Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 65 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Khoirun Nimah
"Sebagai salah satu rumah sakit swasta di Jakarta, Appendisitis akut merupakan kasus bedah terbesar ke-3 di RS "X". Pada tahun 2012, CP merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi dalam standar akreditasi rumah sakit. Berdasarkan hasil wawancara singkat dengan Komite Medik 2017 , telah dilakukan evaluasi implementasi CP Apendistis akut dari sisi kendali mutu. Sedangkan sebagai kendali biaya, belum pernah dilakukan. Penelitian ini menggunakan metode Mix Methods. Sampel kuantitatif adalah rekam medis Appendisitis akut secara total sampling Juli 2016 ndash; Juni 2017, n=35. Sampel kualitatif adalah orang-orang yang terlibat implementasi CP Appendisitis akut dengan teknik purposive sampling.Dalam penelitian ini terdapat perbedaan antara tagihan pasien yang sesuai CP dan tidak sesuai CP, selisih antara tagihan total sesuai clinical pathway dan rata-rata tagihan total pasien paling besar ditemukan pada pasien kelas II sebesar 176 , sedangkan pada kelas III sebesar 65 dan kelas I sebesar 83. Besarnya selisih pada variabel outcome disebabkan oleh kepatuhan clinical pathway Variabel Output sebesar: 37 pasien untuk lama hari rawat, 94 pasien untuk tatalaksana medis, 29 pasien untuk medikasi dan pemeriksaan penunjang, 36 untuk konsultasi anastesi. Kepatuhan clinical pathway 100 hanya pada pemantauan medis dan nutrisi.

Acute Appendicitis is the 3rd largest surgical case in RS X. In 2012, Clinical Pathway is one of the requirements that must be met in the hospital 39 s accreditation standards. An evaluation of the implementation of Acute Appendicitis pathway has been conducted in terms of quality control. As for cost control, it has never been done.This research use Mix Methods. The quantitative sample is the medical record of Acute Appendicitis in total sampling July 2016 June 2017, n 35. In depth interviews to staffs who involved in the implementation of clinical pathway of acute appendicitis by purposive sampling technique.There is difference of patients bill between comply with and not comply with the clinical pathway. The difference between total bill according to the clinical pathway and the average total patient billing rate in class II patients was 176 , while in class III was 65 and class I was 83. The magnitude of the outcome variables was attributed to clinical pathway compliance 37 of patients for length of stay, 94 of patients for medical management, 29 for medication and investigation, 36 for anesthesia consultation. 100 clinical pathway compliance was found in medical monitoring and nutrition."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T52035
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizka Chairani Riza
"Demam tifoid saat ini masih menjadi salah satu masalah kesehatan secara global dan penyebab utama angka kesakitan terutama pada negara berkembang bahkan sampai menimbulkan kematian terutama di negara-negara asia selatan, asia tengah dan asia tenggara. Demam tifoid merupakan penyakit yang selalu berada di tiga besar diagnosa rawat inap Rumah Sakit Puri Cinere dari tahun 2016 hingga 2018. Proses pelayanan kesehatan yang baik dan terorganisir akan meningkatkan hasil keluaran yang baik pada pasien demam tifoid. Clinical pathway atau alur klinis adalah sebuah konsep dimana merangkum setiap langkah-langkah yang diberikan kepada pasien berdasarkan standar pelayanan medis dan asuhan keperawatan yang berbasis bukti dengan hasil yang terukur dan jangka waktu tertentu selama pasien berada di rumah sakit, dimana dengan diterapkan clinical pathway bisa mengurangi variasi-variasi yang bisa terjadi dalam pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien. clinical pathway di Rumah Sakit Puri Cinere dapat digunakan sebagai alat kendali mutu dan kendali biaya agar pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien bisa tercapai. Oleh karena hal tersebut, Rumah Sakit Puri Cinere harus benar-benar menyusun, mengembangkan, menerapkan dan mengevaluasi clinical pathway secara sistematis dan berkesinambungan. Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilakukan dengan pendekatan kuantitatif menggunakan program Microsoft Excel serta pendekatan kualitatif dengan wawancara mendalam. Penerapan clinical pathway demam tifoid di Rumah Sakit Puri Cinere dapat dilihat dari faktor input (ketenagaan, dana, kebijakan rumah sakit, ketersediaan obat dan alat kesehatan serta sarana prasarana). Proses penyusunan hingga tahap penerapan dan faktor output berupa kesesuaian pelayanan kesehatan dengan clinical pathway demam tifoid (lama hari rawat, visite, pemeriksaan penunjang, penggunaan obat dan alat kesehatan serta tindakan keperawatan). Hasil penelitian didapatkan bahwa faktor input sumber daya manusia menjadi salah satu faktor penghambat penerapan clinical pathway demam tifoid sehingga penerapannya kurang berjalan baik, sedangkan dari sisi proses langkah penyusunan clinical pathway tidak dijalankan dengan benar sehingga menjadi awal hambatan pada proses penerapan selanjutnya, dan dari faktor output masih belum ada kesesuaian pelayanan dengan clinical pathway demam tifoid seperti penggunaan obat dan pemeriksaan penunjang.

Typhoid fever is currently one of the global health problems and the main cause of morbidity, especially in developing countries and even cause death, especially in the countries of South Asia, Central Asia and Southeast Asia. Typhoid fever is a disease that is always in the top three inpatient diagnoses at Puri Cinere Hospital from 2016 to 2018. A good and organized health service process will improve good outcomes in typhoid fever patients. Clinical pathway or clinical flow is a standardized concept of integrated service planning which summarizes each of the steps given to patients based on medical service standards and evidence-based nursing care with measurable results and a certain period of time during the patient's stay in the hospital, where with applied clinical pathway can reduce variations that can occur in health services provided to patients. clinical pathway at Puri Cinere Hospital can be used as a means of quality control and cost control so that effective and efficient health services can be achieved. Because of this, Puri Cinere Hospital must really develop, implement and evaluate clinical pathways systematically and continuously. This research is a case study conducted with a quantitative approach using the Microsoft Excel program and a qualitative approach with in-depth interviews. The application of typhoid fever clinical pathway in Puri Cinere Hospital can be seen from the input factors (personnel, funding, hospital policy, availability of drugs and medical devices and infrastructure). The process of preparation to the stage of application and output factors in the form of compatibility of health services with clinical pathway of typhoid fever (length of stay, visit, supporting examination, use of drugs and medical devices and nursing actions). The results showed that human resource input factors become one of the factors inhibiting the application of typhoid fever clinical pathway so that the application is not going well, while in terms of the process of preparing clinical pathway is not carried out properly so that it becomes the beginning of obstacles in the subsequent implementation process, and from the output factor there is still no conformity of service with clinical pathway of typhoid fever such as drug use and supporting examination."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diba Astried Mixmarina
"Rumah sakit sebagai salah satu institusi kesehatan harus memberikan pelayanan medis kepada seluruh pasien dengan memanfaatkan seluruh kemampuan dan fasilitas yang ada secara optimal dan dengan cara yang seefektif dan seefisien mungkin tanpa mengurangi mutu sesuai dengan standar pelayanan medis yang ada. Untuk. memastikan hal tersebut telah dilakukan perlu dibuat suatu konsep pelayanan yang mencakup seluruh aspek kegiatan yang dijalani pasien sejak awal masuk rumah sakit sarnpai keluar dari rumah sakit. Konsep pelayanan ini dapat dibuat dalam bentuk Clinical Pathway yang dengan rinci dan mendetil menggambarkan perjalanan perawatan pasien di rumah sakit.
Tujuan penelitian ini adalah untuk. mengetahui clinical pathway operasi histerektomi di Rumah Sakit Cengkareng tahun 2006. Pemilihan operasi histerektomi karena histerektomi merupakan tindakan bedah obstetri ginekologi ketiga terbanyak yang dilakukan di kamar operasi Rumah Sakit Cengkareng tahun 2006. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif observasi berdasarkan data rekam medis tahun 2006. Pendekatan dilakukan dengan wawancara mendalam kepada Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi, Manajer Keperawatan dan perawat ruangan serta telaah data.
Hasil penelitian ini menunjukkaan dapat dilakukan pembuatan clinical pathway operasi histerektomi di RS Cengkareng, serta dapat diketahui segal akegiatan pasien sejak pasien berada dalam tahapan pendaftaran, penegakan diagnose, pra operasi, operasi, post operasi dan kontrol. Diagnosis utama yang didapatkan adalah Mioma Uteri Kista Endometriosis, Prolapsus Uteri Grade III, Perdarahan Ante Partum, Adenomiosis Uteri, Kista Ovarium, Displasia Seviks, Ruputra Uteri, Agenesis Vagina, kehamilan EKtopik Terganggu, Kista Endometriosis+Adenomiosis Uteri dan Kista Ovarium + Mioma Uteri. Sedangkan ditemukan diagnosis penyerta yaitu anemia, perdarahan, hipertensi, apendisitis dan abses dinding abdomen, sementara ditemukan penyulit berupa sepsis. Adanya penyerta dan penyulit menyebabkan terjadinya tiga pengelompokan pasien berdasarkan diagnosis utama, yaitu diagnosis utama tanpa penyerta dan penyulit, diagnosis utama disertai penyerta dan diagnosis utama disertai penyerta dan penyulit. Terdapat perbedaan kegiatan pada ketiga kelompok diagnosis tersebut. Umur rata-rata pasien penelitian ini adalah di atas 40 tahun. Rata-rata hari rawat pasien secara keseluruhan adalah 7,2 hari, munnn terdapat perbedaan bila dilihat dari masing - masing kelompok diagnosis utama, peda kelompok diagnosis utama tanpa penyerta dan penyulit selama 5,5 hari, kelompok diagnosis utama disertai penyerta selama 7,8 hari, dan kelompok diagnosis utama disertai penyerta dan penyulit selama 20 hari. Standar asuhan keperawatan khusus untuk perawatan pesien operasi histerektomi belum ada dan hanya menggunakan standar asuhan keperawatan bedah obsgyn. Pada penggolongan dalam ARDRG, histerektomi telah dimasukkan sebagai kelompok diagnosis terkait dengan kode DRG N04Z, namun tidak disebutkan adanya kemungkinan penyakit penyerta dan penyulit yang akan mempengaruhi lama hari rawat dan meningkatkan variasi tindakan yang diterima pasien. Sedangkan pada operasi histerektomi di Indonesia temyata didapatkan adanya beberapa penyakit penyerta dan penyulit.
Saran dari penelitian ini kepada kepada Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologiagar selalu mengisi rekam medis secara lengkap dan jelas dan membantu melengkapi Standar Pelayanan Medik RS yang ada agar dapet dignnakan sebagai acuan dalam pembuatan clinical pathway kasus lainnya. Kepada komite keperawatan agar disusun Standar Asuhan Keperawatan untuk pasien operasi histerektomi dan melengkapi pengisian lembar asuhan kaperawatan dalam berkas rekam. Sementara kepada Manajemen Rumah Sakit disaraakan untuk melengkapi Standar Pelayansn Medik Rumah Sakit agar dapat dijadikan acuan dalam pembuatan clinical pathway, menyesun clinical pathway untuk kasus - kasus terbanyak di RS Cengkareng dan melakukan sosialisnsi kepada seluruh unit tentang penerapan clinical pathway.

Hospital as one of health institution must provide the medical service for all the patient using all of their abilities and facilities optimally with the most efective and efficien ways without decreasing the quality according to the medical service standard. To ensure that, it need a tool as a concept for integrated service which include all aspect of patient's activity start from they enter the hospital until discharge. This concept can be made as a Clinical Pathway which describing all patient's treatment in detail.
The aim of the research is to find out the clinical pathway for hysterectomy at Cengkareng hospital in 2006. The reason of choosing hysterectomy as the example case because of the rank of hysterectomy as the third most obstetric and gynaecology surgery perform at the oparating room at Cengkareng hospital in 2006. This research using the kualitative observative method based on the year 2006's medical record ? The approached is by depth interview with the Obstetric and Gynacologiest, Nursing Manager and room nurse and deta analyzing.
The result of the research showed us that the clinical pathway for hysterectomy can be made and we also can find out all patienfs activities since they were in the stage of admission, diagnosis, pre operative, operative, and follow up. The main prolapse grade III? The average age of the patients in this research are above 40 years old. The average lengths of stay in generally is 7,2 days, but there are differences lengths of stay in each category, for the main diagnosis without commorbidity and complication is 5,5 days, for the main diagnosis without commorbidity is 7,8 days and for the main diagnosis with commorbidity and complication is 20 days.Until now, there is no special nursing service standard for hysterectomy and oly using the common obsgyn surgery nursing service standard. In the grouping of ARDRO, hysterectomy is already as a diagnosis related groups with the code DRO N04Z, but there is no chance of commorbidity and complication who will affect the length of stay and increasing the variety of treatment. On the other side, hysterectomy perform in Indonesia has several commorbidities and complication.
The suggestion for the Gynaecologyst is to fill the medical record clearly and detailed and help to complete the hospital's medical service, which can be used as a tool for creating another clinical pathway. To the nursing committee, it suggest to create a special nursing service stsndard for hysterectomy patient and complete the filling of the nursing service paper in medical record. As to the hospital management, it suggest to complete the hospital medical service standard which can be used as a tool in creating clinical pathway, make clinical pathways for the most cases at Cengkareng Hospital and to socialized the clioical pathway to all units.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T20930
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edward Nangoy
"Dalam peningkatan mutu berkesinambungan, diperlukan suatu instrumen yang dapat merangkum seluruh kegiatan dan upaya tersebut dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan di rumah sakit melalui clinical pathway, dan mampu meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi pengguna rumah sakit, dengan mutu yang baik serta biaya BLU RS. Prof.DR.R.D. Kandou Manado, saat ini belum memiliki dapat diperkirakan clinical pathway khusus pasien meningitis, yangmerupakan salah satu penyakit neuroinfeksi terbanyak.
Penelitian ini bersifat kuantitatif dan kualitatif, bertujuan membuat clinical pathway dengan mortalitas cukup tinggi, memiliki lama hari rawat panjang, biaya perawatan cukup tinggi, perjalanan penyakit dan hasilnya dapat diperkirakan. meningitis, berdasarkan data karakteristik pasien, kapasitas rumah sakit dan utilisasi pelayanan.
Hasil penelitian ini didapatkan tiga bentuk lembaran clinical pathway, untuk diagnosis meningitis di Departemen Neurologi BLU RSUP Prof.DR.R.D. Kandou yang hasilnya disesuaikan dengan keadaan rumah sakit, dan telah disetujui oleh pimpinan rumah sakit dan Departemen Neurologi divisi neuroinfeksi, untuk dapat digunakan.

In order to improve the quality continuosly, an instrument embracing the whole activities in performance of heath service in hospital is needed, through clinical pathway. BLU RSUP Prof.Dr.R.D. Kandou Manado has no clinical pathway yet at the moment, for meningitis patient in particular, which is one of the most common neuro infection disease with high mortality, long lenght of stay, high cost of care, with predictable course of disease and outcome.
Method : This is a qualitative and quantitavie study, which aims to make a clinical pathway for meningitis, according to patien characteristic data, hospital capacity and service utility.
Result of this study is obatained three form of clinical pathway sheets for meningitis patients at neurology department BLU RSUP PROF.DR.R.D. Kandou Manado, which compatible with the hospital condition, approved by hospital administrators and division neuroinfection of Neurology department.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shanti Wirdiawati
"Penelitian ini bertujuan untuk menentukan clinical pathway dan biaya perawatan odontectomy M3 impaksi tanpa penyakit penyerta di RS Islam Jakarta Cempaka Putih pada tahun 2009, dengan melakukan riset operasional secara kualitatif dan kuantitatif dengan rancangan retrospective. Terdapat 72 sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Data yang diolah adalah data morbiditas tahun 2008- 2009 dan data keuangan tahun 2009.
Biaya odontectomy M3 impaksi tanpa penyakit penyerta dihitung dengan metode ABC (Activity Based Costing) dengan struktur biaya investasi, operasional, pemeliharaan dan biaya tidak langsung. Berdasarkan clinical pathway, biaya odontectomy M3 impaksi tanpa penyakit penyerta adalah Rp. 1.057.163,- (mesio angular), Rp. 1.241.810,- (horizontal), Rp. 1.445.210,- (terpendam) untuk odontectomy anesthesi lokal rawat jalan dan Rp. 6.540.846,- untuk odontectomy anesthesi umum one day care. Sedangkan CRR (Cost Revenue Rate) masing-masing adalah 72 % (mesio angular), 72 % (horizontal), 77 % (terpendam) dan 65 % (odontectomy anestesi umum-one day care).

This research is aimed to obtain clinical pathway and cost of treatment third-molar impaction odontectomy at RS Islam Jakarta Cempaka Putih in 2009, by doing operational research qualitatively and quantitatively, using retrospective methode. There are 72 samples which comply with included and excluded criteria. Data that used in this research are morbidity data in 2008-2009 and financial data in 2009.
The cost is accounted by ABC (Activity Based Costing) method, which the cost structures are investation, operational, maintainance and indirect cost. Based on clinical pathway at RS Islam Jakarta Cempaka Putih, costs of treatment third molar impaction odontectomy are Rp. 1.057.163,- (mesio angular), Rp. 1.241.810,- (horizontal), Rp. 1.445.210,- (embedeed) for local anesthesiaambulatory treatment and Rp. 6.540.846,- for general anesthesia- one day care treatment. In addition, CRR (Cost Revenue Rate) of each treatment are 72 % (mesio angular), 72 % (horizontal), 77 % (embedded) dan 65 % (odontectomy anestesi umum-one day care).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
T28449
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
New York: Humana Press, 2017
570 BIO
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nickolai Bayu Indrarajasa
"Latar belakang, melalui peraturan presiden nomor 12 tahun 2013 tentang jaminan kesehatan ditetapkan pembayaran pelayanan kesehatan tingkat lanjut di rumah sakit menggunakan pembayaran pra upaya yaitu menggunakan pola INA-CBG. Penerapan tarif INA-CBGs menimbulkan polemik bagi rumah sakit karena terdapat selisih bayar yang cukup besar antara tarif rumah sakit dan tarif INA-CBG. Salah satu komponen yang harus dipersiapkan oleh rumah sakit adalah membuat suatu system kendali biaya berbasis clinical pathways.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif deskriptif dan kualitatif dengan mendapatkan data berupa wawancara secara mendalam untuk mengetahui persepsi para pimpinan RS.PMI Bogor dan dokter bedah umum atas kesiapan RS.PMI Bogor untuk melakukan kendali biaya pada pasien-pasien yang menggunakan jaminan BPJS.
Hasilnya disimpulkan bahwa terdapat variasi biaya antar penjamin terhadap pasien appendicitis akut tanpa penyulit dan komplikasi yang dirawat di kelas 3 di RS.PMI Bogor, dan rumah sakit belum melakukan kendali biaya secara efektif atas pasienpasien BPJS karena hanya mengandalkan pengalamannya untuk mengelola pasienpasien Jamkesmas dan Jamkesda di kelas 3.

Background,through a presidential decree No. 12 of 2013 on health insurance set up payment of health services at the hospital level using prospective payment system that based on INA-CBGs. Implementation of INA-CBGs rates for hospital is polemical, because there is some gap between the hospital tariffs and INA-CBGs tariff. One of the components that must be prepared by the hospital is making a financial cost containment program based on clinical pathways.
This study uses descriptive quantitative and qualitative research to get the data in the form of indepth interviews to determine the perceptions of leaders RS.PMI Bogor and general surgeon on the readiness of PMI Bogor Hospital to control costs in patients who use BPJS.
The research concluded that there are variations in costs between the guarantors against acute appendicitis patients without complications that are treated in class 3 room and board in PMI Bogor Hospital, and hospitals do not perform effective control costs on patients BPJS because it only rely on its experience to manage patients JAMKESMAS and JAMKESDA."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T43362
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Eko Sunaryanto
"Untuk mengevaluasi terhadap penerapan clinical pathway bagi pasien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang, dilakukan penelitian menggunakan desain cross-sectional retrospektif dengan pengambilan sampel berdasarkan proporsi kejadian variabel yang diukur. Hasil yang diperoleh adalah indikator kejadian percobaan bunuh diri menurun dari 6% menjadi 2% (p= 0,097). Indikator kejadian pasien lari 6% vs 5% (p = 0,756). Kejadian pasien jatuh menurun dari 2% menjadi nol (p= 0,155). Indikator kejadian pasien yang difiksasi satu kali menurun dari 26% menjadi 12%, sedangkan pasien yang difiksasi lebih dari satu kali menurun dari 12% menjadi 10% (p = 0,028).
Indikator kejadian infeksi nosokomial akibat scabies terdapat peningkatan bermakna dari tidak ada kasus menjadi 19% (p = 0,001). Tidak ada kejadian infeksi nosokomial akibat luka fiksasi. Kejadian re-hospitalisasi sebanyak satu kali mengalami penurunan sesudah penerapan clinical pathway sebanyak 7% (26% menjadi 19%). Kejadian re-hospitalisasi lebih dari satu kali meningkat sebesar 42% (10% menjadi 52%). Interval re-hospitalisasi kurang dari satu bulan menurun dari 2% menjadi 1%. Rata-rata lama rawat menurun dari 80,8 menjadi 59,16 (p = 0,04). Sedangkan indikator kepuasan pelanggan terdapat kecenderungan terjadi peningkatan setelah penerapan clinical pathway, namun pada tahun 2011 terdapat tren yang menurun.
Saran: perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang adanya faktor-faktor selain clinical pathway, yang berpengaruh terhadap perubahan tingkat keselamatan pasien, re-hospitalisasi, efektivitas pelayanan, serta perlunya revisi formulir clinical pathway.

This study was conducted to evaluate the implementation of clinical pathway for patients with schizophrenia in the Dr. Radjiman Wediodiningrat Mental Hospital. This research used cross-sectional design with retrospective sampling events based on the proportion of measured variables. We found that the incidence of suicide attempts decreased from 6% to 2% (p = 0.097). There was no different of run away event ( 6% vs 5%; p = 0.756). The incidence of patient fell decreased from 2% into zero (p = 0.155). The events of one-time fixation decreased from 26% to 12%, while patients who got more than once fixation declined from 12% to 10% (p = 0.028).
The incidence of nosocomial infection scabies increased to 19% (p = 0.001). There was no wound infections from fixation events. The incidence of re-hospitalization, one-time decreased after the implementation of clinical pathways as much as 7% (26% to 19%). But the incidence of rehospitalization for more than one time increased by 42% (10% to 52%). The average length of stay decreased from 80.8 to 59.16 (p = 0,04). In term of customer satisfaction, there was a tendency an increase after the implementation of clinical pathways, but in 2011 there was a downward trend.
The study suggest to asses factor beside clinical pathways that influence patient safety, rehospitalized, care of effectivenes and review the clinical pathway form.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T35358
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Doso Sutiyono
"Kesehatan adalah hak fundamental setiap warga sehingga negara bertanggung jawab untuk mengaturnya. Pemerintah dengan program Jamkesmas menjamin pembiayaan masyarakat miskin dengan perhitungan biaya berdasar sistem pembiayaan INA-CBG. Kraniotomi termasuk 3 terbanyak tindakan medik operatif pasien Jamkesmas tahun 2011 di RSUP dr. Kariadi. Terdapat perbedaan pengelompokan dan perbedaan biaya kraniotomi berdasar INA - CBG dan RSUP Dr. Kariadi Semarang. Clinical pathway kraniotomi belum ada di RSUP Dr. Kariadi Semarang.
Tujuan penelitian ini adalah menyusun clinical pathway dan menganalisa biaya kraniotomi berdasar tarif paket INA CBG di RSUP Dr. Kariadi Semarang tahun 2012. Data primer yang didapatkan meliputi : jumlah dan identitas pasien Jamkesmas yang menjalani tindakan kraniotomi pada tahun 2012, hasil wawancara dan wawancara mendalam, hasil wawancara dalam fokus grup diskusi, hasil pengamatan langsung pada saat kraniotomi dilakukan. Data sekunder didapatkan dari dokumen rekam medis pasien Jamkesmas yang menjalani tindakan kraniotom pada tahun 2012. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini yaitu formulir penelitian, pedoman wawancara, data biling tagihan keuangan pasien Jamkesmas yang menjalani kraniotomi, dan pedoman diskusi grup.
Berdasar diagnosis utama, diagnosis penyerta dan penyulit, tingkat kesadaran, lokasi dan besar neplasma / perdarahan, tersusun 6 clinical pathway kraniotomi yaitu : kranitomi ringan trauma, kraniotomi ringan non trauma, kraniotomi sedang trauma, kraniotomi sedang non trauma, kraniotomi berat trauma, dan kraniotomi berat non trauma. Cost of treatment tindakan kraniotomi di RSUP Dr. Kariadi untuk kelompok kraniotomi ringan Rp. 22.627.449,00, kraniotomi sedang Rp. 27.589.090,00, dan kraniotomi berat Rp. 46.372.634,00. Terdapat selisih antara cost of treatment tindakan kraniotomi berdasar tarip INA CBG dan RSUP DR. Kariadi Semarang. Selisih biaya untuk kraniotomi ringan Rp. 18.715.922,80, kraniotomi sedang Rp. 22.066.987,50, dan untuk kraniotomi berat Rp. 39.827.762,99.

Right to health is a one of basic human rights, and it’s an obligation for the government that every citizens have it equally.The Indonesian government with its social program guarantee the cost of health expenditure for the poor named INA CBG payment scheme. One of the top 3 most performed medical surgery with the Jamkesmas social insurance payment at Kariadi hospital in 2011 was craniotomi. There’s differences in grouping and cost in craniotomi procedure if we compare between INA CBG medical expenditure plan with Kariadi hospital. Kariadi hospital don’t have clinical pathway on craniotomi.
The goal of this research is to make a clinical pathway on craniotomi and to analyze the craniotomi expenditure plan based on INA CBG for Kariadi hospital in 2012. The primary data will be patients with Jamkesmas social insurance that had craniiotomi procdure in 2012, deep and structured interviewed on focus group discussion, direct observation when craniotomi’s were performed. Secondary data was medical records on patients with jamkesmas social insurance that had craniotomi in 2012. The research instruments are research form, deep and structured interview guidance and discussion group protocol.
Based on primary diagnosis, complimentary diagnosis, the difficulty level, the degree of conciuosness, location and the degree of bleeding/ the size of the neoplasma, we managed to make 6 clinical pathway on craniotomi procedures which are mild trauma craniotomi, mild non trauma craniotomi, intermediate trauma craniotomi, intermediate non trauma craniotomi, severe trauma craniotomy, and severe non trauma craniotomy. The cost of treatment of mild craniotomi in Kariadi hospital was Rp. 22.627.449,00, intermediate craniotomi was Rp. 27.589.090,00, while severe craniotomy was Rp. 46.372.634,00. There were differences cost of treatments on craniotomy procedure between INA CBG and Kariadi hospital which were : for mild craniotomy Rp. 18.715.922,80, intermediate craniotomy Rp. 22.066.987,50, and severe craniotomi Rp. 39.827.762,99.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T41923
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Regina Frety Veronica
"Era JKN sudah menjadi isu nasional bagi Negara Indonesia sejak lama. Rumah sakit sebagai penyedia layanan kesehatan harus segera berbenah diri. Dengan skema pembayaran yang berubah dari fee for services menjadi Case based group menuntut rumah sakit untuk berlaku efisien dalam menggunakan sumber daya seperti: obat dan tindakan medis maupun penunjang medis. Siloam Hospitasl Balikpapan mengalami selisih dalam penagihan oleh karena itu dilakukan analisa terhadap faktor-faktor yang merugikan keuangan dengan metode perbandingan pada clinical pathway dan metode kualitatif pada informan. Didapatkan bahwa clinical pathway yang ada belum menjadi pengendali mutu dan biaya. Sehingga harus dilakukan review terhadap penggunaan clinical pathway karena dibutuhkan pengendali biaya dan mutu dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit khusus rumah sakit dengan skema pembayaran Case based group.

JKN era has become a national issue for the State Indonesia since long time. Hospital as a health care provider must immediately improve itself. By changing the scheme of payment of fees for services became Case-based group requires hospitals to apply efficient use of resources such as drugs and medical procedures and medical support. Siloam Hospitals Balikpapan has difference in billing therefore conducted an analysis of the factors that the financial adverse by the method of comparison on clinical pathways and qualitative methods to informant. It was found that the existing clinical pathways have not become a controlling quality and costs. So it should be a review of the use of clinical pathways because it takes control of cost and quality in health care in special hospitals hospitals with Case payment scheme based group."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T43627
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7   >>