Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 34 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sri Puji Astuti
"Pasien pediatri rentan mengalami masalah terkait obat dikarenakan penggunaan obat untuk anak merupakan hal khusus dan berbeda dengan orang dewasa terkait perbedaan laju perkembangan organ, sistem enzim yang bertanggung jawab terhadap metabolisme dan ekskresi obat. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi masalah terkait obat berdasarkan kategori yang dikelompokkan Pharmaceutical Network Europe versi 6.2.
Metode penelitian ini dilakukan secara deskriptif retrospektif dengan menggunakan data rekam medik, kardeks dan catatan perawat. Sampel merupakan data pasien rawat inap pediatri dengan diare yang berusia 1 sampai dengan <5 tahun pada tahun 2013-2014 tanpa penyakit penyerta. Analisis dilakukan terhadap 343 jenis terapi obat dari 65 pasien.
Jenis masalah terkait obat yang paling banyak terjadi adalah masalah efektifitas terapi sebesar 50,8% dengan sub domain tertinggi yaitu pasien menderita efek obat tidak optimal sebesar 32,3%. Masalah terkait obat lainnya yaitu ROTD sebesar 49,2% dengan sub domain tertinggi adalah ROTD bukan alergi sebesar 32,7%. Penyebab masalah tertinggi yang diidentifikasi dalam penelitian ini adalah penggunaan obat tanpa indikasi sebesar 38,%.

Pediatric patients susceptible to drug-related problems due to the use of medicines for children is special and different from adults related to differences in rates of organ development, responsible enzyme system for the metabolism and the excretion of drugs. This study aimed to evaluate the drug related problems in pediatric patients that were grouped based on Pharmaceutical Network Europe version 6.2.
This research method is descriptive and retrospective that using medical records, index card and nurse records data. Samples were pediatric hospitalized patient data with diarrhea which aged 1 to <5 years old in 2013-2014 without comorbidities. The analysis was performed on 343 types of drug treatment of 65 patients.
The most common drug related problem was treatment effectiveness (50.8%) with the highest sub domain was effect of drug treatment not optimal (32.3%). Other drug related problems was adverse drug reactions (49.2%) with the highest sub domain was adverse drug event non allergic (32.7%). The highest cause of problem identified in this study was drug use without indication (38%)."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2015
S58806
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Utami Ratnaningsih
"Morbiditas pasien penyakit ginjal kronis memengaruhi jenis dan jumlah terapi obat yang potensial dapat menimbulkan beragam masalah terkait obat. Salah satu peran Apoteker adalah mengidentifikasi dan mencegah terjadinya masalah terkait obat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara polifarmasi dan masalah terkait obat serta mengevaluasi jenis dan jumlah masalah terkait obat pada pasien ginjal kronis di ruang rawat inap RS PMI Bogor. Penelitian ini menggunakan rancangan studi potong lintang. Data primer adalah data masalah terkait obat. Data sekunder dari formulir pemantauan terapi obat oleh farmasi klinik. Penelitian dilakukan di ruang instalasi farmasi RS PMI Bogor periode 28 September?05 Desember 2015. Analisis univariat dilakukan untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi serta proporsi dari variabel yang diteliti. Analisis multivariat uji regresi logistik menguji hubungan variabel bebas, perancu, dan masalah terkait obat. Evaluasi dilakukan terhadap 682 terapi obat dari 92 orang pasien penyakit ginjal kronik. Persentase pasien dengan polifarmasi sebesar 83,7% dan pasien dengan masalah terkait obat sebesar 73,9%. Jumlah obat penyebab masalah terkait obat sebanyak 73 obat (55,3%). Jumlah masalah terkait obat dalam kategori masalah obat sebesar 207 masalah dengan persentase efek pengobatan yang tidak optimal sebesar 67,6%. Ada hubungan bermakna antara pasien yang mendapat obat polifarmasi dan kejadian masalah terkait obat (p=0,000). Pasien penyakit ginjal kronis dengan polifarmasi berisiko 21,67 kali mengalami kejadian masalah terkait obat.

Morbidity in patients with chronic kidney disease affects variety of types and number of drug treatment, then it is potential to cause variety of types and number of drug-related problems. Pharmacists play a role in identifying and preventing drug-related problems. This study aimed to determine the relationship between polypharmacy and drug-related problems, as well as evaluating the type and number of drug-related problems in chronic kidney disease inpatient in Indonesian Red Cross Bogor hospital. This study was retrospective cross sectional study design. The primary data was obtained by identifying drug related problems. The secondary data was taken from drug therapy monitoring form by the clinical pharmacy. The study was conducted at the hospital pharmacy at PMI Bogor hospital during 28 September to 5 December 2015. Univariate analysis was performed to get the distribution frequency and proportion of the variables, such as the characteristics of the patient and drug therapy, as well as the number and types of drug-related problems with the classification of Pharmaceutical Care Network Europe (PCNE). Multivariate logistic regression analysis was conducted to test whether there was a relationship between the confounding variable with drug-related problems. An evaluation was taken on 682 drug treatment of 92 chronic kidney disease patients. The number of patients who experience polypharmacy was 83.7%. The number of patients experiencing drug-related problems was 73.9%. The number of problem in drug-related problems classification was 207 problems, with the nonoptimal treatment effect (67.6%). There was a significant association between patients who received polypharmacy and the incidence of drug-related problems (p=0.000). Chronic kidney disease patients who received polypharmacy had the risk of 21,667 times to experience drug-related problems."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ulfa Rahmawati
"Ketidaktepatan dalam pemberian obat pada pasien balita dapat menimbulkan adanya masalah terkait obat dikarenakan adanya perbedaan farmakokinetika dan farmakodinamika dengan pasien dewasa. Obat kortikosteroid merupakan salah satu obat yang prevalensi diresepkan kepada balita cukup tinggi karena dianggap memiliki banyak manfaat. Namun terdapat beberapa efek samping yang perlu diwaspadai yaitu imunosupresan dan retardasi pertumbuhan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis adanya masalah terkait obat kortikosteroid oral terhadap pasien anak di Puskesmas Kecamatan Tebet yang meliputi ketepatan pemilihan obat, kesesuaian dosis, ketepatan durasi pengobatan, dan juga adanya potensi interaksi obat. Penelitian ini dilakukan secara restrospektif dari resep pasien dan teknik total sampling. Sampel pada penelitian ini menggunakan resep obat deksametason dan prednsison pada pasien balita Puskesmas Kecamatan Tebet periode September-Desember 2019 sebanyak 523 sampel. Dari 523 resep didapatkan jumlah pengobatan kortikosteroid oral yang paling banyak adalah 63% dengan indikasi terbanyak berupa Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) sebanyak 70,7%. Hasil analisis masalah terkait obat menunjukkan adanya ketidaktepatan pemilihan obat sebanyak 382 (73,1%) dan ketidaksesuaian dosis sebanyak 7 (1,3%). Dari hasil analisis statistik didapatkan adanya korelasi antara pemilihan obat dengan ketepatan indikasi pasien (p=0,006). Tingginya potensi masalah terkait obat yang ditemukan membutuhkan kewaspadaan bagi tenaga kesehatan dalam pelayanan resep kortikosteroid oral pada pasien balita.

Inaccuracy in drug administration in under-five patients can lead to drug-related problems due to differences in pharmacokinetics and pharmacodynamics with adult patients. Corticosteroid drugs are one of the drugs whose prevalence is quite high because they are considered to have many benefits. However, there are some side effects that need to be watched out for, namely immunosuppression and growth retardation. This study aims to analyze the existence of problems related to oral corticosteroid drugs in pediatric patients at the Tebet District Health Center which include the accuracy of drug selection, appropriate dosage, accuracy of treatment duration, and also the potential for drug interactions. This study was conducted retrospectively from patient prescriptions and total sampling technique. The sample in this study used prescription drugs for dexamethasone and prednison in toddler patients in Puskesmas Kecamatan Tebet for the period September-December 2019 with a total of 523 samples. Of the 523 prescriptions, the highest number of oral corticosteroid treatment was 63% with the most indication being Upper Respiratory Tract Infection (URTI) of 70.7%. The results of drug-related problem analysis showed that there were 382 (73.1%) drug selection inaccuracies and 7 (1.3%) dose inaccuracies. From the results of statistical analysis, it was found that there was a correlation between drug selection and the accuracy of patient indications (p=0.006). The high potential for drug-related problems that are found requires special attention for health workers in prescribing oral corticosteroid drugs in toddler health services."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fira Nabilla
"Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan proses yang mencakup kegiatan seperti pengkajian terkait obat yang digunakan pasien, pemberian rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat serta pemantauan efektivitas dan efek samping obat. Data penggunaan obat merupakan komponen penting dalam proses PTO. Analisis yang dapat dilakukan berdasarkan data penggunaan obat adalah penilaian kualitas penggunaan antibiotik serta analisis MTO pengobatan yang diterima pasien. Masalah Terkait Obat (MTO) yang terjadi pada pengobatan pasien dan memberikan rekomendasi tindak lanjut menggunakan metode SOAP. PTO dilakukan pada pasien berinisial NAN yang didiagnosis sindrom gangguan pernapasan akut, perdarahan intraserebral dan PDVK. Masalah Terkait Obat (MTO) yang terjadi pada pengobatan pasien N di ruangan PICU RSUP Fatmawati dengan diagnosis sindrom gangguan pernapasan akut, perdarahan intraserebral dan PDVK adalah adanya ketidaksesuaian dosis yaitu amikasin 1x60 mg. Kemudian ditemukan Reaksi Obat yang Tidak Diinginkan (ROTD) terjadi pada pasien yaitu hipoalbumin yang merupakan ROTD dari parasetamol dan hiperglikemi akibat pemberian deksametason. Interaksi obat yang terjadi yaitu antara amikasin dan mannitol, asam valproate dan meropenem, parasetamol dan fenitoin, fenitoin dan asam valproate, amikasin dan furosemide, seftriakson dan furosemide, serta omeprazole dan fenitoin. Penilaian kualitas penggunaan antibiotik menggunakan metode gyssens menunjukkan bahwa penggunaan antibiotik seftriakson sudah tepat atau bijak karena masuk ke dalam kategori 0. Kemudian Penggunaan meropenem masuk kategori IVA dan IIIA yang menginterpretasikan bahwa ada antibiotik lain yang lebih efektif daripada meropenem karena berdasarkan hasil kultur yaitu seftazidim dan sefepim masih sensitif terhadap pasien serta penggunaan antibiotik terlalu lama (lebih dari 14 hari). Penggunaan amikasin masuk kategori IIA dan IIB yang menunjukkan bahwa dosis dan interval yang tidak tepat.

Drug Therapy Monitoring (DTM) is a process that includes activities such as assessments related to drugs used by patients, providing recommendations for solving drug-related problems, and monitoring the effectiveness and side effects of drugs. Drug use data is an important component of the DTM process. Analysis that can be carried out based on drug use data is an assessment of the quality of antibiotic use as well as an DRP analysis of the treatment the patient receives. Drug-Related Problems (DRP) that occur in patient treatment and provide follow-up recommendations using the SOAP method. DTM was performed on a patient with the initials NAN who was diagnosed with acute respiratory distress syndrome, intracerebral hemorrhage, and PDVK. Drug-Related Problems (DRP) that occurred in the treatment of patient N in the PICU room at Fatmawati Hospital with a diagnosis of acute respiratory distress syndrome, intracerebral hemorrhage, and PDVK was a dose mismatch, namely amikacin 1x60 mg. Then it was found that adverse drug reactions (ADR) occurred in patients, namely hypoalbumin which was ADR from paracetamol, and hyperglycemia due to dexamethasone administration. Drug interactions that occur are between amikacin and mannitol, valproic acid and meropenem, paracetamol and phenytoin, phenytoin and valproic acid, amikacin and furosemide, ceftriaxone and furosemide, and omeprazole and phenytoin. Assessment of the quality of antibiotic use using the Gyssens method showed that the use of ceftriaxone was appropriate or wise because it was included in category 0. Then the use of meropenem was included in categories IVA and IIIA which interpreted that other antibiotics were more effective than meropenem because they were based on culture results, namely ceftazidime and cefepime. still sensitive to patients and the use of antibiotics for too long (more than 14 days). The use of amikacin is in categories IIA and IIB which shows that the dose and interval are incorrect."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Pajariana
"Masalah terkait peresepan obat merupakan kejadian medication error yang dapat merugikan pasien. Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah masalah ini ialah melalui kegiatan pengkajian resep. Oleh sebab itu dalam karya tulis ini dilakukan pengkajian terhadap kelengkapan administratif, farmasetik serta keseuaian klinis pada resep dari 5 pasien poli saraf yang diterima oleh apotek Kimia Farma unit 0389 dalam rangka melihat dan mengevaluasi permasalahan yang sering terjadi dalam peresepan obat. Hasil pengkajian terhadap kelima resep obat tersebut menunjukkan bahwa dari aspek administrasinya, drug related problem atau medication error yang sering terjadi ialah mengenai tidak tercantumnya informasi terkait alamat dokter, nomor telepon dokter, alamat pasien serta berat badan pasien. Berdasarkan aspek farmasetiknya, informasi mengenai bentuk sediaan obat serta cara dan lama pemberian obat tidak tercantum pada 3 dari 5 resep yang dikaji. Pengkajian terhadap kesesuain klinis menunjukkan bahwa drug related problem yang terjadi pada resep yang dikaji ialah DRP kategori P2 mengenai keamanan pengobatan dengan domain sekunder berupa kejadian obat merugikan yang mungkin terjadi. DRP tersebut diantaranya adalah adanya polifarmasi obat, interaksi obat serta efek samping obat yang merugikan.

Problems related to drug prescribing are medication errors that can harm patients. One effort that can be made to prevent this problem is through reviewing recipes. Therefore, in this paper, an assessment was carried out on the completeness of the administration, pharmacy and clinical suitability of prescriptions from 5 polyneurology patients received at Kimia Farma 0389 Sin order to see and evaluate problems that often occur in drug prescribing. The results of research on the five drug prescriptions show that from the aspect of drug administration, the most common drug-related problems or medication errors that occur are the absence of information regarding the doctor's address, doctor's telephone number, patient address, and patient's weight. Based on the pharmaceutical aspect, information regarding the dosage form of the drug as well as the method and duration of drug administration was not included in 3 of the 5 prescriptions studied. The clinical suitability assessment showed that the problem related to the drug that occurred was DRP category P2 regarding drug safety with a secondary domain in the form of the possibility of drug side effects. This DRP includes drug polypharmacy, drug interactions, and drug side effects.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Anisah Haras
"Pasien COVID-19 memiliki kondisi klinis mulai dari tanpa gejala (asimtomatik) hingga berat atau kritis. Pasien COVID-19 dengan derajat sakit berat atau kritis berpotensi mengalami komplikasi, gagal organ, Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), sepsis, dan syok sepsis, sehingga membutuhkan perawatan di Intensive Care Unit (ICU). Pasien yang mendapat perawatan di ICU berisiko lebih tinggi untuk terjadinya Masalah Terkait Obat (MTO) hal ini disebabkan karena kondisi kritis dan penyakit penyerta yang membutuhkan terapi pengobatan yang kompleks. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi MTO pada pasien COVID-19 di ICU RSUI tahun 2020. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain penelitian cross-sectional. Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yang diambil secara retrospektif dari resep dan rekam medis. Klasifikasi MTO yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada klasifikasi yang dibuat oleh Hepler dan Strand. Identifikasi dilakukan pada 185 pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Hasil dari penelitian menunjukan adanya MTO pada 38 pasien COVID-19 (20,54%) di ICU RSUI bulan Maret – Desember 2020 dengan kejadian MTO sebanyak 53 kejadian. Kategori MTO yang teridentifikasi, meliputi indikasi yang tidak diobati (3,77%), kesalahan pemilihan obat (5,66%), kegagalan dalam penerimaan obat (1,89%), dosis berlebih (1,89%), reaksi obat tidak diinginkan (7,55%), potensi interaksi obat (79,25%), dan tidak ditemukannya kejadian dosis subterapi serta penggunaan obat tanpa indikasi. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa terapi pengobatan pada pasien COVID-19 di ICU RSUI berpotensi mengalami masalah terkait obat.

COVID-19 patients have clinical conditions ranging from asymptomatic to severe or critical. COVID-19 patients with severe illness may experience complications, organ failure, Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), sepsis, and septic shock, thus requiring treatment in the Intensive Care Unit (ICU). Patients who receive treatment at the ICU are at a higher risk for the occurrence of Drug-Related Problems (DRPs) this is due to critical conditions and comorbidities that require complex treatment therapy. This study aims to identify DRPs in COVID-19 patients at ICU RSUI in 2020. This study is a descriptive study with a cross-sectional study design. The data used in this study are secondary data taken retrospectively from prescriptions and medical records. The DRPs classification used in this study refers to the classification made by Hepler and Strand. Identification was carried out on 185 patients who met the inclusion and exclusion criteria. The results of the study showed the presence of DRPs in 38 COVID-19 patients (20,54%) at ICU RSUI in March – December 2020 with 53 DRPs events. Identified DRPs categories, included untreated indications (3,77%), improper drug selection (5,66%), failure to receive drugs (1,89%), overdosage (1,89%), adverse drug reactions (7,55%), potential drug interactions (79,25%), and there were no events of subtherapeutic dosage and drug use without indication. Therefore, it can be concluded that treatment in COVID- 19 patients at ICU RSUI has the potential to experience drug-related problems."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Juni Astuti
"Pelayanan kefarmasian dirumah sakit menjadi salah satu pelayanan kesehatan. Pelayanan farmasi klinik berupa pelayanan secara langsung oleh seorang apoteker dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan terjadinya efek samping karena suatu obat. Salah satu dari kegiatan farmasi klinik yang sering dilakukan diantaranya pemantauan terapi obat. Kegiatan pemantauan terapi obat harus dilakukan secara berkesinambungan dengan tujuan keberhasilan maupun kegagalan terapi dapat diketahui. Strikture uretra berupa penyempitan uretra karena adanya luka atau jaringan parut yang mempengaruhi pengeluaran air kecil (obstruktif voiding dyfungcions) dengan konsekuensi yang akan berpotensi serius pada kandung kemih. Makalah ini akan membahas pemantauan terapi obat pada pasien strikture uretra dengan komplikasi penyakit lainnya di rumah sakit daerah tarakan. Data dianalisis berdasarkan rekam medis, instruksi harian pasien berupa catatan perkembangan pasien, catatan pemberian obat pasien, hasil pemeriksaan laboratorium dan radiology. Hasil dari pemantauan terapi obat pasien menunjukkan bahwa obat yang diterima telah sesuai dengan penyakit pasien tetapi terdapat masalah terkait obat diantara nya kontraindikasi, interaksi minor, dan tidak tepatnya dosis dengan literatur yang diperoleh.

Pharmaceutical services in hospitals are one of the health services. Clinical pharmacy services are in the form of direct services by a pharmacist in order to improve therapeutic outcomes and minimize the occurrence of side effects due to a drug. One of the clinical pharmacy activities that is often carried out includes monitoring drug therapy. Drug therapy monitoring activities must be carried out continuously with the aim of success or failure of therapy can be known. Urethral stricture is a narrowing of the urethra due to injury or scarring that affects urinary output (obstructive voiding dyfungcions) with potentially serious consequences for the bladder. This paper will discuss the monitoring of drug therapy in patients with urethral stricture with complications of other diseases in the Tarakan Regional Hospital. Data were analyzed based on medical records, daily patient instructions in the form of patient progress notes, patient drug administration records, laboratory and radiology examination results.  The results of monitoring the patient's drug therapy showed that the drugs received were in accordance with the patient's disease but there were drug-related problems including contraindications, minor interactions, and inappropriate doses with the literature obtained.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nurlaila Afriliah
"Pemantauan Terapi Obat (PTO) adalah kegiatan yang memastikan pengobatan yang diberikan kepada pasien efektif, aman, dan rasional. Kondisi pasien yang memerlukan pemantauan terapi obat antara lain pasien dengan lebih dari satu penyakit dan polifarmasi, pasien dengan gangguan fungsi organ hati dan ginjal, dan pasien geriatri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji pemantauan terapi obat salah satu pasien rawat inap di RSUD Tarakan. Pasien yang dipantau terapi obatnya adalah pasien geriatri radikulopati serviks dengan penyakit penyerta hipertensi, cedera ginjal akut, dan perdarahan saluran pencernaan atas di RSUD Tarakan. Pemantauan terapi obat dilakukan selama 16 hari dengan metode retrospektif dan wawancara. Hasil penelitian yaitu terapi pengobatan yang diberikan ke pasien sudah tepat indikasi dan tepat dosis tetapi masih terdapat masalah interaksi obat, efek samping obat, dan kegagalan menerima obat. Masalah terkait obat ini dapat diatasi dengan pemberian jeda pemakaian obat, monitoring efek samping, dan perbaikan sistem distribusi rumah sakit. Kesimpulan penelitian yaitu terapi pengobatan sudah tepat indikasi dan dosis tetapi masih terdapat beberapa masalah terkait obat yaitu interaksi, efek samping, dan kegagalan menerima obat.

Therapeutic Drug Monitoring (TDM) is an activity that ensures that the treatment given to patients is effective, safe, and rational. Patient conditions that require monitoring of drug therapy include patients with more than one disease and polypharmacy, patients with impaired liver and kidney function, and geriatric patients. This study aims to examine the monitoring of drug therapy in one of the inpatients at Tarakan Regional Hospital. Patients whose drug therapy was monitored were geriatric cervical radiculopathy patients with comorbidities such as hypertension, acute kidney injury, and upper gastrointestinal bleeding at Tarakan Regional Hospital. Drug therapy monitoring was carried out for 16 days using retrospective methods and interviews. The results of the study are that the treatment therapy given to patients had the right indications and the right dosage, but there were still problems with drug interactions, drug side effects, and failure to receive the drug. Problems related to this drug can be overcome by giving breaks in drug use, monitoring side effects, and improving the hospital distribution system. This study concludes that medical therapy had the correct indications and dosage but there were still several problems related to the drug, namely interactions, side effects, and failure to receive the drug.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Simarmata, Mayannaria
"Masalah terkait obat adalah kejadian yang melibatkan terapi obat yang secara nyata atau potensial terjadi akan mempengaruhi hasil terapi yang diinginkan. Pasien yang mendapat perawatan intensif ditangani oleh team dokter sehingga mendapat polifarmasi yang menyebabkan kemungkinan besar terjadi interaksi obat sehingga menimbulkan masalah baru bagi pasien. Peranan apoteker pada pasien perawatan intensif masih terbatas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pengaruh intervensi terhadap masalah terkait obat pada pasien stroke dan gangguan kardiovaskular di ruang perawatan intensif Rumkital Dr. Mintohardjo Jakarta dan mendeskripsikan kondisi klinis pasien sebelum dan setelah intervensi. Penelitian yang dilakukan adalah studi eksperimen sebelum dan sesudah intervensi terhadap masalah terkait obat yaitu Pre dan Post Design yang bersifat prospektif. Kondisi klinis pasien dinilai dengan menggunakan skor Apache II. Jumlah pasien pada penelitian ini adalah 31 orang dengan umur 31-83 tahun (rata-rata 60,42 tahun). Laki-laki 21 orang ( 67,74% %).
Hasil penelitian menunjukkan 93,54% pasien mengalami masalah terkait obat dengan rata-rata 5,55 masalah terkait obat per pasien. Masalah terkait obat yang paling banyak ditemui adalah interaksi potensial (26,74%), perlu pemeriksaan laboratorium (21,51%) dan dosis obat terlalu tinggi/regimen dosis terlalu sering (14,53%). Pemberian intervensi berpengaruh nyata (p=0,000) terhadap jumlah kejadian masalah terkait obat. Kondisi klinis seluruh pasien sebelum intervensi pada skor Apache 2-31, sedangkan kondisi klinis pasien yang masih hidup setelah intervensi pada skor Apache 0-19. Pasien yang meninggal sebanyak 14 orang. Terdapat perbedaan yang bermakna antara kondisi klinis pasien yang masih hidup sebelum dan setelah intervensi (p=0,031). Intervensi apoteker secara bermakna menurunkan jumlah masalah terkait obat.

Drug related problem (DRP) is an event or circumstance involving drug therapy, that may actually or potentially interferes with desired health outcomes. Intensive care patients are often care by several teams with the result that polypharmacy that can lead to drugs interaction. The role of pharmacist at intensive care patient is limited. The objectives of this study were evaluating about the influence of pharmacist intervention on DRPs of cardiovascular disorders patients at intensive care unit and describing clinical condition of patients before and after intervention. The method which was used in this study was prospective with experimental study pre and post intervention for DRPs. Patient clinical condition was evaluated by Apache Score II. In this study the number of patient involved were 31 at the age 31-83 years (mean age 60,42 years). Mens were 21 (67,74%).
The result showed that 93,54% of the patient had DRPs and an average of 5,5 DRPs were recorded per patient. The DRPs categorize most often were potential interaction (26,74%), need laboratory test (21,51%), and drug dose too high or dosage regime too frequent ((14,53%). The patient used average of 10,81 drugs during hospitalization.There was statistically significant difference between DRPs pre and post intervention with (p= 0,000). Clinical condition of all patients before intervention was at Apache score 2-31 while clinical condition of all life patients after intervention was at Apache score 0-19. Patients who died in this study were 14 patients. There was statistically significant difference between the clinical status of life patients post and pre intervention (p= 0,031). Pharmacist intervention significantly decreased DRPs."
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T29048
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lusi Indriani
"ABSTRAK
Penggunaan obat yang berisiko terhadap ginjal pada pasien dengan penurunan
fungsi ginjal memungkinkan terjadinya masalah terkait obat. Apoteker berperan
dalam mengidentifikasi dan mencegah terjadinya masalah terkait obat. Penelitian
ini bertujuan untuk menilai pengaruh intervensi apoteker terhadap penurunan
jumlah dan jenis masalah terkait obat pada pasien penyakit ginjal kronik di
Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati. Penelitian dilakukan
secara prospektif selama periode Januari hingga Maret 2012 menggunakan
rancangan eksperimental, pre dan post-test. Evaluasi dilakukan terhadap 377
terapi obat dari 40 orang pasien penyakit ginjal kronik. Rekomendasi diberikan
kepada dokter, perawat, dan pasien. Jumlah masalah terkait obat adalah 98
masalah (25,99% dari jumlah terapi obat yang diresepkan). Jenis masalah terkait
obat adalah efek terapi obat yang tidak optimal 62,24%, kejadian obat yang tidak
diinginkan (non alergi) 20,41%, dan kejadian obat yang tidak diinginkan (toksik)
17,35%. Penelitian ini menunjukkan bahwa intervensi apoteker dapat menurunkan
masalah terkait obat jenis efek terapi obat yang tidak optimal (62,24% menjadi
0%), jenis kejadian obat yang tidak diinginkan yang non alergi (20,41% menjadi
11.22%), dan jenis kejadian obat yang tidak diinginkan yang menimbulkan efek
toksik (17,35% menjadi 10,20%). Faktor perancu secara bermakna mempengaruhi
terjadinya masalah terkait obat yaitu penyakit penyerta (r= 0,385; p= 0,014), dan
jumlah terapi obat (r= 0,604; p= 0,000)."
2012
T31428
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>