Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hanafi
"ABSTRAK
Naskah ini adalah hasil penelitian tentang Perkembangan Sistem Pertanggungjawaban Pidana dan Relevansinya bagi Usaha Pembaharuan Hukum Pidana nasional yang bertujuan untuk menjawab pertanyaan: (1) bagaimana perkembangan sistem pertanggungjawaban pidana dalam proses modernisasi (2) bagaimana gambaran kebijakan legislatif dalam menetapkan sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum positif dan (3) Pertimbangan-pertimbangan apa yang dijadikan alasan pembenar terhadap penerimaan perkembangan sistem pertanggungjawaban pidana bagi usaha pembaharuan hukum pidana nasional.
Objek utama penelitian ini adalah data sekunder yang meliputi bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Data lapangan diperlukan sebagai penunjang data sekunder. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis-normatif dan pendekatan komparatif. Teknik pengumpulan data ditempuh dengan studi pustaka dan wawancara. Sedangkan analisis data dilakukan dengan analisis kualitatif dengan sifat deskriptif-analitis dan preskriptif. Untuk pendalamannya dikaitkan atau dilengkapi dengan analisis komparatif.
Sistem pertanggungjawaban pidana pada umumnya masih menganut asas kesalahan. Namun, dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, diperlukan adanya penyimpangan atau pengecualian dari asas kesalahan, yaitu mengakui asas strict liability, vicarious liability, dan enterprise liability. Asas yang menyimpang dari asas kesalahan flu hanya diterapkan pads perbuatan pidana yang tertentu dan terbatas.
Kebijakan legislatif dalam menetapkan sistem pertanggungjawaban pidana terlihat jugs adanya pergeseran dad asas kesalahan, walaupun hal ini tidak disebutkan secara eksplisit. Buktinya, undang-undang khusus di luar KUHP tidak sedikit yang. melakukan pembaharuan terhadap sislem pertanggungjawaban pidana itu.
Berdasar pada perkembangan sistem pertanggungjawaban pidana dan kecenderungan kebijakan legislatif untuk mengikuti perkembangan tersebut yang tercermin di dalam ketentuan undang-undang yang teiah ditetapkan, yang kemudian dlikuti oleh Konsep Rancangan KUHP Baru, tampak bahwa penyimpangan atau pengecualian asas kesalahan deism sistem pertenggungjawaban pidana sangat mendesak untuk diterapkan di Indonesia. Secara teoritis, perkembangan pemikiran itu dapat diterima oleh pars ahli hukum.Secara yuridis, tidak bertentangan dengan peraluran perundang-undangan yang ada. Secara sosiologis, hal itu dapat diterima oleh masyarakat dan memang sudah ada sejak dulu dalam hukum adat. Akhlmya, secara filosofis, sesual dengan ajaran Pancasila yang mengutamakan adanya keseimbangan enters kepentingan pribadi den kepentingan masyarakat (asas monodualtstik). Jadi dapat dikatakan bahwa pembaharuan sistem pertanggungjawaban pidana mempunyal dasar yang kuat untuk diterapkan di Indonesia."
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djedje Wachyudin
"ABSTRAK
Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 telah ditegaskan bahwa pernyataan kemerdekaan bangsa Indonesia, disamping merupakan rahmat Allah Yang Maha Kuasa juga didorong oleh keinginan luhur bangsa Indonesia untuk berkehidupan kebangsaan yang bebas.
Keinginan luhur tersebut ingin dicapai dengan membentuk pemerintah negara Indonesia yang disusun dalam suatu Undang-Undang Dasar. Dengan demikian keinginan luhur untuk berkehidupan kebangsaan itu, bukan hanya sekedar cita-cita untuk berkehidupan kebangsaan yang bebas tetapi "berkehidupan yang bebas dalam keteraturan" atau kehidupan yang bebas dalam suasana tertib hukum.
Hal tersebut di atas dapat berarti bahwa kemerdekaan seperti yang terungkap dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan juga usaha-usaha pembaharuan hukum di Indonesia.
Amanat untuk melakukan pembaharuan-pembaharuan hukum itu akan lebih konkrit bila kita menelaah ketentuan Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945, antara lain membebankan bangsa Indonesia untuk melakukan pembaharuan terhadap peraturan-peraturan bekas pemerintahan jajahan (Hindia Belanda dan Bala Tentara Jepang), yang terpaksa masih diberlakukan pada periode transisi hukum.
1) Garis kebijaksanaan umum pembaharuan hukum tersebut secara operasional dituangkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (Ketetapan M.P.R. RI. Nomor II/MPR/1988), khususnya mengenai Wawasan Nusantara (Bab II huruf E) dalam Pola Pembangunan Nasional dan Pola Umum Pelita Kelima, khususnya mengenai arah dan kebijaksanaan Pembangunan Umum (Bab IV huruf D) pada butir bidang hukum.
2)
Di Dalam Pola Pembangunan Nasional, khususnya mengenai Wawasan Nusantara ditegaskan antara lain bahwa seluruh Kepulauan Nusantara merupakan satu Kesatuan Hukum dalam arti bahwa hanya ada satu Hukum Nasional yang mengabdi kepada kepentingan nasional.
Dalam Pola Umum Pelita Kelima, khususnya mengenai arah Kebijaksanaan Pembangunan Bidang Hukum, ditegaskan :
a. Pembangunan hukum sebagai upaya untuk menegakkan keadilan, kebenaran dan ketertiban dalam negara hukum Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, diarahkan untuk meningkatkan kesadaran hukum, menjamin penegakkan, pelayanan dan kepastian hukum, serta mewujudkan tata hukum nasional yang mengabdi pada kepentingan nasional.
b. Pembangunan hukum ditujukan untuk memantapkan dan mengamankan pelaksanaan pembangunan dan hasil-hasilnya, menciptakan kondisi yang lebih mantap sehingga anggota masyarakat dapat menikmati iklim kepastian dan ketertiban hukum, lebih memberi dukungan dan pengarahan kepada upaya pembangunan untuk mencapai kemakmuran yang adil dan merata, serta menumbuhkan dan mengembangkan disiplin nasional dan rasa tanggung jawab sosial pada setiap anggota masyarakat. Disamping itu, hukum benar-benar harus menjadi pengayom masyarakat, memberi rasa aman dan tertib, menciptakan lingkungan dan iklim yang mendorong kreativitas dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan serta mendukung stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
c. Dalam rangka pembangunan hukum perlu lebih ditingkatkan upaya pembaharuan hukum secara terarah dan terpadu antara lain kodifikasi dan unifikasi bidang-bidang hukum tertentu serta penyusunan perundang-undangan baru yang sangat dibutuhkan untuk dapat mendukung pembangunan diberbagai bidang sesuai dengan tuntutan pembangunan, serta tingkat kesadaran hukum dan dinamika yang berkembang dalam masyarakat.
d. Dalam rangka meningkatkan penegakkan hukum perlu terus dimantapkan kedudukan dan peranan badan-badan penegak hukum sesuai dengan tugas dan wewenangnya masing-masing, serta terus ditingkatkan kemampuan dan kewibawaannya dan dibina sikap, perilaku dan keteladanan Para penegak hukum sebagai pengayom masyarakat yang jujur, bersih, tegas dan adil.
e. ????? dan seterusnya.
Garis kebijaksanaan umum yang kemudian secara lebih operasional dituangkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara itulah yang menjadi landasan dan tujuan dari setiap usaha pembaharuan hukum, termasuk pembaharuan hukum pidana dan kebijaksanaan penanggulangan kejahatan di Indonesia.
Perlu disadari bahwa pembangunan hukum pidana, pada dasarnya tidak hanya terbatas pada pembangunan yang bersifat struktural yakni pembangunan lembaga-lembaga hukum yang bergerak di dalam suatu mekanisme, akan tetapi mencakup pula pembangunan substansial yang berupa produk-produk hukum dalam bentuk peraturan-peraturan hukum pidana dan keputusan-keputusan pengadilan, dan yang bersifat kultural, yakni sikap-sikap dan nilai-nilai baik di kalangan aparat penegak hukum maupun di masyarakat yang dikehendaki oleh suatu sistem hukum pidana. 1)
Mengingat judul yang penulis ungkapkan dalam tesis ini adalah "Perspektif Sistem Peradilan Pidana Anak di Masa Datang? maka yang menjadi permasalahan di sini yakni bagaimana?"
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mardy Fery
"Suatu transaksi perdagangan internasional, melibatkan pihak penjual dan pembeli yang berada di negara yang berbeda, dan pada umumnya antara penjual dan pembeli belum benar-benar saling mengetahui kredibilitas counterpartnya. Hal ini dapat menyebabkan kurangnya kepercayaan (trust) antara para pihak, khususnya kepercayaan pihak penjual (eksportir) kepada pihak pembeli (importir).
Transaksi perdagangan internasional (ekspor impor) merupakan salah satu hal penting dalam sistem perekonomian dunia yang menganut prisip perdagangan bebas. Semakin kompleksnya transaksi perdagangan internasional, telah membuat konsep "cash and carry" tidak lagi menjadi jawaban yang praktis untuk memenuhi kebutuhan para pelaku usaha."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T18880
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erna Dewi
"BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini dengan kemajuan teknologi yang canggih banyak negara, baik yang baru merdeka, negara yang sedang berkembang maupun negara-negara maju, berlomba melakukan pembangunan di segala bidang, dengan satu tekad berusaha untuk meningkatkan tarap kehidupan masyarakatnya menuju masyarakat yang sejahtera. Sejalan dengan usaha yang demikian itu, negara-negara yang baru merdeka berusaha pula untuk memperbaharui hukumnya. Adapun dasar dari usaha pembaharuan tersebut dilandaskan pada alasan politik, sosiologis dan praktis. Alasan politik dilandasi oleh pemikiran, bahwa suatu negara merdeka harus mempunyai hukum sendiri yang bersifat nasional, demi kebanggaan nasional. Alasan sosiologis menghendaki adanya hukum yang mencerminkan nilai-nilai budaya suatu bangsa, sedangkan alasan praktis antara lain bersumber pada kenyataan, bahwa biasanya bekas-bekas negara jajahan mewarisi hukum negara yang menjajahnya dengan bahasa asli yang banyak dipakai dan tidak dipahami oleh generasi muda dari negara yang baru merdeka tersebut.
Begitu juga negara Indonesia yang termasuk kategori negara yang sedang berkembang dan: sedang membangun serta berusaha untuk memperbaharui hukumnya secara menyeluruh, baik hukum perdata, administrasi maupun hukum pidana. Dalam TAP MPR No. II/MPR/1988 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara dimuat beberapa pedoman yang dapat dijadikan landasan bagi pembangunan di dalam bidang hukum. Pertama yang terdapat dalam Pola Dasar Pembangunan Nasional terutama yang mengenai Wawasan Nusantara (Bab II huruf E) antara lain menegaskan, bahwa seluruh.kepulauan nusantara merupakam satu kesatuan. Hukum dalam arti bahwa hanya ada satu Hukum Nasional yang mengabdi pada Kepentingan Nasional. Kedua adalah pedoman yang terdapat dalam Pola Umum Pelita Kelima, terutama mengenai arah dan kebijaksanaan pembangunan Bidang Hukum:
a. Pembangunan hukum-sebagai upaya untuk menegakkan keadilan, kebenaran, dan ketertiban dalam negara hukum; Indonesia yang berdasarkan_Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, diarahkan untuk meningkatkan kesadaran.hukum, menjamin penegakkan, pelayanan dan kepastian hukum, serta mewujudkan tata hukum nasional yang mengabdi pada kepentingan nasional.
b. Pembangunan hukum ditujukan untuk memantapkan dan mengamankan pelaksanaan pembangunan dan hasil-hasilnya, menciptakan: kondisi yang lebih mantap sehingga setiap anggota masyarakat dapat menikmati iklim kepastian dan ketertiban hukum, lebih_memberi dukungan dan. pengarahan kepada upaya pembangunan untuk mencapai kemakmuran yang adil dan merata, serta menumbuhkan dan mengembangkan disiplin nasional dan rasa tanggung jawab social pada setiap anggota masyarakat. Di samping itu hukum benar-benar harus menjadi pengayom masyarakat dengan memberi rasa aman dan tentram, menciptakan lingkungan dan iklim yang mendorong kreativitas dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan serta mendukung stabilitas nasional yang sehat dan dimamis.
c. Dalam rangka pembangunan hukum perlu lebih ditingkatkan upaya pembaharuan hukum secara terarah dan.terpadu. antara lain: kodifikasi dan unifikasi bidang-bidang hukum tertentu serta penyusunan perundang-undangan baru yang sangat dibutuhkan untuk dapat mendukung pembangunan di berbagai bidang sesuai dengan tuntutan pembangunan, serta tingkat kesadaran hukum dan dinamika hukum yang_ berkembang dalam masyarakat.
d. Dalam rangka peningkatan penegakkan hukum perlu terus dimantapkan kedudukan dan peranan badan-badan penegak hukum sesuai dengan tugas dan wewenangnya masingmasing, serta terus ditingkatkan kemampuan dan kewibawaannya dan dibina sikap, perilaku dan keteladanan para penegak hukum sebagai pengayom masyarakat yang jujur, bersih, tegas dan adil. Penyuluhan hukum perlu dimantapkan untuk mencapai kadar kesadaran hukum yang tinggi dalam masyarakat, sehingga kegiatan anggota masyarakat menyadari dan menghayati hak dan kewajiban sebagai warga negara, dalam rangka tegaknya hukum, keadilan dan martabat manusia, ketertiban dan ketentraman dan kepastian hukum serta terbentuknya perilaku setiap warga negara Indonesia yang taat pada hukum.
e. Dalam rangka mewujudkan pemerataan memperoleh keadilan dan perlindungan hukum perlu terus diusahakan agar proses peradilan menjadi lebih sederhana, cepat dan tepat dengan biaya yang terjangkau oleh semua lapisan masyarakat. Sejalan dengan itu perlu lebih dimantapkan penyelenggaraan pemberian bantuan dan konsultasi hukum bagi lapisan masyarakat yang kurang mampu.
f. Untuk menunjang upaya pembangunan hukum, perlu terus ditingkatkan: penyediaan-sarana dan prasarana yang diperlukan, serta ditingkatkan pendayagunaannya.
g. Dalam usaha pembangunan hukum perlu ditingkatkan langkah-langkah untuk mengembangkan dan menegakkan secara serasi hak dan kewajiban asasi warga negara dalam rangka mengamalkan:Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Penempatan hal tersebut di atas dalam pola umum ?elita Kelima merupakan kelanjutan dan peningkatan dari pola umum Pelita Keempat dalam rangka usaha bertahap untuk mencapai sasaran yang ditetapkan dalam pembangunan jangka panjang, yang dalam bidang hukum dinyatakan perlunya perwujudan kesadaran dan kepastian hokum dalam? "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990
T2053
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arya Rema Mubarak
"Pembahasan akan pluralisme hukum di Indonesia tidak akan terlepas dari diskursus mengenai Hukum Antar Tata Hukum Intern (HATAH). Dalam era Indonesia modern, salah satu kasus yang berkaitan dengan HATAH ialah pembahasan mengenai Instruski Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta No. K.898/I/A/1975. Setidaknya ada pembahasan yang berkaitan dengan HATAH. Satu, bercampurnya hukum adat dan hukum negara dalam kapasitas seorang Sultan Hamengkubuwono yang merangkap sebagai Gubernur Provisni Daerah Istimewa Yogyakarta dan pemimpinKasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Dua, substansi dari instruksi tersebut yang menggunakan istilah Warganegara Indonesia Pribumi dan Non-Pribumi, sebuah pembedaan yang erat kaitannya dengan penggolongan penduduk era kolonial. Tulisan ini akan membahas permasalahan pertama yang berujung pada pengkualifikasian apakah instruksi tersebut merupakan sebuah hukum dalam sistem hukum nasional maupun adat. Kemudian, penulis juga menelusuri kaitan dari pendikotomian tersebut dengan konsep penggolongan penduduk zaman Hindia Belanda. Dalam menganalisis permasalahan tersebut, penulis menggunakan metode penelitian normatif dengan studi kepustakaan dalam pencarian data yang hasilnya ditampilkan secara deskriptif. Tulisan ini berkesimpulan bahwa instruksi tersebut tidak dapat dianggap sebagai sebuah hukum dalam sistem hukum nasional namun ia merupakan bagian dari hukum adat. Selain itu, penggunaan istilah Warganegara Indonesia Pribumi dan Non-Pribumi memiliki kaitan yang erat dengan sejarah penggolongan penduduk masa Hindia Belanda.

The discussion of legal pluralism in Indonesia is inseparable from Internal Conflict of Law (HATAH) studies. In modern Indonesia, one of the cases related to HATAH is the discussion on Vice Governor of the Special Region of Yogyakarta Instruction No. K.898/I/A/1975. There are two aspects that correlate with HATAH. First, the Sultan Hamengkubuwono's capacity which embodies national legal system and adat law as the leader of both Yogyakarta Province and Yogyakarta Sultanate. Second, the use of Native and Non-Native Indonesian terms within the Instruction, a distinction related with population group system of the colonial. This thesis will qualify whether the instruction can be constituted as law from national and/or adat legal system perspectives, alongside with elaboration on correlation of such dichotomy with population group system. In analyzing these problems, the author used normative research methods with literature studies for data gathering technique which then presented descriptively. This thesis finds the instruction cannot be considered as a law within national legal system but a law in Yogyakarta Sultanate's adat law. In addition, this paper also reaches the conclusion that the use of the terms Natives and Non-Natives Indonesian is related to the history of population grouping during the Dutch East Indies.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library