Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 66 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Soedjatmiko
Abstrak :
Bayi preratur ialah bayi yang lahir sebelum waktunya (masa kehamilan kurang dari 37 minggu) sehingga fungsi-fungsi pengaturan suhu tubuh, pernafasan, peredaran darah dan sistem kekebalan belum berfungsi baik, oleh karena itu perlu mendapat perawatan intensif yang lama di Rumah Sakit (Brooks 1991; Monintja, 1997; Kadri. 1999) dengan kematian pada minggu pertama sekitar 10 % dan kematian dalam 1 bulan pertama mencapai 35,7 % (Kadri, 1999). Karena bayi prematur tampak kecil, lemah, berkulit sangat halus dan tipis (Radii, 1999), membutuhkan lebih banyak perhatian dan perawatan (Rauh dkk, 1990: Brooks, 1991), ibu cemas pada keselamatan bayi dan masa depannya, (Brooks, 1991) sehingga kurang aktif dalam pengasuhan bayinya (Martin dan Colbert, 1997). Reaksi ibu pada tahap awal berupa anticipatory grief; orangtua menjauh dari bayinya sampai mereka yakin bayinya selamat. Tahap kedua ; facing up. berani menghadapi kenyataan. Tahap ketiga : ikatan dan kelekatan. Tahap keempat : learning stage, tahap belajar kebutuhan-kebutuhan khusus bayi (Brooks ,1991). Karena kelahiran bayi prematur merupakan kejadian yang mengagetkan bagi ibu maka dukungan suami dan orangtuanya sangat penting bagi ibu agar mampu berhadapan dengan masalah-masalah tersebut di atas (Pederson dkk, 1987 dalam Martin dan Colbert, 1997). Namun setereotip anggota keluarga dan teman-teman dapat mempengaruhi sikap ibu terhadap bayinya, sehingga ibu-ibu bersikap kurang sensitif dalam pengasuhan bayinya (Brooks, 1991). Perlindungan yang berlebihan sejak bulan-bulan pertama dapat berlanjut berupa kekhawatiran yang berlebihan, sehingga ibu tidak memberi kesempatan anaknya untuk mengeksplorasi lingkungannya, melakukan aktivitas secara mandiri, atau bermain dengan anak lain (Brooks, 1991). Bayi prematur di Skotlandia dan Amerika pada umur 1,5 -- 10 tahun mengalami gangguan perkembangan: ketidak mampuan belajar (learning disability) 5 - 48 %, palsi serebral (kekakuan otot akibat kerusakan otak) 5 - 14 %, retardasi mental 2 - 14%, gang pan pendengaran 1 - 7 %, gangguan penglihatan 1 - 12 % (Sukadi, 2000). Bayi prematur di RSCM terjadi retardasi psikomotor dan mental 12 %, sering kejang 22 %, gangguan bicara 6 %, gangguan sifat/perilaku 6 %, palsi serebral (kekalcuan otot akibat kerusakan otak) 4 % (Ismael, 1991) . Pada pengamatan jangka panjang kepekaan ibu dalam pengasuhan 86 bayi prematur. Beckwith dan Cohen (1999) menyimpulkan bahwa pengasuhan ibu yang kurang sensitif pads masa bayi akan berdampak sampai umur 18 tahun berupa kelekatan dismissing. Oleh karena itu menurut Bennet dan Guralnick (1991) bayi prematur perlu stimulasi dini mullirfrodal yang merangsang berbagai sistem sensorik (penginderaaan) secara simultan yaitu : pendengaran (auditori), penglihatan (visual), perabaan (taktil), dan gerakan (vestibular-kinestetik. Rangsangan dini tersebut jika dilakukan terus menerus akan merangsang pembentukan sinaps-sinaps sel-sel otak bayi yang lebih kompleks sehingga meningkatkan perkembangan fungsi-fungsi otak (Nelson, 2000). Dengan stimulasi dini tersebut diharapkan akan meningkatkan kepekaan ibu terhadap bayinya dan akan memperkecil kemungkinan gangguan perkembangan. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas dilakukan penelitian kualitatif untuk memahami pengasuhan bayi prematur yang berkaitan dengan kelekatan dan stimulasi serta faktor-faktor yang mempengaruhinya Penelitian dilakukan dengan wawancara langsung menggunakan pedoman umum di Ruang Rawat Bayi Baru Lahir (Perinatologi) Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSCM-FKIII, pada 3 ibu yang melahirkan bayi prematur, yang datang teratur atas kemauannya sendiri ke rumah sakit untuk pengasuhan bayinya. Berdasarkan analisis pada transkrip verbatim dengan interpretasi pemahaman teoritis (Kavle, 1996 dalam Poerwandari, 2001) diperoleh beberapa kesimpulan. Reaksi awal ibu berupa kesedihan dipengaruhi oleh karakteristik bayinya, Reaksi kesedihan ibu dipengaruhi oleh ikatan ibu dan bayi sejak kehamilan, kontak pertama kali ketika melahirkan dan dipengaruhi oleh pengalaman kematian bayi sebelumnya. Berkurangnya reaksi kesedihan ibu setelah diberitahu dokter atau perawat bahwa kesehatan bayinya membaik. Pengalaman kehamilan terdahulu mempengaruhi ketrampilan ibu dalam membentuk kelekatan ibu dan bayi sejak kehamilan sampai ketika mengasuh bayinya, Kontak pertama melalui knlit dan suara ketika melahirkan, serta pengalaman menggendong pertama kali akan memperkuat ikatan ibu dan bayinya. Sikap ibu ketika menyusui dipengaruhi oleh penman ibu dalam pengasuhan terdahulu. Rasa kompetensi ibu dipengaruhi oleh siklus tidur-bangun bayi. Kepekaan maternal dapat diekspresikan ketika menyusui bayinya_ Motivasi ibu untuk selalu datang ke rumah sakit akan memperkuat kelakatan ibu dan bayinya. Motivasi ibu dipengaruhi oleh ikatan ibu dan bayi sejak kehamilan dan kelahiran. Dukungan suami pada minggu pertama memperkuat kelekatan ibu dan bayinya. Perilaku ibu selama menyusui merupakan stimulasi dini multimodal. Siklus tidur bangun bayi perlu diketahui ibu untuk mencari saat yang tepat menyusui dan melakukan stimulasi bayi. Bayi prematur lebih banyak mengantuk dan tidur sehinga ibu merasa kurang kompeten Set a; 3 jam kesempatan ibu berinteralsi dengan bayinya sekitar 20 - 30 men it, menyusui sekitar 45 - 75 menit, Sumber informasi tentang stimulasi dari pengalaman,.bukan dari dokter atau perawat. Rencana pengasuhan di rumah perlu dukungan orangtua dan mertua, sedangkan suami lebih dibutuhkan sebagai sumber keuangan. Ibu cenderung melindungi bayinya terhadap perilaku anggota keluarga lain dan tetangga. Faktor-faktor yang mempengaruhi rencana pengasuhan di rumah antara lain : sikap ibu terhadap masa depan perkembangan bayinya, anjuran dokter, perawat, dan pengaruh pengalaman pribadi. Dengan memahami hal-hal tersebut di atas diperoleh pengetahuan yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas pengasuhan bayi prematur, antara lain untuk menyusun paket pelatihan bagi petugas kesehatan dan ibu tentang cara-cara pengasuhan bayi prematur, sehingga mereka dapat tumbuh kembang optimal.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
T8263
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rose Handayani
Abstrak :
Tesis ini bertujuan untuk memahami faktor internal dan faktor eksternal yang menyebabkan residen premature discharge dalam program rehabilitasi di Balai Besar Rehabilitasi BNN. Premature discharge adalah residen yang pulang dari rehabilitasi sebelum waktu yang ditentukan baik dengan melarikan diri atau diambil keluarga di tengah program. Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan kualitatif dengan karakteristik penelitian deskriptif analisis. Data yang digunakan dalam penelitian terdiri atas data primer dan sekunder. Data primer didapatkan melalui wawancara kepada informan sebanyak 5 (lima) orang yang terdiri dari 2 (dua) residen, 1 (satu) komandan jaga, 1 (satu) perawat, dan 1 (satu) konselor. Sedangkan data sekunder didapatkan melalui penelusuran data-data di Balai Besar Rehabilitasi BNN seperti rekam medis, data kepegawaian, dan lain-lain. Teori yang dipergunakan meliputi teori tentang premature discharge/ discharge against medical advice, demografi, narkoba, sikap terhadap pengobatan, staf, dan struktur organisasi. Kejadian premature discharge secara teori dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Namun hasil penelitian di Balai Besar Rehabilitasi BNN menunjukkan faktor yang signifikan berpengaruh pada kejadian premature discharge dari sisi internal meliputi residen usia dewasa muda, residen yang tidak bekerja, pengguna ATS, residen yang memiliki keyakinan rendah selama menjalani rehabilitasi. Sedangkan dari faktor eksternal tidak memberikan dampak yang signifikan pada kejadian premature discharge residen di Balai Besar Rehabillitasi BNN. Pembagian kerja di Balai Besar Rehabilitasi BNN telah berjalan dengan baik, staf mampu menjadi role model yang baik, dan fasilitas bagi residen sudah mencukupi. Adanya temuan teori ini berguna bagi lembaga rehabilitasi dalam menentukan arah kebijakan layanan agar lebih menekankan keunikan residen dan memandang mereka secara holistik. Beberapa saran yang diberikan untuk mencegah munculnya premature disharge antara lain peningkatan kegiatan residen, optimalisasi sarana dan prasarana, peningkatan wawasan residen, peningkatan konseling individu bagi residen, serta peningkatan wawasan untuk staf.
This thesis aimed to understand the internal and external factors which cause premature discharge of residents in treatment programs of Rehabilitation Center of National Narcotics Board. Premature discharge is a process when resident don`t finish his/her moment of rehabilitation or in other way her/she finish before regular moment because of escape from facility or being terminated by her/his family. This research was conducted through qualitative approach with descriptive characteristics analysis. The data used in the research consisted of primary and secondary data. The primary data obtained through interviews to the informant as much as five (5) persons consisting of two (2) resident, 1 (one) guard commander, 1 (one) nurses, and 1 (one) counselor. While secondary data was taken by investigating and managing data from medical record, human resources, etc. Research was using theory about premature discharge/ discharge against medical advice, demography, substance abuse, attitude toward medical treatment, human research and organizational structure. The incidence of premature discharge theoretically influenced by two factors: internal factors and external factors. However, the results of research at Rehabilitation Center of National Narcotics Board showed significant factors affect the incidence of premature discharge from the internal side covers early adult resident, resident who does not work, ATS users, residents who have low confidence while undergoing rehabilitation. While external factors do not have a significant impact on the incidence of premature discharge resident in the Rehabilitation Center of National Narcotics Board. The division of labor in Rehabilitation Center of National Narcotics Board has gone well, the staff is able to be a good role model, and facilities for the resident to be sufficient. The findings of this theory is useful for rehabilitation institutions in determining the policy direction of the service in order to further emphasize the uniqueness of the resident and looking at them holistically Some recommendation will be given for next improvement such as an increase resident activities, optimize the facilities, increase resident insight, and educate the knowledge of staff.
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Armina Puji Utari
Abstrak :
Pemberian ASI pada bayi prematur dapat menjadi upaya untuk menurunkan kematian bayi dan meningkatkan status kesehatannya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui praktek pemberian ASI eksklusif bayi prematur dan determinannya pada Komunitas Prematur Indonesia. Penelitian menggunakan disain cross sectional, pengumpulan data melalui pengisian kuisioner online pada 108 orang anggota Komunitas Prematur Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan 31,5% ibu yang memberikan ASI eksklusif pada bayi prematur. Keyakinan ibu, pengetahuan tentang ASI, dan dukungan tenaga kesehatan berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif bayi prematur. Keyakinan ibu merupakan faktor yang dominan berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif, ibu yang yakin mempunyai peluang 3,6 kali untuk memberikan ASI eksklusif pada bayi prematur dibanding ibu yang tidak yakin setelah dikontrol oleh pengetahuan ibu tentang ASI dan dukungan tenaga kesehatan. ......Breastfeeding in premature infants may become an effort to reduce infant mortality and improve health status. The aim of this study is to investigate the exclusive breastfeeding practices and its determinant among premature infants in Komunitas Prematur Indonesia. Cross sectional design, and self-administered online questionnaire on 108 members of Komunitas Prematur Indonesia were used in this study. The results showed that exclusive breastfeeding mothers in premature infants was 31.5 %. Self-efficaccy, mothers knowledge about breastffeeding, and health workers support are associated with exclusive breastfeeding practices in premature infants. Self-efficacy was a dominant factor associated with exclusive breastfeeding practices, mothers who are certain had 3.6 times opportunity for exclusive breastfeedingin premature infants than mothers who uncertain, once controlled by the mother's knowledge about breastfeeding and support of health workers.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mifflin, Pauline Challinor
Edinburgh: Books for Midwives, 2003
179.2 MIF s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Mulyaningrum
Abstrak :
Keadaan gizi ibu baik sebelum dan selama hamil dapat mempengaruhi kondisi kesehatan bayi. Salah satu masalah gizi yang dialami oleh ibu hamil adalah Kurang Energi Kronis (KEK), ibu hamil yang KEK kemungkinan akan berdampak melahirkan bayi berat lahir rendah, pertumbuhan dan perkembangan otak janin terhambat sehingga mempengaruhi kecerdasan anak di kemudian hari dan kemungkinan premature. Salah satu cara untuk mewaspadai kejadian tersebut adalah dengan melakukan pengukuran LILA pada ibu hamil. Ibu hamil yang beresiko KEK adalah ibu hamil yang mempunyai ukuran Lingkar Lengan Atas (LILA) kurang dari 23.5. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan KEK pada ibu hamil di Provinsi DKI Jakarta. Alasan penulis memilih provinsi DKI Jakarta adalah berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, didapatkan DKI Jakarta merupakan salah satu provinsi yang memiliki resiko KEK yang tinggi dan prevalensinya diatas angka nasional yaitu sebesar 16.6%. Desain penelitian cross sectional dengan menggunakan data sekunder dari hasil Riskesdas yang merupakan salah satu wilayah yang diteliti oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes), Departemen Kesehatan. Penelitian tersebut dilakukan di seluruh Indonesia dan pelaksanaan pengumpulan data dilakukan dimulai awal Agustus 2007 sampai dengan Januari 2008. Sampel yang dipilih dalam penelitian ini adalah seluruh ibu hamil yang menjawab lengkap kuesioner yaitu sebesar 91 ibu hamil. Hasil penelitian didapatkan prevalensi ibu hamil KEK yang diukur dengan menggunakan LILA di provinsi DKI Jakarta tahun 2007 adalah sebesar 20.9%. Kelompok umur ibu < 20 tahun dan >35 tahun (33.0%) lebih berisiko untuk KEK. kelompok ibu yang mempunyai kebiasaan merokok memiliki risiko lebih tinggi (50.0%) untuk KEK dan ibu yang memiliki penyakit infeksi lebih berisiko (30.0%) untuk mengalami risiko KEK. Pendidikan Ibu hamil dan Kepala RT yaitu SMA atau kurang lebih banyak (24.4%) mengalami risiko KEK, pengeluaran bahan pangan < 80% lebih banyak yang mengalami risiko KEK (21.1%). Selain itu ibu yang tidak memanfaatkan pelayanan kesehatan lebih besar (25.0%) untuk mempunyai risiko KEK.
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Novitria Dwinanda
Abstrak :
Latar belakang: Asuhan nutrisi optimal untuk bayi prematur bertujuan mengoptimalkan tumbuh kembang dan peningkatkan kualitas hidup bayi prematur. Asuhan nutrisi berupa penilaian masalah nutrisi, menentukan kebutuhan nutrisi, dan pemantauan pertumbuhan membutuhkan kurva pertumbuhan. Saat ini tidak ada kurva pertumbuhan standar untuk bayi prematur. Tujuan: Membandingkan laju pertumbuhan setiap minggu hingga maksimal usia 37 minggu pada bayi prematur yang diberikan nutrisi berdasarkan berat badan ideal menurut kurva Intergrowth-21st dan kurva Fenton, serta mengetahui hubungan antara sepsis, respiratory distress syndrome, riwayat hambatan laju pertumbuhan intrauterin dengan laju pertumbuhan berat badan . Metode: Pnelitian ini adalah uji klinis ajak tersamar ganda pada 93 bayi prematur usia gestasi 33-36 minggu. Perhitungan kebutuhan nutrisi dan pemantauan asupan dilakukan setiap hari serta pemantauan antropometri berupa berat badan, panjang badan, dan lingkar kepala dilakukan minimal satu kali dalam seminggu. Analisis uji-t dilakukan pada sebaran data normal Hasil: Pada bayi prematur yang diberikan nutrisi berdasarkan berat badan ideal menurut kurva Intergrowth-21st dan kurva Fenton tidak berbeda bermakna dalam hal laju kenaikan berat badan, panjang badan, dan lingkar kepala setiap minggu hingga maksimal usia 37 minggu. Pemberian nutrisi berdasarkan berat badan ideal menurut kurva Intergrowth-21st dibandingkan menggunakan kurva Fenton memberikan hasil lebih banyak bayi prematur yang mencapai berat badan lahir dalam waktu kurang dari 7 hari (33% vs 19%) dan lebih banyak bayi prematur yang tumbuh liniear sesuai dengan trajektori pertumbuhan yang harus dicapai, dengan indeks berat badan 39% vs 20%, panjang badan 55% vs 36%, dan lingkar kepala 59% vs 48%. Riwayat hambatan pertumbuhan intrauterin memiliki hubungan bermakna dengan laju pertumbuhan berat badan pada pasien yang mendapatkan nutrisi berdasarkan berat badan ideal menurut kurva Intergrowth-21st(p 0,003, IK 95% 2,326-10,239) Simpulan: Penggunaan kurva Intergrowth-21st lebih baik dibandingkan kurva Fenton dalam menentukan kebutuhan kalori dan pemantauan pertumbuhan bayi prematur, sehingga mencageha terjadinya hambatan laju pertumbuhan. ......Background: Nutrition implementation in premature babies goals are to optimize growth development and increase life quality. Nutritional implementation program including nutritional assessment, determine nutritional necessity or nutritional therapy, and monitor of premature babies' growth with standardized growth curve. Until recently, there is no standardize growth curve for premature baby. Objective: To compare growth velocity every week until maximum 37 weeks corrected age in premature infants who has been given nutritional implementation based on their ideal weight using Intergrowth-21 curve or Fenton curve. And, to correlate growth velocity and factors such as sepsis, respiratory distress syndrome, and intrauterine growth retardation. Methods: This is randomized double blinded clinical trial on 93 premature babies with gestational age range within 33-36 weeks. Daily nutritional intake and monitoring intake toleration were done. Anthropometric monitoring data were taken minimum every week. T-test analysis was used on normal data distribution. Results: There are no significant difference in weekly growth velocity (body weight, length, head circumference) in premature babies until 37 weeks corrected age who is given nutritional intake based on ideal body weight of Intergrowth-21st curve compare to Fenton curve. Intergrowth-21st curve shows more premature babies achieving babies' birth weight in less than 7 days (33% vs 19%) and more premature babies have linier growth according to their trajectory growth goals, with body weight index 39% vs 20%, body length 55% vs 36%, and head circumference 59% vs 48%. Intra uterine growth retardation and growth velocity has significant correlation in patients received nutrition implementation based on targeted ideal body weight according to  Intergrowth-21st curve (p 0,003, IK 95% 2,326-10,239). Conclusion: Intergrowth 21st curve has better result in determining nutritional necessity and monitoring growth of premature babies compare to Fenton curve in order to prevent slower growth velocity in premature babies.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erna Julianti
Abstrak :
Kompleksitas perawatan bayi yang intensif menyebabkan ada perawatan rutin yang terlewatkan sehingga dapat memperpanjang lama perawatan, risiko rawat ulang, meningkatkan komplikasi bayi, dan menurunkan kepuasan orang tua. Penelitian cross-sectional ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara pelaksanaan perawatan bayi prematur dengan kepuasan orang tua. Teknik consecutive sampling dilakukan untuk memilih 59 perawat dan 59 orang tua bayi prematur. Analisis menggunakan uji Pearson. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata pelaksanaan perawatan bayi prematur sebesar 161,93 dan rata-rata kepuasan orang tua sebesar 280,07. Terdapat hubungan antara pelaksanaan perawatan bayi prematur dengan kepuasan orang tua (pvalue<0,001, r= 0,77). Bagi pelayanan keperawatan dapat menjadi evaluasi terhadap kinerja perawat untuk meningkatkan kualitas perawatan bayi prematur dan kepuasan orang tua meningkat. ......Complexity of intensive care of premature babies causes some routine nursing cares are overlooked which may lead to extension of length of stay, risk of rehospitalization, additional disease complications, and decrease of parents satisfaction. This cross-sectional study aimed to identify the relationship between the implementation of a premature babies care with parents satisfaction. Consecutive sampling technique was conducted to select 59 nurses and 59 parents of premature babies as research respondents. The data was analyzed with Pearson test. The results showed that the average of premature babies care score was 161.93 and the average of parents satisfaction score was 280.07. There was a significant relationship between the implementation of premature babies care with parents satisfaction (p value <0.001, r = 0.77). Nursing care should be evaluated to improve the performance of nurses and the quality of care of premature babies and parents satisfaction.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2016
T45806
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nopi Nur Khasanah
Abstrak :
Karya ilmiah ini merupakan analisis pelaksanaan praktik residensi keperawatan anak selama dua semester. Kegiatan utama yang dilakukan antara lain memberikan asuhan keperawatan pada bayi prematur dan praktik keperawatan berbasis pembuktian. Asuhan keperawatan pada bayi prematur menggunakan teori comfort Kolcaba. Diagnosis keperawatan yang sering muncul pada bayi prematur adalah nyeri prosedural, gangguan termoregulasi, nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dan risiko infeksi. Intervensi dengan teknik mengukur kenyamanan, edukasi pada orangtua, dan melalui tindakan menenangkan jiwa. Praktik keperawatan berbasis pembuktian dilakukan melalui facilitated tucking disertai "hadir-berbicara" untuk menurunkan skor nyeri prosedural. Hasil menunjukkan bahwa intervensi berbasis teori comfort Kolcaba efektif untuk meningkatkan kenyamanan. Disarankan agar teori comfort Kolcaba dapat diterapkan dalam pemberian asuhan keperawatan pada bayi prematur.
This scientific paper is an analysis of the implementation of pediatric nursing practice residency during two semesters. Main activities were providing nursing care to premature`s infant and doing evidence based nursing practice. Nursing care had been premature`s infant using a Kolcaba comfort`s theory. Nursing problem usually occured in premature`s infant were acute procedural pain, ineffective thermoregulation, imbalanced nutrition: less than body, risk for infection. Intervention done by technical comfort measures, parent`s coaching, and comfort food the soul. Evidence done by doing facilitated tucking and "talking to-being with" to decrease score of acute procedural pain. The result showed the evidence based on Kolcaba comfort`s theory effective to increase comfort. It is suggested that Kolcaba comfort`s theory can applied in the provision of nursing care to premature`s infant.
Depok: Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Made Sukmawati
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang: Intoleransi minum merupakan masalah yang sering dihadapi bayi kurang bulan. Eritromisin merupakan salah satu prokinetik yang sering digunakan, namun pemberiannya masih merupakan kontroversi. Tujuan: Mengetahui efikasi eritromisin oral dalam meningkatkan toleransi minum pada bayi kurang bulan. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian uji klinis acak tersamar yang dilakukan pada bayi kurang bulan di RSUP. Sanglah Denpasar dari bulan Juni 2015 hingga Januari 2016. Sampel dilakukan randomisasi menjadi dua kelompok, kelompok perlakuan mendapatkan eritromisin 12,5 mg/kg setiap 8 jam sedangkan kelompok kontrol mendapat plasebo. Luaran primer yang dicari adalah waktu untuk mencapai nutrisi enteral penuh. Luaran sekunder adalah berat badan saat mencapai nutrisi enteral penuh dan lama rawat rumah sakit. Hasil: Selama penelitian didapat 62 sampel, dimana 3 sampel di drop-out. Tiga puluh sampel didapat pada kelompok eritromisin dan 29 sampel pada kelompok kontrol. Tidak ada perbedaan data dasar pada kedua kelompok. Rerata usia gestasi adalah 31,4+1,7 minggu pada kelompok perlakuan dan 32,4+2,2 minggu pada kelompok kontrol. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna dalam mencapai nutrisi enteral penuh yakni 10+5,3 hari pada kelompok eritromisin dibandingkan 8+6,5 hari pada kelompok kontrol (p=0,345). Tidak ada perbedaan yang bermakna dalam berat badan saat mencapai nutrisi enteral penuh dan lama perawatan di rumah sakit. Simpulan: Eritromisin dosis oral 12,5 mg/kgBB setiap 8 jam secara rutin tidak mempercepat waktu nutrisi enteral penuh pada bayi kurang bulan. Tidak ada perbedaan berat badan saat mencapai nutrisi enteral penuh dan lama perawatan pada kedua kelompok.
ABSTRACT
Backgrounds: Feeding intolerance is a common condition that affects premature infants. Erythromycin is one of the prokinetic agents to treat feeding intolerance, but the use of this agent is still controversy. Objectives: To evaluate the effectiveness of oral erythromycin to enhance feeding tolerance in premature infants. Design: This study is a prospective randomized controlled trial on premature infants in Sanglah Hospital from June 2015 until January 2016. Eligible infants were randomized to receive 12.5 mg/kgBW/dose 8 hourly oral erythromycin or plasebo. The primary outcome was the time to establish full enteral feeding. The secondary outcomes were weight at full enteral feeding and duration of hospital stay. Results: There were 62 samples during the study, 3 infants were dropped out. Thirty infants were given erythromycin and 29 infants were given placebo. The baseline of the two groups was similar, mean of gestational age was 31.4+1.7 weeks in erythromycin group and 32.4+2.2 weeks in placebo group. The time to reach full enteral feeding did not differ statistically between the 2 groups, 10+5.3 days in erythromycin group vs 8+6.5 days (p=0,345) in placebo group. There were no significant differences between the two groups regarding the body weight at full enteral feeding and duration of hospital stay. Conclusion: Erythromycin 12.5 mg/kgBW/dose every 8 hours as prophylactic treatment does not enhance feeding tolerance in premature infants. There were no significant differences between the two groups regarding body weight at full enteral feeding and duration of hospital stay.
2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Maryuni
Abstrak :
Maternal mortality rate in Indonesia based on 2012 Indonesia Demographic and Health Survey is 359 per 100,000 live births. Causes of the maternal mortality are still dominated by bleeding, pre-eclampsia/eclampsia and infections. One of causes of infections is premature rupture of membrane. Premature rupture of membrane may increase morbidity and mortality among mothers and children. Incidence of premature rupture of membrane amount to 10% of all childbirths. This study aimed to analyze risk factors of premature rupture of membrane incidence at Mother and Child Hospital of ANNISA Citeureup, Bogor District in 2014. This study was analytical and used a case control design. The samples consisted of 114 mothers who suffered from premature rupture of membrane and control, 228 mothers who did not suffer from premature rupture of membrane. Results of this study showed that risk factors of premature rupture of membrane were age, parity and education. Based on multivariate analysis, education was the most dominant risk factor for premature rupture of membrane incidence.

Angka kematian ibu di Indonesia berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2012 sebanyak 359 per 100.000 kelahiran hidup. Penyebab kematian ibu tersebut masih didominasi oleh pendarahan, pre-eklampsia/eklampsia, dan infeksi. Salah satu penyebab infeksi adalah ketuban pecah dini. Ketuban pecah dini dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada ibu dan anak. Insiden kejadian ketuban pecah dini sekitar 10% dari seluruh persalinan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko kejadian ketuban pecah dini di Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) ANNISA Citeureup, Kabupaten Bogor tahun 2014. Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan rancangan penelitian kasus kontrol. Sampel terdiri dari 114 orang kasus ibu yang mengalami ketuban pecah dini dan kontrol sebanyak 228 ibu bersalin yang tidak mengalami ketuban pecah dini. Hasil penelitian menunjukkan faktor risiko terhadap kejadian ketuban pecah dini yaitu usia, paritas dan pendidikan. Berdasarkan analisis multivariat, didapatkan faktor yang paling dominan berisiko terhadap kejadian ketuban pecah dini yaitu pendidikan.
Midwifery Studies Institute of Health Science Binawan, Jakarta, Indonesia, 2017
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7   >>