Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Patricia Soetjipto
Abstrak :
Pembentukan kebijakan pengendalian dampak tembakau dipengaruhi oleh faktor diantaranya kesehatan, ekonomi, hukum dan politik. Keempat faktor tersebut merupakan faktor yang saling mempengaruhi didalam membentuk kebijakan pengendalian dampak tembakau. Faktor Kesehatan merupakan faktor yang paling utama dalam pembentukan kebijakan ini. Tingginya prevalensi perokok di Indonesia, perokok dewasa pria maupun wanita, dan terutama perokok remaja dan anak-anak. Rokok menyebabkan sakit dan kematian. Faktor ekonomi tidak seluruhnya mempengaruhi, ekonomi yang terkait beban sakit dan mati saja yang merupakan faktor yang mempengaruhi bagi dibentukan kebijakan ini. Ekonomi terkait pertanian dan industri diatur dalam kebijakan yang berbeda dengan kebijakan pengendalian tembakau. Faktor hukum merupakan faktor yang harus ada dalam memberikan dasar hukum, payung hukum dan menjadi hukum positif yang ditaati dan melindungi kepentingan kesehatan masyarakat dari dampak buruk rokok. Sedangkan faktor politik merupakan faktor penentu dalam mewujudkan kebijakan pengendalian tembakau. Sedangkan faktor politik merupakan kunci bagi sebuah kebijakan untuk dapat diwujudkan menjadi hukum positif. Proses, persepsi dan komitmen dari pembentuk kebijakan merupakan faktor politik yang sangat mempengaruhi pembentukan kebijakan pengendalian dampak tembakau.
The making of policies on the control of Tobacco Effects on Health is affected by various factors, including health, economy, law and politics. Those four factors are mutually affecting in the making of policies on the control of tobacco effects. The health factor is the most dominant factor in this matter, including the high level of smokers? prevalence in Indonesia, adult male and female smokers, and especially teenage and child smokers. Cigarettes cause diseases and death. The economic factor does not entirely affect the policy making, only economic aspects which are related to the burden of illness and death are influential to the policy making. Economic aspects related to agriculture and industry are regulated by policies which are separated from the policies on tobacco control. The legal factor must exist in order to provide legal basis and legal umbrella, and will also become the positive law which must be complied with and will protect public health interest from the negative impacts of cigarettes. Whereas the political factor is a determining factor in realizing policies on tobacco control. The political factor is also a key factor for enabling a policy to become a positive law. The process, perception and commitment of the policy-makers constitute the political factors which greatly affect the making of policies on the control of tobacco effects.
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T31521
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lailiya Nur Rokhman
Abstrak :
Ilmu Komunikasi Iklan, Promosi, Sponsorship dalam Genggaman Industri Rokok di Indonesia Studi Ekonomi Politik tentang Intervensi Kepentingan Industri Rokok dalam Perumusan dan Penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 Penelitian ini berusaha untuk menunjukkan adanya intervensi dari industri rokok terhadap proses perumusan regulasi pengendalian tembakau, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 sehingga mempengaruhi hasil akhir dari peraturan pemerintah ini hingga implementasi regulasi.Untuk menelaah permasalahan ini, konsep strukturasi dalam pendekatan ekonomi politik digunakan pada penelitian ini. Penelitian ini menggunakan wawancara mendalam dan studi dokumentasi dalam pengumpulan data. Wawancara dilakukan kepada regulator media cetak, penyiaran, dan daring serta Ketua Badan Khusus Pengendalian Tembakau Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia IAKMI. Selain itu, studi dokumen juga dilakukan untuk mengetahui bagaimana proses perumusan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 dan intervensi dari berbagai pihak selama proses perumusan berlangsung. Penelitian ini menunjukkan bahwa di dalam perumusan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012, intervensi industri rokok terasa sangat kuat tidak hanya melalui dukungan dari beberapa kementerian dan front groups, namun juga melalui berbagai aksi dan pembentukan opini di berbagai media. Rangkaian proses perumusan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 juga memakan waktu yang cukup Panjang, yaitu empat tahun. Ini jelas melebihi ketentuan di dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 yang menjadi acuan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012.Di dalam implementasi regulasi pengendalian tembakau di media, berbagai pelanggaran terjadi terhadap regulasi pengendalian tembakau khususnya terkait dengan iklan, promosi, dan sponsorship rokok. Regulasi yang telah dibuat untuk mengatur hal ini seakan hanya menjadi sebuah peraturan tertulis tanpa ada dampak yang signifikan. Tidak hanya regulasi yang kemudian menjadi lemah untuk diimplementasikan, regulator media pada akhirnya tidak memiliki kekuasaan dalam melaksakan fungsinya untuk mengawasi dan memberi sanksi atas pelanggaran yang terjadi terkait iklan, promosi, dan sponsorship rokok. ...... Ilmu Komunikasi Advertising, Promotion, Sponsorship in the Grip of Tobacco Industry in Indonesia Political Economy Studies about Intervention of Tobacco Industry 39 s Interest in Legislation and Implementation of Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 This research tries to show the existence of cigarette industry intervention to formulation process of tobacco control regulation, that is Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 that affect the final result of this government regulation. Not only in the formulation of regulations, the intervention also occurs in the implementation of regulations.To examine these issues, structuration concept on the political economy approach have been used to this research. This research used interview technique and documentation study. Interviews were conducted to regulators of media and the Chairman of Badan Khusus Pengendalian Tembakau Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia IAKMI . In addition, document studies were also conducted to find out how the process of formulation of Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 and intervention from various parties during the formulation process takes place.This study shows that in the formulation of Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012, cigarette industry intervention is very strong not only through the support of some ministries and front groups but also through various actions and opinion formation in various media. The series of process of formulating Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 also takes a long time, which is four years. This clearly exceeds the provisions in Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 which became the reference Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012.In the implementation of the tobacco control regulations in the media, various violations occurred against tobacco control regulations in particular related to cigarette advertising, promotion, and sponsorship. The regulations that have been made to regulate this seem to be just a written rule without any significant impact. Not only the regulation which then becomes weak to be implemented, media regulators ultimately have no power in performing their functions to oversee and sanction violations of cigarette advertising, promotion, and sponsorship.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
T51218
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasibuan, Johannes
Abstrak :
Penelitian ini memperluas literatur perilaku merokok anak di Indonesia dengan mengidentifikasi determinan perilaku merokok di lingkungan tempat tinggal. Perilaku merokok dibagi kedalam tiga kelompok umur yaitu 7-12, 13-15 dan 16-18. Penelitian berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional 2015 dengan menggunakan pendekatan regresi probit menemukan bahwa peer dan price mempengaruhi perilaku merokok anak, kami menemukan bahwa (1) peningkatan 1 % individu yang mengkonsumsi rokok meningkatkan peluang anak untuk merokok sebesar 2%, (2) peer effect lebih kuat pada kelompok anak yang lebih muda, (3) Peer effect berpengaruh terhadap perilaku anak baik di daerah Jawa/ luar Jawa baik secara urban/rural, (4) Peningkatan harga rokok mengurangi peluang anak untuk mengkonsumsi rokok. Hasil estimasi kami dapat di jadikan dasar kebijakan pengendalian tembakau khususnya kebijakan kenaikan harga rokok. ......This study expands the literature on children's behavior in Indonesia by identifying smoking behavior in the neighborhood. Smoking behavior is divided into three age groups 7-12, 13-15 and 16-18. Research based on 2015 National SocioEconomic Survey data (SUSENAS) using probit regression approach found that peer and price influence children's smoking behavior, we find that (1) an increase of 1% of individuals who consume cigarettes increases children's chances of smoking by 2%, (2) the influence of Peer effect is stronger in the younger group of children, (3) Peer effect affects the behavior of children both in Java / outside Java both in urban / rural areas, (4) Increase in cigarette prices reduces children's opportunities to consume cigarettes. Our estimation results can be used as the basis for tobacco control policies, especially policies on increasing cigarette prices.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Auditya Firza Saputra
Abstrak :
Tesis ini mengulas secara kritis fenomena hegemoni industri rokok di Indonesia, yang salah satunya dibentuk lewat praktik CSR beserta berbagai persoalan implikasi hukum dan sosiologis yang tercipta karenanya. Sejak 2015, Indonesia ditetapkan sebagai salah satu negara dengan angka perokok remaja terbanyak di dunia. Tingginya angka perokok muda membawa berbagai masalah kesehatan dan kesejahteraan akibat konsumsi rokok yang eksesif. Rokok tanpa disadari telah menjadi kelaziman dalam kehidupan sehari- hari masyarakat. Permasalahan tersebut mengakar dari lemahnya regulasi di lapisan substansi hukum, penegakan yang tidak maksimal di tingkat struktur hukum, maupun kelemahan kultur hukum yang menyebabkan tidak optimalnya kerja kebijakan pengendalian tembakau yang ada. Model CSR filantropi yang dijalankan korporasi rokok dalam bentuk beasiswa pendidikan, sponsor acara olahraga dan musik, derma sosial dan sejenisnya, punya andil dalam menciptakan situasi tersebut. Begitupun persoalan pengaturan tentang periklanan rokok subliminal yang membuat produk tersebut semakin terasosiasikan dengan konstruksi sosial tertentu. Hasil analisis menunjukkan bahwa praktik CSR korporasi rokok masih jauh dari prinsip CSR sebagaimana mestinya, baik dalam standar ISO 26000 maupun Pedoman Bisnis dan HAM PBB. Seharusnya CSR berkonsentrasi pada upaya meminimalisir dampak buruk pada masyarakat, dan hal ini menjadi penting karena inti bisnis yang dijalankan berbahaya dan berdampak langsung pada kesehatan masyarakat. Sebaliknya, praktik CSR industri rokok selama ini justru dijadikan celah promosi atas segala pembatasan aturan yang telah dibuat terhadapnya. Lebih dari itu, CSR digunakan sebagai medium untuk mendapatkan legitimasi moral dari masyarakat agar dapat terus beroperasi dan mendominasi pasar. Temuan penelitian empiris menunjukkan adanya pengaruh signifikan antara hegemoni dan hegemoni tandingannya terhadap ekspektasi tanggung jawab sosial korporasi di mata konsumennya: semakin tinggi seorang menganggap industri rokok punya jasa-jasa dan kontribusi positif, semakin rendah pula ekspektasinya akan pertanggungjawaban korporasi rokok. Masyarakat sendiri masih gagal melihat isu etis di dalam penyelenggaraan CSR industri rokok. Solusi alternatif yang bisa ditempuh untuk mengoreksi anomali praktik CSR tadi adalah dengan dua skema: pertama, menghentikan kegiatan CSR filantropi dan mengalihkan pengalokasiannya untuk program kolaborasi dengan pihak ketiga, yang dalam hal ini adalah kelompok kepentingan pengendalian tembakau, dalam hal ini stakeholder di bidang advokasi kesehatan masyarakat, untuk menjalankan program pengendalian peredaran produk rokok dalam bentuk edukasi unit-unit penjualan, agen periklanan; serta kedua, menempatkan agen pengendalian pada unit-unit penjualan yang akan berada di bawah tanggung jawab langsung korporasi rokok. ......This thesis critically reviews the hegemony phenomenon in Indonesian tobacco industry, one of which was believed to be formed through the Corporate Social Responsibility (CSR) practices, along with its various legal and sociological implications created upon. Since 2015, Indonesia has been named as one of the countries with the highest number of teen and child smokers in the world. Such phenomenon has been linked into various health and welfare issues which was caused by excessive cigarrette consumption. Cigarrette-smoking had been unwittingly associated as a normal habit in society’s daily lifestyle. Some of these problems rooted in the weak regulations at the level of legal substance, the minimum act of enforcement upon the legal structure, and the permissive legal culture which causing the issued tobacco control policy failing to work optimally. The philantrophic CSR done by tobacco industries in the form of education scholarship, sport or music events sponshorship, charity, and its kind, have a stake in creating such situtaions. Not to mention the regulation problem on subliminal ciggarette advertisement which caused the product associated to particular social construction. The analysis shows that the tobacco corporation has not yet implemented the CSR as it should under the standard of ISO 26000 and UN Guidelines on Business and Human Rights’ regime, whereas the focus must be on minimalizing adverse effect on society. The issue is critical since the core business is classified as dangerous and having direct impact on public health. Instead, CSR mostly used intentionally as a promotional instrument to perpetuate the dominance of tobacco industry, due to all the restriction policy having issued against them. It became a means to gain moral and intellectual legimitacy from the community for the tobacco industry in order to keep on operating its business as usual. The research findings show significant influence between the hegemony and its counter- hegemony on its consumer expectations of business responsibilities: the higher one considers the cigarette industry having positive contributions, the lower the expectations one’s had of corporate responsibility for tobacco industries. Thus, society has been failing and unaware to detect the ethical issues within the implementation of tobacco industry social responsibilty. An alternative solution to correct such anomalous CSR practices is offered within two schemes: First, ceasing the act of corporate philanthropy and diverting its allocation for collaborative program with the third parties, in this case the tobacco control interest group consisting of public health stakeholders including professionals to run product control program in the form of education sales units, advertising agencies; and Secondly, placing controlling agents upon sales units or retails within direct responsibility of the cigarette corporation.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library