Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 18 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Libra Hari Inagurasi
Abstrak :
Obyek penelitian ini adalah peninggalan industri yang masih hidup (living industrial heritage) yang dikaji melalui arkeologi industri (industrial archaeology). Dipilihnya tema tersebut dalam penelitian ini dengan pertimbangan, selama ini penelitian arkeologi di Indonesia yang mengangkat topik arkeologi industri belum pernah dilakuan, meskipun peninggalan industri banyak terdapat di Indonesia. Manusia sejak masa lampau telah mengenal alat yang digunakan untuk mempermudah pekerjaannya. Seperti halnya dalam pembuatan gula berbahan baku tebu (Saccharum officinarum). Awal mulanya manusia mengenal pembuatan gula secara tradisional yakni menggunakan seperangkat alat sederhana yang dinamakan ?kilang?, yakni alat yang dibuat dari bahan kayu atau batu, gunanya untuk memeras atau menggiling tebu, digerakkan oleh tenaga hewan sapi atau kerbau. Cara-cara pembuatan gula secara tradisional tersebut setidak-tidaknya telah dikenal sejak abad ke-17 hingga abad ke-18 di Banten, Batavia dan sekitarnya. Bersamaan dengan kekuasaan bangsa Belanda, pada abad ke-19 mulai diperkenalkan teknologi baru dalam hal cara-cara pmbuatan gula, yakni menggunakan mesin-mesin mekanik dan mendirikan pabrik-pabrik gula. Mesinmesin tersebut adalah mesin bertenaga uap air bertekanan tinggi, merupakan wujud teknologi yang berkembang pada abad ke-19, yang ditemukan bersamaan dengan Revolusi Industri di Inggris abad ke-18. Industri gula merupakan suatu mekanisme yang terdiri dari beberapa komponen, lingkungan atau sumberdaya alam yang mendukung, ketersediaan bahan baku, mesin, peralatan, bangunan, dan orang-orang atau manusia yang melakukannya. Industri tersebut telah direncanakan secara matang dengan memperhatikan pertimbangan ekologis. Aktivitas industri gula Cepiring didukung oleh lingkungan alam atau lingkungan fisik yang ada disekitarnya. Berbagai benda-benda teknologi yang ditinggalkan, di masa kini menjadi buktibukti fisik kemajuan teknologi masa lampau, yakni kemajuan teknologi industri dan transportasi. Kemajuan teknologi tersebut disertai pula dengan perubahanperubahan pada masyarakat yakni munculnya masyarakat industri.
The Object of the research is living industrial heritage seen from the point view of industrial archaeology. The theme is chosen because thus far research on industrial archaeology has not been carried out in Indonesia. Since a very long time ago, human beings have known tools to make their works easier. This was also the case with sugarcane (Saccharum officinarum) based sugar manufacture. Initially people made sugar traditionally using a series of simple tools made of wood or stone named ?mill? (kilang) to press or grind sugarcanes. The tool is moved by a bull or water buffalo. Such traditional way sugar manufacture had been practiced at least within 17th?18th centuries AD in Banten, Batavia, and the surrounding environment. With the coming of the Dutch colonial, in 19th century AD new technologies was introduced in sugar manufacturing procedure, such as: the use of mechanical machines and the establishment of more modern sugar factories. The new machines were powered by high-pressured steam, which was a type of technology that was developed in 19th century AD and was innovated during the Industrial Revolution in the United Kingdom in 18th century AD. Sugar manufacture industry as a mechanism that consist of several component: suitable environment or natural sources, availability of raw material, machinery, apparatus, factory building and manpower. This type of industry was thoroughly planned and taking into account the ecological factors. The activities of the Cepiring sugar factory were supported by suitable natural sources or physical environment. The various technological items that survived are the physical evidences of technological advancement in the past in the fields of industry and transportation, which were accompanied.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2010
T27311
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
R. Suprajitno
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1982
S16638
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Kurniawan
Abstrak :
ABSTRAK
Skripsi ini membahas Pabrik Gula Soemberhardjo dengan menggunakan kajian arkeologi industri. Pengaruh Belanda pada masa kolonial memicu berkembangnya industrialisasi di Nusantara. Salah satu industri yang berkembang adalah industri gula. Berbagai kebijakan yang diterapkan pemerintah kolonial mempengaruhi dinamika industri gula di Nusantara. Kondisi tersebut mendorong berkembangnya pabrik-pabrik gula, salah satunya PG Soemberhardjo. Lingkungan serta ketersediaan infrastruktur menjadi faktor penentu dalam pendirian pabrik gula. Pendirian PG Soemberhardjo didukung dengan keberadaan bangunan pabrik, pemukiman pegawai, dan peralatan produksi. Kelas-kelas sosial pada masyarakat industri di PG Soemberhardjo terbentuk berdasarkan jabatan yang tercermin dari bentuk rumah tinggal pegawai. Emplasemen pabrik gula soemberhardjo dibentuk untuk mengakomodir kelas-kelas sosial yang ada.
ABSTRACT
This research is to study PG Soemberhardjo using industrial archaeology as the perspective. Dutch influence in colonial era triggered the process of industrialization in Nusantara. Regulations introduced by the colonial government in that era affected the nature of sugar industries. The outcome was the thriving of sugar factories accross Nusantara, one of the sugar factory built in this era was PG Soemberhardjo. Environment and infrastructures are the determinant factors in the establishment of sugar factory. The establishment of PG Soemberhardjo was supported by the construction of the factory building, worker?s settlement, and the availability of machineries. Social structures in PG Soemberhardjo?s industrial society was formed based on the job position in factory and such structures are reflected in the form of the dwellings. Emplacement of PG Soemberhardjo was constructed to accomodate those kind of social structures
2015
S66883
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Darto Harnoko
Yogyakarta: BPNB D.I. Yogyakarta, 2018
633.6 DAR p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Pabrik gula Gondang Baru semula bernama Pbrik Gula Gondang Winangun.Pabrik yang dibangun dan di kelola oleh Perusahaan swasta Belanda itu merupakan satu diantara beberapa pabrik gula yang ada di Kabupaten Klaten......
PATRA 9(1-2) 2008
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Didit Dwi Subagio
Abstrak :
ABSTRAK
Pabrik Gula Gondang Baru yang berdiri pada tahun 1860 merupakan salah satu pabrik gula yang produktif di zamannya. Di dalarn kompleks Pabrik Gula Gondang Baru ini masih terdapat bangunan pabrik, kantor pabrik, perumahan administratur dan perumahan kongsi. Selain bangunan-bangunan tersebut, pabrik gula ini masih mcmiliki mesin-mesin yang huat pada abad ke-19 dan awal abad ke-20 yang digunakan untuk memproduksi gula serta kereta Lori yang berfungsi untuk mengangkut Cebu. Bangunan¬bangunan yang berada di dalam kompleks pabrik gula ini masih lengkap atau belum runtuh. Bangunan-bangunan tersebut telah berumur lebih dari 100 tahun. Pabrik Gula Gondang Baru merupakan salah satu pabrik gula yang memproduksi gula terbesar di Karesidenan Surakarta di zamannya dan pada waktu itu Indonesia menjadi negara pengekspor gula terbesar kedua di dunia setelah Kuba. Berdasarkan permasalahan tersebut, penelitian adalah mengkaji nilai signifikan Kompleks Pabrik Gula Gondang Baru, sehingga living monument ini dapat dilcstarikan sebagai benda cagar budaya. Aspek-aspek yang diteliti adalah yang berkenaan dengan inilaian signifikansi secara arkeologis, penilaian signifikansi secara kesejarahan, penilaian signifikansi dalam perspektif hukum dan juga tinjauan dari segi pemanfaatan yang dapat digali. Signifikansi legal yang ditinjau dari segi perundang-undangan dan piagam¬piagam internasional yang berkaitan dengan pelestarian dan pemanfaatan. Di dalarn penclitian ini juga dilakukan tinjauan dari segi pemanfaatan, sehingga dapat membcrikan keuntungan-keuntungan dalam berbagai bidang, khususnya untuk masyarakat di daerah Klaten. Berdasarkan kajian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan menurut aspek¬aspek yang dikaji, yakni meliputi aspek kesejarahan, aspek legal , potensi pengembangan yang sesuai dengan nilai-nilainya serta rekomendasi kepada pihak Pemerintah Daerah Kabupaten Klaten. Pabrik Gula Gondang bare memiliki nilai signifikan sebagai benda cagar budaya dan layak untuk dilestarikan dan dimanfaatkan. Oleh karena itu, dalarn upaya pengembangan Pabrik Gula Gondang Baru sebagai situs yang kaya tinggalan arkeologinya, sudah scpatutnya untuk dibuat Peraturan Daerah yang mendukung kekuatan hukum sebagai benda cagar budaya.
2007
T37167
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aisyah Alexandra Adrian
Abstrak :
ABSTRAK
Pada tahun 1957 Pabrik Gula Gondang Winangoen menjadi milik Pemerintah RI, dan pengawasannya diserahkan kepada Pusat Perkebunan Negara PPN Baru unit Semarang, dan nama Pabrik Gula PG. ini berganti nama menjadi PG. Gondang Baru. Buruh berperan sebagai motor penggerak nasionalisasi pada PG. Gondang Gondang Baru sepanjang tahun 1958-an. Sesuai PP No. 164/1964 tanggal 1 Juli tahun 1964, PG. Gondang Baru beralih di bawah naungan PPN Jawa Tengah V Surakarta. Selanjutnya PPN dibubarkan berdasarkan PP No.14/1968, dan diganti Perusahaan Negara Perkebunan PNP XVI yang berkedudukan di Solo. Perkembangan selanjutnya tahun 1969 terjadi perubahan dari PNP XVI yang menyebabkan perusahaan ini kemudian masuk menjadi PT. Pabrik Gula Gondang Baru.Skripsi ini bertujuan untuk menunjukkan pergerakan industri gula pada masa pemerintahan Republik Indonesia, dari tahun 1957 sampai 1969, khususnya yang terjadi pada pabrik gula ini. Metode penelitian yang digunakan dalam menunjang penelitian ini adalah metode sejarah yaitu heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Data tambahan diperoleh melalui wawancara dengan narasumber yang mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan PG. Gondang Baru.
ABSTRACT
In 1957 the Gondang Winangoen Sugar Factory belonged to the Government of Indonesia, and its supervision was handed over to the New Plantation Enterprise of the State Pusat Perkebunan Negara PPN Baru unit of Semarang. The name Gondang Winangoen Sugar Factory was changed to Gondang Baru Sugar Factory. The Labourers had a role as a driving force of nationalization at the Gondang Baru Sugar Factory during the 1958 rsquo s. According to Government Regulation No. 164 1964 July 1 1964, PG. Gondang Baru was registered and placed under the auspices of the PPN V Surakarta, Central Java. Subsequently the PPN was dissolvedbased on Government Regulation No.14 1968 and in the end of 1968 replaced to State Plantation Company Perusahaan Negara Perkebunan PNP XVI based in Solo. In this case PG. Gondang Baru was included under the auspices of PNP XVI.In 1969 PNP XVI underwent changes and was then registered as PT. Gondang Baru Sugar Factory. This thesis aims to show the movement of the sugar industry during the Republic of Indonesia, from 1957 to 1969, especially what happened to this sugar factory. The research methods used in this paper are historical method that is heuristics, critics, interpreting and historiography. Additional data was obtained through interviews with informants who are able to relate the history of Gondang Baru Sugar Factory.
2017
S70053
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasna Alya
Abstrak :
Heritage Rest Area Banjaratma merupakan bentuk pengembangan Pabrik Gula Banjaratma dengan konsep adaptasi dan revitalisasi. Hingga diresmikan sebagai rest area pada tahun 2019, Pabrik Gula Banjaratma masih berstatus Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB). Penelitian ini mengulas tentang kesesuaian bentuk adaptasi dan revitalisasi Pabrik Gula Banjaratma terhadap UU No.11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya dan persepsi nilai-nilai penting Pabrik Gula Banjaratma. Metode yang digunakan adalah metode penelitian arkeologi yang meliputi tujuh tahapan, antara lain formulasi, implementasi, pengumpulan data, pengolahan data, analisis, interpretasi, dan publikasi. Tujuan penelitian ini untuk menunjukan perubahan Pabrik Gula Banjaratma dari masa ke masa melalui penerapan adaptasi, revitalisasi, dan kesesuaiannya dengan UU No.11 Tahun 2010, serta menjelaskan pengaruh pengembangan Pabrik Gula Banjaratma terhadap nilai penting yang telah diidentifikasi. Penelitian ini membuktikan bahwa bentuk adaptasi dan revitalisasi Pabrik Gula Banjaratma sesuai dengan prinsip-prinsip pada UU No.11 Tahun 2010. Berdasarkan 99 responden yang terdiri dari pengelola, pedagang, dan pengunjung, sebagian besar sangat setuju atau setuju bahwa Heritage Rest Area Banjaratma memiliki nilai penting bagi sejarah, pengetahuan, pendidikan, kebudayaan, sosial, dan ekonomi. Persepsi positif masyarakat terhadap nilai penting tersebut menunjukkan bahwa pengembangan Pabrik Gula Banjaratma melalui adpatasi dan revitalisasi tidak menyebabkan penurunan nilai-nilai pentingnya. ......The Banjaratma Heritage Rest Area is a form of development of the Banjaratma Sugar Factory with the concept of adaptation and revitalization. Until it was inaugurated as a rest area in 2019, the Banjaratma Sugar Factory still had the status of Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB). This research reviews the suitability of the form of adaptation and revitalization of the Banjaratma Sugar Factory to UU No. 11 of 2010 concerning Cultural Heritage and the perception of the important values of the Banjaratma Sugar Factory. The method used is an archaeological research method which includes seven stages, including formulation, implementation, data collection, data processing, analysis, interpretation and publication. The aim of this research is to show changes in the Banjaratma Sugar Factory from time to time through the implementation of adaptation, revitalization and compliance with UU No. 11 of 2010, as well as explaining the influence of the development of the Banjaratma Sugar Factory on the important values that have been identified. This research proves that the form of adaptation and revitalization of the Banjaratma Sugar Factory is in accordance with the principles of UU No. 11 of 2010. Based on 99 respondents consisting of managers, sellers and visitors, the majority strongly agree or agree that the Banjaratma Heritage Rest Area has important value for history, knowledge, education, culture, social and economic matters. The community's positive perception of these important values shows that the development of the Banjaratma Sugar Factory through adaptation and revitalization has not caused a decline in its important values.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susi Muryanah
Abstrak :
Skripsi ini membahas tentang perkembangan Pelabuhan Tegal pada tahun 1850-1900. Pelabuhan Tegal merupakan salah satu pelabuhan kecil yang ada di Hindia Belanda yang dibuka untuk umum sesuai dengan peraturan Pemerintah Kolonia Hindia Belanda pada 31 Mei 1858. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa perkembangan Pelabuhan Tegal pada tahun 1850-1900 dipengaruhi oleh aktivitas perdagangan dalam hal ini ekspor. Aktivitas ekspor yang terjadi di Pelabuhan Tegal adalah ekspor gula. Gula merupakan komoditas ekspor terbesar yang dihasilkan oleh daerah-daerah sekitar pelabuhan tegal (hinterland). Hinterland dari pelabuhan Tegal berupa perkebunan dan pabrik-pabrik gula. Ada sekitar 12 pabrik gula yang terdapat di residensi Tegal, yang dikelola oleh pihak swasta. Oleh karena hasil gula yang diekspor melalui pelabuhan tegal inilah, pelabuhan Tegal kemudian disebut sebagai Pelabuhan Gula.
This thesis discusses the development of the harbor in the year 1850-1900. The harbor is one small port in Dutch East Indies, which was opened to the public in accordance with government regulations Kolonia Dutch East Indies on May 31, 1858. The results of this study concluded that the development of the harbor in the year 1850-1900 was influenced by the activities in this export trade. Export activity that occurred in the harbor is the export of sugar. Sugar is the largest export commodities produced by the areas around the port dost (hinterland). Hinterland of the port of Tegal form of plantations and sugar mills. There are about 12 sugar mills located in the residencies of Tegal, which is managed by private parties. Therefore, the results of sugar is exported through the port dost, Tegal port was later named Port of Sugar.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2010
S13107
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rista Antari
Abstrak :
Krisis malaise tahun 1929 mengakibatkan lima pabrik gula di Banyumas bangkrut pada tahun 1933. Salah satunya adalah Pabrik Gula Kalibagor yang merupakan pabrik terbesar dan tertua di Banyumas. Pada penelitian ini dibahas dampak yang dirasakan pabrik gula Kalibagor saat krisis malaise dan bagaimana pabrik gula ini dapat bangkit kembali tahun 1938. Sumber primer yang digunakan adalah arsip Suikerregeling 1936, harian Belanda dan Hindia-Belanda seperti De Telegraaf, De Locomotief, De Algemeen Handelsblad pada periode 1900-1938. Penelitian ini menggunakan metode sejarah yang terdiri atas pengumpulan sumber (heuristik), kritik sumber (verifikasi), analisis sumber (interpretasi), dan penulisan sejarah (historiografi). Hasilnya ditemukan bahwa Pabrik Gula Kalibagor mengalami jatuh bangun selama krisis malaise tahun 1933-1938. Pabrik Gula Kalibagor harus berhenti berproduksi pada tahun 1933 karena krisis malaise dan bencana kekeringan. Keuntungan pabrik yang terus menurun akibat musim kemarau menyebabkan produksi gula menjadi rendah ditambah dengan adanya krisis malaise sehingga pabrik gula Kalibagor mengalami kerugian yang besar. Perekonomian Banyumas semakin memburuk dan untuk mengembalikan perekonomian Banyumas maka Bupati Banyumas mengupayakan untuk dibukanya kembali Pabrik Gula Kalibagor. Pada tahun 1936, pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan kebijakan membangkitkan kembali salah satu pabrik gula di Banyumas, yaitu Pabrik Gula Kalibagor. Pabrik Gula Kalibagor beroperasi lagi pada tahun 1938 yang membuat perekonomian di Banyumas kembali membaik. ......Crisis malaise in 1929 has caused five sugar factories in Banyumas going bankrupt in 1933. One of them was the Kalibagor Sugar Factory, which was the largest and oldest factory in Banyumas. This research discusses the impact of crisis malaise to Kalibagor sugar factory and how this sugar factory could revive in 1938. The primary sources used the Suikerregeling 1936 dutch archives, daily of De Telegraaf, De Locomotief, De Algemeen Handelsblad in the period 1930-1938. This research method uses historical methods consisting of source collection (heuristics), source criticism (verification), source analysis (interpretation), and history writing (historiography). The result is, Kalibagor Sugar Factory experienced ups and downs during the malaise crisis of 1933-1938. Kalibagor Sugar Factory had to stop production in 1933 due to malaise crisis and dryness weather. The factory's profits continued to decline due to bad weather which caused low sugar production coupled with the malaise crisis so that the Kalibagor sugar factory suffered huge losses. Banyumas economy was getting worse and to restore Banyumas economy, then the Banyumas Regent was making efforts to reopen the Kalibagor Sugar Factory. In 1936 the Dutch East Indies government issued a policy of reviving one of the sugar factories in Banyumas, namely the Kalibagor Sugar Factory. So that the Kalibagor Sugar Factory could operate again in 1938. That way, the economy in Banyumas was getting better again.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>