Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 40 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Setiorini
"Pada saat ini penggunaan kadmium di industri-industri di Indonesia semakin meningkat, dan sebagai akibatnya pencemaran logam tersebut di lingkungan cukup tinggi. Kadmium dapat menyebabkan keracunan akut maupun keracunan kronis pada manusia. Keracunan akut dapat menimbulkan antara lain kejang perut, sakit kepala, syok, kerusakan paru-paru dan sistem reproduksi. Untuk mengetahui pengaruh penyuntikan kadmium klorida (CdClz) dosis tunggal terhadap motilitas spermatozoa telah dilakukan penelitian eksperimental pada 25 ekor mencit (Mus musculus L.) jantan galur Swiss.
Hewan uji dibagi dalam lima kelompok eksperimen yaitu kelompok eksperimen I, 1I, III, IV (KE1 sampai dengan KE4) yang disuntik berturut-turut dengan dosis 0,045; 0,090; 0,180 dan 0,360 mg Cd+/lkg b.b., dan kelompok kontrol yang disuntik dengan akuabidestilata.
Hasil uji ANAVA menunjukkan bahwa penyuntikan kadmium klorida secara intraperitoneal dosis 0,045; 0,090; 0,180; dan 0,360 mg Cd s+/kg b.b. berpengaruh terhadap persentase motilitas spermatozoa. Hasil uji Tukey (a = 0,05) menunjukkan bahwa penyuntikan kadmium klorida dosis 0,180 dan 0,360 mg Cd+/kg b.b. menyebabkan penurunan motilitas spermatozoa, sedangkan dosis 0,045 dan 0,090 mg Cd+/kg b.b. tidak menyebabkan penurunan motilitas spermatozoa."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2001
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Julianti
"Telah dilakukan penelitian di Laboratorium Biologi Reproduksi dan Perkembangan Departemen Biologi FMIPA UI untuk melihat pengaruh pemberian filtrat kering statin terhadap konsentrasi, persentase motilitas dan abnormalitas spermatozoa Mus musculus L. (mencit) jantan galur DDY. Pencekokan dilakukan 36 hari berturut-turut pada tiga kelompok perlakuan M. musculus dengan sepuluh ulangan. Kelompok kontrol 1 (KK1) diberi larutan CMC 1%, dan kelompok kontrol 2 (KK2) diberi tepung tempe dosis 14 mg/kg bb/hari. Satu kelompok eksperimen (KE) diberi filtrat kering statin dosis tunggal, yaitu 14 mg/kg bb/hari. Mus musculus dikorbankan pada hari ke-37 kemudian dihitung konsentrasi, persentase motilitas dan abnormalitas spermatozoa.
Hasil pengamatan terhadap rata-rata konsentrasi (juta/ml), motilitas (%), dan abnormalitas (%) spermatozoa berturut-turut adalah KK1 (97,15 ± 45,66; 60,2 ± 31,44; 0,9 ± 0,88), KK2 (88,9 ± 49,46; 52 ± 20,44; 2,2 ± 1,93), KE (67,9 ± 51,96; 59,7 ± 30,22; 2,8 ± 2,53). Hasil uji parametrik Analisis Variansi (Anava) 1-faktor terhadap parameter konsentrasi, motilitas, dan abnormalitas spermatozoa menunjukkan tidak adanya perbedaan bermakna antara kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen. Dengan demikian, pemberian filtrat kering statin dosis 14 mg/kg bb/hari selama 36 hari berturut-turut tidak mempengaruhi konsentrasi, persentase motilitas dan abnormalitas spermatozoa M. musculus jantan galur DDY."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2006
S31387
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andhyni Eriel Tombe
"LATAR BELAKANG: Regulasi fungsi spermatozoa bergantung pada modifikasi paska translasi yang dapat diaktivasi melalui serangkaian tranduksi sinyal. Berbagai hormon telah diketahui mengatur aktivasi serangkaian transduksi sinyal dalam spermatozoa matang. Pemberian prolaktin pada spermatozoa normal telah diketahui dapat berperan sebagai faktor ketahanan hidup melalui aktivasi jalur transduksi sinyal PI3K/AKT ? anti apoptosis, sehingga spermatozoa dapat mempertahankan motilitas dan viabilitas. Namun efek pemberian prolaktin terhadap kondisi spermatozoa lainnya seperti astenozoospermia (motilitas rendah dan marker apoptotik tinggi) masih belum diketahui. Inkubasi in vitro pada spermatozoa pasien infertil sebelum dilakukannya fertilisasi berbantuan dapat menyebabkan penurunan viabilitas dan motilitas sperma akibat proses apoptosis. Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian prolaktin terhadap fosforilasi AKT dari spermatozoa pasien infertil astenozoospermia.
BAHAN DAN CARA KERJA: Sampel penelitian ini berjumlah 30 pasien yang dibagi dalam kelompok perlakuan dengan prolaktin dan tanpa prolaktin (Kontrol). Status astenozoospermia, data motilitas sebelum dan sesudah perlakuan didapatkan dari analisis data CASA oleh staff laboratorium androlog Klinik IVF Yasmin, RSCM Kencana Jakarta. Analisis ekspresi protein, fosforilasi dan apoptosis dilakukan dengan teknik imunositokimia dan western blot kemudian dilanjutkan dengan analisis densitometri dengan Image J.
HASIL : Berdasarkan hasil uji anova one way dan t test independent, terdapat peningkatan motilitas yang bermakna antara kelompok sebelum inkubasi dan sesudah inkubasi dengan prolaktin serta antara kelompok inkubasi dengan prolaktin dan tanpa prolaktin (kontrol) (p<0,05), meskipun tidak terdapat perbedaan fosforilasi tirosin yang bermakna antara kelompok perlakuan dengan prolaktin dan kontrol. Pada kelompok perlakuan terdapat peningkatan fosforilasi AKT yang bermakna dibandingkan kelompok kontrol (p<0,05), akan tetapi tidak terdapat perbedaan aktivasi kaspase 3 yang bermakna antara kelompok perlakuan dengan prolaktin dan kelompok kontrol.
KESIMPULAN : Pemberian prolaktin pada spermatozoa astenozoospermia dapat meningkatkan motilitas dan tingkat ketahanan hidup pada spermatozoa astenozoospermia melalui induksi fosforilasi AKT meskipun tidak memberi perubahan signifikan pada tingkat apoptosis (aktivasi kaspase 3).

BACKGROUND: The regulation of sperm cell function depends on post translation modification that can be activated through several signal transduction pathways. Those transduction pathways can be activated by several hormones. It has been reported that prolactin exerts a prosurvival effect on human spermatozoa via mechanisms that involved the stimulation of akt phosphorylation and suppression of caspase activation and capacitation, so that it could preserves viability and motility of spermatozoa. However, prolactin effect on asthenozoospermic sperm has not been investigated. Asthenozoospermia, or low sperm motility, is a common cause of human male infertility. Apoptosis markers appeared significantly higher in asthenozoospermia as compared with normozoospermia. Studies have revealed that apoptosis markers tend to increase in spermatozoa following cryopreservation and thawing or others preparation before assisted reproductive technology treatment. The aim of this research was to evaluate any possible effect of prolaktin as prosurvival factor to induce AKT phosphorylation on spermatozoa of patients with asthenozoospermia.
METHODS: Human spermatozoa of asthenozoospermic patients (n=30) were divided into two groups, one with prolactin treatment and one as control (without prolactin. Determination of asthenozoospermic condition, sperm motility parameters were assessed using CASA System at Andrology Laboratorium, Yasmin IVF Clinic, RSCM Kencana,Jakarta. Analysis of prolactin receptor, tyrosine phosphorylation and apoptosis were performed with immunocytochemistry and western blot analysis at Molecular biology Laboratorium FK University of Indonesia and continued with densitomtry analysis using Image J (NIH) program.
RESULT : The result of anova one way dan t test independent show that there was a significant increase of motility in the group of sample after incubation with prolactin compare togroup of sample before treatment and control (p<0,05), even though there was no significant difference of tyrosine phosphorilation in both group tratment with prolactin and control. Incubation of spermatozoa with prolactin showed a significant increase in AKT phosphorylation compare with control group (p<0,05), however there was no significant difference of Caspase 3 activation between treatment group and control.
CONCLUSION: Prolactin treatment on spermatozoa of asthenozoospermic patient has increase survival rate by induction of AKT phosphorylation, however the high level of proapoptosis factor caused a failure to prevent caspase 3 activation."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adelia Ulfie Damayanti
"Spermisida merupakan salah satu kontrasepsi non-hormonal yang bahan aktif utamanya adalah Nonoxynol-9 (N-9). Bahan aktif tersebut diketahui mampu merusak membran spermatozoa untuk mencegah kehamilan. Spermisida memiliki efektivitas yang rendah, sehingga perlu digunakan bersama kontrasepsi lain. Penggunaan berulang N-9 dapat menyebabkan iritasi pada organ reproduksi. Bahan biologis diharapkan menjadi bahan spermisida yang lebih aman dan efektif. VDAC3 merupakan protein yang dapat ditemukan pada spermatozoa dan berperan mengatur motilitas spermatozoa. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan membentuk gel kontrasepsi yang mengandung antiserum VDAC3 yang mampu menghambat motilitas, viabilitas, dan integritas membran spermatozoa. Subjek penelitian adalah 25 semen laki-laki usia 25-40 tahun yang sudah memiliki anak dan normozoosperma. Terbagi menjadi empat kelompok yaitu sperm only, gel only, pre-imun serum, dan antiserum VDAC3. Uji karakteristik gel terdiri dari uji daya sebar, uji pH, dan pengamatan perubahan warna. Uji efektivitas yang meliputi motilitas menggunakan Computer Assisted Sperm Analysis (CASA), viabilitas menggunakan eosin Y, dan integritas membran menggunakan uji Hypoosmotic Swelling (HOS). Hasil menunjukkan daya sebar, pH, dan warna yang stabil selama satu bulan. Hasil efektivitas menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna antara motilitas total pre-imun dan antiserum VDAC3, namun viabilitas dan integritas membran memberikan hasil yang berbeda bermakna. Gel dengan kandungan antiserum VDAC3 berpotensi sebagai spermisida.

Spermicide is non-hormonal contraceptive that contains Nonoxynol-9. Nonoxynol-9 can decrease spermatozoa motility and viability. However, it should be used with other contraception because the effectiveness is low and can irritate genitalia organs. Biological materials are expected to be safer and effective. VDAC3 is a protein channel that can be found in spermatozoa and have the function of sperm motility. Therefore, this research aim is to produce a contraceptive gel containing antiserum VDAC3 and determine its effectiveness on sperm motility, viability, and membrane integrity. We use 25 samples of semen from males aged 25-40, who have a child, and normozoospermic—divided into four groups sperm only, gel only, pre-immune serum, and antiserum VDAC3. The characteristics evaluation involves pH measurement, spreadability, and gel color change. The effectiveness experiment involves sperm motility observation using Computer Assisted Sperm Analysis (CASA), viability examination with eosin Y, and membrane integrity examination using the Hypoosmotic swelling test (HOS). This study's results show that the gel has stable characteristics based on pH, spreadability, and color after one month. There is no significant difference between pre-immune serum and antiserum VDAC3 total motility, but have significant differences in sperm viability and membrane integrity. The gel contains antiserum VDAC and has the potential to be a spermicide."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ulaan, Ronald
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Ramadhani
"Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak Pimpinella pruatjan Molkenb. (purwoceng) secara oral terhadap kualitas spermatozoa Mus musculus L. (mencit) jantan galur DDY pada bulan Juni--Juli 2006 di Laboratorium Biologi Reproduksi dan Perkembangan Departemen Biologi FMIPA UI. Mencit jantan sebanyak 24 ekor dibagi dalam 4 kelompok perlakuan dengan masing-masing terdiri dari 6 ulangan. Satu Kelompok Kontrol (KK) dicekok dengan larutan carboxy-methyl-cellulose 1%.
Tiga kelompok perlakuan lainnya (KP1,KP2, dan KP3) dicekok dengan suspensi ekstrak P. pruatjan dengan dosis berturut-turut sebesar 32,5; 65; dan 130 mg/ kg bb/ hari. Semua perlakuan diberikan selama 8 hari berturutturut. Mencit dikorbankan pada hari ke-9 dengan cara dislokasi vertebrae servikalis, kemudian bagian ujung distal kauda epididimis sampai akhir vas deferen diisolasi dan dilakukan penghitungan persentase motilitas, viabilitas, abnormalitas serta konsentrasi spermatozoa. H
asil pengamatan terhadap rerata persentase motilitas, viabilitas, abnormalitas, dan konsentrasi spermatozoa berturut-turut adalah sebagai berikut: KK (69,5 ± 9,13 % ; 70,3 ± 0,80 % ; 16,5 ± 0.84 % ; 19,76 ± 6,852 juta/ml), KP1 (76 ± 9.54 % ; 78 ± 0,50 % ; 19,16 ± 0,57 % ; 21,56 ± 9,992 juta/ml), KP2 (66,8 ± 9,17 % ; 74,5 ± 1,22 % ; 13,16 ± 0,83 % ; 22,33 ± 7,247 juta/ml), KP3 (76,6 ± 9,59 % ; 81,5 ± 0,60 % ; 16,83 ± 0,90 % ; 35,8 ± 12,129 juta/ml). Hasil uji anava 1-faktor terhadap persentase motilitas, viabilitas, dan abnormalitas spermatozoa menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata antara ke-4 kelompok perlakuan.
Hasil uji anava 1-faktor terhadap konsentrasi menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antara KP3 dengan KK, KP1, dan KP2. Dengan demikian, pencekokan ekstrak P. pruatjan selama 8 hari berturut-turut dengan dosis 130 mg/kg bb dapat meningkatkan konsentrasi spermatozoa sebesar 44,08 %, sedangkan terhadap persentase motilitas, viabilitas dan abnormalitas spermatozoa tidak berpengaruh."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2007
S31430
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maryam Rosmilawati
"Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak Enhalus acoroides (L.f.) Royle secara oral terhadap kualitas spermatozoa mencit (Mus musculus L.) jantan galur DDY pada bulan Agustus--November 2008 di Laboratorium Biologi Reproduksi dan Perkembangan Departemen Biologi FMIPA UI. Mencit jantan sebanyak 25 ekor dibagi dalam 5 kelompok perlakuan dengan masing-masing terdiri dari 5 ulangan. Satu kelompok kontrol (KK) dicekok dengan olive oil. Empat kelompok perlakuan lainnya (KP1, KP2, KP3, dan KP4) dicekok dengan suspensi ekstrak E. acoroides dengan dosis berturut-turut sebesar 5 mg/ kg bb, 10 mg/ kg bb, 20 mg/ kg bb, dan 40 mg/ kg bb perhari. Semua perlakuan diberikan selama 8 hari berturut-turut. Mencit dikorbankan pada hari ke-9 dengan cara dislokasi vertebrae servikalis, kemudian bagian bawah distal kauda epididimis sampai akhir vas deferen diisolasi dan dilakukan penghitungan persentase motilitas, viabilitas, abnormalitas, dan konsentrasi spermatozoa. Hasil uji Anava 1-faktor (=0,05) terhadap abnormalitas dan konsentrasi menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata antara ke-5 kelompok perlakuan.
Hasil uji Anava 1-faktor (=0,05) terhadap motilitas menunjukkan ada perbedaan nyata antara KK (37,9 %) dengan KP3 (57,88 %) dan KP4 (55,62 %), dan pada viabilitas terdapat perbedaan nyata antara KK (89,8 %) dengan KP1 (94 %), KP3 (95,2 %), dan KP4 (96 %); serta KP2 (92 %) dengan KP4 (96 %).Dengan demikian, pencekokan ekstrak E. acoroides selama 8 hari berturut-turut dapat meningkatkan motilitas dengan rerata persentase tertinggi terdapat pada KP3 (dosis 20 mg/kg bb) yaitu sebesar 57,88 %, dan dapat meningkatkan viabilitas dengan rerata persentase tertinggi pada KP4 (dosis 40 mg/kg bb) yaitu sebesar 96 %, sedangkan terhadap konsentrasi dan abnormalitas spermatozoa tidak berpengaruh."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S31572
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhillah
"Telah dilakukan penelitian mengenai pengaruh pemberian berbagai konsentrasi glukosa terhadap kualitas spermatozoa ikan tawes, Barbonymus gonionotus (Bleeker, 1850) satu hari pascakriopreservasi. Tujuan penelitian untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh pemberian berbagai konsentrasi glukosa terhadap kualitas spermatozoa ikan tawes, Barbonymus gonionotus (Bleeker, 1850) satu hari pascakriopreservasi. Konsentrasi glukosa yang digunakan sebagai perlakuan adalah 0% (kontrol), 2%, 4%, 6%, 8%, dan 10%. Semen ikan tawes ditambahkan dengan DMSO 10% dan larutan pengencer yang terdiri atas glukosa 0%, 2%, 4%, 6%, 8%, dan 10%, serta larutan Kurokura dengan perbandingan 1 : 3.
Hasil uji ANAVA memperlihatkan perbedaan yang nyata (P < 0,05) pada berbagai konsentrasi glukosa terhadap persentase viabilitas dan abnormalitas namun tidak terhadap persentase motilitas (P > 0,05) spermatozoa ikan tawes satu hari pascakriopreservasi. Berdasarkan uji Tukey, data persentase viabilitas spermatozoa ikan tawes satu hari pascakriopreservasi menunjukkan adanya perbedaan nyata (P < 0,05) pada glukosa 4% (54,80 ± 10,47%), 6% (59,80 ± 11,30%), dan 8% (54,00 ± 8,34%) masing-masing dengan kontrol (77,25 ± 9,77%). Sementara itu, data persentase abnormalitas spermatozoa ikan tawes satu hari pascakriopreservasi menunjukkan adanya perbedaan nyata (P < 0,05) hanya pada glukosa 6% (45,00 ± 4,90) dibandingkan dengan kontrol (24,25 ± 11,35%)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
S31569
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Shari
"ABSTRAK
Latar Belakang. Protein yang berperan penting dalam fungsi sperma berpotensi sebagai target molekul dalam upaya pengembangan bahan kontrasepsi pria. Salah satu protein yang terdapat pada sperma adalah protein kanal Voltage Dependent Anion Channel3 (VDAC3). VDAC3 berfungsi mengatur aliran ion dan metabolit termasuk ATP. Dari penelitian dengan menggunakan teknik knock-out mouse pada gen VDAC3 dilaporkan bahwa mencit jantan mutan VDAC3 homozigot mengalami penurunan yang signifikan dalam motilitas spermanya. Tujuan penelitian ini adalah memproduksi antibodi poliklonal VDAC3 melalui imunisasi protein rekombinan VDAC3 murni dan uji aktivitasnya terhadap motilitas dan viabilitas sperma manusia.
Metode. Verifikasi keberhasilan pemotongan His fussion tag beserta 31 asam amino plasmid dari protein rekombinan dilakukan dengan teknik Western blott. ELISA digunakan untuk mengetahui titer IgG anti VDAC3sedangkan uji efektifitas antibodi VDAC3 terhadap fungsi sperma dilakukan dengan menghitung prosentase sperma yang tidak bergerak, waktu yang ditempuh sperma dalam jarak 0,1 mm. Analisa viabilitas sperma dilakukan dengan metode pewarnaan eosin.
Hasil. Pada penelitian ini Western blotting dengan menggunakan antibodi Rabbit Anti VDAC Human menghasilkan pita tunggal dengan ukuran ~ 16 kDa, sedangkan penggunaan antibodi terhadap His (C-term) tidak menunjukan adanya pita. Hasil spektofotometri ELISA titer antibodi poliklonal VDAC3 yang berasal dari kelinci menunjukkan adanya peningkatan titer antibodi poliklonal VDAC3 setelah imunisasi dibandingkan dengan titer antibodi sebelum imunisasi (preimun serum). Hasil uji aktivitas antibodi poliklonal VDAC3 menunjukkan terjadi peningkatan jumlah sperma bergerak yang bermakna pada waktu 30 menit (p<0,05) dan 60 menit (p<0,05), juga terjadi peningkatan waktu tempuh sperma yang bermakna pada waktu 0-30 menit (p<0,05) setelah perlakuan. Penambahan antibodi poliklonal VDAC3 juga berpengaruh secara nyata terhadap persentase viabilitas spermatozoa yang hidup (p<0,05).
Kesimpulan. VDAC3 poliklonal antibodi berhasil diproduksi melalui imunisasi dari VDAC3 rekombinan murni. Antibodi poliklonal anti-protein rekombinan Voltage Dependent Anion Channel-3 (VDAC3) dapat menurunkan motilitas dan viabilitas sperma manusia invitro secara bermakna.

ABSTRACT
Background. Sperm-specific proteins that are important for sperm function can potentially be used as a target for developing a male contraceptive. One of the proteins found in the human sperm is Voltage Dependent Anion Channel3 (VDAC3). VDAC3 regulates the flow of ions and metabolites including ATP in the mitochondrial membrane and cell membrane of the eukaryotes. A previous study showed VDAC3 knockout mice had significant reduction in sperm motility. The purpose of this study was to produce polyclonal antibodies through immunization of pure VDAC3 recombinant protein and analyze its effect towards sperm motility and viability.
Methods. Removal of the His fussion tags plus 31 amino acids from the recombinant plasmid was verified using western immunoblotting. The titter of VDAC3 polyclonal antibody was determined by ELISA. The effect of VDAC3 antibodies against sperm qualities namely motility and viability was assessed using standard sperm analyses approved by the WHO.
Results. Western immunoblotting using Rabbit Anti Human VDAC3, produced a single band with size of ~ 16 kDa. No visible band was detected when anti-His (C-term) antibody was used in the analyses. Spectophotometric ELISA showed that the titer of VDAC3 polyclonal antibodies, derived from rabbits, polyclonal antibody increased better than the pre-immune. Analyses of VDAC3 polyclonal antibody against human sperm showed an increase in the number of sperm to move significant at 30 minutes (p < 0.05) and 60 minutes (p < 0.05), as well as an increase in sperm significant travel time at the time of 0-30 minutes (p < 0.05) after treatment. Polyclonal antibodies VDAC3 also significantly affect the percentage of sperm viability (p < 0.05).
Conclusion. Polyclonal antibody anti-VDAC3 was successfully produced via immunization of the pure recombinant VDAC3. Polyclonal antibody anti-recombinant protein Voltage Dependent Anion Channel-3 (VDAC3) may decrease human sperm motility and viability in vitro significantly.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fariz Angling Al Rasyid
"LATAR BELAKANG: Inseminasi intrauterin atau IIU adalah salah satu tata laksana dari infertilitas. Pencucian spermatozoa dengan metode density gradient centrifugation atau DGC dilakukan untuk memisahkan spermatozoa yang dapat digunakan untuk IIU. Pencucian spermatozoa dapat berpengaruh pada aktivitas dinein ATPase, yang berperan dalam motilitas, namun nilai pasti dari aktivitas dinein ATPase pada spermatozoa astenozoospermia sebelum dan setelah pencucian DGC belum diketahui
METODE: Pada sampel yang telah diperoleh dari 6 partisipan laki-laki astenozoospermia, dilakukan analisis semen dengan merujuk pada guideline WHO tahun 2010, preparasi fraksi aksonem, penentuan kadar protein, serta pengujian aktivitas spesifik dinein ATPase yang dilakukan sebelum dan setelah dilakukannya pencucian spermatozoa dengan metode DGC. Aktivitas spesifik dinein ATPase diukur dengan melihat kemampuannya melepaskan fosfat dari ATP. Penentuan kadar protein dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer nanodrop, dan dilakukan uji statistik berupa uji t berpasangan atau uji Wilcoxon untuk melihat derajat kemaknaan, dengan nilai p<0,05 menandakan hasil yang bermakna.
HASIL: Ditemukan adanya peningkatan rerata dari konsentrasi, morfologi, kelajuan, dan persentase spermatozoa motil progresif pada kelompok astenozoospermia setelah DGC dibandingkan dengan sebelum DGC. Aktivitas spesifik dinein ATPase juga mengalami peningkatan yang bermakna pada kelompok setelah DGC dibandingkan dengan kelompok sebelum DGC.
KESIMPULAN: Setelah pencucian spermatozoa dengan menggunakan metode DGC, terjadi peningkatan aktivitas spesifik dinein ATPase dan peningkatan persentase spermatozoa motil progresif

BACKGROUND: Intrauterine insemination, also known as IIU, is one of the treatments used for infertility. Sperm washing procedure is used to separate motile spermatozoa that are going to be used for intrauterine insemination. One of the methods used in sperm washing is the density gradient centrifugation or DGC, which could affect the activity of dynein ATPase, which is important for sperm motility. Therefore, this study is conducted to find out the effect of sperm washing with DGC method to the specific activity of dynein ATPase.
METHODS: Samples obtained from 6 male participants with asthenozoospermia were analyzed according to WHO’s 2010 guideline, followed by axoneme fraction preparation, protein level measurement, and dynein ATPase specific activity test were performed before and after sperm washing with DGC method. Dynein ATPase specific activity is measured by its ability to free phosphate from ATP. Sample protein level is measured by using the nanodrop spectrophotometer. Paired t-test or Wilcoxon signed-rank test were performed to see the degree of significant, with p-value<0,05 indicates a statistically significant result.
RESULT: There was an increase of concentration, morphology, velocity, and motility of spermatozoa between asthenozoospermia group before and after sperm washing with DGC method. There is also a significant increase in the specific activity of dynein ATPase before and after sperm washing with DGC method.
CONCLUSIONS: After sperm washing procedure with DGC method, there is a significant increase in dynein ATPase specific activity and the percentage of motile progressive spermatozoa.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>