Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Retno Wulandari
"Kegiatan pokok perdagangan eceran melakukan penjualan barang secara langsung kepada konsumen akhir dalam partai kecil. Bentuk usaha eceran terdiri dari usaha eceran tradisional dan modern. Bentuk usaha eceran secara tradisional umumnya masih menggunakan sarana toko atau pasar dan merupakan usaha perorangan dengan jumlah barang yang dijual terbatas macam dan jumlahnya. Bentuk usaha eceran lain adalah usaha eceran modern dengan modal besar yang menjual beragam barang (lengkap) dan memiliki tempat-tempat usaha yang strategis dengan berbagai sarana dan prasarana (one-stop shopping).
Ekspansi usaha pedagang eceran besar dan juga dengan terbukanva perdagangan eceran bagi penanam modal asing menimbulkan kekhawatiran usaha pedagang eceran kecil akan hancur. Selain itu, usaha perdagangan eceran dengan storeiless store seperti multilevel marketing, TV Shopping, dan lain-lain juga menambah persaingan dalam usaha eceran. Berdasarkan pengertian ini, persaingan yang terjadi dalam perdagangan eceran adalah antara sesama pedagang eceran besar baik lokal maupun asing. Meskipun demikian usaha untuk melindungi kepentingan pedagang eceran kecil sekaligus meningkatkan kualitas usahanya perlu dilakukan baik dari pihak pemerintah, khususnya Departemen Perindustrian dan Perdagangan, organisasi pedagang eceran, maupun akademisi. Usaha-usaha pokok dimaksud meliputi lokasi usaha, program kemitraan, dan perlindungan hukum.
Aspek perlindungan hukum yang masih perlu diperbaiki mencakup perizinan usaha, permodalan, kemitraan, distribusi barang dan persaingan usaha. Pengertian persaingan usaha yang sehat tidak hanya mencakup ketentuan hukum tertulis, namun mencakup pula pengertian hukum tidak tertulis seperti etika bisnis. Untuk mencegah persaingan usaha yang tidak sehat dalam usaha eceran terdapat dua Cara pokok, yaitu perbaikan peraturan perundang-undangan di bidang usaha eceran serta penegakannya dan peningkatan kualitas usaha pedagang eceran kecil.

The main activity of retailing business is to sell goods in small quantities to the end user. There are traditional and modern retailing businesses. The traditional retailing business usually uses shop or market in selling its limited quantity and variety of goods. The modern retailing business that owns big capital sells various goods. Its store locates in strategic business area and has modern facilities (one-stop shopping). This retailer is called big retailer.
The concern of the destruction of small retailers comes up since the expansion of the local big retailers as well as the disclosure of retailing business for foreign investment. The store less store such as multi-level marketing, TV Shopping, etc increases the competition on retailing business. Based on this research, the competition of retailing business occurs among local and foreign big retailers. The small retailers needs the government, particularly the Department of Industry and Commerce, retailers' organization, and academic institution assistance to protect the interest of small retailers as well as to enhance the quality of their businesses. Such assistances include the business location, partnership program and legal protection.
The aspects of legal protection that needs to be improved are business permit, capitalization, partnership, distribution of goods and business competition. The meaning of fair business competition covers the written law and unwritten law such as business ethics. There are two main methods in protecting the unfair competition on retailing businesses, i.e. the improvement of regulations on retailing business and its enforcement, as well as the enhancement of business quality of small retailers."
Depok: Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuniarko Sukendro
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1981
S16605
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Hengky Herlambang
"ABSTRAK
Adanya peraturan pemerintah dan perundangan (Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 382/Kp/XII/77 dan UU No. 6 tahun 1968 ) yang menghimbau produsen untuk tidak menjual baik barang hasil produksinya maupun barang impor secara langsung kepada masyarakat, menyebabkan perusahaan atau produsen menggunakan saluran distribusi dalam menyalurkan produknya. Akibat adanya kebijaksanaan pemerintah ini, maka P.T. Aloe Vera sebagai agen tunggal dari produk-produk Forever Living Products Inc., dalam menyalurkan produknya kepada masyarakat dianjurkan menggunakan saluran distribusi yang ada. Saluran distribusi yang digunakan oleh P.T. Aloe Vera adalah saluran distribusi satu tingkat, yaitu pengecer. Digunakannya pengecer sebagai penyalur oleh P.T. Aloe Vera, karena pengecer ini mampu mencapai pemakai akhir. Dalam hal ini pemakai akhir atau konsumen dari produkproduk yang dipasarkan oleh P.T. Aloe Vera adalah konsumen rumah tangga atau perorangan. Fasilitas yang diberikan oleh P.T. Aloe Vera kepada pengecernya adalah jaminan untuk dapat melakukan penukaran bagi produk yang rusak, mendapatkan bonus dan keringanan pembelian dalam bentuk penundaan jangka waktu pembelian. P.T. Aloe Vera dalam mengevaluasi pengecernya dengan cara membandingkan kuota penjualan yang diberikan dengan bonus dari pengecer yang bersangkutan. Pengecer dari P.T. Aloe Vera terdiri dari orang-orang yang mempunyai pekerjaan tetap, orang-orang yang tidak mempunyai pekerjaan tetap dan orang-orang yang sama sekali tidak mempunyai pekerjaan. Dengan digunakannya pengecer untuk menyalurkan produk-produknya kepada masyarakat, ternyata terjadi peningkatan tingkat penjualan, dimana hal ini dapat dilihat dari data mengenai kenaikan tingkat penjualan P.T. Aloe Vera. Dari hasil penelitian yang dilakukan ternyata penggunaan pengecer sebagai saluran distribusi ini sangat mempengaruhi tingkat kenaikan penjualan P.T. Aloe Vera, dimana melalui penghitungan regresi hubungan antara jumlah pengecer dengan kenaikan penjualan diperoleh angka koefisien regresi sebesar 0,78. Angka ini menunjukkan bahwa jumlah pengecer memberi pengaruh kuat positif terhadap tingkat penjualan P.T. Aloe Vera. Dan prediksi yang dilakukan untuk jangka pendek ternyata hasil penjualan yang sebenarnya melebihi hasil prediksi tersebut. Dengan demikian hal ini berarti bahwa kenaikan dalam jumlah pengecer akan mengakibatkan kenaikan tingkat penjualan dan begitu pula sebaliknya."
1990
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Chalik Masulili
"ABSTRAK
Jenis penelitian ini adalah studi kasus kontrol untuk meIihat hubungan periiaku pengelola dan pengecer hidran dengan kontaminasi air hidran yang diterima konsumen dan secara deskriptif diiakukan pendalaman tentang keadaan hidran hidran di kecamatan Tambora.
Hasil penelitian ini ternyata (a) ada hubungan pengetahuan pengelola hidran dengan kontaminasi air hidran yang diterima konsumen; (b) tidak ada hubungan antara
sikap pengelola, pengetahuan pengecer, sikap pengecer dan perbuatan/tindakan pengelola dan pengecer terhadap kontaminasi air hidran yang diterima konsumen.
Dari hasil pendalaman mengenai keadaan hidran hidran di Kecamatan Tambora didapati: (a) kwalitas bakteriologik air PAM di kecamatan Tambora baik; (b) 58,06% kwalitas bakteriologik air hidran yang diterima konsumen mengala-
mi kontaminasi; (C) beberapa karakteristik fisik bak hidran di kecamatan Tambora belum memenuhi syarat yang layak untuk mencegah terjadinya kontaminasi.
Disarankan perlunya usaha usaha pencegahan dan pengawasan kontaminasi melalui pengetatan kriteria kelayakan perijinan pengoperasian hiran, kriteria perijinan
pendirian hidran dan peningkatan penyuluhan penyuluhan kepada pengelola, pengecer dan masyarakat konsumen air hidran.

"
1986
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ria Kiswandini
"[ABSTRAK
LPG merupakan salah satu bahan bakar yang digunakan untuk memasak
oleh rumah tangga di Indonesia. Pemerintah menetapkan harga jual eceran LPG
adalah sebesar Rp 4.250/kg atau Rp 12.750/tabung di penyalur, sementara harga
jual di tingkat sub penyalur ditetapkan oleh Pemerintah Daerah melalui penetapan
HET (harga eceran tertinggi), yang mungkin berbeda dari satu daerah ke daerah
lain, dan untuk pengecer belum diatur. Tujuan kajian ini yaitu untuk mendapatkan
gambaran harga eceran LPG yang wajar ditinjau dari biaya distribusi LPG dari
penyalur ? sub penyalur - pengecer. Metodologi yang digunakan yaitu
penghitungan biaya distribusi LPG (biaya investasi, transportasi, dan logistik)
kemudian melakukan analisa keeekonomian. Untuk mencari harga jual yang
wajar, ditetapkan IRR terlebih dahulu, kemudian dilakukan trial hingga
didapatkan harga jual sesuai IRR yang ditetapkan yang besarnya 16,5%. Dari
analisa keekonomian, untuk penyalur, sub penyalur yang tidak mengantarkan
LPG 3 kg, dan pengecer telah ekonomis, sementara untuk sub penyalur yang
mengantarkan LPG 3 kg belum ekonomis. dari penghitungan harga jual, harga
jual yang wajar di penyalur sebesar Rp 14.254/tabung, di sub penyalur yang
mengantar LPG 3 kg sebesar Rp 17.420/tabung, sub penyalur yang tidak
mengantar sebesar Rp 15.645, dan pengecer sebesar Rp 16.423/tabung

ABSTRACT
LPG (Liquified Petroleum Gas) is one of fuels used for cooking by households in
Indonesia. The government sets the retail price of LPG is Rp 4,250 / kg or Rp
12,750 / cylinder at distributor level, while the selling prices at the level of subdistributors
is set by the local government through the establishment of HET
(highest retail price), whic may be different from one region to another region and
for retailers have not been set yet. The absence of government control for setting
the price at causing an unexpected costumer cost, because sub-distributors and
retailers can take an unfair margin (profit) . The purpose of this study is to obtain
a reasonable retail price of LPG, perspectively distributor, sub distributor, and
retailer levels. Calculations used data of LPG distribution costs (investment cost,
transportation cost, and logistic cost), from which economic analysis was carried
out. To find a reasonable selling price, the IRR is set first, and then conducting a
trial to obtain selling price corresponding IRR already set (IRR 16,5%). From the
economic analysis, it is shown that the business of distributors, retailers, and subdistributors
without delivering LPG is economical, while for sub-distributors who
deliver LPG is not economical. The selling price calculation found that the
reasonable price at distributor level is Rp 14,254/cyinder, at sub-distributor level
is Rp17,420/cylinder, and without delivering lpg sub-distributor level is
Rp 15, 645/cylinder, and at retailer level is Rp 16, 423 / cylinder;LPG (Liquified Petroleum Gas) is one of fuels used for cooking by households in
Indonesia. The government sets the retail price of LPG is Rp 4,250 / kg or Rp
12,750 / cylinder at distributor level, while the selling prices at the level of subdistributors
is set by the local government through the establishment of HET
(highest retail price), whic may be different from one region to another region and
for retailers have not been set yet. The absence of government control for setting
the price at causing an unexpected costumer cost, because sub-distributors and
retailers can take an unfair margin (profit) . The purpose of this study is to obtain
a reasonable retail price of LPG, perspectively distributor, sub distributor, and
retailer levels. Calculations used data of LPG distribution costs (investment cost,
transportation cost, and logistic cost), from which economic analysis was carried
out. To find a reasonable selling price, the IRR is set first, and then conducting a
trial to obtain selling price corresponding IRR already set (IRR 16,5%). From the
economic analysis, it is shown that the business of distributors, retailers, and subdistributors
without delivering LPG is economical, while for sub-distributors who
deliver LPG is not economical. The selling price calculation found that the
reasonable price at distributor level is Rp 14,254/cyinder, at sub-distributor level
is Rp17,420/cylinder, and without delivering lpg sub-distributor level is
Rp 15, 645/cylinder, and at retailer level is Rp 16, 423 / cylinder, LPG (Liquified Petroleum Gas) is one of fuels used for cooking by households in
Indonesia. The government sets the retail price of LPG is Rp 4,250 / kg or Rp
12,750 / cylinder at distributor level, while the selling prices at the level of subdistributors
is set by the local government through the establishment of HET
(highest retail price), whic may be different from one region to another region and
for retailers have not been set yet. The absence of government control for setting
the price at causing an unexpected costumer cost, because sub-distributors and
retailers can take an unfair margin (profit) . The purpose of this study is to obtain
a reasonable retail price of LPG, perspectively distributor, sub distributor, and
retailer levels. Calculations used data of LPG distribution costs (investment cost,
transportation cost, and logistic cost), from which economic analysis was carried
out. To find a reasonable selling price, the IRR is set first, and then conducting a
trial to obtain selling price corresponding IRR already set (IRR 16,5%). From the
economic analysis, it is shown that the business of distributors, retailers, and subdistributors
without delivering LPG is economical, while for sub-distributors who
deliver LPG is not economical. The selling price calculation found that the
reasonable price at distributor level is Rp 14,254/cyinder, at sub-distributor level
is Rp17,420/cylinder, and without delivering lpg sub-distributor level is
Rp 15, 645/cylinder, and at retailer level is Rp 16, 423 / cylinder]"
2015
T43814
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library