Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hasaruddin
"Kesultanan Buton memiliki banyak peninggalan naskah yang umumnya berada dalam wilayah kraton. Naskah-naskah tersebut ditulis oleh para pembesar kerajaan. Para sultan umumnya memiliki peranan yang cukup besar dalam proses tradisi tulis dalam lingkungan Kesultanan Buton. Hasil karya para sultan tidak hanya berupa naskah yang berbahasa Wolio tetapi juga berbahasa Melayu dan Arab."
Jakarta: Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, 2012
090 JMN 3:2 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Lilie Suratminto
"Di antara batu-batu nisan yang tersimpan di Museum Taman Prasasti ada satu nisan yang sangat berbeda dengan yang lain, baik bentuk maupun ornamennya. Batu nisan itu terletak di sudut kiri belakang museum tersebut. Bangunan batu nisan itu berbentuk kotak dilengkapi sebuah pilar yang ujungnya patah. Berdasarkan inskripsi yang tertulis pada batu nisan tersebut, yang dimakamkan di sini adalah Jan Laurens Brandes. Hampir semua orang Indonesia tahu nama Nâgarakretâgama, tapi tidak semua orang tahu siapa nama tokoh penyelamatnya. J.L.A. Brandes adalah adalah penyelamat manuskrip tersebut pada saat Istana Cakranegara dibakar pada waktu Perang Lombok pada tahun 1894. Tulisan ini membahas sejauh mana korelasi batu nisan ini dari kaca mata semiotik melalui analisis mikro dan makro model Peirce dan Danesi-Perron, dengan kisah kehidupan Brandes sebagai seorang arsiparis, linguis, sejarawan dan arkeolog yang seluruh hidupnya diabdikan pada bidang ilmu yang ditekuninya."
Jakarta: Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, 2012
090 JMN 3:2 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Woro Retno Mastuti
"Penelitian ini adalah salah satu bentuk tanggung-jawab kami sebagai peneliti muda atas naskah-naskah nusantara yang ribuan jumlahnya. Memang, dari segi kuantitas, belum banyak yang kami lakukan untuk menyelamatkan naskah-naskah nusantara tersebut. Namun demikian, laporan penelitian ini semakin memacu kami untuk berbuat lebih banyak lagi. Penggarapan naskah yang kami lakukan ini juga merupakan tugas seorang filolog, yaitu orang yang mencintai naskah-naskah lama. Tujuan kerja filologi adalah mengungkapkan produk masa lampau melalui peninggalan tulisan, mengungkapkan budaya lalu, menyajikan teks yang terbaca oleh masyarakat masa kini dalam bentuk suntingan. Sebetulnya, masih banyak naskah yang harus digarap. Dari 109 peti naskah Surat-Surat Tanah koleksi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, kami hanya sanggup mengerjakan 2 peti saja. Hal yang tidak dapat dihindari dari penggarapan naskah tersebut adalah kesulitan dalam membaca naskah dalam aksara Bali. Hal ini disebabkan kondisi naskah yang usianya cukup lama, aksara yang sudah tidak jelas lagi untuk dibaca, keterbatasan waktu, dana, dan tenaga. Namun demikian, dari 2 peti naskah yang berhasil digarap dapat diungkapkan berbagai aspek yang terkandung di dalam naskah ini. Yaitu, bahasa Bali Kuno, sistem penanggalan, pola penulisan catatan peristiwa hukum, sejarah sosial-politik di Bali pada abad ke-19, dan fungsi naskah bagi masyarakat. Naskah Surat-Surat Tanah ini ditulis di lontar, berbahasa dan beraksara Bali. Tidak diketahui siapa penyalinnya. Hampir pada setiap naskah terdapat catatan penanggalan. Nampaknya, catatan penanggalan ini bukan penanggalan yang berkaitan dengan penyalinan atau penulisan naskah, tetapi penanggalan dari berlangsungnya peristiwa hukum tersebut. Bahasa Bali yang digunakan termasuk bahasa Bali Kuno. Berdasarkan klasifikasi bahasa Bali, maka bahasa yang digunakan dalam teks naskah Surat-surat tanah ini adalah Rasa Alus Hider. Naskah Surat-Surat Tanah tidak lagi disimpan oleh masyarakat Bali, karena bukan termasuk naskah yang berisi teks-teks ajaran moral. Naskah Surat Tanah dimusnahkan dengan cara dibakar atas perintah pemerintah Jepang."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Arum Ngesti Palupi
"Babad Sinělan Nasěkah merupakan salah satu satu dari sekian banyak karya sastra Jawa peninggalan para leluhur yang bisa dikaji dan diteliti. Naskah ini merupakan koleksi Perpustakaan Pura Pakualaman Yogyakarta dengan nomor koleksi 0100/pp/73 yang berbentuk tembang macapat yang ditulis menggunakan aksara Jawa dan menggunakan bahasa Jawa dengan sedikit serapan dari bahasa Arab, Melayu dan Belanda. Babad Sinělan Nasěkah tergolong ke dalam teks piwulang. Dalam teks piwulang terkandung ajaran-ajaran hidup yang berguna tidak hanya pada masa karya sastra itu ditulis, tetapi juga dimasa sesudahnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis agar kandungan ajaran yang ada di dalam teks Babad SinělanNasěkah dapat diungkapkan dan dijadikan pedoman hidup. Namun, keadaan teks yang ditulis dengan menggunakan bahasa dan aksara Jawa merupakan sebuah persoalan tersendiri, sebab tidak semua pembaca memahami aksara dan bahasa Jawa. Untuk itu, terlebih dahulu perlu dilakukan penyuntingan teks yang dalam penelitian ini menggunakan metode perbaikan bacaan. Setelah disunting, selanjutnya teks diterjemahkan dengan menggunakan gabungan antara metode terjemahan kata per kata, harfiah, setia, dan semantik. Selanjutnya, teks diinterpretasikan isinya dengan metode hermeneutik. Dari proses filologis dan interpretasi yang dilakukan terhadap teks inidiketahui bahwa di dalamnya terdapat nasihat mengenai tiga hal yang bisa merusak negara. Tiga hal tersebut adalah wanita, aparat pemerintah yang berkhianat, dan aparat pemerintah yang tidak jujur. Nasihat tentang tiga hal yang merusak negara tersebut diwujudkan dalam bentuk hikayat Arab."
Jakarta: Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, 2018
090 JMN 9:1 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Setyawan
"Serat Wira Iswara--selanjutnya disingkat SWI--merupakan karya adiluhung yang ditulis Paku Buwana IX --selanjutnya disingkat P.B. IX-- dan Pujangga Wanita Adisara --selanjutnya disingkat PWA. Keadiluhungan SWI tak lepas dari kandungan berbagai ajaran wulang yang terdapat di dalamnya. Naskah ini ditulis sekitar akhir abad ke-19 M berbentuk tembang macapat yang terdiri atas 48 pupuh dan 647 pada. Permasalahan yang diungkapkan dalam penelitian ini adalah (1) penulisan SWI dalam ikhtiar literasi PWA; (2)ragam pupuh dan kesesuaian wataknya dalam SWI; (3) ikhtiar literasi PWA dalam bayang kekuasaan; dan (4) pola ikhtiar literasi PWA. Penelitian ini mengunakan metode analisis isi atau content analisys. Simpulan penelitian ini antara lain (1) SWI ditulis oleh satu orang, yakni PWA dan terkandung dua buah pikir dalam SWI, yakni buah pikir P.B. IX dan PWA; (2) terdapat kesesuaian ragam pupuh dengan perwatakannya dalam SWI; (3)ikhtiar literasi PWA dalam bayang-bayang kekuasaan sang raja; dan(4) ikhtiar literasi P.B. IX dilakukan pada tahun 1870 M dan 1883 M, sedangkan ikhtiar literasi PWA dilakukan pada tahun 1888 M dan 1894 M; danterpolanya ikhtiar literasi PWA menandakan “kebebasan” yang diberikan oleh sang raja kepadanya."
Jakarta: Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, 2018
090 JMN 9:1 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Manu J. Widyaseputra
"Lampahan Tumurunipun Taman Maerakaca memuat naratif tentang peristiwa utpatti (kelahiran) Srikandi dan Trusthajumena. Peristiwa itu mempunyai peran yang sangat penting dalam viracarita Mahabharata dalam tradisi wayang Yogjakarta, karena pada saat yang bersamaan terjadi peristiwa-peristiwa ilahiah yang kelak sangat menentukan keberadaan Pandhava dalam menghadapi Kaurava di Kuruk?etra. Apabila ditelusuri sampai ke viracarita Mahabharata Asia Selatan, dapat diketahui bahwa peristiwa kelahiran itu merupakan adaptasi dan transformasi dari peristiwa yang sama, yang terdapat dalam viracarita karya Krsna Dvaipayana Vyasa. Dalam Tradisi Wayang Yogjakarta juga dikenal kisah kelahiran Sikhandi, yang disebut Srikandhi, dan kelahiran Dhrstadyumna, yang disebut Trusthajumena. Namun, peristiwa utpatti kedua tokoh itu dalam tradisi Mahabharata Sansekerta mengalami proses adaptasi dan transformasi ke dalam Tradisi Wayang Yogyakarta. Peristiwa utpatti Srikandhi dan Trusthajumena dapat dijumpai dalam Lampahan Tumurunipun Taman Maerakaca. Dalam lampahan ini peristiwa utpatti Srikandhi dan Trusthajumena berlangsung pada saat yang bersamaan, berlainan dengan yang terdapat dalam tradisi Mahabharata Sansekerta. Lampahan Tumurunipun Taman Maerakaca yang akan dibahas pada kesempatan ini didasarkan pada sebuah naskah, yakni Mahabarata Ngayogyakarta IV yang digubah oleh Kangjeng Raden Tumenggung Brangtakusuma. Lampahan Tumurunipun Taman Maerakaca ini terdapat dalam jilid IV Mahabarata Ngayogyakarta tersebut. Lampahan Tumurunipun Taman Maerakaca ini akan dibahas berdasarkan teori estetika Sansekerta yang disusun oleh Bhamaha dalam Kavyalamkara, Dandin dalam Kavyadarsa, dan juga Bharata dalam Natyasastra."
Jakarta: Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, 2012
090 JMN 3:2 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ding, Choo Ming
"Walaupun raja Melayu berkuasa mutlak dalam masyarakat feudal dahulu, tetapi asas kuasa itu ditentukan banyak faktor, termasuk silasilah, jajahan, negeri, rakyat dan keupayaannya sendiri. Kesemua faktor itu lengkap-melengkapkan dalam mengembangkan atau sebaliknya, walaupun ada yang lebih diutamakan daripada yang lain. Serpihan kisah bangun jatuhnya lebih kurang 70 kesultanan Melayu di alam Melayu dari kurun 13 hingga pinggir abad 19 dan yang sebelumnya terbayang dalam karya historiografi seperti Hikayat Hang Tuah dan Sejarah Melayu dari tradisi manuskrip dan Hikayat Raja Muda dan Hikayat Langlang Buana dari tradisi lisan. Dalam teks-teks yang bersentrikkan raja itu, kuasa raja Melayu tidak terbatas di istananya, tetapi telah dikembangkan ke seluruh jajahannya melalui perlantikan pembesar-pembesar seperti Bendahara, Bendahari, Syahbandar, Laksamana, Panglima dan Sida-sida tenteranya. Tidak kira sama ada mereka itu juga berkurunan bangsawan, maka ada pertalian darah dengan raja, merekalah mata, telinga, kaki dan tangan raja. Mereka dikehendaki menjalankan perintah raja, selain tanggung jawab masing-masing. Penurunan kuasa itu tidak bermakna pengecutan kuasa raja yang bertakhta, tetapi adalah yang sebaliknya. Selain itu, bangun jatuh raja dan kerajaannya juga ditentukan perpaduan antara raja dengan pembesar dan rakyatnya yang pantang menderhaka. Raja Melayu yang berdaulat juga mendapat pengitirafan daripada raja dan kerajaan lain. Kejatuhan kerajaan Melaka di tangan Portugis pada 1511 dengan diikuti kejatuhan kerajaan Melayu yang lain, satu demi satu, telah membuka mata kita kepada sebahagian sebab-sebabnya, selain mengetahui dengan lebih baik asas-asas kuasa raja Melayu sebelumnya."
Jakarta: Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, 2012
090 JMN 3:2 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Kalsum
"Naskah Awal Islamisasi ditemukan di Kawali, ditulis pada daluang (saeh), beraksara Cacarakan Kuna, berbahasa Jawa Kuna. Isinya terdiri dari dua bagian, pertama syariah, tentang solat dalam prosa, dan kedua tentang tasawuf dalam puisi, mencakup: Puh Dangdanggula, Puh Hartati dan Puh Sinom, tentang manunggaling kaula-Gusti. Teks sangat sulit dibaca dan dipahami. Pada bagian kedua banyak simbol yang dipahami menggunakan analogi terhadap konsep-konsep tasawuf yang lebih muda. Manusia di dalam batinnya harus selalu mengingat Tuhan, yaitu dengan menyebut AsmaNya. Getaran batin manusia diterbangkan oleh berbagai burung ke Aras."
Jakarta: Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, 2012
090 JMN 3:2 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Baso
"Ada beberapa naskah Babad Cirebon Br 36, Br 75, dan Br 107 yang tersimpan dalam Perpustakaan Nasional RIyang berbicara tentang sejarah pengislaman di Tanah Jawa oleh Wali Songo.Salah satu yang menarik perhatian dari teks-teks beraksara pegon dan Jawa ini adalah kisah asalmula kemunculan pesantren di Demak, Jawa Tengah, pada abad 15. Teks ini menjelaskan secara bertahap proses awal berdirinya Pesantren Demak dari praktik membuka hutan untuk pertanian dan permukiman baru, mendirikan desa, membangun mesjid untuk salat Jumat, dan kemudian membangun pesantren. Studi ini membandingan teks-teks serupa dari masa itu yang membantu memperkaya keberadaan lembaga perguruan yang sama seperti disebut dalam Babad Cirebon, beserta peranannya dalam proses islamisasi maupun dalam pembentukan peradaban baru Nusantara pasca-Majapahit."
Jakarta: Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, 2018
090 JMN 9:1 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Mahendra Putra
"Kakawin, sebagai karya penyair (pengarang), dalam penyusunannya memiliki konvensi yang sangat ketat. Konvensi dalam kakawin disebut dengan istilah prosodi metrum (tembang). Bahasa yang digunakan dalam kakawin ialah bahasa Jawa Kuna. Kakawin Bali Sabha Langö merupakan dua karya dengan judul yang sama, tetapi dihasilkan oleh dua orang pengarang dengan latar belakang yang berbeda. Kakawin Bali Sabha Langö karya I Nyoman Adiputra (Bangli); dan Kakawin Bali Sabha Langö karya Ida Bagus Ketut Rai (Karangasem). Kakawin Bali Sabha Langö tergolong ke dalam periode pembaharuan yang memposisikan diri sebagai karya yang berada antara ketegangan konvensi dan inovasi (kreasi). Kakawin Bali Sabha Langö tetap mempertahankan konvensi kakawin berupa pola metrum sebagai ciri khas suatu karya dapat digolongkan ke dalam genre kakawin, namun dari segi isi terlihat pengarang melakukan inovasi yakni dengan cara menguraikan peristiwa Pesta Kesenian Bali mencakup 5 (lima) kegiatan penting, antara lain: pawai, pameran, pagelaran, perlombaan, dan sarasehan."
Jakarta: Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, 2018
090 JMN 9:1 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>