Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Barkah Setijoadi
"The use of instruments, such as files and reamers, to open the orifice and cleaning-shaping procedure, in a curved canal in excess of 20-degree angle without precurving instrument and irrigation may form a ledge in the canal. Treatment failure may result due to an inadequate cleaning at the apical third of the canal. This failure may be prevented by eliminating the ledge-correction of the curved canals. The purpose of this case is to highlight the importance of careful use of endodontic instruments to avoid ledging. Therefore knowledge of tooth morphology and the use of files in curved canals is an important factor."
Jakarta: Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2003
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Anggraeni
"This case study reviewed conventional root canal treatment of a maxillary first premolar which unexpectedly had a single canal with two foramens. this tooth was recognized as the least frequent tooth appeared neither with additional canal nor unusual root anatomy. Retreatment for this casewas successfull through widening of the access cavity and the root canal. While trying the master cone, it revealed that the canal splitted and had two foramens. A thorough knowledge of the root canal anatomy as well as careful radiograph interpretations were essential in enhancing the root-cleaning procedure."
Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2003
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Wiriadidjaja
"Trauma oklusi adalah kerusakan jaringan periodonsium akibat tekanan oklusal yang melebihi kapasitas adaptasi jaringan periodonsium, tekanan oklusal yang menyebabkan kerusakan tersebut disebut oklusi traumatik. Oklusi traumatik banyak dijumpai di klinik Periodonsia FKG UI, tetapi prevalensi, penyebab dan pola kerusakannya belum pernah diteliti.
Tujuan : mengetahui prevalensi, penyebab dan pola kerusakan akibat oklusi traumatik pada gigi-gigi premolar.
Metode : data diambil dari kartu status pasien peserta PPDGS Periodonsia di RSGMP FKG UI periode 2005-2006. Dianalisa prevalensi, penyebab serta pola kerusakan akibat oklusi traumatik.
Hasil : dari 207 pasien yang diperiksa, didapatkan 98 pasien (47%) atau 392 elemen gigi yang mengalami oklusi traumatik, dari jumlah tersebut 67 gigi (17.1%) adalah oklusi traumatik pada gigi premolar. Penyebab oklusi traumatik yang ditemukan yaitu hambatan oklusal ketika sentrik oklusi (kontak prematur) (16%), hambatan oklusal pada gerak artikulasi (blocking) (70%), bruksism (5%), kombinasi blocking, perbandingan mahkota akar tidak seimbang (PMATS) dan cross bite 2%. Pola kerusakan yang terjadi yaitu resesi gingiva (1 mm-9 mm), kedalaman poket (1 mm?12 mm), kehilangan perlekatan epitel gingiva (1 mm?16 mm), kerusakan tulang alveolar (1/3 servikal-1/3 apikal), dan kegoyangan gigi (kegoyangan derajat 1-kegoyangan derajat 3).
Kesimpulan : prevalensi penyakit periodontal akibat oklusi traumatik pada penelitian ini cukup tinggi. Pada gigi premolar, penyebab yang paling banyak adalah hambatan oklusal pada gerak artikulasi (blocking) dan kerusakan yang terjadi bervariasi dari ringan hingga berat."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutajulu, Puji Sarah
"Kehilangan gigi Molar pertama bawah memiliki prevalensi yang cukup tinggi. Hal ini dikarenakan gigi Molar pertama bawah merupakan gigi tetap yang pertama kali erupsi sekitar umur 6 - 7 tahun sehingga jika dilihat dari jangka waktu penggunaan, gigi ini adalah gigi yang paling sering rusak karena karies ( 70% ) dan paling sering direstorasi. Salah satu dampak dari pencabutan gigi Molar pertama bawah yang akan diteliti adalah migrasi dari gigi tetangga yaitu terjadinya pergerakan gigi Premolar kedua bawah. Pergerakan ini terdiri dari kemiringan ke arah distal dan rotasi gigi Premolar kedua bawah. Kemiringan gigi ke arah distal dan rotasi adalah suatu istilah yang digunakan baik untuk fenomena fisiologis migrasi gigi-geligi maupun untuk kejadian dimana terdapat kehilangan gigi dan terjadi pergerakan ke arah diastema tersebut.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara lama kehilangan gigi Molar pertama bawah terhadap pergerakan gigi Premolar kedua bawah. Penelitian ini menggunakan enam belas model studi dan kuesioner dari mahasiswa FKG UI angkatan 2003 - 2007 dengan sembilan belas kasus pergerakan gigi Premolar kedua bawah yang memenuhi kriteria penelitian. Analisis statistik secara univariat berupa distribusi frekuensi dari variabel usia, lama kehilangan gigi Molar pertama bawah, nilai rotasi dan kemiringan gigi Premolar kedua bawah; serta uji bivariat Pearson. Hasil menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara lama kehilangan gigi Molar pertama bawah dengan pergerakan gigi Premolar kedua bawah. Nilai p yang didapat pada hasil penelitian menunjukkan korelasi tidak bermakna dengan kekuatan korelasi sedang (p > 0,05).
Kesimpulan: Pada penelitian ini belum dapat dibuktikan adanya hubungan antara lama kehilangan gigi Molar pertama bawah dengan nilai pergerakan gigi Premolar kedua bawah pada mahasiswa FKG UI angkatan 2003-2007.

The loss of lower first Molar has a quite high prevalence. It is because the lower first molar is the first permanent teeth that erupt in age 6-7. Therefore from the duration, this tooth is the most often damaged teeth because of caries (70%) and most often restored. One of the impacts from the lower first Molar extraction that is going to be researched is adjacent tooth migration that is movement of lower second Premolar. This movement consists of distal tipping and rotation of lower second Premolar. Distal tipping and rotation is a term that is used for physiologic migration phenomenon of teeth and also for a condition where there is loss of tooth and a movement to the diastema occurred.
The purpose of this research is to identify the relationship between missing period of lower first Molar with the movement of lower second Premolar. Sixteen study models with nineteen cases of lower second Premolar movement and questioners which fulfill the criteria were taken from Dental Student of Faculty of Dentistry - University of Indonesia Class 2003-2007 as the sample. Univariate statistical analysis includes age, missing period of lower first Molar, the degree of distal tipping and rotation of lower second Premolar was done in the form of distribution of frequency. The bivariate statistical analysis was done using the Pearson?s correlation method. The result showed that there was no relationship between missing period of lower first Molar and the movement of lower second Premolar ( p > 0.05 ).
It was concluded that the relationship between missing period of lower first molar and movement of lower second Premolar on college student of faculty of Dentistry University of Indonesia couldn?t have been proven yet.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Niki Putri Irianti
"Pasien gigi impaksi meningkat jumlahnya setiap tahun dan terjadi dalam rentang usia yang luas. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengevaluasi frekuensi dan distribusi impaksi gigi kaninus, premolar, dan molar ketiga pada pasien RSKGM FKGUI tahun 2010-2013. Metode: Jenis penelitian ini adalah studi deskriptif melalui pengamatan data sekunder yaitu kartu rekam medik di RSKGM FKGUI. Hasil: Terdapat 500 sampel penelitian dengan 904 kasus gigi impaksi yang terdiri dari 0.44% impaksi gigi kaninus, 0.44% premolar, 14.93% molar ketiga maksila, dan 84.18% molar ketiga mandibula. Kesimpulan: Jumlah gigi impaksi di RSKGM FKGUI tahun 2010-2013 mengalami peningkatan, penurunan frekuensi hanya terjadi pada tahun 2012, dengan frekuensi tertinggi terdapat pada perempuan dan kelompok usia 26-35 tahun.
The number of patient with impacted teeth is increasing every year in a wide range of ages. Objective: This study aims to evaluate the frequency and distribution of impacted canine, premolar, and third molar in RSKGM FKGUI 2010-2013. Methods: A descriptive study through observation of secondary data which is patient’s medical record in RSKGM FKGUI. Results: There were 500 samples with 904 cases of impacted tooth consist of 0.44% impacted canine, 0.44% premolar, 14.93% maxillary third molar, and 84.18% mandibular third molar. Conclusion: The number of impacted teeth in RSKGM FKGUI 2010-2013 was increasing, the frequency decreases only in 2012, the highest frequency mostly happened on female and age group 26-35 years old."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marceline Olivia
"ABSTRAK
Latar Belakang: Gigi dengan saluran akar c-shape memiliki kompleksitas anatomi yang menjadikan perawatan saluran akar memiliki prognosis yang masih diperdebatkan akibat kesulitan untuk melakukan debridement dan obturasi yang adekuat. Kompleksitas ini mengakibatkan pengetahuan mengenai anatomi saluran akar c-shape penting untuk menunjang keberhasilan perawatan saluran akar. Tujuan: Mengetahui prevalensi dan variasi saluran akar c-shape pada gigi premolar pertama dan molar kedua rahang bawah. Metode: Penelitian menggunakan sampel 60 gigi premolar pertama dan 32 gigi molar kedua rahang bawah. Sampel dipindai menggunakan micro-CT Bruker SkyScan 1173 dengan resolusi 50 m. Pemotongan melintang untuk melihat bentuk saluran akar dilakukan menggunakan perangkat lunak DataViewer. Pengukuran sudut untuk menentukan klasifikasi c-shape dilakukan menggunakan perangkat lunak Fiji ImageJ. Hasil: Prevalensi c-shape pada gigi premolar pertama rahang bawah adalah 17 dengan prevalensi tipe C1 ditemukan paling besar pada tingkat pemotongan M, tipe C2 memiliki prevalensi terbesar pada AM, dan tipe C3 memiliki prevalensi terbesar pada tingkat pemotongan A 2. Tipe C4 mendominasi tingkat pemotongan CEJ-2 dan CM sedangkan tipe C5 hanya ditemukan pada tingkat pemotongan A 2. Prevalensi c-shape pada gigi molar kedua rahang bawah adalah 16,67 dengan klasifikasi yang paling banyak ditemukan pada kelima tingkat pemotongan adalah C1. Prevalensi konfigurasi tipe C2 terbesar ditemukan pada CM. Tipe C3 pada penelitian ini ditemukan pada tingkat O. Prevalensi tipe C4 paling besar ditemukan pada tingkat pemotongan A 2. Perubahan konfigurasi didapati terjadi sepanjang saluran akar. Kesimpulan: Prevalensi c-shape pada gigi premolar pertama rahang bawah adalah 17 sedangkan pada gigi molar kedua rahang bawah 16,67 . Terdapat variasi konfigurasi di sepanjang saluran akar.Kata kunci : c-shape, molar kedua rahang bawah, micro-CT, prevalensi, premolar pertama rahang bawah

ABSTRACT
Background A tooth with c shaped root canal has a complex anatomy, making root canal treatment prognosis questionable because of the difficulties in doing adequate debridement and obturation. This complexity also makes the knowledge about root canal anatomy important to improve endodontic treatment result. Objective The aim of this study is to know the prevalence and variation of c shaped canal in mandibular first premolars and second molars. Methods 60 mandibular first premolars and 32 mandibular second molars was scanned using micro CT Bruker SkyScan 1173 in 50 m resolution. Transverse sectioning of each tooth was performed using software DataViewer. Angle measurement for determining c shape classification was performed using software Fiji ImageJ. Result The Prevalence of c shaped canal in mandibular first premolars was 17 with type C1 most prevalence in M, type C2 in AM, and type C3 in A 2. Type C4 was the most common classification found in sectioning level CEJ 2 and CM while type C5 was only found in A 2. The Prevalence of c shaped canal in mandibular second molars was 16,67 with the most common classification found in five level of sectioning was C1. C2 was most prevalence in level CM, C3 was most prevalence in O and C4 was most prevalence in A 2. The alteration of configuration happened along the root canal. Conclusion The prevalence of c shape canal in mandibular first premolars was is 17 and in mandibular second molars was 16,67 with variation of root canal configuration happened along the root canal itself.Keywords c shape, mandibular second molar, mandibular first premolar, micro CT, prevalence"
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Larissa Permata Shany
"Latar belakang : Estimasi usia merupakan salah satu upaya yang penting dilakukan dalam identifikasi individu hidup maupun individu mati. Usia 8-16 tahun merupakan usia kritis yang sering berkaitan dengan masalah hukum di Indonesia yang memerlukan pembuktian usia sehingga diperlukan metode yang akurat untuk mengestimasi usia tersebut. Rumus TCI-Khoman merupakan salah satu metode estimasi usia berdasarkandi Indonesia namun belum pernah diuji keakuratannya. Untuk itu dilakukan uji perbandingan estimasi usia dengan metode Demirjian berdasarkan tahapan kalsifikasi gigi geligi karena metode ini telah dibuktikan dapat diterapkan di Indonesia.
Tujuan: Menganalisis ketepatan metode estimasi usia menggunakan rumus TCI-Khoman pada gigi insisivus, kaninus, premolar, dan molar dibandingkan dengan metode Demirjian dalam rentang usia 8-16 tahun di Indonesia.
Metode penelitian: Estimasi usia 8-16 tahun dilakukan menggunakan rumus TCIKhoman pada gigi insisivus, kaninus, premolar, dan molar kemudian dibandingkan dengan estimasi usia menggunakan metode Demirjian.
Hasil: Hasil estimasi usia menggunakan rumus TCI-Khoman pada gigi insisivus, premolar, dan molar tidak memiliki perbedaan bermakna dengan metode Demirjian (p>0.05), namun hasil estimasi usia menggunakan rumus TCI-Khoman pada gigi kaninus memiliki perbedaan bermakna dengan metode Demirjian (p<0.05). Hasil estimasi usia rentang 8-16 tahun menggunakan metode Demirjian cenderung mendekati usia kronologis dengan SE 0,658, diikuti metode TCI-Khoman pada gigi premolar dengan SEE 0,893, metode TCIKhoman pada gigi insisivus dengan SEE 1,117, metode TCI-Khoman pada gigi molar dengan SEE 1,579, dan metode TCI-Khoman pada gigi kaninus sebesar 1,707.
Kesimpulan : Hasil estimasi usia 8-16 tahun menggunakan metode TCI-Khoman tidak memiliki perbedaan bermakna dengan metode Demirjian, kecuali pada gigi kaninus. Hasil estimasi usia 8-16 tahun menggunakan rumus TCI-Khoman mendekati usia kronologis dengan SEE terbesar terdapat pada gigi kaninus dan SEE terkecil terdapat pada gigi premolar.

Background : Age 8-16 is a critical age that often related with legal issues in Indonesia, so that an accurate method is needed to estimate the age in order to help legal process can run as fairly as possible according to their age group. Khoman (2015) found an age estimation formula for Indonesian population based on the analysis of Tooth Coronal Index (TCI) using radiographic of the teeth. The accuracy of TCI-Khoman formula need to be test with other age estimation methods. The Demirjians method is used as a comparison method because in previous studies it has been proven to be the one of age eestimation methods that can be used in Indonesia.
Objective: To analyze the accuracy of the age estimation method using the TCI-Khoman formula in incisors, canines, premolars, and molar teeth compared to the Demirjian method in the 8-16 years age range in Indonesia.
Methodology: Age estimation age 8-16 years were performed using the Tooth Coronal Index (TCI)-Khoman formula in incisors, canines, premolars, and molar teeth and then compared with age estimates using the Demirjians method.
Results: Age estimation using TCI-Khomans formula on incisors, premolars, and molar teeth did not have a significant difference with the result of Demirjians method canine teeth had significan differences with the result of Demirjians method (p< 0.05). Age estimastion 8-16 years using the Demirjians method gives results that are close to the chronological age with SEE 0,658, followed by the TCI-Khomans formula on the premolar teeth with SEE 0,893, insisivus teeth with SEE 1,117, molar teeth with SEE 1,579, and caninus teeth with SEE 1,707.
Conclusion: Age estimation 8-16 years old using TCI-Khomans formula did not have a significant difference with the result of Demirjians method except on canine teeth. Age estimation 8-16 years old using the TCI-Khomans formula gives results that are close to chronological age with the biggest SEE found in canine teeth and the smallest SEE is found in premolar teeth.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bilqis Nurul Azizah
"Latar Belakang: Kasus bencana yang diakibatkan oleh alam dan manusia di Indonesia menimbulkan banyak korban jiwa. Terdapat usia kritis yang terkait dengan undang-undang yang berkaitan dengan usia. Dibutuhkan metode yang paling baik dalam uji estimasi usia, sehingga perlu dicari metode uji estimasi usia yang akurat untuk di Indonesia. TCI-Khoman baru dikemukakan pada tahun 2015, estimasi usia pada metode ini menggunakan gigi insisivus, kaninus, premolar, dan molar pada radiograf periapikal yang  hasilnya belum pernah dibandingkan dengan metode estimasi usia yang sudah ada. Metode atlas Blenkin-Taylor merupakan metode estimasi usia dengan menggunakan atlas tahap pertumbuhan dan perkembangan gigi usia prenatal hingga 25 tahun  pada pria dan wanita, populasinya pada Australia Modern dengan menggunakan radiograf panoramik atau sefalometrik yang telah digunakan sebagai acuan tahap pertumbuhan dan perkembangan gigi di dunia. Sehingga dibutuhkan penelitian untuk membandingkan antara hasil estimasi usia menggunakan metode TCI-Khoman yang baru ditemukan, dengan metode atlas Blenkin-Taylor yang sudah menjadi acuan di dunia. Tujuan: Menganalisis keakuratan metode estimasi usia menggunakan rumus TCI-Khoman dibandingkan dengan metode atlas Blenkin-Taylor pada gigi insisivus, kaninus, premolar, dan molar di Indonesia dalam rentang usia 8-25 tahun. Metode: Pengujian estimasi usia pada 123 sampel dengan menggunakan rumus TCI-Khoman kemudian dibandingkan dengan estimasi usia menggunakan metode atlas Blenkin-Taylor. Hasil: Metode TCI-Khoman dapat menggunakan radiograf periapikal maupun panoramik. Hasil perbandingan antara estimasi usia dengan menggunakan metode TCI-Khoman dan atlas Blenkin-Taylor tidak ditemukan perbedaan bermakna. Hasil perbandingan antara usia kronologis dengan masing-masing metode estimasi usia TCI-Khoman dan atlas Blenkin-Taylor tidak ditemukan perbedaan bermakna. Kesimpulan: Uji estimasi usia menggunakan metode TCI-Khoman dengan metode atlas Blenkin-Taylor pada rentang usia 8-25 tahun sama-sama dapat digunakan di Indonesia dengan menggunakan radiograf panoramik.

Background: Cases of human or natural disasters in Indonesia have caused many victims. There is a critical age associated with laws relating to age. The best method for age estimation is needed, so it is necessary to find an accurate age estimation for Indonesian people. TCI-Khoman discovered in 2015, the age estimation in this method uses incisor, canine, premolar, and molar teeth on periapical radiographs whose results have never been compared with existing age estimation methods. The Blenkin-Taylor Atlas method using atlas order of eruption between prenatal age to 25 years old in men and women with Modern Australian population uses panoramic or cephalometric radiographs that have been used as a reference for tooth development and eruption atlas in the world. So the research is needed to compare the results of age estimation using the newly discovered TCI-Khoman method, with the Blenkin-Taylor atlas method that has become a reference in the world. Objectives: To analyze the accuracy of the age estimation method using the TCI-Khoman formula in incisor, canine, premolar, and molar  teeth compared to the Blenkin-Taylor atlas method in Indonesia in the age range of 8-25 years. Methods: Testing age estimations in 123 samples using the TCI-Khoman formula then compared with age estimation using the Blenkin-Taylor atlas method. Results: The TCI-Khoman method can use in both periapical and panoramic radiographs. The results of the comparison between age estimations using the TCI-Khoman method and Blenkin-Taylor atlas did not show significant difference. The results of the comparison between actual age between each TCI-Khoman age estimation method and Blenkin-Taylor atlas did not show significant differences. Conclusion: Both age estimation methods, TCI-Khoman method and Blenkin-Taylor atlas method, in the age range of 8-25 years can be used in Indonesia using a panoramic radiograph."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library