Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 18 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bagus Anindito
"ABSTRAK
Latar Belakang:
Perkembangan dalam tatalaksana Lupus eritematosus sistemik (LES) telah meningkatkan
kesintasan pasien dengan LES. Kualitas hidup merupakan komponen evaluasi terapi LES dan
value based medicine. Salah satu kuesioner khusus untuk menilai kualitas hidup adalah
Lupus QoL. Saat ini di Indonesia belum ada kuesioner khusus penilaian kualitas hidup pada
pasien dengan LES. Penelitian ini bertujuan membuktikan Lupus QoL sahih dan andal dalam
menilai kualitas hidup pasien dengan LES di Indonesia.
Metode:
Penelitian ini merupakan studi potong lintang. Penelitian diawali dengan menerjemahkan
Lupus QoL ke dalam bahasa Indonesia kemudian diujicobakan pada 10 responden. Penelitian
kemudian dilanjutkan pada jumlah sampel yang lebih besar. Keandalan dievaluasi dengan
Intraclass Correlation Coefficient (ICC) pada tes dan tes ulang dan cronbach α pada
konsistensi internal. Kesahihan konstruksi dinilai dengan multi trait scaling analysis.
Kesahihan eksternal dinilai dengan menilai korelasi antara Short form 36 (SF36) dengan
Lupus QoL dan aktivitas penyakit.
Hasil:
Pengambilan data terhadap 65 pasien LES yang berobat di unit rawat jalan Ilmu Penyakit
Dalam RSCM selama bulan Oktober ? November 2015. Kesahihan eksternal Lupus QoL baik
dengan korelasi terhadap SF36 dengan r :0.38 ? 0.66 (p<0.05). Multi trait analysis scaling
menunjukkan korelasi yang baik antara nilai tiap domain dengan nilai total (r:0.46 ? 0.85)
dan antara skor tiap butir pertanyaan dan skor total domain (r:0.44 ? 0.93). Nilai ICC
(interval 7 hari) baik (ICC>0.7). Nilai cronbach α> 0.7 pada setiap domain. Korelasi Lupus
QoL terhadap aktivitas penyakit memiliki korelasi yang lemah dan tidak bermakna yang
sesuai dengan penelitian ? penelitian sebelumnya.
Simpulan:
Kuesioner Lupus QoL Indonesia sahih dan andal dalam menilai kualitas hidup pada pasien
dengan LES di Indonesia

ABSTRACT
Background:
The development in Systemic Lupus Erythematosus treatment has led into the increasment of survival.
Quality of life has become a component to evaluate therapy ini SLE and value based medicine. One
spesific questionnaire to asses quality of life is Lupus Quality of Life (Lupus QoL). Currently in
Indonesia there has not been spesific questionnaire to asses quality of life in SLE patients. This study
aims to prove that Lupus QoL is valid and reliable to asses the quality of life in SLE patients in
Indonesia.
Methods:
This study is cross sectional study. This study began with the translation the Lupus QoL into
indonesian language then tested in 10 respondents. After that,this study continued with a larger
sample size. The intraclass coefficient correlation was used to evaluate test and re test reliability, the
cronbach alpha was used to evaluate internal consistency. Construct validity evaluated using multi
trait scaling analysis and the extrenal validity evaluated using the correlation between domains in
short form 36 (SF 36) with Lupus QoL and with disease activity. Results:Data collection were done
on 65 SLE patients in Oktober ? November 2015 in RSCM. The external validity with SF 36 was good
with r:0.38-0.66(p<0.05). The construct validity is good with r > 0.4 (0.44 ? 0.93). The ICC value in
one week >0.7 and Cronbach α was >0.7 in each domain. The correlation with disease activity was
weak and consistent with another studies.
Conclusion:
Lupus QoL questionnaire is valid and reliable to asses quality of life in SLE patients in Indonesia."
2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Giri Aji
"Lupu Eitematosus Sistemik adalah suatu penyakit autoimun yang melibatkan multi organ yang umumnya menyerang wanita dan bersifat kronik yang perjalanan penyakitnya ditandai dengan relaps dan remisi. Penelitian ini bertujuan mencari faktor risiko perburukan pasien lupus eritematosus sistemik dengan menganalisa beberapa variabel seperti usia, tingkat pendidikan, anemia, obat-obatan dihubungkan dengan perburukan yang diukur dengan skor Systemic Lupus Eythematosus Disease Activity Index. Selain itu, dilakukan juga peneltian deskritptif mengenai sebaran gen Human Leucocyte Antigen pada subpopulasi penelitian.

Systemic Lupus Erythemattosus is an autoimmune disease which involved multi organs and have chronic course and mostly inflicted woman , the nature of the disease involved relaps and remission This research aim to find risk factor for worsening (flare) of SLE by analysing variables like age, education level, anemia, drugs associated to flare measured by Systemic lupus erythematosus disease activity index and we also conduct Human Leucocyte Antigen genotyping for subpopulation of the study."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maula N. Gaharu
"ABSTRAK
Tujuan: Untuk menilai pemanjangan Iatensi Event-Related Potential P300 auditorik pada
penderita lupus eritematosus sistemik (LES) berdasarkan beberapa variabel seperti umur, durasi penggunaan steroid, aktifitas penyakit dan depresi.
Metode: Penelitian potong lintang pada populasi penderita LES yang terdaftar di Yayasan Lupus Indonesia dan berdomisili di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang and Bekasi (Jabodetabek) serta memenuhi kriteria inlusi.
Hasil: Didapatkan 55 penderita LES dan terutama perempuan kelompok usia 30-40 tahun (rerata 33,54 SD 8.41). Abnormalitas latensi P300 didapatkan pada 32 orang (58.2%) dan terdapat kemaknaan berdasarkan umur (p=0.000), aktifitas penyakit (p=0.015) dan fungsi kognitif (p=0.020). Kelompok usia muda dan derajat aktifitas penyakit pada analisa multivariat merupakan penentu abnormlitas latensi P300. Komponen gelombang lain seperti P200, N200 and P200 daiam batas normal baik latensi dan amplitudo.
Kesimpulan: P300 dapat digunakan untuk evaluasi aspek kognitif sebagai manifestasi sistim saraf pusat pada penderita LES."
2007
T21340
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vinandia Irvianita Poespitasari
"ABSTRAK
Lupus Eritematosus Sistemik (LES) merupakan penyakit sistemik yang ditandai dengan adanya autoantibodi terhadap antigen tubuh sendiri, serta menyebabkan kerusakan organ yang diperantarai oleh reaksi inflamasi. Infeksi merupakan salah satu penyebab kematian tersering pada LES. Meskipun sebagian besar infeksi disebabkan oleh kuman Gram negatif atau Gram positif, terdapat peningkatan insiden infeksi Mycobacterium tuberculosis pada LES yang juga meningkatkan mortalitas pasien. Artikel ini membahas mengenai sebuah kasus pasien dengan manifestasi LES yang berat disertai infeksi. Setelah dilakukan evaluasi, ditemukan adanya infeksi tuberkulosis pada sumsum tulang."
Jakarta: Bidang Penelitian dan Pengembangan Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
610 JPDI 5:2 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jennifer Josephine
"Pasien Lupus Eritematosus Sistemik (LES) yang mengalami penyakit kronik membutuhkan edukasi yang tepat untuk meningkatkan kesiapan pasien menghadapi penyakitnya. Di era modern ini, edukasi melalui internet dan media sosial berperan penting. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan mengetahui penggunaan internet terkait lupus, kebutuhan materi edukasi, serta platform edukasi yang paling diminati pasien. Penelitian ini merupakan studi potong lintang pada pasien LES dewasa di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta pada Juli-Agustus 2023. Responden mengisi kuesioner penggunaan internet terkait lupus dan preferensi platform edukasi, serta kuesioner Educational Needs Assessment Tool (ENAT) mengenai materi edukasi. Jumlah subjek yang terlibat adalah 65 orang perempuan dengan median (min-maks) usia 32 (19-56) tahun. Sebanyak 92,3% responden menggunakan internet dan media sosial untuk hal yang berkaitan dengan lupus. Domain ENAT yang menjadi prioritas materi edukasi pasien adalah pengetahuan tentang penyakit (skor 89%) dan manajemen perasaan (skor 85%). Sementara sumber edukasi utama yang diinginkan pasien adalah edukasi dari dokter/perawat secara langsung (87,7%), Instagram (55,4%), dan YouTube (55,4%). Pengetahuan tentang penyakit dan manajemen perasaan adalah materi edukasi yang paling dibutuhkan pasien LES dengan sumber edukasi utama adalah dokter/perawat secara langsung. Penggunaan internet untuk lupus yang tinggi menunjukkan tingginya peluang pemberian edukasi melalui internet, yang dapat dilakukan melalui Instagram dan YouTube.

Patients with Systemic Lupus Erythematosus (SLE) who suffer from chronic illness, need tailored education to better manage their condition. As nowadays education through internet and social media contributes significantly. This study aims to assess internet usage related to lupus, educational needs, and education sources preferences among patients. This study is a cross-sectional study conducted on adult SLE patients at Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta, between July-August 2023. Respondents completed a set of questionnaires regarding their internet usage related to lupus, education platform preferences, and Educational Needs Assessment Tool (ENAT). Sixty-five female subjects participated, with a median (min-max) age of 32 (19-56) years. Respondents who used the internet and social media for lupus-related matters were 92.3%. The ENAT domains prioritized by patients were knowledge about the disease (score 89%) and emotional management (score 85%). The primary sources of education desired by patients were direct education from doctors/nurses (87.7%), Instagram (55.4%), and YouTube (55.4%). SLE patients expressed a strong need for knowledge about the disease and emotional management, with doctors/nurses as the preferred sources of education. The widespread use of the internet for lupus-related information indicates a great opportunity for providing education through online platforms, particularly through Instagram and YouTube."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alisa Nurul Muthia
"Latar Belakang: Mikofenolat adalah salah satu imunosupresan yang efektif pada berbagai manifestasi LES. Penggunaan jangka panjang dihubungkan dengan teratogenisitas, risiko infeksi, dan biaya yang besar. Strategi "think-to-untreat" adalah strategi potensial untuk mengurangi beban imunosupresan jangka panjang pada pasien LES remisi, namun dihadapkan pada risiko eksaserbasi. Penelitian terkait risiko eksaserbasi dan faktor prediktornya pada penurunan dosis imunosupresan masih sangat terbatas. Tujuan: Mengetahui dampak penurunan dosis mikofenolat pada pasien LES yang telah mencapai remisi. Metode: Data diambil dari rekam medis Rumah Sakit Umum Nasional Cipto Mangunkusumo periode Januari 2021-Desember 2024. Desain penelitian kohort retrospektif. Pemilihan subjek dengan consecutive sampling. Kriteria inklusi: usia ≥18 tahun, diagnosis LES sesuai klasifikasi EULAR 2019, remisi sesuai kriteria DORIS 2021, mendapatkan terapi mikofenolat hingga tercapai remisi yang kemudian dosisnya diturunkan, kontrol >1 kali dalam 12 bulan pemantauan. Kriteria eksklusi: memiliki kondisi autoimun selain LES, mendapat mikofenolat untuk indikasi selain LES, dalam terapi imunosupresan lain selain mikofenolat, mengalami infeksi berat saat pengamatan, tidak memiliki data yang lengkap. Analisis kesintasan menggunakan kurva Kaplan Meier dan log-rank test. Faktor prediktor dievaluasi melalui analisis bivariat dan multivariat dengan metode regresi Cox. Hasil: Kesintasan bebas eksaserbasi 1 tahun pasca penurunan dosis mikofenolat pada LES remisi adalah 60,5%, dengan mean survival time 9,9 bulan. Berdasarkan analisis multivariat, anti-dsDNA yang tinggi saat remisi dan durasi remisi <6 bulan meningkatkan risiko ekaserbasi dengan HR 1,998 dan 1,985. Usia saat terdiagnosis, riwayat nefritis, riwayat neuropsikiatrik, kadar komplemen rendah, dan penurunan dosis steroid tidak terbukti sebagai faktor prediktor eksaserbasi. Simpulan: Hasil penelitian ini menunjukkan penurunan dosis mikofenolat dapat dilakukan pada LES remisi, namun diperlukan stratifikasi risiko. Pasien dengan kadar anti-dsDNA yang tinggi saat remisi memerlukan pemantauan lebih ketat. Durasi remisi perlu dipertimbangkan sebelum memutuskan untuk menurunkan dosis mikofenolat

Background: Mycophenolate is one of the effective immunosuppressants for various SLE manifestations. Long-term use is associated with teratogenicity, infection risk, and high costs. The "think-to-untreat" strategy is a potential approach to reduce the long-term immunosuppressant burden in SLE patients in remission, but faces the risk of flare. Research regarding flare risks and their predictive factors during immunosuppressant dose reduction remains very limited. Objective: To determine the impact of mycophenolate dose reduction in SLE patients who have achieved remission. Methods: Data was collected from medical records at Cipto Mangunkusumo National General Hospital from January 2021 to December 2024. This was a retrospective cohort study. Subjects were selected using consecutive sampling. Inclusion criteria: age ≥18 years, SLE diagnosis according to EULAR 2019 classification, remission according to DORIS 2021 criteria, received mycophenolate therapy until remission was achieved followed by dose reduction, >1 follow-up visit during 12 months of monitoring. Exclusion criteria: having autoimmune conditions other than SLE, receiving mycophenolate for non-SLE indications, on other immunosuppressant therapy besides mycophenolate, experiencing severe infection during observation, incomplete data. Survival analysis used Kaplan Meier curves and log-rank test. Predictive factors were evaluated through bivariate and multivariate analysis using Cox regression. Results: One-year exacerbation-free survival after mycophenolate dose reduction in SLE remission was 60.5%, with a mean survival time of 9.9 months. Based on multivariate analysis, high anti-dsDNA during remission and remission duration <6 months increased exacerbation risk with HR 1,998 and 1.985. Age at diagnosis, history of nephritis, neuropsychiatric history, low complement levels, and steroid dose reduction were not proven to be predictive factors for exacerbation. Conclusion: This study shows that mycophenolate dose reduction can be performed in SLE remission, but risk stratification is needed. Patients with high anti-dsDNA levels during remission require closer monitoring. Remission duration needs to be considered before deciding to reduce mycophenolate dose."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silalahi, Henry Ratno Diono
"ABSTRAK
Latar Belakang : Penyakit kardiovaskular merupakan ancaman bagi pasien lupus eritematosus sistemik LES . Penilaian indeks massa tubuh IMT sebagai faktor risiko tradisional penyakit kardiovaskular bersifat tidak akurat akibat terjadinya kaheksia reumatoid pada pasien LES. Pengukuran persentase lemak viseral secara khusus diperkirakan dapat menggantikan IMT. Kekakuan arteri KA merupakan prediktor penyakit kardiovaskular dan penelitian yang ada membuktikan bahwa terjadi peningkatan kekakuan arteri pada pasien LES. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui korelasi antara persentase lemak viseral dengan kekakuan arteri pada pasien LES. Metode : Penelitian ini merupakan studi potong lintang pada pasien LES yang berobat di poliklinik Reumatologi/ Alergi-Imunologi RSCM dalam periode Maret-Mei 2016. Dilakukan pengukuran KA lokal dengan USG arteri karotis komunis menggunakan teknik rf-echotracking untuk mendapatkan nilai pulse wave velocity PWV serta penilaian persentase lemak viseral menggunakan Bioelectrical Impedance Analysis BIA - Karada Scan HBF-214.Hasil Penelitian : Sebanyak 56 pasien perempuan yang menderita LES diikutsertakan dalam penelitian ini. Rerata nilai KA PWV yaitu 7,23 1,40 m/detik yang termasuk dalam kategori kaku. Rerata persentase lemak viseral didapatkan 4,28 2,74 yang termasuk dalam kategori normal. Pada analisis bivariat tidak didapatkan korelasi persentase lemak viseral dengan KA, dengan nilai r = 0,101 p = 0,458 Kesimpulan : Tidak terdapat korelasi antara persentase lemak viseral dengan kekakuan arteri pada pasien LES yang memiliki persentase lemak viseral yang normal.

ABSTRACT
Background Cardiovascular disease is a threat for systemic lupus erythematosus SLE patients. Assessment of body mass index BMI as the traditional risk factor for cardiovascular disease is not accurate due to the occurrence of rheumatoid cachexia. The measurement of visceral fat percentage is expected to replace the assesment of BMI . Arterial stiffness AS is a predictor of cardiovascular disease and many studies have shown arterial stiffness in SLE patients. This study was aimed to find correlation between visceral fat percentage and arterial stiffness in SLE patients. Methods A cross sectional study was conducted at Cipto Mangunkusumo Hospital rheumatology allergy immunology outpatient clinic between March May 2016. Arterial stiffness was measured by carotid artery ultrasound using rf echotracking technic to get pulse wave velocity PWV value. Assessment of visceral fat percentage was measured by using bioelectrical impedance analysis BIA Karada Scan HBF 214 . Results 56 SLE female subjects met the inclusion criteria. Mean of PWV 7,23 1,40 m s, which was categorized in stiff artery. Mean of visceral fat percentage 4,28 2,74 , which was categorized in normal. In bivariate analysis we found no correlation between visceral fat percentage with arterial stiffness r 0,101 p 0,458 Conclusion There was no correlation between visceral fat percentage with arterial stiffness PWV in SLE patients with normal percentage of visceral fat. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T58667
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Nathania Lomento
"Lupus eritematosus sistemik (LES) meningkatkan risiko komplikasi kehamilan, dengan risiko kematian ibu meningkat 20 kali lipat. Maka, perencanaan dan pemantauan kehamilan yang ketat, dengan penggunaan kontrasepsi dan konseling kontrasepsi, harus dilakukan. Penelitian ini bertujuan meneliti faktor-faktor yang berhubungan dengan pengetahuan, sikap, perilaku pasien LES terhadap penggunaan dan konseling kontrasepsi. Studi dengan desain potong lintang ini merekrut perempuan usia 18 sampai 50 tahun yang terdiagnosis LES. Perempuan yang sudah melakukan sterilisasi, menopause, dan sedang hamil tidak dilibatkan dalam penelitian ini. Kuesioner yang digunakan disusun melalui proses wawancara elisitasi dan uji reliabilitas. Penelitian ini melibatkan 114 pasien LES dengan median (IQR) usia 30,5 (25; 38,25) tahun. Mayoritas subjek memiliki pengetahuan rendah terhadap penggunaan kontrasepsi (89,5%) dan konseling kontrasepsi (75,4%). Hanya 32% subjek yang aktif berhubungan seksual menggunakan kontrasepsi secara efektif dan pernah menerima konseling kontrasepsi. Pengetahuan penggunaan kontrasepsi berhubungan dengan pendidikan (p=0,007). Sikap penggunaan kontrasepsi (p=0,012) dan penggunaan kontrasepsi yang efektif (p=0,015) berhubungan dengan usia. Pengetahuan konseling kontrasepsi berhubungan dengan pendidikan (p=0,011) dan sosial ekonomi (p=0,014). Sikap konseling kontrasepsi berhubungan dengan usia (p=0,045) dan pengetahuan (p<0,001). Penerimaan konseling kontrasepsi berhubungan dengan riwayat kehamilan (p=0,04) dan pengetahuan (p=0,004). Usia berhubungan dengan perilaku penggunaan kontrasepsi. Riwayat kehamilan dan pengetahuan berhubungan dengan penerimaan konseling kontrasepsi.

Systemic lupus erythematosus (SLE) increases the risk of pregnancy complications, with a 20-fold increase in maternal mortality. Therefore, strict pregnancy planning and monitoring, involving contraception use and contraceptive counseling, are necessary. This study aims to investigate factors associated with knowledge, attitudes, practices of SLE patients toward contraception use and contraceptive counseling. This cross-sectional study recruited women aged 18 to 50 diagnosed with SLE. Women who was sterile, reached menopause, or were currently pregnant were not included. The questionnaire used was developed through elicitation interviews and reliability testing. This study involved 114 patients with a median (IQR) age of 30.5 (25; 38.25) years. Most had low knowledge of contraception (89.5%) and contraceptive counseling (75.4%). Only 32% of sexually active individuals used contraception effectively and received counseling. Contraceptive knowledge showed association with education (p=0.007). Attitudes towards contraception (p=0.012) and effective contraception use (p=0.015) were associated with age. Contraceptive counseling knowledge was associated with education (p=0.011) and socioeconomic status (p=0.014). Attitudes towards contraceptive counseling were associated with age (p=0.045) and knowledge (p<0.001). Receipt of contraceptive counseling was associated with pregnancy history (p=0.04) and knowledge (p=0.004). Age is associated with effective contraception use, whereas pregnancy history and knowledge are associated with receipt of counseling. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kezia Berlian Kusuma
"Latar belakang. Lupus eritematosus sistemik (LES) dan artritis idiopatikjuvenil (AIJ) adalah penyakit reumatologi tersering pada anak. Penyakit ini memerlukan terapi dan tatalaksana yang cukup lama. Kualitas hidup adalah salah satu bagian penting dalam tatalaksana pasien anak dengan penyakit reumatologi. Hingga saat ini masih belum ada data kualitas hidup pasien remaja dengan penyakit reumatologi di Indonesia.
Tujuan. Mengetahui kualitas hidup remaja dengan penyakit reumatologi, hubungan kualitas hidup dengan aktivitas penyakit dan lama sakit.
Metode. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang pada pasien remaja di Poliklinik Alergi Imunologi Departemen Kesehatan Anak Rumah Sakit Cipto Mengunkusumo sesuai dengan kriteria inklusi. Penilaian kualitas hidup menggunakan kuesioner PedsQL-RM. Pengambilan data menggunakan kuesioener yang dibagikan secara daring.
Hasil. Didapatkan subyek pada penelitian ini 82 remaja dengan penyakit LES sebanyak 91,4% dan AIJ 8,6%. Sebanyak 65,9% pasien reumatologi memiliki kualitas hidup baik dengan 69,3% pasien LES memiliki kualitas hidup yang baik dan 47% memiliki aktivitas penyakit rendah-sedang. Sedangkan hanya 2/7 pasien AIJ memiliki kualitas hidup baik dan sebagian besar memiliki aktivitas penyakit tinggi (4/7 pasien). Tidak terbukti adanya hubungan antara aktivitas penyakit reumatologi terhadap kualitas hidup dari penilaian anak secara keseluruhan (p= 0,883). Aspek kekhawatiran dan komunikasi cukup rendah pada remaja dengan penyakit reumatologi. Durasi penyakit juga tidak memengaruhi kualitas hidup dari penilaian anak (p= 0,392).
Kesimpulan. Kualitas hidup remaja dengan penyakit reumatologi (LES dan AIJ) baik. Tidak ditemukan hubungan antara aktivitas dan lama penyakit terhadap kualitas hidup menggunakan kuesioner PedsQL-RM.

Background. Systemic lupus erythematosus (SLE) and juvenile idiopathic arthritis (JIA) is the most reumatology diseases in children. These are chronic disease that needed prolonged treatment. Quality of life is the most important factor in treatment of rheumatology disease. Until now, there was no data of quality of life in rheumatology disease in adolescent in Indonesia.
Objectives: To assess the quality of life of adolescent with rheumatology disease and association with disease activity and duration.
Methods. A cross-sectional design was conducted on patients and parents/caregivers diagnosed SLE or JIA during August-November 2021 in Allergy and Immunology Policlinic Child Health Departement Cipto Mangunkusumo Hospital according to inclusion criteria. The quality of life were assess by PedsQL-RM questionnaire. Data were obtained from an online questionnaire.
Result. The subjects in this study were 82 adolescents with SLE is the most common in rheumatology disease (91.4%) and 8.6% were JIA. A total of 65.9% of rheumatology disease have a good quality of life that consist of 69.3% of SLE patients have a good quality of life and 47% have low-moderate disease activity. Meanwhile, only 2/7 of JIA patients have good quality of life and most of them have high disease activity (4/7 patients). There was no significant relationship between disease activity on quality of life from the overall assessment of children (p= 0.883). Worriness and communication aspects are quite low in adolescents with rheumatology disease. Illness duration did not affect the quality of life in children assessment (p= 0.392).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Arrum Shafa Maulidiazmi Umar
"Penelaahan ini dilakukan guna mendapatkan informasi mengenai peran faktor stres terhadap kejadian Lupus Eritematosus Sistemik, khususnya pada aspek fisik dan aspek psikologis penyintas LES. Penelaahan kualitatif ini menggunakan desain literature review. Hasil penelaahan ditemukan 9 jurnal internasional yang meneliti peran faktor stres terhadap aspek fisik, dan 11 jurnal internasional yang meneliti peran faktor stres terhadap aspek psikologis penyintas LES. Sebagian jurnal internasional berasal dari Amerika Serikat dan Eropa. Hanya terdapat dua jurnal yang berasal dari Asia (Korea dan Jepang). Jurnal internasional terlama yang digunakan dalam penelaahan ini adalah jurnal oleh Wekking, et al yang dipublikasi pada tahun 1991. Sedangkan jurnal internasional terbaru adalah jurnal oleh Sumner, et al pada tahun 2019. Dampak dari faktor stres lebih mendominasi pada aspek psikologis pasien LES. Kesimpulan dari penelaahan ini, yaitu stres dapat memicu flare dan memperburuk gejala LES. Jenis stres yang paling berpengaruh dalam munculnya flare dan perburukan gejalanya adalah daily stress (interpersonal dan stres dari lingkungan pekerjaan). Daily stress juga menimbulkan dampak pada emosional, kognitif, dan perilaku pasien. Hal tersebut didukung oleh persepsi pasien, dan penelitian perbandingan antara pasien LES dengan kontrol maupun pasien penyakit autoimun lain. Intervensi kognitif-perilaku dan psikologis dapat menjadi alternatif dalam penurunan tingkat stres pasien LES.

The focus of this study is to know about the role of stress in Systemic Lupus Erythematosus, especially on the physical aspects and psychological aspects of SLE patients. This qualitative study uses a literature review design. The study found 9 international journals that discussed the role of factors in physical aspects, and 11 international journals that discussed the role of factors in the psychological aspects of SLE patients. Most international journals were from the United States and Europe. There were only two journals from Asia (Korea and Japan). The oldest international journal used in this study was journal by Wekking, et al published in 1991. The latest international journal used in this study was journal by Sumner, et al in 2019. The conclusion from this review, that stress can trigger flares LSE symptoms. Source of stress that can trigger flares and worsen symptoms most is daily stress (interpersonal and stress from the work environment). Daily stress also affects the emotional, cognitive, and behavior of patients. These facts supported by patients' perceptions, and studies between SLE patients and controls as well as other autoimmune disease patients. Cognitive-behavioral and psychological interventions can be alternatives in reducing the stress level of SLE patients."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>