Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Joni Wijaya
"Pasal 23 huruf c UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan mengatur
bahwa salah satu lingkup diskresi adalah “peraturan perundang-undangan tidak lengkap
atau tidak jelas”. Lingkup dimaksud terdiri atas 3 (tiga) unsur, yaitu (1) peraturan
perundang-undangan masih membutuhkan penjelasan lebih lanjut; (2) peraturan yang
tumpang tindih (tidak harmonis dan tidak sinkron); dan (3) peraturan yang membutuhkan
peraturan pelaksanaan, tetapi belum dibuat. Terdapat hubungan yang kontraproduktif dan
penyusunan yang tidak sistematis apabila 3 (tiga) unsur tersebut dilihat menurut
perspektif UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan. Penelitian ini dilakukan melalui 2 (dua) metode, yaitu pendekatan perundang-
undangan dan pendekatan konsep. Norma-norma dalam UU Nomor 12 Tahun 2011
merupakan konstruksi yang memberikan pedoman agar regulator membentuk peraturan
perundang-undangan secara paripurna, namun hal tersebut seolah dikesampingkan karena
interpretasi Pasal 23 huruf c UU Nomor 30 Tahun 2014. Walaupun sistem hukum
nasional hendak bertransformasi ke arah progresif, namun tujuan kepastian hukum harus
tetap dijaga. Guna menghindari munculnya keputusan dan/atau tindakan subjektif dari
pejabat pemerintahan, maka Pasal 23 huruf c UU Nomor 30 Tahun 2014 perlu ditinjau
ulang.

Article 23 letter c of Law No. 30 of 2014 on Government Administration states that one
of the scopes of discretion is "incomplete or unclear regulation". It consists of three
elements, namely (1) statutory regulations need further explanation; (2) overlapping
regulations (disharmonious and out of sync); and (3) regulations require implementing
regulation, but it has not been made. Based on perspective of Law No. 12 of 2011 on
Establishment of the Regulation Legislation, the elements of "incomplete or unclear
regulation" have some anomalies. This research was conducted through two methods,
namely the statute approach and the conceptual approach. The norms of Law No. 12 of
2011 as guidance in legislative forming seem to be set aside by the interpretation of
Article 23 letter c of Law No. 30 of 2014. The principle of legal certainty must be
prioritized, even though Indonesia’s legal system is transforming into progressive law
paradigm. In order to avoid the government’s subjective decisions and/or actions, Article
23 letter c of Law No. 30 of 2014 needs to be reviewed
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Buku ini sangat bermanfaat tidak hanya bagi mahasiswa Hubungan Internasional, tetapi juga para dosen yang mengajar mata kuliah ini. Para penyunting telah bekerja keras untuk menyusun secara sistematis tema-tema yang relevan dalam mempelajari metodologi hubungan internasional. Keragaman latar belakang paradigmatik dari para penulisnya menunjukkan bahwa para penyunting telah mencoba menampilkan perkembangan terbaru dalam perdebatan tentang masalah Metodologi dalam Hubungan Internasional."
Malang: Intrans Publishing, 2014
327.1 MET
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Skubik, Daniel W., 1953-
New York: Peter Lang, 1990
171.2 SKU i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Akhyar Yusuf
"Pada tahun 1960/1970-an terjadi suatu perubahan pandangan yang sangat mendasar dikalangan para ilmuwan dan filsuf terhadap ilmu pengetahuan. Perubahan itu dapat kita lihat dalam berbagai pembahasan yang dikemukakan para ahli dalam rangka Nobel Conference ke XXV, 1989 di Gustavus Adolphus College yang dibukukan dengan judul The End of Science? Attack and Defense (Elvee, 1992: 1-89). William D. Dean dalam kata pengantarnya membicarakan kematian atau berakhirnya ilmu pengetahuan; hal yang sama juga dikemukakan Ian Hacking di dalam tulisannya Disuned Science, Garold Holton melalui tulisannya "How to Think about the End of Science," sedangkan Sheldon Lee Glashow dengan j udul "The Death of Science". (Elvee, 1992: 23-32).
Kemudian pada tanggal 25-26 Maret 1989 dilakukan konferensi dengan tema "Alternative Paradigms Conference" yang diselenggarakan di San Fransisco dengan sponsor Phi Delta Kappa International dan The Indiana University School of Education. Sumbangan tulisan para ahli yang dibicarakan dalam konferensi itu diterbitkan dengan judul The Paradigm Dialog, diedit oleh Profesor Egon G. Guba dan Yvonna S. Lincoln -- keduanya adalah tokoh yang mendukung paradigma baru yang dikenal dengan nama konstruktivisme atau interpretativisme (contructivism, interpretativism). Paradigma baru tersebut banyak menjadi bahan pembicaraan dan meminta perhatian para ahli dalam konferensi itu, disamping pascapositivisme (Pascapositivismn) dan teori kritis (critical theory) (Guba & Yvonna S. Lincoln, 1990).
Tampaknya ada kaitan pemikiran yang berkembang dalam konferensi pertama dengan yang kedua walaupun sama-sama membahas problem epistemologi (khususnya metodologi) dalam dunia ilmiah. Bedanya, fokus pembicaraan pada konferensi Nobel lebih tertuju pada masalah metodologi ilmu-ilmu alam, sedangkan pada konferensi yang kedua lebih terfokus pada masalaf ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Pokok pembicaraan para ahli pada konferensi Nobel berkaitan dengan perkembangan fisika akhir abad XX ini yang cenderung mengantarkan kita pada ketidakpastian. Persoalan utama yang melatarbelakanginya adalah tantangan pada kepercayaan "Science as a uned, universal, objective endeavor is currently being questioned" (Elvee, 1992: x-xi).
Keraguan terhadap kesatuan ilmu pengetahuan akan universalitas dan obyektivitas sudah mulai timbul sejak dasawarsa awal abad XX melalui beberapa penemuan (Neil Bohr, Werner Heisenberg, Erwin Schrodinger) yang menemukan bahwa pandangan fisika Newtonian tidak berlaku pada gejala-gejala subatomik. Fisika modern (Newtonian) telah mempromosikan gambaran dunia yang materialistik, mekanistik, dan obyektivistik. Namun ilmu fisika yang kemudian, yakni sejak Einstein, Broglie, Schrodinger, menemukan adanya suatu gambaran dunia baru yang mengemukakan bahwa unit terdasar realitas bukan lagi partikel atau materi, akan tetapi boleti jadi "energi kreatif' atau sekurang-kurangnya bukan lagi sesuatu yang bersifat fisik (Ferre, 1980).
Menurut fisika kuantum, realitas obyektif yang murni itu tidak ada. Sebaliknya yang ada adalah realitas menurut persepsi kita, menurut paradigma kita implikasi filosofis mekanika kuantum sangatlah luar biasa bagi epistemologi dan filsafat ilmu pengetahuan. Dalam perspektif ini, bukan saja ilmuwan mempengaruhi realitas, akan tetapi dalam tingkat tertentu ilmuwan bahkan menciptakannya (mengonstruksinya). Seorang ilmuwan tidak dapat mengetahui momentum partikel dan posisinya sekaligus, oleh karena itulah is harus memilih satu di antaranya. Secara metafisis, ilmuwan menciptakan sifat-sifat tertentu, karena ia memilih untuk mengukur sifat-sifat itu?"
Depok: Universitas Indonesia, 2002
D523
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Richard Creath
"This Institute's Yearbook for the most part, documents its recent activities and provides a forum for the discussion of exact philosophy, logical and empirical investigations, and analysis of language. This volume holds a collection of papers on various aspects of the work of Rudolf Carnap by an international group of distinguished scholars.​"
Dordrecht, Netherlands: Springer, 2012
e20400797
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Chandra Yusuf
"Disertasi ini bertujuan untuk menganalisis peristiwa insider trading yang dilakukan oleh orang dalam (Direktur, Komisaris, Pegawai, Profesional yang terikat kontrak dengan perusahaan). Sementara investor yang tidak dapat mengakses informasi non publik mengalami keragian karena ia harus membeli saham dengan harga yang lebih tinggi. Orang dalam karena selfinterest yang berlebihan menggunakan informasi non publik yang dikuasainya. Saat itu, investor dihadapkan pada informasi asimetri di pasar modal yang lemon. Orang dalam telah merusak efisiensi pasar modal. Pembatasan yang sesungguhnya dari insider trading adalcih pembatasan selfinterest yang berlebihan. Sementara aturan insider trading dalam civil law dan common law system, apabila dilihat dari legal positivism, yang memisahkan hukum dan moral/etika, tidak dapat membatasi self-interest. Kemgian investor atau orang ketiga yang diakibatkannya ini termasuk dalam ekstemalitas. Sudut pandang economic analysis of law dapat menggunakan ekonomi normatif sebagai alat analisanya. Kaldor-Hicks Efficiency sebagai teori dalam ekonomi normatif dapat memberikan emalisa penyelesaian ekstemalitas. Orang dalam yang diuntungkan memberikan kompensasi kepada investor yang dimgikan. Pelaksanaannya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengambil kebijakan pro efisiensi pasar modal. Pengembalian pasar modal ke keadaan semula akan memperbaiki efisiensi pasar modal. Oleh karenanya, OJK melakukan perhitungan kompensasi secara tepat ynng dituangkan dalam bentuk sanksi denda berdasarkan pelanggaran administrasi.

This dissertation aims at analyzing an event of insider trading committed by the insiders (Director, Commissioner, Employee, Profession's relating to company*s contract). Investor who cannot access non-public information undergoes a loss due to share purchase based on the public information. He/she lias to purchase share in a higher price. Such investors loss includes externality. The insider because of an excessive self-interest uses non-public information controlled. By that time, the investor underwent asymmetric information at a lemon capital market. Such act has ruineci capital market efficiency. Scope of a real rule from the msider trading is limitation to tiie excessive self-interest. Meanwhile, the rule on the insider trading in the civil law and common law system, if seen from a legal positivism, which separates law and moral/ethic, cannot restrict the self-interest. Point of view on the economic analysis of law c:an use a positive and normative eccjnomy as its analysis tool. Kaldor-Hicks Efficiency as a theory in the normative economy nan give an analysis on externality settlement. The msider who obtains benefit hereof, gives a compensation to the investor inflicting loss, fe implementation is Otoritas Jasa Keuangan (OJIQ (Financial Service Authority) makes a policy on pro-capital market efficiency. The OJK performs a proper compensation c^alculation as contained in the form of fine sanction in the administrative violation."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
D2415
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bello, Petrus C.K.L.
"Does the law merely contain rules? Or does it also include morality? The debate between H.L.A. Hart and Ronald Dworkin revolved around this very issue. Hart considered the law is nothing more than a set of rules whereas Dworkin believed that the law contains not only the rules but also principles which are morality and justice. This paper is trying to explore the issue of the relationship of law and morality in the context of this debate between Hart and Dworkin. The debate itself is very significant in the study of law. Following their arguments we can learn a lot about how the law should be understood and practiced. By listening to their whole debate we will also know that Hart?s positivistic thought and Dworkin?s tendency towards the natural law are not mutually negating. Hart Positivism is not anti-morality. It is precisely through positivism which he defended Hart aims at safeguarding the law by morality; whereas Dworkin has shown what had previously forgotten by the legal positivistic way of thinking, that is moral principles are integral parts of the law."
Depok: Faculty of Law University of Indonesia, 2012
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Riris Novalisa Indriyani
"Organization-Public Relationship (OPR) merupakan konsep public relations yang menunjukkan peran utama public relations adalah menjalin dan memelihara hubungan baik dengan publiknya. Dalam pelayanan jasa transportasi udara, PT Angkasa Pura II dan maskapai penerbangan melakukan hubungan kerja sama dan pembinaan hubungan baik dapat meningkatkan kedekatan hubungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan OPR yang dilakukan public relations melalui cara pembinaan hubungan dan mengetahui outcome dari pelaksanaan OPR.
Penelitian ini menggunakan paradigma post-positivis, pendekatan kualitatif deskriptif dan strategi studi kasus. Metode pengumpulan data wawancara mendalam, observasi dan studi dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan pelaksanaan OPR telah dilakukan public relations PT Angkasa Pura II dan outcome yang dihasilkan secara keseluruhan cukup baik yang memberikan kepuasan dan kepercayaan maskapai penerbangan.

Organization-Public Relationship (OPR) is the concept of public relations that indicate the primary role of public relations is to establish and maintain good relations with the public. In air transportation services, PT Angkasa Pura II and airlines do a cooperative relationship and fostering good relations can improve their relationships. The purpose of this study is to determine the implementation of OPR conducted by public relations through fostering relationships and knowing the outcome of the implementation of the OPR.
This study uses post positivism paradigm, descriptive qualitative approach using case study strategy. Data collection methods used are in depth interview, observation, and documentation study. The result showed that the implementation of the OPR has been conducted by public relations of PT Angkasa Pura II and overall outcome is good enough to give satisfaction and trustworthiness in airlines.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Subur Widodo
"Penelitian ini membahas tenang analisis proses rekonstruksi pembentukan standar nasional pendidikan kedokteran menurut sesuai Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran dengan menggunakan pendekatan post positivism. Ditemukan adanya ketidak-sinkronan antara kedua Undang-Undang tersebut, sehingga mengakibatkan terjadinya sengketa kewenangan (dispute of power) secara vertikal dan horizontal yang melibatkan dua lembaga pemerintah dan masyarakat kedokteran. Ditemukan juga adanya konflik norma yang diatur dan substansi dalam standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi. Sinkronisasi, harmonisasi dan sinergitas terhadap subyek yang mengatur yaitu antara pemerintah dan masyarakat kedokteran serta terhadap obyek yang diatur yaitu standar pendidikan kedokteran, menjadi solusi bagi proses rekonstruksi pembentukan standar pendidikan yang disahkan Konsil Kedokteran Indonesia menjadi Standar Nasional Pendidikan Kedokteran yang selanjutnya akan ditetapkan oleh Menteri Pendidikan. Peran aktor pemerintah dan masyarakat kedokteran menjadi kunci dalam melakukan sinkronisasi, harmonisasi, dan sinergitas SNPK. Kedua Undang-Undang tersebut dapat menjadi kebijakan yang saling melengkapi jika jika tidak ada ego sektoral masingmasing institusi dalam membentuk kebijakan SNPK.

This research is about public policy to analysis process of reconstruction medical and dental national education standard between The Indonesian Law Number 29 year 2004 Regarding Medical Practices and The Indonesian Law Number 20 year 2013 Regarding Medical Education with post positivism approach. This research found that unsynchronized between both formal policies that caused dispute of power vertically and horizontally between governments and medical communities. This research also found conflict about norms and substances of medical and dental education standards. Synchronization, and harmonization, and synergize to subject between governments and medical communities, also to object those medical and dental education standards become the best solutions to do reconstruction the standards. These standards of medical and dental professions education that approved by the Indonesia Medical Council should be a part of the National Medical Education Standard that will be approved by Ministry of National Education. The actors of governments and medical communities as the key to synchronize, and harmonize, and synergize of the National Medical Education Standard. Both of national formal policies will be complemented each others if there's no more the sectoral egoism each institution to formulate the National Medical Education Standard.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T41805
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>