation of Bank Indonesia Number 11/10 / PDG / 2009 on Legal Assistance. Legal protection is intended to create a working atmosphere which is conducive to improve the performance of executing official duties of Bank Indonesia in the face of increasingly complex legal problems and develop. The principle of the provision of legal protection is that BI‟s employee or official cannot be punished for the implementation of tasks and authority or for taking the necessary decisions in carrying out its duties and authorities, all done in good faith and in accordance with legislation., This thesis entitled Analysis of Legal Protection for Policy Makers in Bank Indonesia on Doing of Its Function as Lender of the Last Resort. The task as Lender of Last Resort (LoLR) is embedded in the existence of the central bank's history. LoLR in Indonesia's financial system aims to help banks experiencing liquidity problems and serves to prevent a systemic financial crisis. As a central bank, LoLR cannot be separated with the duties and authority of Bank Indonesia. However, in the execution of LoLR several times policy makers in Bank Indonesia related to the legal case. Therefore, legal protection for officials or policy makers in Bank Indonesia is very important, moreover policy is closely related to discretion regarding the affairs of government will prioritize the achievement of the target objectives (doelmatigheid) rather than the legality of applicable law (rechtsmatigheid). There are two (2) issues examined in this research is how the legal protection arrangements for policymakers in Bank Indonesia and how the legal protection that is given to employees and decision makers with applicable regulations. The research in this thesis is a normative legal research that is descriptive analytical approach by using legislation and regulations as well as analysis of legal concepts. Legal materials consisted of primary legal materials in the form of legislation and regulations, secondary legal materials in the form of literature related to the problems, and tertiary legal materials in the form of legal dictionaries and articles. Form of legal regulation of the legal protection provided for in Article 45 of Law No. 23 of 1999 concerning Bank Indonesia as amended several times, most recently by the Law of the Republic of Indonesia Number 6 of 2009 and Regulation of Bank Indonesia Number 11/10 / PDG / 2009 on Legal Assistance. Legal protection is intended to create a working atmosphere which is conducive to improve the performance of executing official duties of Bank Indonesia in the face of increasingly complex legal problems and develop. The principle of the provision of legal protection is that BI‟s employee or official cannot be punished for the implementation of tasks and authority or for taking the necessary decisions in carrying out its duties and authorities, all done in good faith and in accordance with legislation.]
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kuwat Wijayanto
Abstrak :
Dalam keadaan atau situasi segenting apapun fungsi-fungsi negara/kekuasaan negara tidak boleh absen. Oleh sebab itu menjadi penting suatu negara mempunyai pengaturan yang bersifat antisipatif guna menghadapi keadaan tidak normal atau situasi darurat yang serba mendesak, terutama bagi pejabat publik yang menjadi bagian dari penyelenggara negara, untuk memberikan dasar atas tindakan-tindakan yang harus dilakukan dalam jabatannya guna menghadapi situasi genting atau darurat tersebut. Memasuki kuartal ke IV tahun 2008, Pemerintah memandang perekonomian Indonesia memasuki kondisi yang mengkhawatirkan. Mempertimbangkan kondisi makro ekonomi global dan domestik, dengan mengacu kepada Pasal 22 UUD 1945, maka Pemerintah menerbitkan 3 (tiga) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu), salah satunya yaitu Perpu No. 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK), yang memperjelas Protokol Manajemen Krisis Sistem Keuangan Indonesia, mengingat belum selesainya penyusunan RUU JPSK. Dalam perjalanannya, Perpu dimaksud baru dicabut pada tanggal 6 Agustus 2015, melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2015 Tentang Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2008 tentang JPSK. Pencabutan Perpu JPSK tersebut membawa implikasi terhadap pelaksanaan fungsi Bank Indonesia sebagai lender of last resort, yaitu mengakibatkan tidak adanya payung hukum yang mengatur mengenai jaring pengaman sistem keuangan, sehingga ada kekosongan hukum yang diperlukan untuk membentuk konstruksi yang sempurna bagi Bank Indonesia untuk melaksanakan fungsi lender of last resort. Dengan kondisi yang demikian, dalam hal terjadi krisis di sistem keuangan dan terdapat bank yang mengalami kesulitan likuiditas dan berdampak sistemik, Bank Indonesia tidak dapat menjalankan fungsi sebagai lender of last resort dengan baik.
In any circumstance or urgent situation the functions of national/state power cannot be absent. Therefore becomes important to a country having regulation to face the emergency situation, especially for public officials who are part of the state, to provide the foundation for the actions that must be performed in order to confront his critical situation or emergency. Entering the fourth quarter of 2008, the Government views the Indonesian economy entered a vulnerable phase. Considering the global and domestic macro economy, with reference to Article 22 UUD 1945, the Government issued three (3) of Government Regulation in Lieu of Law (decree), one of the decree No. 4 Year 2008 on the Financial System Safety Net (FSSN), which clarifies the Financial System Crisis Management Protocol Indonesia, particularly related to the authorities concerned and regarding the rights and obligations of the arrangement, given the completion of the drafting of laws FSSN. Along the way, the decree was revoked on August 6, 2015, through Act No. 11 of 2015 concerning Revocation of Government Regulation in Lieu of Law No. 4 of 2008 on FSSN. Revocation of Exemption Law FSSN the implications of the implementation of Bank Indonesia function as a lender of last resort, which resulted in the absence of a legal framework governing the financial system safety net, so that there is a legal vacuum that needed to form a construction that is perfect for Bank Indonesia to perform the function of lender of last resort. With such conditions, in the event of a crisis in the financial system and some banks experiencing liquidity problems and systemic impact, Bank Indonesia cannot perform the function of lender of last resort as well.
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T45500
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rona Adi Pratama
Abstrak :
Dalam rangka memperoleh sumber-sumber pembiayaan dari pihak luar negeri, Pemerintah mengadakan pinjaman luar negeri yang diikat oleh suatu perjanjian pinjaman. Baik berupa pinjaman program yang diperoleh untuk mendukung Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ataupun Pinjaman proyek yang diperoleh untuk membiayai satu atau lebih kegiatan pembangunan tertentu yang disepakati dalam perjanjian. Perjanjian pinjaman luar negeri yang diadakan pemerintah dengan pihak luar negeri selama ini menimbulkan selisih pendapat, sehubungan dengan status ruang lingkup hukum perjanjian pinjaman luar negeri tersebut, apakah suatu perjanjian pinjaman luar negeri masuk dalam ruang lingkup hukum publik atau privat. Terdapatnya selisih pendapat tersebut disebabkan lebih karena terdapatnya rumusan dalam Undang-Undang 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional yang mengkategorikan Perjanjian pinjaman luar negeri sebagai perjanjian internasional publik, sedangkan perjanjian pinjam meminjam sendiri merupakan perjanjian yang masuk dalam ruang lingkup perikatan, yang merupakan ruang lingkup hukum privat. Selanjutnya pemahaman yang komprehensif mengenai klausul-klausul naskah perjanjian pinjaman luar negeri rnerupakan suatu hal yang tidak dapat ditawar-tawar lagi, mengingat besarnya resiko dan kewajiban yang harus ditanggung Pemerintah terhadap pemberi pinjaman. Klausul-klausul hukum seperti events of default, representation and warranty, waiver of immunity, process agent, jurisdiction, maupun klausul applicable law, merupakan klausul-klausul yang perlu dirumuskan secara seksama untuk dapat semaksimal mungkin mengakomodasi kepentingan penerima pinjaman (borrower). ......In order to find finance resources outside the country, the Govemment of Indonesia entered the foreign loan that bound by a loan agreement. That kind of loan agreement can be a loan programs available to support the State budgetary or loan project to finance the project to support certain development activities that state in the agreement. Loan agreements that made by the government with foreign party/parties all this time during has caused the debate, with respect to the scope of the legal status of such foreign Ioan agreements, whether a foreign Ioan agreement signed within the scope of public law or private law. The existing debate was caused due to the presence of explaination in Law number 24/2000 concerning Intemational Agreements that categorizing the foreign loan agreement as a public international agreements, while loan agreement in nature is in the capacity of commitments, which is the scope of private law. Furthermore, a comprehensive understanding of loan agreement clauses draft is something that can not be negotiable. Considering the risks and obligations to be borne by the Government against the lender, legal clauses such as events of default, representation and warranty, waiver of immunity, process agent, jurisdiction, and the applicable law clause, are the clauses that needed to be carefully formulated in thc loan agreement draft, to accomodate the interest of the borrower.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2010
T27552
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ramarsha Septarizki
Abstrak :
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh reputasi platform peer-to-peer peer (P2P) lending di Indonesia secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi pilihan investasi investor (pemberi pinjaman). Menggunakan data yang dikumpulkan dari 30 platform P2P Lending, studi ini menghitung reputasi platform melalui mekanisme reputasi menggunakan peringkat platform di Google Play Store, yang kemudian diikuti dengan memeriksa pengaruh reputasi platform pada pilihan investasi investor (proxy berdasarkan volume nilai pinjaman oleh pemberi pinjaman) dan pengaruh melalui informasi peningkatan kredit, dengan menggunakan model regresi OLS. Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa reputasi platform secara signifikan memengaruhi pilihan investasi investor dengan mengendalikan variabel informasi peningkatan kredit dan sebagai variabel mediasi, reputasi platform mempengaruhi pilihan investasi investor melalui informasi peningkatan kredit.
The purpose of this study is to examine the influence of the reputation of the peer-to-peer peer (P2P) lending platform in Indonesia directly and indirectly influencing the investment choices of investors (lenders). Using data collected from 30 P2P Lending platforms, this study calculates platform reputation through mechanisms reputation using platform ratings on the Google Play Store, which is then followed by examining the effect of platform reputation on investors' investment choices (a proxy based on the volume of loan value by lenders) and the effect through credit enhancement information, using the OLS regression model. Results in this study shows that platform reputation significantly influences investors' investment choices by controlling for credit enhancement information variables and as a mediating variable, platform reputation influences investors' investment choices through credit enhancement information.
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Namira Salsabila
Abstrak :
Pandemi COVID-19 telah melemahkan aktivitas dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia yang dapat berdampak pada kondisi likuiditas Bank Sistemik. Oleh karenanya melalui UU No. 2 Tahun 2020 salah satunya dilakukan langkah-langkah penanganan ataupun pencegahan risiko sistemik melalui penyempurnaan pinjaman likuiditas serta peran dan koordinasi dari anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Terdapat dua masalah yang dibahas dalam skripsi ini yaitu mengenai penyesuaian pengaturan dan mekanisme pemberian Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek (PLJP) dan Pinjaman Likuiditas Khusus (PLK) serta peran dan koordinasi yang dilakukan KSSK dalam menangani kesulitan likuditas Bank Sistemik setelah berlakunya UU No. 2 Tahun 2020. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis-normatif dan data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif analitis. PLJP dan PLK menjadi fasilitas yang saat ini dapat diberikan oleh Bank Indonesia dalam menangani kesulitan likuiditas Bank Sistemik setelah berlakunya UU No. 2 Tahun 2020. Pinjaman tersebut diberikan tidak terlepas dari peran Bank Indonesia sebagai Lender of the Last Resort. Pemberian PLJP sepenuhnya merupakan kewenangan Bank Indonesia dengan melakukan koordinasi mengenai persyaratan dengan Otoritas Jasa Keuangan, berbeda dengan PLK yang pemberian keputusannya berdasarkan hasil rapat KSSK namun belum diatur lebih lanjut mengenai mekanisme dan koordinasi lebih lanjut. Saran yang diperoleh yaitu diperlukan segera untuk dibentuk peraturan pelaksana mengenai PLK oleh regulator agar dapat menjadi fasilitas yang dapat diimplementasikan dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian untuk mencegah moral hazard. ......COVID-19 Pandemic has weakened national economic growth and activities in Indonesia which could impact systemic banks liquidity condition. Therefore, by Law Number 2 Year 2020, one of the regulations is to take extraordinary steps to face or prevent systemic risk through both the improvement of liquidity loans facility and the roles and coordination of the Financial Stability System Committee member (KSSK). The problems discussed in this thesis are the adjustment of regulations and mechanisms to provide short-term liquidity loan and special liquidity loan and also the roles and coordination of KSSK in facing systemic bank liquidity problems after the enactment of Law Number 2 Year 2020. The research method used is normative juridical, and the data obtained were analyzed using analytical descriptive method. Short-term liquidity loan and special liquidity loan are currently the facilities provided by Bank Indonesia in dealing with systemic bank liquidity problems after the enactment of Law Number 2 Year 2020. These liquidity loans are not apart from Bank Indonesias role as Lender of the Last Resort. In conclusion, The approval of short-term liquidity loan is fully on Bank Indonesia by coordinating the requirements needed with the Financial Services Authority (OJK), different from special liquidity loan that given based on the decision of KSSK meeting however, there is not any regulation regarding the mechanism and coordination of special liquidity loan facility further. Advice obtained is that is necessary for the regulator to create an adequate further legal framework regarding the special liquidity loan, so it can be implemented soon by still focusing on prudential banking principle to prevent the cause of moral hazard.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rabiah Al Adawiyah
Abstrak :
Perkembangan Peer to Peer (P2P) Lending memunculkan potensi pencucian uang. Pelaku pencucian uang dapat menjalankan modus pencucian uang dengan menjadi pemberi pinjaman (Lender) dan menginvestasikan dana di P2P Lending. Kemudahan proses registrasi menjadi Lender dapat meningkatkan potensi pencucian uang. Permasalahan yang muncul dari kemudahan proses registrasi Lender antara lain data registrasi Lender tidak lengkap, tidak valid, palsu, atau milik orang lain. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan rancangan modul registrasi Lender pada P2P Lending Platform agar dapat mencegah potensi pencucian uang dari proses registrasi Lender. Penelitian ini menggunakan Waterfall Development untuk metodologi pengembangan sistemnya. Pengumpulan data dilakukan dengan mewawancarai narasumber dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku regulator P2P Lending dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) selaku lembaga yang fokus terhadap pencucian uang. Pengumpulan data juga dilakukan dengan studi dokumen aturan-aturan yang relevan. Hasil wawancara dan studi dokumen tersebut dianalisis untuk penyusunan requirements sistem. Penelitian ini menghasilkan rancangan modul registrasi Lender pada P2P Lending dengan sebelas use cases yang bertujuan untuk mengatasi celah potensi pencucian uang di proses registrasi Lender. Validasi dilakukan melalui expert judgment yang melibatkan Staf Senior Direktorat Pengawasan Kepatuhan dikarenakan rancangan ini belum diimplementasikan menjadi sistem yang dapat diuji coba. Rekomendasi untuk penelitian selanjutnya yaitu penelitian dapat dikembangkan dengan mengidentifikasi potensi pencucian uang dari berbagai celah yang mungkin dari P2P Lending Platform. ......The development of Peer to Peer (P2P) Lending raises the potential for money laundering. Money launderers can perform money laundering mode by becoming a lender and investing funds in P2P Lending. The ease of the registration process to become a lender can increase the potential for money laundering. Problems that arise from the ease of the lender registration process include incomplete, invalid, fake, or other people's registration data. This study aims to produce a design for the lender registration module on the P2P Lending Platform in order to prevent potential money laundering from the lender registration process. This study uses Waterfall Development for system development methodology. Data collection was carried out by interviewing sources from the Financial Services Authority (OJK) as the P2P Lending regulator and the Financial Transaction Reports and Analysis Center (PPATK) as an institution that focuses on money laundering. Data collection was also carried out by studying the relevant regulations documents. The results of interviews and document studies were analyzed for the preparation of system requirements. This research produces a module design for lender registration in P2P Lending with eleven use cases that aims to address the potential gap for money laundering in the lender registration process. Validation is carried out through expert judgment involving the Senior Staff of the Compliance Supervision Directorate because this design has not been implemented into a system that can be tested. The recommendation for further research is that research can be developed by identifying the potential for money laundering from various possible loopholes of the P2P Lending Platform.
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nurlaela Amin Awalimah
Abstrak :
Latar belakang penulisan tesis ini adalah tingginya tingkat hutang Iuar negeri Indonesia yang ternyata tidak dibarengi dengan pengelolaan yang efisien dan efektif. Salah satu penyebab pengelolaan yang kurang efisien tersebut adaiah terjadinya low disbursement yang berakibat pada besarnya dana APBN yang digunakan untuk pembayaran kembali rnelebihi perkiraan pembayaran semula. Penelitian difokuskan pada kasus Loan IBRD 4290-IND dan Loan IDB IND-0063/64 yang bertujuan untuk: 1. Mengetahui faktor-faktor penyebab low disbursement sekaligus membandingkan kedua lender beserta cara penarikannya untuk mencari mama yang lebih menguntungkan; 2. Memberikan rekomendasi kebijakan terkait dengan masalah low disbursement. Penelitian dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif dalam rangka memperoleh gambaran masalah penyerapan dana pinjaman Iuar negeri dari berbagai sudut pandang, balk dari karakteristik proyek maupun dari indikator lain. Penelusuran dokumen proyek yang dibiayai pinjaman Iuar negeri dilakukan untuk mengetahui faktor apa yang menjadi penyebab terjadinya low disbursement tersebut. Indikator yang digunakan untuk mengukur low disbursement adalah : Progress Varian, yaitu selisih persentase waktu terpakai dan persentase penyerapan kumulatif; backlog, yaitu besarnya dana terpakai yang belum diisi kembali (replenished) oleh pihak lender; dan realisasi disbursement terhadap target disbursement pada tahun anggaran berjalan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor rendahnya daya serap penarikan dana PLN adalah sebagai berikut: 1. Kekurangsiapan proyek dalam desain dan manajemen proyek; 2. Keterlambatan penyelesaian dokumen anggaran proyek akibat perubahan sistem maupun faktor manusia; 3. Perubahan kondisi/politik didaerah; 4. Rendahnya kualitas sumber daya manusia sebagai pelaksana proyek; 5. Faktor yang berasal dart lender; 6. Terjadinya backlog. Karena tidak adanya metode yang compatible untuk membandingkan kedua lender yang berbeda karakteristik, penulis tidak dapat menentukan secara pasti lender mana yang lebih balk, namun dapat diambil beberapa kesimpulan perbedaan antara kedua lender tersebut sebagai berikut : 1. Lender IBRD menghitung cost of borrowing sejak effective date dan dikenakan pada dana yang sudah dan belum ditarik sehingga semakin lama low disbursement terjadi, makin besar kerugian yang harus dibayar. Pada lender IDB, cost of borrowing baru diperhitungkan jika sudah ada penarikan dan tidak dikenakan pada dana yang belum ditarik; 2. Jenis kegiatan proyek IDB lebih fieksibel karena borrower driven dan bukan lender driven seperti pada IBRD; 3. Porsi kegiatan 100% pada IDB lebih menguntungkan dibandingkan dengan sharing kegiatan seperti pada IBRD; 4. IDB memerlukan waktu pengusulan proyek yang rata-rata lebih lama dibanding IBRD; 5. Cara penarikan dengan pembayaran langsung yang umumnya digunakan IDB, cenderung lebih aman karena tidak ada backlog dibandingkan Reksus yang umum dikenakan IBRD. Dan temuan-temuan di atas, penulis menyarankan beberapa kebijakan antara lain : A. Kebijakan untuk mengatasi low disbursement : 1. Agar pemerintah lebih memperketat kriteria readiness filter dalam pengusulan proyek baru; 2. Agar Bappenas dan Depkeu dapat duduk bersama untuk mengatasi keterlambatan penerbitan dokumen anggaran; 3. Agar lebih meningkatkan koordinasi antar instansi terkait untuk menghindari kesalahpahaman; 4. Peningkatan kualitas SDM; 5. Perlunya diadakan kesepakatan dengan lender yang dapat mengikat untuk mengantisipasi kerugian sepihak; 6. Agar Depkeu dan proyek lebih intensif dalam melakukan replenishment. B. Kiranya pemerintah perlu melakukan pemilihan lender termasuk Cara pembayaran yang lebih menguntungkan dan memiliki resiko yang lebih kecil atas keterlambatan proyek.
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>