Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 29 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wulan Pri Handini
Abstrak :
ABSTRAK

Konsekuensi dianutnya Negara hukum oleh Indonesia menyebabkan penyelenggaraan administrasi pemerintahan terikat pada asas legalitas yang menghendaki setiap keputusan/tindakan yang diambil oleh pemerintah mengedepankan adanya dasar hukum. Akibatnya ketika Peraturan Perundang-undangan bermasalah, maka menghambat jalannya penyelenggaraan pemerintahan. Peraturan Menteri pada tahun 2015 menyumbang 8.311 peraturan bermasalah karena substansinya bertentangan dan melampaui kewenangan. Bermasalahnya Peraturan Menteri salah satunya disebabkan rumusan ketentuan Pasal 8 yang tidak memberi kejelasan perihal materi yang dapat diatur oleh Peraturan Menteri dan tafsir kewenangan yang dimaknai Menteri dapat mengatur tanpa dasar Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Oleh karenanya, penelitian ini ditujukan untuk menjelaskan ruang lingkup materi muatan dalam 18 (delapan belas) Peraturan Menteri Hukum dan HAM, batasan materi muatan dalam putusan Mahkamah Agung, dan konsep ruang lingkup materi muatan Peraturan Menteri kedepannya yang diperlukan untuk mewujudkan tertib Peraturan Perundang-undangan. Penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan bahan dasar studi pustaka atau data sekunder yang berupa peraturan - peraturan dan literatur - literatur yang berkaitan dengan Peraturan Menteri secara umum dan Peraturan Menteri Hukum dan HAM secara khusus. Hasil penelitian menunjukkan 18 Peraturan Menteri tersebut dikategorikan dalam 2 jenis, yakni: 1) Peraturan Menteri sebagai peraturan kebijakan yang isinya adalah mengisi kekosongan hukum dan melancarkan penyelenggaraan pemerintahan dan 2) Peraturan Menteri sebagai Peraturan Perundang-undangan yang isinya menjalankan perintah Undang-Undang secara tegas, menjalankan perintah Peraturan Pemerintah (PP) secara tegas, menjalankan ketentuan PP yang tidak diperintahkan, mengatur lebih lanjut ketentuan Perpres dan menjalankan perintah pengaturan oleh peraturan sejenis.  Ruang lingkup Peraturan Menteri mencerminkan fungsi masing-masing peraturan dan kedudukannya dalam hierarki

Kata kunci: materi muatan, Peraturan Menteri, fungsi, hirarki



ABSTRACT
The consequence of adopting a rule of law by Indonesia is that the administration of government is bound by the principle of legality that requires every decision/ action taken by the government to advance the legal basis. As a result, when laws and regulations are problematic, it will hamper the running of government. Ministerial regulations in 2015 accounted for 8,311 problematic regulations because their substance conflicted, exceeding authority. The problem with ministerial regulations is partly due to the formulation of Article 8 provisions that do not provide clarity regarding material that can be regulated by ministerial regulations and interpretations of authority interpreted by the minister as being able to regulate without a higher legal basis. Therefore, this research is aimed at explaining the scope of the material content in 18 (eighteen) Minister of Law and Human Rights Regulations, the material content limitations in the Supreme Court's decision, and the concept of the scope of material content of Ministerial Regulations in the future needed to realize the order of the laws and regulations. The research used is normative juridical with the basic material of library materials or secondary data in the form of regulations and literature relating to ministerial regulations in general and Minister of Law and Human Rights Regulations specifically. The results showed 18 (eighteen) ministerial regulations were categorized in 2 types namely 1) ministerial regulations as policy regulations whose contents were to fill the legal vacuum and smooth governmental administration and 2) ministerial regulations as statutory regulations whose contents carried out strict law orders, carry out the PP orders expressly, carry out the PP provisions that were not ordered, further regulate the provisions of the Perpres and carry out the regulation orders by similar regulations. The material runs the provisions of PP that are not ordered and similar regulations should not be regulated in ministerial regulation

 

2019
T54835
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Dwi Anggono
Abstrak :
Tesis ini membahas tentang Keputusan Bersama Menteri yang secara faktual telah ada dan berkembang sejak lama dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan, namun dari perspektif ilmu perundang-undangan keberadaannya masih menimbulkan ketidakjelasan terutama mengenai jenis dan letaknya dalam peraturan perundang-undangan, serta cara menguji legalitasnya. Berdasarkan isi atau substansi nya Keputusan Bersama Menteri dapat digolongkan menjadi 3 jenis yaitu: Keputusan Bersama Menteri yang bersifat peraturan perundang-undangan (regeling); Keputusan Bersama Menteri yang bersifat penetapan (beschikking); Keputusan Bersama Menteri yang bersifat peraturan kebijakan (beleidsregels). Letak Keputusan Bersama Menteri yang bersifat peraturan perundang-undangan adalah sejajar dengan Peraturan Menteri dan di bawah Peraturan Presiden. Mengenai pengujian terhadap Keputusan Bersama Menteri dapat dilakukan melalui tiga cara, Pertama untuk Keputusan Bersama Menteri sebagai peraturan perundang-undangan dapat dilakukan permohonan pengujian ke Mahkamah Agung. Kedua, Keputusan Bersama Menteri sebagai penetapan dapat diajukan upaya administrasi dan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Ketiga, untuk Keputusan Bersama Menteri sebagai peraturan kebijakan pengujiannya selalu dilakukan tidak langsung, yakni melalui asas-asas umum pemerintahan yang layak.
This thesis discusses the Joint Decree of the Minister factually has existed and developed since a long time in the practice of governance, but from the perspective of regulatory science is still causing confusion exists, especially regarding the type and location in the legislation, as well as how to judicial review their legality. Based on its content or substance of the Joint Decree of the Minister can be classified into 3 types, namely: Joint Decree of the Minister is legislation (regeling) Joint Decree of the Minister is setting (beschikking); decision is with the Minister that the policy rules (beleidsregels). The decision lies with the Minister who is legislation is in line with the ministerial regulations and under the presidential decree. Concerning judicial review of the Joint Decree of the Minister can be done through three ways, First Minister of the Joint Decree of legislation can be made application to the Supreme Court judicial review. Second, as the Joint Decree of the Minister of the determination may be filed administrative and litigation efforts to the State Administrative Court Third, for the Joint Decree of the Minister as a test policy rules do not always direct, ie through the general principles of proper administration.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T26752
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Otok Kuswandaru
Abstrak :
The consequence of the implementation of the Law Number 22 Year 1999 on the Local Government is to apply the fiscal decentralization in giving an adequate fund for the autonomous local government in order to finance its authority. One of evidences of the implementation of the fiscal decentralization is the birth of the Law Number 34 Year 2000, which is the modification of the Law Number 18 Year 1997, on Local Taxes and Tariffs, furthermore, to support this Law, Government Regulation Number 65 Year 2001 on Local Tax was also launched. In addition to the authority that is written in the Law Number 34, This Government Regulation Number 65 year 2001 authorizes local government to tax. In applying the Law and Government Regulation on Local Tax and Tariff, central government has an important role to ensure that the implementation of the local's authority in taxing does not have negative effect to the local and national economic growth. Without ignoring the fairness aspect and local community burden, this somehow" overlapping taxing between Central and Local Government should be done through Controlling. The Central control on the Local Regulation on local tax is administrated by the State Minister and Finance Minister. This control is written in the Law Number 3412000, Government Regulation Number 6512000, Government Regulation 20/2001 on Supervising and Controlling the Local Government Arrangement, and the Presidential Decree Number 7412001 on the Local Government Arrangement Management Control. In the implementation, the local regulation on the local tax is considered troublesome because is contradict the article 2 : 4 Law Number 34/2000 and also it disobey the Law and Regulation that orders the Local Government has to submit its Local Regulation on tax to the Home Affairs Minister and the Finance Minister in the latest of 15 (fifteen) days since it is declared. Some points that could be stressed from this problem are: Firstly, How is the role of the Home Affairs Minister and the Finance Minister in the implementation of tax decentralization that is given to the Local Government as written in article 2 : 4 Law 34/2000? Secondly, how is the control of the both ministers in the implementation of the tax decentralization in the Local Government? Reviewing these problems, in the general the theory of Central-Local can be discussed 3 approaches as follows: local-government centered approach, service centered approach, and the mix democratic-administrative value approach. In the implementation of the fiscal decentralization, theories that be could used in the Central-Local relationship in financial aspect are partnership model and agency model. Fiscal decentralization is based on 2 perspectives, bottom-up and top-down. To review the role and control of Home Affairs Minister and Finance Minister, there are 4 central roles in the Central-Local relationship which affect the controlling, they are : promote role, preventive role, punitive role, and reformative role. The review on the controlling is also using theory that relates the base of controlling in the local autonomy, the condition that needed to avoid the control transforms to limiting Local Government autonomy, and the major bases of the controlling mechanism. This research is using a qualitative approach explaining the social trend or social reality, stressing in the role and control of Home Affairs Minister and Finance Minister on Local Tax Regulation. The discussion is described descriptively that focused in 2 major fields. The first is the illustration of the role of the Home Affairs Minister and Finance Minister in the implementation of tax decentralization which is conducted by the local governments, and the second is the illustration of the implementation of control conducted by both Ministers. Based on the research that has been done, there are some conclusions that can be taken. (1) The fiscal decentralization in Indonesia is using the partnership model and the bottom up which is based on local-government centered approach. (2) Troubled Local tax regulation is the negative product of the local-government centered approach. (3) Both Home Affairs and Finance Ministers are tend to imply promotive and preventive role, however, they are ignoring the proportional balance in implying punitive and reformative tole. (4) The effect of the both Ministers' role is the less effective control from both Ministers that caused conflict between both institutions in. (5) The coordination between both Ministers have not settled yet. Refer to those conclusion, advices that can be given in this thesis are as follow: (1) The Partnership Model and the bottom-up should also balance the democratization, efficiency, and administratively economical local government. (2) the local-government centered approach has to be changed with approach that combine the democratic and administrative value. (3) Home Affairs Minister and Finance Minister should imply the balance and proportional promotive, preventive, punitive, and reformative role. (4) There is a need of a clear line separating between the Home Affairs Minister and Finance Minister's authority. (5) The need of clear control coordination should be followed by the modification of the Law 34/2000, Government Regulation 65/2001, and Government Regulation 20/2001.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14038
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurhadianti Ariestya Mochtan
Abstrak :
ABSTRAK
Keadaan domestik Jepang yang kian memprihatinkan terutama dalam bidang kependudukan dimana jumlah penduduk negara Jepang terus mengalami penurunan, jumlah lansia lebih banyak jika dibandingkan dengan usia anak muda dan berdampak pada sektor tenaga kerja dan juga perekonomian Jepang yang mengalami stagnansi. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah Jepang berupaya untuk menanggulangi permasalahan tersebut. Hal yang dilakukan oleh pemerintah Jepang adalah, berusaha untuk meningkatkan jumlah pekerja, demi meningkatkan perekonomian Jepang.Salah satu cara yang dilakukan oleh Pemerintah Jepang, saat ini di perintah oleh PM Shinzo Abe, adalah meningkatkan jumlah tenaga kerja asing. Hal ini yang dirasa oleh Jepang mampu menanggulangi permasalah domestik negaranya.Dalam pembuatan kebijakan luar negeri Jepang, salah satu faktor yang berpengaruh dalam hal tersebut adalah kepala pemerintahan. Abe sebagai kepala pemerintah negara Jepang, bertindak sebagai Perdana Mentri, memiliki kekuasaan tertinggi dalam memutuskan pembuatan kebijakan Jepang.Kebijakan yang membahas mengenai tenaga kerja asing di Jepang pada masa pemerintahan PM Shinzo Abe sedikit mengalami perubahan dari PM sebelumnya. Dimana pada masa pemerintahan PM Abe, jumlah tenaga kerja asing mengalami peningkatan yang drastis. Hal ini tidak terlepas dari keinginan PM Abe untuk meningkatkan kembali perekonomian Jepang dengan berusaha untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja di beberapa sektor usaha agar perekonomian berjalan maksimal sehingga mampu mempengaruhi peningkatan ekonomi Jepang.
ABSTRACT
Japan 39 s domestic circumstances are a growing concern, especially in the field of population where the population of the country of Japan continues to decline. The Aging population is growing while the number of young generation getting low. the Japanese government struggles to cope with these problems. Japanese government already trying to increase the number of workers., especialy immigrant workers.Abe as the prime minister of Japan has the highest authority in the decision of foreign policy making. Under Abe administration, the number of immigrant workers had increase. It is because Abe focus on reconstruction of Japan Economi problem, which is Japan need more workers to make their production sector grown faster and the stagnantion in Japan will end. Eventho, in Japan diet these topic, about immigrant workers, is one of sensitive problem, but Japan can rsquo t denied that they need them to help them solve their domestic problem.
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adi Lazuardi
Abstrak :
ABSTRAK
Pada tahun 2014, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI memberlakukan Permendikbud No. 160 Tahun 2014 yang berakibat pada munculnya dua kurikulum di dalam sistem pendidikan Indonesia yang menimbulkan beberapa permasalahan. Dengan menggunakan metode penelitian deskriptif, penelitian ini menyimpulkan bahwa kurikulum merupakan tanggung jawab pemerintah pusat dan harus diatur dengan peraturan yang lebih tinggi yaitu Peraturan Presiden.
ABSTRACT
In 2014, the Minister of Education and Culture of Indonesia implements Regulation No. 160 of 2014 which resulted in the emergence of two curricula in the Indonesian education system that caused some problems. By using descriptive research method, this research concludes that the curriculum is the responsibility of central government and must be regulated by a higher regulation namely Presidential Regulation.
2017
T48854
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Rachmah Fadjria P.
Abstrak :
Studi ini memaparkan bagaimana penerapan Kepmendagri No. 29 tahun 2002 mengenai Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan APBD, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan APBD di Biro Perlengkapan, Setda Propinsi Banten. Pada Tahun Anggaran 2003 ini, Biro Perlengkapan menyelenggarakan 13 kegiatan, dengan total dana yang dianggarkan sebesar Rp 81.849.765.548,00 dengan bobot terbesar dianggarkan bagi kegiatan Pengadaan Lahan Pemerintah Propinsi Banten. Dalam rangka meninjau sejauh mana Kepmendagri No. 29/2002 tersebut diterapkan di Propinsi yang relatif masih sangat muda ini, maka tujuan dari penulisan ini adalah untuk menilai pengelolaan keuangan daerah setelah diterapkannya Kepmendagri No. 29/2002 dengan mengadopsi sistem anggaran berdasarkan kinerja (performance budgeting). Tinjauan terhadap penganggaran pada salah satu kegiatan di Biro Perlengkapan Setda Propinsi Banten yakni kegiatan Pengadaan Lahan Pemerintah Propinsi Banten, berdasarkan Standar Biaya dilakukan dengan menganalisa setiap rincian obyek kegiatan (per Kode Rekening) dalam satu kegiatan, apakah harga satuan (unit cost) dari rincian obyek kegiatan tersebut sesuai dengan Standarisasi Harga yang dikeluarkan oleh Pemerintah Propinsi Banten. Tinjauan juga dilakukan terhadap anggaran secara garis besar, apakah masih mengadopsi sistem anggaran lama yakni Line-Item Budgeting atau sudah sepenuhnya menggunakan sistem Performance Budgeting (anggaran berdasarkan kinerja) seperti yang diamanatkan di dalam Kepmendagri No. 29/2002. Pada kegiatan Pengadaan Lahan Pemerintah Propinsi Banten di Biro Perlengkapan, terlihat bahwa pelaksanaan sistem anggaran berdasarkan kinerja belum sepenuhnya diterapkan, melainkan masih tercampur aduk dengan sistem anggaran yang diterapkan sebelum dikeluarkannya Kepmendagri No. 29/2002, yakni Line-Item Budgeting. Demikian pula halnya dengan harga satuan (unit cost) yang digunakan dalam memperhitungkan total biaya yang dibutuhkan, tidak sesuai dengan standar biaya yang dijadikan acuan (Standarisasi Harga yang dikeluarkan oleh Propinsi Banten sesuai dengan Keputusan Gubernur Nomor 4 Tahun 2003). Sebagian besar harga satuan pada Belanja Operasi dan Pemeliharaan mengalami mark-up sehingga ± 23%, sedangkan untuk Belanja Modal, harga satuan lahan yang tercantum dalam Rencana Anggaran Satuan Kerja (RASK) seringkali mengalami perubahan pada pelaksanaannya. Selain itu, masih terdapat juga pemanfaatan dana yang tidak sesuai dengan yang dialokasikan dalam anggaran. Jika Kepmendagri No. 29/2002 disosialisasikan dengan baik sebelum diterapkan di daerah, semua instansi pemerintah daerah berperan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) masing-masing, serta mental, moral dan peran dari sumberdaya manusia di daerah telah dipersiapkan dengan matang, maka penerapan Kepmendagri No. 29/2002 tentunya akan berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T12576
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Markus Gunawan
Abstrak :
ABSTRAK
Kewenangan bidang pertanahan di Batam menjadi kewenangan Otorita Batam melalui hak pengelolaan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1973 tentang Daerah Industri Pulau Batam dan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 tahun 1977 tentang Pengelolaan dan Penggunaan Tanah di Daerah Industri Pulau Batam. Beberapa masalah yang dikaji dalam penelitian ini yaitu: Bagaimana status hukum kewenangan bidang pertanahan yang dimiliki oleh Otorita Batam sehubungan dengan diundangkannya Undangundang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan bagaimana status hukum terhadap peraturan bidang pertanahan yang telah diterbitkan oleh Otorita Batam apabila terjadi peralihan kewenangan kepada Pemerintah Kota Batam. Penults meneliti masalah tersebut dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif dan empiris. Hasil penelitian memperlihatkan adanya kewenangan bidang pertanahan yang tidak sinergis antara Pemerintah Kota Batam dan Otorita Batam. Untuk menyelesaikan masalah tersebut pemerintah perlu segera menerbitkan peraturan pemerintah tentang Hubungan Kerja antara Pemerintah Kota Batam dan Otorita Batam. Dalam hal konsep kekhususan pengembangan kawasan Batam tetap dipertahankan, maka keberadaan Otorita Batam perlu dilengkapi dengan dasar hukum yang kuat, termasuk pengaturan mengenai kewenangan bidang pertanahan. Dalam hal pemerintah memandang bahwa Batam perlu dikembangkan sesuai dengan semangat Otonomi daerah, maka peran Pemerintah Kota Batam harus lebih dioptimalkan dengan memberikan segala kewenangan yang selama ini dimiliki oleh Otorita Batam, termasuk kewenangan bidang pertanahan.
2007
T18978
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hizkia Hendri Kadarwanto
Abstrak :
ABSTRAK
Tujuan dari pemeliharaan dan perawatan bangunan adalah untuk membuat fungsi, struktur, dan estetika bangunan tetap terjaga sesuai dengan kondisi awal. Studi kasus yang diteliti adalah Gedung Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Tujuan dari penelitian ini untuk meningkatkan kinerja pemeliharaan dan perawatan bangunan hijau gedung pemerintahan komponen ruang luar (lansekap) dan tata grha. Permasalahan yang diangkat pada penelitian ini ialah komponen lansekap dan tata grha yang rusak sehingga tidak mencapai standar kinerja ruang luar (lansekap) dan tata grha dan tidak bisa digunakan. Hal ini berdampak pada 4 persyaratan keandalam bangunan tidak tercapai (kenyamanan, keselamatan, kesehatan, dan kemudahan) serta biaya operasional pemeliharaan meningkat. Masalah tersebut disebabkan karena sistem pemeliharaan komponen ruang luar dan tata grha tidak efektif mulai dari peraturan pemeliharaan yang belum lengkap pada manajemen pemeliharaan gedung, sampai manajemen data bangunan yang belum berbasis digital. Metode penelitian yang digunakan adalah survei, tinjauan literatur, dan studi kasus. Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah membuktikan bahwa pekerjaan pemeliharaan dan perawatan gedung hijau menggunakan sistem informasi website berbasis Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 24 Tahun 2008 dapat meningkatkan kinerja pemeliharaan dan perawatan gedung hijau bangunan pemerintahan komponen ruang luar (lansekap) dan tata grha.
ABSTRACT
The purpose of building maintenance is to make the function, structure, and aesthetics of the building maintained in accordance with the initial conditions. The case study was the Ministry of Public Works and Housing Building. The purpose of this study is to improve maintenance performance landscape and housekeeping componentas of states green buildings. The problem raised in this study is that the landscape and housekeeping components are damaged so that they do not reach the standard of landscape and housekeeping performance and cannot be used. This has an impact on 4 building interior requirements not being achieved (comfort, safety, health and convenience) and also maintenance operational costs. The problem is caused by the ineffective system of maintaining landscape and housekeeping. The research methods used are surveys, literature reviews, and case studies. The expected result of this study is to prove that the maintenance work of green buildings using Minister of Public Works Regulation No. 24 2008-based website can improve maintenance performance landscape and housekeeping componentas of government green buildings.
2019
T55161
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Zahrin
Abstrak :
Pemeliharaan bangunan adalah kegiatan menjaga keandalan bangunan, infrastruktur dan fasilitas untuk memiliki fungsi yang tepat dan tidak cepat rusak. Tujuan utamanya adalah untuk mengelola bangunan dan lahannya, serta menyesuaikan kebutuhan fasilitas dan mencapai persyaratan keandalan bangunan (kenyamanan, keselamatan, kesehatan, dan kenyamanan). Masalahnya, kondisi pemeliharaan gedung saat ini umumnya masih konvensional. Akibatnya, proses pemeliharaan gedung cenderung lambat, sering diabaikan, dan seringkali dapat mengakibatkan biaya tambahan yang tidak signifikan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan kinerja pekerjaan pemeliharaan bangunan hijau di gedung-gedung negara bagian untuk komponen arsitektur. Metode penelitian yang digunakan adalah studi literatur, analisis data dan studi kasus pengembangan sistem informasi. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum 24/2008 digunakan sebagai Pedoman Pemeliharaan Bangunan yang kemudian diintegrasikan ke dalam Sistem Informasi-WEB. Dengan mengembangkan sistem informasi untuk pemeliharaan, kinerja Komponen Arsitektur akan dicapai 4 poin dari persyaratan bangunan dan mengurangi kemungkinan kerusakan di masa depan terutama untuk kerusakan plafon. Hasil penelitian ini akan berupa sistem informasi berbentuk web yang berguna bagi lembaga negara dan lainnya dalam melaksanakan pekerjaan memelihara bangunan hijau, terutama dalam komponen arsitektur.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
T55173
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dipa Nugroho
Abstrak :
Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) membuat suatu surat keputusan mengenai pemberhentian dan pengangkatan Ketua Dewan Pengawas di Perusahaan Umum (Perum) XXX, dimana dalam Diktum Keempat dinyatakan memberikan kuasa kepada Direksi Perum XXX untuk membuatkan surat keputusan tersebut kedalam bentuk akta otentik dihadapan Notaris. Akta otentik yang dibuat oleh Notaris X atas surat keputusan Menteri BUMN tersebut adalah akta pernyataan. Kesimpulan tersebut diperoleh dengan memakai metode penelitian yuridis normatif yaitu metode penelitian yang mengacu kepada peraturan perundang-undangan Indonesia dan sumber data lainnya yang berkaitan. Sumber perolehan data yang digunakan adalah sumber data sekunder dengan bahan hukum primer dan sekunder yang terdiri dari akta pernyataan yang dibuat Notaris X, peraturan perundang-undangan yang berlaku dan referensi lainnya. Kesimpulan dalam tesis ini adalah akta pernyataan yang dibuat oleh Notaris X memberikan kekuatan pembuktian yang lebih kuat meskipun berlebihan karena Menteri BUMN adalah pejabat Negara yang surat keputusannya mempunyai kekuatan sebagai akta otentik dan seharusnya Notaris X memberikan penyuluhan mengenai hal tersebut kepada penghadap mengenai hal tersebut.
The Minister of State Owned Enterprise are making a Decree on retirement and appointment of The Head of Overseeing Board in Public Company (Perum) XXX, which in the fourth of his decision were stated that it also gives to the Board of Director Perum XXX a power of authority to concluded the Decree in a form of authentic deed in the presence of Public Notary. Authentic deed were made by Public Notary X to the Minister of State Owned Enterprise Decree is statement deed. Those conclusion were made by making a normative legal type of research method which that kind of method refers to the Indonesia law and regulation and with other source of data. The source of data were used is secondary data source with primary and secondary legal resources which conclude public notary statement deed, Indonesia law and other reference included. The conclusion of this thesis is statement deed were made by Notary X gives a stronger evidentiary power although it`s excessive because the Minister of State Owned Enterprises is a state officials which all its decree prevail as an authentic deed and it`s supposed to be that Notary X gives counseling about it to the authorized about it.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38894
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>