Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 23 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nur Aini Hanifiah
"Latar belakang: Tingginya prevalensi kejadian kekambuhan kanker nasofaring (KNF) di negara dengan insidensi tinggi merupakan tantangan utama bagi klinisi dalam penganganan KNF kambuh karena angka mortalitasnya yang tinggi. Penilaian faktor-faktor untuk memprediksi kejadian kekambuhan KNF penting untuk diketahui agar bisa memprediksikan lebih awal dan memberikan strategi penanganan yang tepat bagi pasien KNF.
Tujuan: Mengetahui prevalensi, disease-free survival 60 bulan, dan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya kekambuhan kanker nasofaring.
Metode: Studi kohort retrospektif dilakukan terhadap 350 subjek yang didiagnosis KNF dan dinyatakan remisi dari tahun 2015-2019 dan diamati selama 60 bulan setelah remisi. Dilakukan analisis bivariat antara usia, jenis kelamin, ukuran tumor, keterlibatan kelenjar getah bening, hasil histopatologi, komorbid, dan terapi definitif menggunakan cox regression dan dilakukan analisis kesintasan dengan Kaplan Meier. Analisis multivariat menggunakan cox regression.
Hasil: Dari 350 subjek, didapatkan 127 (36,3%) mengalami KNF kambuh selama 60 bulan dengan median kesintasan adalah 25 bulan. Faktor-faktor prediktor yang berperan terhadap kejadian kekambuhan kanker nasofaring adalah jenis histopatologi, ukuran tumor, dan keterlibatan KGB dengan masing-masing HR 5,561 (2,324 — 13,305, p<0,001), 2,17 (1,00 — 4,69, p=0,049) dan HR 3,82 (1,99 — 7,29, p<0,001) berturut-turut.
Kesimpulan: Prevalensi kekambuhan KNF di studi ini termasuk tinggi dan faktor-faktor yang berperan penting sebagai prediktor kekambuhan KNF yaitu jenis histopatologi, ukuran tumor dan keterlibatan KGB.

Background: The high prevalence of recurrent nasopharyngeal cancer (NPC) in high incidence countries is major problem of recurrent NPC management due to its high mortality rate. Analysis of the predicting factors to recurrent NPC has an important role to improve treatment outcome.
Objective: To identify the prevalence, 60-month disease-free survival, and predictive of recurrent of nasopharyngeal cancer.
Methods: A retrospective cohort study was conducted on 350 subjects diagnosed with NPC and observed for 60 months after remission. Bivariate analysis of age, gender, tumor size, lymph node involvement, histopathological type, comorbidities, and definitive therapy was performed using the cox regression and survival analysis using Kaplan Meier. Multivariate analysis was performed using cox regression.
Results: Of the 350 subjects, 127 (36,3%) experienced recurrent NPC within 60 months with a median survival of 25 months. The predictive factors that played a role in the recurrent nasopharyngeal cancer were histopathological type, tumor size, and lymph node involvement with HR 5,561 (2,324 — 13,305, p<0,001), 2,17 (1,00 — 4,69, p=0,049) dan HR 3,82 (1,99 - 7,29, p<0,001) respectively.
Conclusion: The prevalence of recurrent NPC in this study is relatively and the important factors as predictors of recurrent NPC are histopathological type, tumor size and lymph node involvement.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ira Pramini Arti
"Latar Belakang : Indonesia merupakan salah satu negara di Asia dengan angka kematian ibu yang tinggi yaitu berkisar 126 per100,000 kelahiran hidup, dan 14% dari angka ini adalah karena hipertensi dan preeklampsia. Hal ini menjadi dasar perlunya upaya pencegahan preeklampsia yang dapat dilakukan melalui program skrining kehamilan berisiko tinggi yang efektif pada saat kunjungan antenatal, antara lain dengan penilaian karakteristik ibu dan faktor biofisik.
Tujuan : Memperoleh kalkulasi faktor risiko dari karakteristik dan biofisik ibu hamil sebagai prediktor preeklampsia dan aplikasi penggunaannya dalam suatu program berbasis android yang dapat digunakan oleh tenaga medis.
Metode : Studi ini kohort prospektif, dengan consecutive sampling mengumpulkan 1150 subyek terdiri dari ibu hamil dengan janin tunggal hidup dan tak terdapat kelainan kongenital. Setiap faktor maternal dan biofisik akan dianalisis bivariat, kemudian hasil yang bermakna dilanjutkan dengan analisis multivariat. Variabel yang bermakna hingga analisis multivariat akan menghasilkan persamaan regresi logistik yang digunakan untuk menghitung a priori risk seorang perempuan mengalami preeklampsia.
Hasil : Berdasarkan hasil analisis, faktor risiko yang bermakna untuk prediktor preeklampsia meliputi hipertensi kronis, nilai indeks massa tubuh lebih besar sama dengan 25 kg/m2, nilai tekanan arteri rerata lebih besar sama dengan 95 mmHg, dan indeks pulsatilitas arteri uterina tinggi. Model prediksi risiko preeklampsia yang didapatkan yaitu logit (preeklampsia=1) adalah -3,63 + 2,11 (hipertensi kronik) + 0,50 (IMT lebih besar sama dengan 25 kg/m2) + 1,61 (MAP lebih besar sama dengan 95 mmHg) + 1,74 (IP arteri uterina tinggi). Cut-off 0,08 dengan sensitivitas 81,06% dan spesifisitas 73,07%. Kemampuan diskriminasi memprediksi preeklampsia sebesar 84% (instrumen yang baik untuk skrining).
Kesimpulan : Faktor maternal dan biofisik dapat digunakan untuk skrining preeklampsia. Akurasi skoring dan sensitivitas pada penelitian ini mempunyai nilai yang tinggi sehingga digunakan sebagai acuan pembuatan program aplikasi prediktor preeklampsia berbasis android sebagai alat skrining preeklampsia yang efektif.

Background : Indonesia is one of the Asia countries with high maternal mortality rate range 126/100,000 live births, and 14% of them is due to preeclampsia. This is the reason for the need to perform preeclampsia prevention. An effective high-risk pregnancy screening during antenatal visits, by assessing maternal characteristics and biophysical factors.
Aim : To obtain risk calculations from maternal and biophysical characteristics as preeclampsia predictors and their use in an android-based program for medical daily practice.
Methods : This is a prospective cohort design studies. Around 1150 subjects was collected by consecutive sampling for every pregnant woman with a single live fetus with out any congenital anomalies. Each maternal and biophysical factor will be analyzed bivariately, then significant results are followed by multivariate analysis. Variables that are significant until multivariate analysis will produce a logistic regression equation that can be used to calculate a priori risk of a woman experiencing preeclampsia.
Results : Based on the analysis, there are some risk factors that significant for predicting preeclampsia, included chronic hypertension, body mass index ​​the same as or more than 25kg/m2, mean arterial pressure ​​the same as or more than 95mmHg, and high uterine artery pulsatility index. The risk prediction model of preeclampsia obtained was logit (preeclampsia = 1) was -3.63 + 2.11 (chronic hypertension) + 0.50 (BMI the same as or more than 25 kg/m2) + 1.61 (MAP the same as or more than 95 mmHg) + 1 , 74 (high PI uterine artery). Cut-off was 0.08 with sensitivity of 81.06% and specificity of 73.07%. Discrimination ability to predict preeclampsia by 84% (a good instrument for screening).
Conclusion : A combination of maternal and biophysical factors can be used for preeclampsia screening. This study shows a high accuracy scoring and sensitivity that can be use as a reference for making an Android-based preeclampsia predictor application program as an effective preeclampsia screening tool.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Health and Education in Early Childhood presents conceptual issues, research findings, and program and policy implications in promoting well-being in health and education in the first five years "
Cambrigde : Cambrigde University Press , 2014
362.709 73 HEA
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jane Florida Kalumpiu
"

Kriptokokosis adalah infeki jamur yang disebabkan olehCryptococcus. Manifestasi klinis utama pada pasien terinfeksi HIV adalah kriptokokosis meningeal.  Angka kematian masih tinggi, walaupun pasien telah mendapatkan obat anti-retroviral (ARV). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi, profil klinis-mikologis dan prediktor yang mempengaruhi luaran klinis. Penelitian ini bersifat retrospektif dengan menelusuri rekam medik pasien RSCM yang bahan kliniknya diperiksa di Departemen Parasitologi FKUI pada Januari 2013 – Oktober  2018. Prevalensi kriptokokosis meningeal pada 161 pasien HIV yang diteliti adalah 24,2% (39 pasien). Pemeriksaan cairan otak  dengan tinta india menunjukan hasil positif pada 47 dari 50 pasien (94%). Pemeriksaan lateral flow assay(LFA) menunjukkan hasil positif pada 27 dari 28 pasien (96,4%) dan biakan pada 29 dari 30 pasien (96,7%). Profil klinis pada 46 pasien yang diteliti menunjukkan gejala klinis terbanyak  sakit kepala (93,5%), diikuti demam (65,2%), muntah (65,2%) dan penurunan berat badan (47,8%). Pencitraan otak pada 38 pasien, menunjukkan hasil normal pada 20 pasien (52,6%), lesi fokal pada 5 pasien dan penyangatan meningen pada 5 pasien (13,1%). Analisis statistik menunjukkan  pemeriksaaan fisis tekanan darah >130/90 mmHg, kaku kuduk dan papiledema didapatkan berhubungan dengan kematian (p<0,05). Dari 46 pasien setelah keluar dari RSCM, luaran hidup ditemukan sebanyak 21 orang (45,7%). Pada tindak lanjut 20 pasien setelah enam bulan keluar RSCM, luaran hidup ditemukan pada 13 orang (65%). Prediktor yang berhubungan dengan luaran klinis mati pada penelitian ini adalah penurunan berat badan, status HIV baru dan papiledema (p<0,05). 


Cryptococcosis is a fungal infection caused by Cryptococcus. The main clinical manifestation in HIV-infected patients is meningeal cryptococcosis. The mortality rate is still high, despite the use of anti-retroviral drugs (ARVs). The purpose of this study was to determine the prevalence, clinical-mycological profile and predictors for clinical outcomes. This study was retrospective, the data was retrieved  from medical records at Cipto Mangunkusumo hospitalwhose clinical materials were examined in the Parasitology Department faculty of medicine University of Indonesia in January 2013 - October 2018. The prevalence of meningeal cryptococcosis in 161 HIV patients studied was 24.2% (39 patients). Examination of brain fluids with Indian ink showed positive results in 47 of  50 patients (94%). Lateral flow assay (LFA) positive in 27 of 28 patients (96.4%) and from culture the result was positive in 29 out of 30 (96,7%). The clinical profile in 46 patients studied showed the most clinical symptoms is headache (93.5%), followed by fever (65.2%), vomiting (65.2%) and weight loss (47.8%). Brain imaging in 38 patients showed normal results in 20 patients (52.6%), focal lesions in 5 patients and meningeal enhancement in 5 patients (13.1%). Physical examination of blood pressure >130/90 mmHg, neck stiffness and papilledema was found to be associated with death (p<0.05). Of the 46 patients after leaving the Cipto Mangunkusumo hospital, live outcomes were found in 21 patients (45.7%). Live outcomes at follow-up of 20 patients after six months out of the Cipto Mangunkusumo hospitalwere found in 13 patients (65%). Predictors related to dead clinical outcomes in this study were weight loss, new HIV status and papilledema (p <0.05).

"
2018
SP-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eggi Arguni
"Latar belakang: Difteri merupakan penyakit infeksi endemis dan menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Pada tahun 2017 kejadian luar biasa difteri terjadi di beberapa provinsi di Indonesia.
Tujuan: Untuk mengetahui prediktor kematian difteri klinis pada anak di Provinsi DKI Jakarta dan Kabupaten Tangerang selama kejadian luar biasa tahun 2017-2018.
Metode: Penelitian kohort retrospektif dilakukan di lima rumah sakit rujukan di DKI Jakarta dan satu di Kabupaten Tangerang periode 1 Januari 2017-31 Agustus 2018. Pasien anak usia 1-18 tahun dengan diagnosis difteri klinis dinilai faktor prediktor yang berhubungan dengan luaran kematian. Uji korelasi chi square dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel bebas dan luaran. Multivariat analisis dilakukan untuk menentukan prediktor kematian. Analisis data dilakukan dengan program SPSS for Window ver 20,0.
Hasil: Pasien anak dengan difteri klinis sejumlah 283 kasus dengan case fatality rate 3,5%. Riwayat imunisasi dasar (RR 6,967; p 0,003), suara serak (RR 7,611; p 0,035), stridor (RR 16,963; p<0,001), bullneck (RR 28,456; p<0,001), limfadenopati (RR 3,838; p 0,045), komplikasi miokarditis (p<0,001), leukositosis >15.000sel/mm3 (RR 7,500; p 0,004), trombositopenia (RR 35,549; p<0,001), kultur C. diphtheriae positif (RR 6,587; p 0,04) berhubungan dengan kematian. Analisis multivariat menunjukkan stridor (HR 11,951; p 0,006), lekositosis (HR 11,425; p 0,01), dan trombositopenia (HR 44,199; p<0,001) berhubungan dengan kematian.
Simpulan: Stridor, lekositosis dan trmbositopenia merupakan faktor prediktor kematian pada difteri klinis anak.

Background: Diphtheria is endemic in Indonesia. In 2017 diphtheria outbreak has taken place in several provinces.
Objective: To identify predictors of mortality of pediatric patients with clinical diphtheria during 2017-2018 outbreak in the Province of Jakarta and Tangerang District.
Methods: A retrospective cohort study has been held at five referral hospitals in the Province of Jakarta and one in Tangerang District during January 2017 and 31 August 2018. The study group is children age group of 1-18 years old admitted with sign and symptoms and discharge as clinical diphtheria. All details that is demographic data, clinical features, immunization status, complication and laboratory profiles and outcome were analysed. Variables were compared among survivors and non survivors to determine the predictors of mortality. A chi square test and cox regression was done to assess association between variables and outcome. Data were analysed using SPSS for Window ver 20,0.
Results: A total of 283 pediatric patients with clinical diphtheria were included in the study group with case fatality rate of 3.5%. Basic immunization status (RR 6.967; p0.003), hoarseness (RR 7.611; p0.035), stridor (RR 16.963; p<0.001), bullneck (RR 28.456; p<0.001), limphadenopaty (RR 3.838; p0.045), myocarditis (p<0,001), leukocytosis >15,000 cell/mm3 (RR 7.500; p0.004), thrombocytopenia <150,000 cell/mm3 (RR 35.549; p<0.001), C. diphtheriae positive culture (RR 6.587; p0.04) were found correlated to mortality. Multivariat analysis showed that stridor (HR 11.951; p0.006), leukocytosis (HR 11,425; p0,01), and thrombocytopenia (HR 44.199; p<0.001) correlated to death.
Conclusion: Diphtheria is fatal disease with increased mortality. Presence of stridor, leukocytosis and thrmbocytopenia are important predictors of mortality.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sibarani, Marcel H. Reinhard
"Latar belakang : Setiap tahapan gangguan metabolisme glukosa pada disglikemia berhubungan dengan peningkatan risiko kejadian kardiovaskular. Pada disglikemia perlu diketahui prediktor serta stratifikasi risiko individu mengalami kejadian kardiovaskular sehingga dapat dilakukan pencegahan primer. Penelitian ini bertujuan mengembangkan model prediktor kejadian kardiovaskular pada disglikemia.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian kohort retrospektif pada “Studi Kohort Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular Bogor” tahun 2011-2018. Pada awal penelitian dilakukan pencatatan usia, jenis kelamin, tekanan darah, indeks massa tubuh, lingkar perut, glukosa darah, kolesterol, kebiasaan merokok, riwayat penyakit kardiovaskular dalam keluarga dan aktivitas fisik. Selanjutnya dilakukan pengamatan kejadian kardiovaskular yaitu penyakit jantung koroner, stroke atau all cause cardiovascular mortality dalam enam tahun. Hubungan variabel yang secara independen yang mempengaruhi kejadian kardiovaskular dianalisis dengan cox proportional hazards regression, lalu dilakukan pembuatan model prediksi, penilaian diskriminasi dengan menggunakan kurva ROC dan kalibrasi dengan Hosmer -Lemeshow.
Hasil : Sebanyak 1.085 subjek masuk dalam penelitian ini dengan 73,5% subjek adalah perempuan. Insidens kejadian kardiovaskular dalam enam tahun adalah 9,7%. Faktor prediktor kejadian kardiovaskular pada disglikemia dalam enam tahun pada penelitian yaitu usia 45-65 tahun (HR=2,737; IK 95% 1,565-4,787) dan hipertensi (HR=2,580;IK 95% 1,619-4,112). Total skor pada model prediktor adalah dua dengan probabilitas kejadian kardiovaskular dalam enam tahun 17,2%. Hasil analisis kurva ROC didapatkan nilai Area Under the Curve (AUC) model prediktor sebesar 0,689 dengan p < 0,001 (IK 95% 0,641-0,737).

Background: Each stage of impaired glucose metabolism in dysglycemia is associated with an increased risk of cardiovascular events. In dysglycemia, it is necessary to acknowledge the predictors and the risk stratification in individuals at high risk for cardiovascular disease so that primary prevention can be done. This study aims to develop a predictive model of cardiovascular events in dysglycemia.
Method: This is a retrospective cohort study conducted in the “The Bogor Cohort Study of Noncommunicable Diseases Risk Factors" from 2011 to 2018. Data associated with age, gender, blood pressure, body mass index, waist circumference, blood glucose, cholesterol, smoking habits, family history of cardiovascular disease, and physical activity were obtained. Cardiovascular events in six years were observed include coronary heart disease, stroke, or all-cause cardiovascular mortality. Cox proportional hazards regression models were used to determine independent predictors of cardiovascular events. Model discrimination was evaluated by the ROC curve, while the Hosmer-Lemeshow test evaluated the calibration.
Results: A total of 1085 subjects included in this study, with 73.5% are female. The incidence of cardiovascular events in six years is 9.7%. Predictors of cardiovascular events in dysglycemia are age 45-65 (HR=2.737;95% CI 1.565-4.787) and hypertension (HR=2.580;95% CI 1.619-4.112). The predictor model's total score is two, with a six-year probability of cardiovascular events being 17.2%. The ROC curve analysis showed that the AUC value for the predictor model was 0.689 with p < 0.001 (95% CI 0.641-0.737).
Conclusion: Age 45-65 and hypertension were predictors of cardiovascular events in six years in dysglycemia patients. The scoring system has adequate performance, with a total score of two and the probability of cardiovascular events in six years 17.2%.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Febrianti
"

Studi diagnostik ini bertujuan untuk menghasilkan kuesioner skor risiko resistensi insulin, yang merupakan alat skrining untuk membedakan seseorang dengan dan tanpa risiko resistensi insulin. Alat skrining diperlukan untuk pencegahan dini diabetes mellitus tipe 2. Model prediksi resistensi insulin ini dikembangkan melalui analisis regresi logistik multivariat menggunakan indikator diet dan non-diet untuk memprediksi kejadian resistensi insulin yang didefinisikan sebagai HOMA-IR ≥ 0.97. Asupan rata-rata harian dari nasi, telur, ikan dan udang, ayam, bersama dengan indeks massa tubuh (IMT) dipilih sebagai komponen model prediksi terbaik untuk menghitung risiko resistensi insulin. Skor risiko dari penelitian ini memiliki validitas yang baik untuk membedakan orang dengan resistensi insulin, Area Under Curve (AUC) 0.779 (0.721-0.838), sensitivitas 0.806, dan spesifisitas 0.577.


This diagnostic study aimed to generate an insulin resistance risk score questionnaire, which was a screening tool to discriminate someone with and without insulin resistance risk. The screening tool was needed for early prevention of type 2 diabetes mellitus. Insulin resistance prediction models were developed from multivariate logistic regression analysis using dietary and non dietary indicators to predict insulin resistance incidence defined as HOMA-IR ≥ 0.97.  Daily average intake of steamed rice, egg, fish and shrimp, chicken, together with body mass index (BMI), were selected as the components of the best prediction model to calculate insulin resistance risk. The risk score from this study had good validity to discriminate people with insulin resistance, with  Area Under Curve (AUC) of  0.779  (0.721-0.838), sensitivity of 0.806 dan specivicity of 0.577.

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfian
"Krisis ekonomi dan moneter yang melanda Indonesia sejak medio 1997 telah merontokkan sejumlah perusahaan di Indonesia, endemi kebangkrutan ini telah memberikan kerugian yang besar bagi para stakeholders perusahaan-perusahaan tersebut, mulai dari pemegang saham yang rugi karena nilai saham perusahaannya jatuh bebas, kreditur yang tidak dapat menagih piutangnya, sampai pegawai yang terpaksa di PHK-kan.
Kebangkrutan massal tersebut menyadarkan masyarakat tentang pentingnya prediksi keadaan perusahaan di masa yang akan datang. Karena prediksi ini dilakukan oleh masyarakat umum maka data yang dipergunakan dalam prediksi tersebut haruslah data yang mudah diperoleh, seperti laporan keuangan yang dipublikasikan setiap tahunnya.
Sebenarnya telah ada beberapa pemndelan prediksi kebangkrutan perusahaan yang umum dipakai, namun model-model tersebut dibuat berdasarkan data-data di negara lain dan pada tahun yang berbeda, sehingga sedikit banyak kurang sesuai dengan keadaan di Indonesia.
Penelitian untuk memodelkan prediksi kebangkrutan ini dibatasi pada perusahaan-perusahaan dalam industri barang konsumsi, namun tidak tertutup kemungkinan dipergunakan pada industri lainnya. Sampel yang dipakai adalah dari 40 pemsahaan dalam kurun waktu 1999 sampai 2004, dan menggunakan 22 rasio-rasio keuangan sebagai indikator atas keadaan likuiditas, efisiensi, leverage, dan profitabilitas perusahaan.
Penelitan ini menggunakan data tahun 2000 sebagai tahun dasar dan menghasilkan model:
Z = 0.948X, +0.697X5 -1.195X5 +1.319X15 +4.599X17 dimana:
Xa total liability/ total shareholder's equity
X5 : long term liability/ long term liability + total shareholder's equity
X6 : total liability/ total asset
X15 net sales/ working capital
X17 net income/net sales
Model diskriminan ini menunjukkan akurasi yang cukup balk jika diuji menggunakan sampel data tahun 2000 sampai 2004, dengan akurasi rata-ratanya berturut-turut adalah 100.00%, 97.44%, 97.44%, 97.37%, dan 91.89%.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa persamaan dengan data tahun 2000 sebagai tahun dasar merupakan prediksi kebangkrutan yang cukup akurat untuk perssaaan dalam industri barang konsumsi di Indonesia dengan menggunakan data tahun 1999-2004.

Economic and monetary crises which came to Indonesia since mid 1997 have pulled several companies into bankruptcy. This bankruptcy endemic forced those companies' stakeholder to suffer a major loss, shareholders who suffer loss because their stock prices are free-falling, creditors who can't redeem their debt, and last but not least, employees who loss their job because their companies are bankrupt.
This massive bankruptcy endemic notices people about the importance of company future predictions. Since everybody should be able to do this prediction, therefore every data which required doing the prediction should be easily found, for example, financial report published on the internet.
There are some company bankruptcy models commonly used, but those models are built based on data from different countries and in different year. Therefore those models might not be suitable for Indonesia.
This research to model bankruptcy prediction is limited to companies under consumer goods industry, nonetheless it can be built using data from other industries. Samples to be used are from 40 companies from 1999 to 2004, also there are 22 financial ratios as indicator for liquidity, efficiency, leverage, and company profitability.
This research uses data from financial year 2000 as base year, and the research results:
Z = 0.948X4 +0.697X5 -1.195X5 +1.319X15 + 0.599X17 where:
X4 : total liability/ total shareholder's equity
X5 : long term liability/ long term liability + total shareholder's equity
A 6 : total liability) total asset
X15 : net sales/ working capital
X17 : net income/ net sales
This discriminate model shows a high accuracy when tested using data from year 2000 to 2004, with average accuracy consecutively, 100.00%, 97.44%, 97.44%, 97.37% and 91.89%.
This research concludes that model with year 2000 as base year is an accurate bankruptcy prediction for companies in consumer goods industry in Indonesia using data from year 1999-2004.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18332
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djallalluddin
"Latar belakang: Major adverse cardiac events MACE merupakan masalah yang besar yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada penderita sindrom koroner akut. Belum banyak data MACE pada penderita sindrom koroner akut SKA pasca intervensi koroner perkutan IKP .
Tujuan penelitian: mengetahui faktor faktor yang menjadi prediktor MACE 7 hari penderita SKA yang dilakukan IKP.
Metode: Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi prediktor terjadinya major adverse cardiac events pada penderita sindrom koroner akut yang dilakukan intervensi koroner perkutan dilakukan dengan metode kasus kontrol tanpa penyetaraan. Penelitian melibatkan 461 pasien SKA yang dirawat di unit perawatan intensif jantung RSCM dari tanggal 1 Januari 2015 sampai 30 November 2017. Umur, jenis kelamin wanita, diabetes melitus, hipertensi, gagal jantung, gangguan fungsi ginjal, renjatan kardiogenik, fraksi ejeksi le; 40 , stenosis di left main, aritmia, stenosis 3 arteri koronaria, stenosis di left anterior descending artery LAD dan stenosis di left main LM dilakukan penelitian prediktor terjadinya MACE.
Hasil: Renjatan kardiogenik OR=10,65 p=0,001 , stenosis LAD OR=15,23 p=0,02 , fraksi ejeksi le; 40 OR=10,8 p=0,00 , faktor stenosis 3 arteri koroner atau lebih OR= 3,47 p=0,01 , gagal jantung OR=3,1 p=0,02 dan gangguan fungsi ginjal OR=4,76 p=0,00 terbukti sebagai prediktor terjadinya MACE 7 hari pada penderita SKA yang dilakukan IKP. Faktor jenis kelamin wanita, renjatan kardiogenik, stenosis LAD dan fraksi ejeksi le; 40 secara independen berhubungan dengam kejadian MACE pada pasien SKA yang dilakukan IKP, secara berturut-turut OR 95 CI 6.33 1.32-30.50 , 17.56 1.85-167.06 , 26.61 1,38-513,81 , dan 7.6 1.86-31.09.
Kesimpulan: Renjatan kardiogenik, stenosis LAD, fraksi ejeksi le; 40 , faktor stenosis 3 arteri koroner atau lebih, gagal jantung dan gangguan fungsi ginjal merupakan prediktor terjadinya MACE 7 hari penderita SKA pasca IKP. Renjatan kardiogenik, stenosis LAD, wanita dan fraksi ejeksi le; 40 merupakan prediktor independen terjadinya MACE 7 hari penderita SKA pasca IKP.

Introduction: Major Adverse Cardiac Events MACE are a big problem increasing morbidity and mortality to acute coronary syndrome patients. There is not much MACE data of acute coronary syndrome ACS patients who underwent percutaneous coronary intervention PCI . Therefore, the researcher investigated predictors factors of major adverse cardiac events.
Objective: To investigate the predictors factors of seven day MACE on ACS patients underwent PCI.
Method: To investigate the predictors factors of seven day MACE on ACS patients underwent PCI, unmatched case control was conducted. The research involved 461 ACS patients who were hospitalized in intensive coronary care unit ICCU RSCM from 1 January 2015 to 30 November 2017. Age, female gender, diabetes mellitus, hypertension, heart failure, renal dysfunction, cardiogenic shock, ejection fraction le 40, left main LM disease, arrhythmia, 3 vessel diseases, and left anterior descending artery LAD stenosis were investigate as the predictors of MACE.
Results: Cardiogenic shock OR 10.65 p 0.001, LAD stenosis OR 15.23 p 0.02 , ejection fraction le 40 OR 10.8 p 0.00 , 3 vessel diseases OR 3.47 p 0.01 , heart failure OR 3.1 p 0.02 and renal dysfunction OR 4.76 p 0.00 had been as the predictors of seven day MACE on ACS patients underwent PCI. Factors of female gender, cardiogenic shock, LAD stenosis and ejection fraction le 40 were independently predictors of seven day MACE on ACS patients underwent PCI OR 95 CI 6.33 1.32 30.50, 17.56 1.85 167.06, 26.61 1.38 513.81, and 7.6 1.86 31.09 respectively.
Conclusions: Cardiogenic shock, LAD stenosis, ejection fraction le 40, 3 vessel diseases or more, heart failure and renal dysfunction were the predictors of seven day MACE on ACS patients underwent PCI. Cardiogenic shock, LAD stenosis, female gender and ejection fraction le 40 were independent predictors of seven day MACE on ACS patients underwent PCI. The other factors were not significant.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T59199
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dolly Dolven Kansera
"Latar Belakang. Sindrom pulih imun (SPI) TB adalah fenomena yang sudah dikenal luas yang dapat menyulitkan terapi antiretroviral. Saat ini belum ada penelitian mengenai insidens dan faktor prediktor terhadap terjadinya SPI TB di Indonesia. Dengan mengetahui insidens dan faktor prediktor yang berperan diharapkan dapat membantu klinisi mengidentifikasi terjadinya SPI TB dan merencanakan tindakan pencegahan dan penatalaksanaan.
Tujuan. Mengetahui insidens, kesintasan, dan faktor-faktor prediktor terjadinya SPI TB pada pasien HIV dewasa yang dalam terapi ARV lini pertama.
Metode. Penelitian kohort retrospektif terhadap 1344 pasien yang mendapat terapi antiretroviral untuk pertama kali di RSCM pada kurun waktu Januari 2007 - Desember 2011. Faktor prediktor yang diteliti adalah indeks massa tubuh (IMT) saat memulai ARV, jumlah CD4+ baseline, perubahan jumlah CD4+ setelah ARV (pada kedua jenis SPI), interval pemberian OAT dan ARV dan terdapatnya TB ekstraparu atau diseminata (pada yang paradoksikal). Analisis Cox Proportional Hazard Model dilakukan untuk mendapatkan adjusted Hazard Ratio (HR) prediktor yang diteliti.
Hasil. Insidens kumulatif SPI TB paradoksikal adalah 11,73 % dengan incidence density 0,59 per 100 pasien-minggu, kesintasan kumulatif 87,1 % (SE 1,8 %), serta rerata kesintasan 22,14 minggu (interval kepercayaan [IK] 95% 21,56-22,70). Insidens kumulatif SPI TB unmasking adalah 3,05 % dengan incidence density 0,29 per 100 pasien-minggu, kesintasan kumulatif 96,6 % (SE 0,6 %), serta rerata kesintasan 11,82 minggu (interval kepercayaan [IK] 95% 11,74-11,90). IMT (adjusted HR 4,141; IK 95% 2,318 – 7,397) dan TB ekstra paru (adjusted HR 4,659; IK 95% 2,556 – 8,489) adalah faktor prediktor yang bermakna terhadap terjadinya SPI TB paradoksikal, sedangkan IMT (adjusted HR 2,755; IK 95% 1,214 – 6,254) menjadi satu-satunya faktor prediktor yang bermakna pada SPI TB unmasking.
Kesimpulan : Insidens kumulatif SPI TB paradoksikal adalah 11,73 %, sedangkan insidens kumulatif SPI TB unmasking adalah 3,05 %. IMT dan TB ekstra paru adalah faktor prediktor yang bermakna terhadap terjadinya SPI TB paradoksikal, sedangkan IMT menjadi satu-satunya faktor prediktor yang bermakna pada SPI TB unmasking.

Background. Immune Reconstitution Inflammatory Syndrome (IRIS) TB is a widely-known phenomenon complicating antiretroviral therapy. There have been no research about incidence of IRIS TB in Indonesia and about predictors of IRIS TB. Determination of incidence and predictors of IRIS TB is expected to help clinicians to identify IRIS TB event earlier in order to manage the patient better and to prevent the event.
Objective. The objective of this research was to determine the incidence, survival, and predictors of IRIS TB event in adult HIV patient on first line antiretroviral therapy.
Method. Retrospective cohort was performed to 1344 patients (392 patients have been diagnosed with TB and 952 patients have not) who received antiretroviral therapy for the first time in RSCM Hospital between January 2007 – December 2011.
The predictors analyzed in this research were body mass index (BMI), baseline CD4+, changes of CD4+ after ARV therapy (in both type of IRIS TB), time interval between anti tuberculosis and antiretroviral therapy initiation, and the presence of extrapulmonary or disseminated TB (in paradoxical IRIS TB). Cox Proportional Hazard Model analysis was performed to get adjusted Hazard ratio (HR) of the observed predictors.
Result. Cumulative incidence of paradoxical IRIS TB was 11,73 % with incidence density 0,59 per 100 patient-week, cumulative survival 87,1 % (SE 1,8 %), and mean survival 22,14 weeks (CI 95% 21,56-22,70). Meanwhile, cumulative incidence of unmasking IRIS TB was 3,05 % with incidence density 0,29 per 100 patient-week, cumulative survival 96,6 % (SE 0,6 %), and mean survival 11,82 weeks (CI 95% 11,74-11,90).
BMI (adjusted HR 4,141; CI 95% 2,318 – 7,397) and extrapulmonary TB (adjusted HR 4,659; CI 95% 2,556 – 8,489) were predictors for paradoxical IRIS TB, while BMI (adjusted HR 2,755; CI 95% 1,214 – 6,254) was the only predictor for unmasking IRIS TB.
Conclusion: Cumulative incidence of paradoxical IRIS TB was 11,73 % with cumulative survival 87,1 % and mean survival 22,14 weeks. Meanwhile, Cumulative incidence of unmasking IRIS TB was 3,05 % with cumulative survival 96,6 % and mean survival 11,82 weeks. BMI and extrapulmonary TB were predictors for paradoxical IRIS TB, while BMI was the only predictor for unmasking IRIS TB.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>