Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Yorda Lazuardi
"Pembiayaan proyek pembangkit listrik di Indonesia memberikan risiko kredit yang sangat besar kepada kreditur. Hal ini dikarenakan terdapat berbagai risiko proyek yang dapat memperbesar risiko kredit. Risiko kredit yang besar tersebut kemudian akan disebar kepada kreditur-kreditur lain melalui pemberian kredit secara sindikasi. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah pengaturan dan mekanisme project finance dan kredit sindikasi untuk pembiayaan proyek pembangkit listrik di Indonesia. Metode penelitian yang dilakukan adalah yuridis normatif dan data yang diperoleh dianalisis dengan metode kualitatif. Project finance adalah suatu metode untuk mengalokasikan berbagai risiko proyek secara tepat kepada pihak lain melalui berbagai perjanjian kontraktual dalam skema project finance, sehingga dapat mengurangi risiko kredit kepada kreditur. Pengaturan dan mekanisme project finance belum diatur secara spesifik dalam suatu peraturan perundang-undangan di Indonesia, sehingga penggunaan project finance dilakukan berdasarkan perjanjian-perjanjian antara para pihak dalam skema project finance. Kredit sindikasi adalah suatu metode pemberian kredit secara bersama-sama oleh beberapa lembaga perbankan untuk menyebarkan risiko kredit. Pengaturan dan mekanisme kredit sindikasi belum diatur secara spesifik dalam suatu peraturan perundang-undangan di Indonesia, namun pemberian kredit secara sindikasi harus berdasarkan kepada peraturan perundang-undangan mengenai pemberian kredit perbankan secara umum dan Batas Maksimum Pemberian Kredit. Ketiadaan kerangka hukum project finance membuat para pihak harus mengatur seluruh hubungan hukum dalam seluruh perjanjian kontraktual antara para pihak yang terlibat dalam skema project finance di dalam perjanjian kredit sindikasi untuk melindungi kepentingan kreditur terhadap kemampuan pelunasan hutang debitur.

The financing of power plant projects in Indonesia presents enormous credit risk to a lender. It is because there are various project risks in financing a power plant project that can increase credit risk that must be borne by a lender. The credit risks must then be spread to other lenders with syndicated lending to make credit risks is not borne alone by one lender. The problem discussed in this thesis is the regulation and mechanism of project finance and syndicated lending to financing power plant project in Indonesia. The research method used is normative juridical, and the data obtained were analyzed using qualitative descriptive methods. Project finance is a method for appropriately allocating various project risks to other parties within a project finance scheme to reduce credit risk to lenders through various contractual agreements. Project finance regulation and mechanism have not regulated under Indonesian laws, so the use of project finance is based on agreements between the parties in the project finance scheme. Syndicated lending is a method of joint crediting by several banking institutions to spread the credit risk. Syndicated lending regulation and mechanism have not regulated under Indonesian laws, but syndicated lending must comply with several regulations regarding lending regulations by banks in general and the Legal Lending Limit. The absence of project finance legal frameworks requires the parties to regulate all legal relationships based on all contractual agreements between the parties involved in the project finance scheme within the syndicated loan agreement to protect the interests of the lenders against the debt repayment ability of the debtor."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Amin
"Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Listrik Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia antara 2012-2016, nilai investasi telah meningkat sekitar 27% per tahun, dimana pada tahun 2016 adalah Rp 109 Triliun / tahun dan perkiraan mencapai Rp 227 Triliun / tahun di 2019. Ini adalah potensi besar bagi para pemangku kepentingan dalam bisnis listrik, salah satunya adalah kontraktor. Namun, dalam studi kasus yang dilakukan pada perusahaan XYZ yang telah terlibat dalam bisnis listrik sejak tahun 2008, ditemukan bahwa pencapaian laba per tahun sebagian besar tidak tercapai dengan target perusahaan tahunan dengan pencapaian rata-rata 87%. Metode penelitian ini untuk menguji faktor pengaruh pencapaian laba perusahaan dalam proyek pembangkit listrik menggunakan survei kuesioner untuk mengalami kontraktor. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa faktor utama yang berpengaruh dalam pencapaian laba dari proses tender adalah harga material/equipment dan dari proses pelaksanaan proyek adalah permasalahan desain.

Based on data from the Directorate General of Electricity Ministry of Energy And Mineral Resources of Republic Indonesia between 2012-2016, the value of investment has increased approximately of 27% per year, where in 2016 is Rp 109 Trillion/year and estimates reached Rp 227 Trillion/year in 2019. This is great potential for stakeholders in electrical business, one of whom is contractor. However, in a case study conducted on company XYZ that has been involved in the electricity business since 2008, it was found that the achievement of profit per year is largely not achieve with the annual corporate targets with average achievement of 87%. The method of this research has to examine influential factor of corporate profit achievement in power plant project using questionnaire survey to experience contractor. The final objective of this research is to define main influence factor on strategies in order to improve the profit achievement."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
T51912
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silitonga, Joyce Olivia Diane
"Dalam pelaksanaan proyek pembangkit listrik tenaga surya, sebuah jaminan perlu untuk diberikan oleh principal selaku kontraktor kepada obligee selaku pemilik proyek dengan tujuan untuk melindungi obligee dari kelalaian principal. Gagasan untuk memasarkan surety bond sebagai sebuah jaminan di Indonesia dicetuskan melalui perusahaan asuransi selama beberapa decade. Akan tetapi, kemunculan UU 1 Nomor 2016 menghadirkan ketidakpastian terhadap perusahaan asuransi dikarenakan peraturan ini melarang perusahaan asuransi untuk memasarkan surety bond. Surety bond meliputi bid bond, advance payment bond, performance bond, dan maintenance bond. Tipe-tipe jaminan tersebut serupa dengan bank garansi. Namun, bank garansi dipasarkan oleh bank. Kedua garansi di atas menjadi opsi bagi para pemilik proyek sebagai bentuk jaminan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengangkat dua isu, pertama, kedudukan surety bond sebagai produk yang dipasarkan oleh perusahaan asuransi. Kedua, penelitian ini menganalisis bagaimana surety bond berperan dalam proyek pembangkit listrik tenaga surya di Indonesia. Melalui penelitian hukum yuridis-normatif, dapat disimpulkan bahwa lembaga penjaminan dan perusahaan asuransi dapat memasarkan surety bond. Lebih lanjut, surety bond berperan sebagai jaminan alternatif dalam proyek pembangkit listrik tenaga surya di Indonesia karena tingkat kerumitannya dalam proses klaim jika dibandingkan dengan bank garansi.

In executing a solar power project, a security is necessary to be given by the principal as the contractor to the obligee as the project owner to protect the obligee from the obligee’s default. The idea of marketing surety bond within the context of a guarantee in Indonesia was firstly raised through insurance companies and it has been conducted over decades. However, the presence of Law Number 1 of 2016 causes uncertainty to the insurance companies as it prohibits insurance companies to market surety bond. The surety bond comprises the bid bond, advance payment bond, performance bond, and maintenance bond. These types of guarantee are similar to bank guarantee. Nevertheless, bank guarantee is marketed by banks. Both guarantees give the parties choices to be opted. For this reason, the research aims to elaborate two main issues, first, the standing of surety bond as a product marketed by insurance company. Second, this research analyzes how surety bond takes part in solar power plant projects in Indonesia. Through juridical-normative legal research, it is concluded that both guarantee institution and insurance companies can market surety bond. Moreover, the surety bond serves as an alternative guarantee in solar power projects in Indonesia due to the impediment in claiming the surety bond when compared to bank guarantee."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Rangga Barmana
"Proyek pembangkit listrik merupakan proyek yang kompleks dan mahal. Oleh karena itu, proyek ini memiliki risiko yang tinggi terutama untuk proyek dengan jenis kontrak jenis kontrak enjiring, pengadaan dan konstruksi (EPC). Dalam proyek-proyek ini, perusahaan kontraktor sering mengalami cost overrun yang disebabkan oleh kenaikan harga material dalam beberapa item utama pekerjaan yang dikerjakan oleh pemasok atau subkontraktor. Studi ini bertujuan untuk mengendalikan biaya proyek dengan mengembangkan manajemen kontrak dan mengidentifikasi faktor-faktor risiko. Analisa deskriptif dan analisa risiko dilakukan untuk mengidentifikasi risiko yang dominan. Respon risiko kemudian dikembangkan dan terintegrasi dalam proses manajemen kontrak. Hasil dari Studi ini menunjukkan bahwa ada 38 faktor risiko yang menyebabkan kenaikan harga material pada proyek pembangkit listrik di Indonesia, di antaranya 10 dominan, dan beberapa aspek menjadi dikembangkan dari respon risiko terhadap risiko dominan dan didapatkan 14 aktivitas pengembangan untuk prosedur eksisting administrasi subkontrak dan prosedur perolehan kontrak pengadaan barang dan jasa. Risiko yang mempengaruhi kenaikan harga material sebagian besar terjadi selama fase perencanaan dan strategi di awal kontrak pembentukan.

Power plant projects are complex and expensive; therefore, the risks will be high especially for engineering, procurement and construction (EPC) fixed price contract projects. In these projects, the contracting company often experiences cost overrun caused by material price increment in several major items of work carried out by them pemasoks or subcontractors. This study aims to control project costs by developing contract management and identifying risk factors. Descriptive and qualitative risk analysis was conducted to identify the dominant risks. Risk responses are then developed and integrated within the contract management processes. The results of this study show that there are 38 risk factors causing material price increment in power plant projects, among which 10 are dominant, and several aspects to be developed through 14 risk responses for existing contract administration procedure and contract aquisition for goods and services procedure. The risk that affects material price increment the most occurs during the planning and strategy phase at the beginning of the contract formation."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
T54101
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library