Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 33 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Oerip Lestari D. Santoso
Abstrak :
ABSTRAK
Sebagai bagian integral dari negara kesatuan Republik Indonesia, Propinsi Jawa Tengah melaksanakan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Pembangunan dilaksanakan disemua aspek kehidupan, ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan. Untuk tujuan tersebut, Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Tengah merencanakan pertumbuhan ekonomi regional rata-rata 7% per-tahun pada Repelita VI.

Untuk mencapai tingkat pertumbuhan sebesar diperkirakan adanya investasi sebesar Rp. 63.18 triliun, dan 76% (Rp. 18,132 triliun) dari total investasi diperoleh dari sektor swasta (non pemerintah), sedangkan sisanya yang 24% (Rp. 15,05 triliun) dari pemerintah. Secara nasional angka pertumbuhan yang direncanakan tersebut cukup beralasan, Pada Pelita V angka rata-rata pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah adalah 7,02%, dan lebih tinggi dari angka pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 6,7%.

Jawa Tengah merupakan salah satu propinsi yang memiliki daya tarik bagi investor. Pada tahun 1993, daerah seluas 34.503 km2 ini dihuni oleh 29.093,507 orang penduduk, yang tersebar di 35 Daerah Tingkat II (29 Kabupaten dan 6 Kotamadya). Kepadatan penduduk 843 orang/km2, dan menempati papan atas dalam hal kepadatan penduduk (angka nasional adalah 105 orang/ km2). Jumlah perduduk yang tergolong padat ini menimbulkan berbagai permasalahan, seperti urbanisasi, kemiskinan, dan berbagai gangguan kamtibmas lainnya. Kondisi ini tentu kurang mendukung upaya pembangunan di Jawa Tengah, dan kurang menguntungkan bagi ketahanan regional serta pada gilirannya akan berdampak pula pada ketahanan nasional.

Masalah ketenagakerjaan berupa pengangguran merupakan faktor pendorong Pemda Jawa Tengah untuk meningkatkan investasi. Proyek-proyek baru yang diminati khususnya bersifat padat karya (labour intensive). Laju pertambahan penduduk Jawa Tengah selama kurun waktu 1980-1990 sebesar 1,18% per-tahun, Angka yang besar ini membutuhkan investasi yang besar pula, agar tersedia lapangan kerja yang cukup.

Dari segi ketersediaan lahan, potensi pertanian tidak mungkin lagi dikembangkan dengan cara ekstensifikasi. Salah satu upaya peningkatan ekonomi yang dilakukan adalah pengembangan sektor industri. Sektor industri ini diharapkan dapat memberikan kesempatan kerja bagi angkatan kerja yang sangat banyak, sehingga tingkat pengganguran dapat ditekan, sumber daya alam dapat dimanfaatkan, serta terwujud pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya.
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Satya Irawan
Abstrak :
Tesis ini membahas tentang Dokumen penunjang dalam pembuatan Akta otentik oleh Notaris. Pentingnya dokumen-dokumen tersebut sebagai data formil yang dibutuhkan sebagai acuan dalam membuat Akta Notaris/PPAT, mewajibkan Notaris/PPAT dalam melaksanakan jabatannya secara profesional dan dengan prinsip kehati-hatian serta mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk senantiasa memeriksa dan mengecek dokumen-dokumen penunjang sebelum membuat akta yang dikehendaki oleh para pihak seperti Kartu identitas para penghadap, Akta perkawinan, kwitansi pembayaran, anggaran dasar perusahaan dan sebagainya. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan Yuridis Normatif dengan sifat penelitian deskriptif analitis, serta menggunakan data sekunder. Kelalaian Notaris/PPAT dalam membuat akta dengan mengesampingkan dokumen penunjang tersebut dapat membuat kualitas akta kehilangan otentisitasnya dan kekuatan pembuktiannya dapat terdegradasi menjadi seperti akta dibawah tangan serta akibat hukum bagi akta itu sendiri dapat menjadi batal demi hukum atau dapat dibatalkan. Untuk itu, selain dibutuhkan sikap profesional dari Notaris/PPAT dalam menjalankan jabatannya, diperlukan juga suatu peraturan atau ketentuan mengenai persyaratan formal dalam pembuatan akta Notaris/PPAT khususnya dokumen penunjang Akta. ...... The focus of this study is about supporting documents as term in making notary`s deed. The importance of the supporting documents as formal condition in which are needed in as basic in making notary`s deed, obliged A Notary to be professional and apply prudential principle and also apply the regulation in order to examine and check the supporting documents before drafting the deeds that the clients asked. Supporting documents that should be examined such as identity cards of parties, marriage deed, payment receipt, articles of association and others. The negligence of notary in professional by set aside supporting documents down grade the quality of the deed and down grade the proof and the deed become regular paper and the deed itself could be canceled or void. Therefore, the professional of notary in profession is not enough, and it requires a regulation for formal condition especially supporting documents in deed.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T42903
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alexander Ariyanto
Abstrak :
Memasuki abad 21 khususnya setelah masa resesi, Indonesia memasuki era transisi di bidang perokonomian terutama dalam aspek moneter, dimana pasar keuangan menjadi fondasi utama untuk menyehatkan kembali perekonomian nasional. Unsur utama pasar keuangan tersebut adalah pasar modal yang berfungsi sebagai media penyalur modal kepada pelaku-pelaku ekonomi yang membutuhkan dana untuk menjalankan bisnisnya baik untuk untuk mengembangkan bisinisnya, maupun menjadi eksistensinya dalam perkonomian yang semakin terbuka sejak pertumbuhan perdagangan pasar bebas. Kesempatan inilah yang dipakai oleh pelaku-pelaku ekonomi secara timbal balik, yaitu antara masyarakat dan Perusahaan Perusahaan yang melakukan Penawaran Perdana (IPO) atau sudah Terbuka (Tbk), dimana pihak yang satu mengharapkan keuntungan dengan memasukan modal dan pihak yang lain mendapatkan sumber modal segar untuk menjalankan bisnisnya, yang dapat secara berangkai menciptakan efek pasar keuangan yang bertumbuh secara positf. Untuk melakukan kerjasama antara pelaku-pelaku ekomoni tersebut secara sinergis, maka diperlukan lembaga-lembaga pendukung dan para profesi penunjang pasar modal, salah satunya adalalah Notaris. Dalam perkembangan kegiatan pasar modal yang semakin pesat, seorang Notaris pasar modal yang cukup ahli di bidangnya seringkali tidak dapat memenuhi permintaan pasar untuk membuat perjanjian-perjanjian yang diperlukan dalam kegiatan pasar modal tersebut, sehingga dalam prakteknya munculah Notaris Pengganti pasar modal. Peraturan mengenai Notaris pengganti cukup tertera jelas dalam Undang-Undang Jabatan Notaris, tetapi tidaklah demikian dengan Notaris Pengganti pasar modal, oleh sebab itu dalam menentukan peran dan kewenangan Notaris Pengganti pasar modal diperlukan pendekatan yang cukup mendalam baik secara normatif maupun praktek. Peran Notaris Pengganti pasar modal saat ini memang tidak dapat dihindari, tetapi hal itu juga harus menjadi bahan telaah secara kritis guna mewujudkan kegiatan pasar modal yang profesional dan sah secara hukum. ......Entering the 21st century, especially after the recession, Indonesia entered a transitional era in the economy sector especially in the monetary aspect, where the financial markets became the main foundation to rejuvenate the national economy. One of the major financial markets is capital market transaction that have functions as a medium to distribute capital for the economic stakeholder that need of funds to run the business or developing, and keep its existence in an increasingly interconnected economy is open since the growth of free market trade. The opportunity is used by economic stakeholder are reciprocal, between the community and the Companies that perform Initial Public Offering (IPO) or is already Public (Tbk), where one party want gain profit by entering the capital and the other to get a capital to run the businesses, that hopefully can be sequential create the effect of the financial markets to grow. To make synergy between economy stakeholders, its necessary to support the institutions and the professions as the capital market, and one of the most important is Notary profession. In the development of capital market activity is rapidly increasing, a Notary Public of capital markets that expert in the field often fail to meet market demand to make the necessary agreements in capital market activities, so in practice right now appears Substitute Notary of capital markets. Regulation on Notaries replacement fairly stated clearly in the Law Notary, but not so with the role Substitute Notary in the capital markets, and therefore determining the role and authority of Substitute Notary in capital market approach is clearly needed that is quite profound, both normative and practical. The role of Substitute Notary of capital markets at this time is unavoidable, but it must also be critically examine task in order to make a capital market activities that legal and professional.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28883
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Evy Trisulo
Abstrak :
Tesis ini membahas tentang konfigurasi lembaga-lembaga penunjang atau State Auxiliary Bodies (SAB) dimana mencakup bagaimana status dan kedudukan lembaga SAB tersebut yang meliputi dasar hukum pembentukan lembaga SAB, nomenklatur dari lembaga dimaksud, korelasi dan tanggung jawab atas lembaga SAB yang mencakup koordinasi di antara lembaga SAB dan koordinasi dengan kementerian terkait, efektifitas keberadaan lembaga SAB serta akuntabilitas lembaga SAB. Penelitian ini adalah penelitian Deskriptif ? Normatif yang difokuskan terhadap lembaga Komisi dan Dewan. Hasil penelitian ini menyarankan tentang perlunya disusun peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang SAB/Lembaga Penunjang, pembatasan Presiden dalam mengangkat dan membentuk lembaga penasehat, kajian mengenai kejelasan dasar penentuan nomenklatur SAB di masa yang akan datang, pengintegrasian bagi SAB yang memiliki potensi tumpang tindih dalam menjalankan tugas fungsinya, baik ke Kementerian ataupun ke SAB yang lebih efektif, serta perlunya pemahaman yang komprehensif bagi pembuat kebijakan mengenai efektifitas dan efisiensi akibat dibentuknya suatu SAB dari konsekuensi peraturan perundang-undangan. ......The thesis discusses supporting bodies or State Auxiliary Bodies (SAB) covering firstly, the status and position of these bodies including the legal basis of the establishment and their nomenclatures; secondly, the correlation and responsibilities of the bodies including the coordination among themselves and the concerned ministries, the effectiveness of their existence, and their accountability. The research is normative descriptive, which focuses on the State Auxiliary Bodies in the forms of Commissions and Boards. The results show that there is an urgent need to formulate a number of regulations on SAB/supporting bodies and the limitation of The President rights in assigning and setting up new advisory bodies. The results suggest that some research on the clarity of legal basis are urgently required for the nomenclatures of SAB in the future. The study also suggests to integrate those SAB which are potentially-overlapping in implementing their tasks and functions to the parent ministries or a more effective SAB, and to develop a more comprehensive understanding for the policy makers on effectiveness and efficiencies of establishing an SAB as a result of a regulation.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T30298
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tuty Clara Assaf
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
S10614
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
W. M Herry Susilowati
Abstrak :
Lembaga negara penunjang di indonesia banyak lahir setelah amandemen UUD 1945. Saat ini menjadi suatu model kelembagaan negara yang menandai pelaksanaan demokrasi dalam kehidupan bernegara. ia mempunyai keunikan tersendiri karena dari sifatnya yang merupakan lembaga empowering bagi lembaga negara utama yang telah ada.
Jakarta: Lembaga Pangkajian MPR RI, 2018
342 JKTN 11 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Simbolon, Jinoko
Abstrak :
Penelitian ini membahas mengenai implementasi asas cabotage dalam hukum positif Indonesia terhadap kapal penunjang Migas (Migas) atau anjungan Migas yang beroperasi di wilayah lepas pantai yang termasuk dalam wilayah laut zona ekonomi ekslusif (ZEE) maupun landas kontinen dimana ketentuan hukum internasional berlaku, kesesuainnya dengan ketentuan WTO yaitu ketentuan General Agreement on Trade In Services (GATS) dan schedule of commitment Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yang di dukung oleh penelitian empiris. Dengan rumusan pengertian kapal yang meliputi juga floating platforms di lepas pantai (dalam hal ini termasuk rig-rig, anjungan Migas lepas pantai) sepanjang berada dalam yuridiksi dan kedaulatan Indonesia yaitu berada di laut teritorial Indonesia beserta perairan kepulauan dan perairan pedalaman maka asas cabotage berlaku terhadap kapal dan floating platforms tersebut. Sedangkan menurut hukum positif Iindonesia asas cabotage tidak berlaku di landas kontinen dan ZEE namun dalam pelaksanaannya berlaku karena dalam operasional tersebut harus melalui Pelabuhan, laut teritorial, perairan kepulauan dan perairan pedalaman. Implementasi asas cabotage belum dapat dilaksanakan sepenuhnya karena pemerintah masih memberikan dispensasi terhadap penggunaan kapal asing untuk usaha Migas lepas pantai melalui Permenhub No.46 Tahun 2019, namun peraturan ini secara substansi tidak sejalan atau bertentangan dengan asas hukum lex superior derogate legi inferiori. Pengaturan asas cabotage merupakan bagian dari prinsip yang diatur dalam GATS tentang domestic regulation, dan WTO tetap mengakui eksistensi kedaulatan negara anggotanya. Hasil penelitian menyarankan perlu menyempurnakan hukum positif Indonesia sebagai peraturan domestik untuk menyesuaikan dengan perkembangan liberalisasi jasa angkutan laut khususnya penggunaan kapal asing untuk menunjang usaha Migas lepas pantai di Indonesia dan memberikan kelonggaran bagi armada angkutan laut asing pada kegiatan Migas lepas pantai. ......This focus of this study is assesed implementation of the cabotage principle in Indonesian positive law to offshore oil and gas supporting vessels or oil and gas platforms operating in offshore areas that are included in the exclusive economic zone (EEZ) sea area or the continental shelf where international law provisions apply, the compliance with WTO provisions namely the provisions of the General Agreement on Trade in Services (GATS) and Indonesias schedule of commitment. This research applies a normative juridical approach which is supported by empirical research. With the formulation of the definition of a vessel which includes offshore floating platforms (in this case including rigs, offshore oil and gas platforms) as long as it is within the jurisdiction and sovereignty of Indonesia, which are in the territorial sea of Indonesia, archipelagic waters and inland waters, the cabotage principle applies to vessel and floating platforms. Meanwhile, according to positive Indonesian law the cabotage principle does not apply to vessel and floating platforms on the continental shelf and EEZ, but in practice the cabotage principle also applies because vessel and floating platforms in these operations must go through ports, territorial seas, archipelagic waters and inland waters. Implementation of the cabotage principle cannot yet be fully implemented because the government is still giving dispensation for the use of foreign vessel for offshore oil and gas business through Permenhub No.46 of 2019, but this regulation is substantially not in line with or against the legal principle of the lex superior derogate legi inferiori. Implementation of the cabotage principle is part of the principles that is regulated in GATS regarding domestic regulation, and the WTO continues to recognize the existence of the sovereignty of its member countries. The results suggest that it is necessary to improve Indonesias positive law as a domestic regulation to adjust to the development of liberalization of sea transportation services, especially the use of foreign vessels to support offshore oil and gas businesses in Indonesia and to provide leeway for foreign marine transportation fleets in offshore activities.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Arismawati
Abstrak :
Pasar modal sebagai salah satu sektor jasa keuangan dewasa ini telah mengalami perkembangan yang pesat yang berdampak pada kemajuan ekonomi Negara. Dalam menjalankan transaksi dan aksi di pasar modal, diperlukan dukungan dari profesi penunjang pasar modal sebagaimana diatur oleh Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Notaris sebagai salah satu profesi penunjang pasar modal memiliki peran dan fungsi yang cukup vital dalam hal yang berkaitan dengan kewenangan jabatannya yakni berkaitan dengan pembuatan akta otentik. Dalam melaksanakan fungsinya tersebut seorang Notaris tunduk kepada Undang-Undang Jabatan Notaris di samping wajib pula mengikuti kaidah yang telah diatur oleh peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. Salah satu ketentuan tersebut adalah Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pungutan Oleh Otoritas Jasa Keuangan. OJK selaku lembaga yang berwenang menyelenggarakan fungsi pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan di sektor jasa keuangan memungut sejumlah biaya terhadap profesi penunjang pasar modal, di antaranya Notaris. Penulisan ini meneliti kedudukan notaris selaku profesi penunjang pasar modal berdasarkan UU Jabatan Notaris, dan kewenangan OJK dalam menarik pungutan dari segi UU Keuangan Negara. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, menggunakan UU Jabatan Notaris, UU OJK, UU Pasar Modal, UU Keuangan Negara, dan PP Pungutan OJK. Hasil analisis menggambarkan bahwa profesi penunjang pasar modal, termasuk notaris, tidak termasuk sebagai pihak yang dapat dikenakan kewajiban untuk membayar pungutan OJK. Adapun kewenangan OJK untuk menarik pungutan adalah tepat sebagaimana disyaratkan oleh UU Keuangan Negara. Selama ini diketahui OJK mengelola dan mengadministrasikan penerimaan yang bersumber dari pungutan tersebut secara mandiri, dimana hal tersebut kurang tepat karena menurut UU Keuangan Negara penerimaan tersebut seharusnya disetorkan ke kas negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). ...... Capital market as one of the financial services sector these days has been growing rapidly which gives impact to the country?s economic progress. Running the transaction and action in capital market requires the support from capital market supporting profession as it has been ruled by Indonesian Law Number 8 Year 1995 concerning Capital Market. Notary as one of the capital market supporting profession has its role and function which is vital enough in things related to its position?s authority that is related to making the authentic deed. To do that function, a notary obeys Indonesian Law Number 2 Year 2014 concerning Regulation of Notary Office beside has to obey rules that have been set by legislation in the capital market scope. One of the rules is Government Regulation Number 11 Year 2014 concerning Levies By The Financial Service Authority. OJK as one of the institution that authorities to arrange the regulation and supervision function into financial services sector?s activities collect some fees to capital market supporting profession, including notary. This writing is researching the position of notary as capital market supporting profession based on Regulation of Notary Office and the authority of OJK to collect levies from Regulation of State Finance's perspective. This research is a juridical normative research, using Regulation of Notary Office, Regulation of The Financial Service Authority, Regulation of Capital Market, Regulation of State Finance, and Government Regulation concerning Levies By The Financial Service Authority. The analysis result says that capital market supporting profession, including notary, not included as parties who can be subject to pay OJK levies. The authority of OJK to collect levies is right as what has been conditioned by Regulation of State Finance. These times OJK is known to manage and administer income that comes from those levies independently, which is not right because according to Regulation of State Finance that income should be transferred to the country?s cash as non-tax revenue.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T44832
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>