Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Desy Kharina
Abstrak :
Pembantu rumah tangga merupakan salah satu jenis pekerjaan yang banyak dilakukan oleh wanita. Pada umumnya wanita yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga berusia ≤ 18 tahun, dengan pendapatan yang masih jauh di bawah UMR. Pembantu rumah tangga mengurus pekerjaan rumah tangga, seperti memasak, mencuci, menyetrika, membersihkan rumah, serta mengasuh anak. Banyaknya pekerjaan yang dilakukan pembantu rumah tangga harus disesuaikan dengan jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi. Konsumsi makanan dapat memengaruhi status gizi seseorang, dimana ada tiga jenis status gizi, yaitu status gizi kurang, normal, dan gizi lebih. Pembantu rumah tangga yang tinggal menetap di rumah pengguna jasa cenderung memiliki pola makan dan jenis makanan yang sama. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan bahwa makanan yang dikonsumsi pengguna jasa berbeda dengan yang dikonsumsi oleh pembantu rumah tangga. Perbedaan makanan yang dikonsumsi juga mengakibatkan adanya perbedaan asupan energi dan zat gizi lain seperti protein, karbohidrat, dan lemak. Selain itu, ada juga perbedaan status gizi. Berdasarkan penelitian Renur (2007) mengenai status gizi pada tenaga kerja wanita di tiga sektor industri menunjukkan bahwa sebesar 23,5% tenaga kerja wanita berstatus gizi kurang. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi berdasarkan IMT pada pembantu rumah tangga di Perumahan Duta Indah Bekasi. Disain studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah disain studi cross sectional dan bersifat deskriptif dengan menggunakan uji statistik chi square. Pengambilan data dilakukan melalui recall 2 x 24 jam untuk konsumsi makanan (asupan energi, protein, karbohidrat, dan lemak), serta wawancara kuesioner untuk faktor-faktor berhubungan yaitu faktor biologis (umur), dan faktor sosial ekonomi (tingkat pendidikan, pendapatan, dan pengetahuan gizi. Populasi target adalah pembantu rumah tangga yang tinggal menetap di rumah pengguna jasa di Perumahan Duta Indah. Jumlah sampel penelitian adalah 100 orang pembantu rumah tangga dan teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan systematic random sampling. Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden berstatus gizi normal (80%), ada 8% responden yang berstatus gizi kurang, dan 12% responden berstatus gizi lebih. Rata-rata IMT pembantu rumah tangga adalah 21,99 kg/m2. IMT maksimum sebesar 34,01 kg/m2 dan minimum sebesar 17,78 kg/m2. Responden berada pada kelompok umur ≥ 21 tahun (52%) dan belum menikah (71%). Sebagian besar responden memiliki frekuensi makan baik (79%). Sebanyak 75% responden memiliki asupan energi kurang (< 80% AKG), sebanyak 59% responden asupan proteinnya cukup (≥ 80% AKG), sebanyak 90% responden asupan karbohidratnya kurang (< 65% total energi) dan sebanyak 88% responden asupan lemaknya baik (≥ 20% total energi). Sebagian besar responden (94%) memiliki tingkat pendidikan rendah, sebanyak 49% responden berpendapatan rendah, dan ada 63% responden yang berpengetahuan rendah. Pendidikan memiliki hubungan bermakna dengan status gizi, akan tetapi faktor biologis (umur), konsumsi makanan (frekuensi makan, asupan energi, asupan protein, asupan karbohidrat, dan asupan lemak), dan faktor sosial ekonomi (pendapatan dan pengetahuan) tidak memiliki hubungan bermakna dengan status gizi pada pembantu rumah tangga.
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
KAJ 12(1-4) 2007
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nuria Astagini
Abstrak :
Perempuan PRT adalah perempuan pekerja yang menerima upah dengan melakukan pekerjaan domestik. Di Indonesia, perempuan PRT masih dikategorikan sebagai anggota keluarga sekaligus pekerja. Oleh karena itu muncul pemahaman yang mempersepsikan bahwa perempuan PRT bukanlah pekerja profesional. Hal ini mengakibatkan relasi yang tidak setara antara perempuan PRT dan pihak lain, dan memunculkan perbedaan kewenangan bagi mereka. Salah satu upaya perempuan PRT untuk mensetarakan posisi adalah melalui ekspresi narasi terkait profesi profesi mereka. Studi ini mengkaji narasi identitas profesi yang diekspresikan oleh perempuan PRT dengan menggunakan teori interaksionisme simbolik. Serta dengan memasukkan konsep kewenangan serta aspek emosi yang muncul dari proses interaksi. Pengumpulan data dilakukan dari enam perempuan partisipan penelitian yang berprofesi sebagai PRT di daerah Jabodetabek, ditambah tujuh orang partisipan penelitian yang merupakan pengguna jasa dan anggota keluarga perempuan PRT. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh beberapa temuan, antara lain bahwa proses pembentukan identitas profesi pada perempuan PRT terjadi melalui interaksi antara mind, self dan society dalam interaksi soaial dengan pihak lain. Partisipan menggunakan istilah pembantu dan asisten untuk mengidentifikasi profesi mereka. Namun partisipan melekatkan makna baru pada kata pembantu, yaitu sebagai pekerja keras yang berpengalaman dan terampil, jauh berbeda dari konsep pembantu yang dikenal masyarakat selama ini. Pembentukan makna profesi yang dipahami oleh para partisipan tidak lepas dari peranan significant others yaitu keluarga yang berinteraksi dengan partisipan.Dalam interaksinya dengan keluarga, partisipan mempertukarkan simbol posisi. Sedangkan dalam interaksi dengan pengguna jasa mereka mempertukarkan simbol profesi. Dalam interaksi ini, para partisipan tidak hanya menerapkan aspek Me yang bersifat sosial tetapi juga mengedepankan aspek I yang aktif untuk menunjukkan bahwa perempuan PRT memiliki posisi tawar. Proses interaksi juga merupakan sarana pembelajaran bagi perempuan PRT untuk mendapatkan sumber daya yang dapat digunakan untuk melakukan berbagai strategi penolakan untuk mensetarakan posisi mereka dalam kehidupan sehari-hari. ......Domestic workers are women who receive wages by doing domestic work. In Indonesia, domestic workers still categorized as a family member as well as a worker. Therefore, they are not perceived as professional workers which make them unequal with other parties and lead to differentiation of power. To equalize their position, women domestic workers expressing narratives regarding their profession. This study is observing the narrative expression of work identity by women domestic workers with the use of Symbolic Interactionism theory. Also, by incorporating the concept of power and emotional aspects that emerge through the interaction process. Data collection was conducted on six women research participants who work as domestic workers in the Greater Jakarta area (Jabodetabek), with the addition of seven research participants consist of the employer and domestic worker’s member of the family. Based on the results of data analysis, several findings were obtained, among others work or profession identification in women domestic workers occurs through the interactions of mind, self and society in their social interactions with other parties. The participants were using term helper and assistant to identify their profession. Yet, research participants embed new meaning in the term of helper, which is identified as hardworking women, experienced and skillful. This definition differs from the existing definition of helper in society. The meaning making of the profession by the participants cannot be separated from the significant others, namely the family who interacts with the participants. In their interaction with the family, the participants are exchanging the symbols of position. While interacting with the employers, they are exchanging the symbols of profession. In these interactions, the participants apply not only the social aspect of me but also put forward the I aspect which is active to show that women domestic workers do have bargaining position. Interaction process also become a learning field for women domestic workers to gain capital and formulating resistance strategy which they use to equalize their position in their daily lives.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurhayati
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ketentuan hak bagi pekerja dapat diberlakukan bagi pekerja rumah tangga; apakah ada jaminan hak-hak PRT dipenuhi bila ia termasuk ke dalam pekerja sektor formal; dan upaya-upaya apa yang dapat dilakukan pemerintah untuk melindungi dan memenuhi hak bagi pekerja rumah tangga. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan kualitatif dengan penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu masyarakat atau suatu kelompok tertentu atau gambaran tentang suatu gejala atau hubungan antar dua gejala atau lebih. Dengan demikian penelitian ini menekankan pada data primer yang diperoleh melalui wawancara mendalam, disamping menggunakan data sekunder melalui studi kepustakaan. Informan dalam penelitian ini terdiri dari 17 orang Pekerja Rumah Tangga (PRT) yang bekerja di sekitar wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) yang penulis ambil secara acak, Kepala Seksi (Kasie) Informasi dan Bursa Kerja Sub Dis Penta Kerja-Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DKI¬Jakarta, Staf Biro Hukum Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Kepala serta staf Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Rumpun Gema Perempuan juga pars staf yayasan penyalur PRT di Jakarta (3 Yayasan). Selain itu, wawancara juga dilakukan dengan staf pengajar Hukum Perburuhan sebagai narasumber di bidang hukum perburuhan. Dari analisis terhadap hasil wawancara, dapat disimpulkan bahwa : 1) berdasarkan hukum perburuhan sebenarnya PRT dapat disebut sebagai pekerja karena adanya perjanjian kerja. Perjanjian kerja antara PRT dengan majikan (pemberi kerja) yang dapat dilakukan baik lisan maupun tertulis asalkan memenuhi syarat-syarat: adanya pekerjaan tertentu, adanya perintah (di bawah perintah), adanya upah,dan dalam waktu tertentu. Dengan terpenuhinya unsur-unsur perjanjian tersebut, maka hubungan antara PRT dan maj ikan adalah hubungan kerja; 2) Sehubungan dengan karakteristik khusus yang dimiliki PRT yakni wilayah/tempat kerja PRT yang yang berada dalam lingkup domestik, tertutup dan jenis/macam pekerjaan yang berbeda dengan pekerja pada sektor formal maka PRT perlu diatur dalam suatu ketentuan khusus; 3) Pemerintah khususnya pemerintah daerah Provinsi DKI Jakarta telah berupaya memberikan perlindungan kepada PRT dengan mengeluarkan Perda No. 6 Tahun 1993 tentang Peningkatan Kesejahteraan Pramuwisma meskipun dalam perkembangannya Perda tersebut dicabut dan diganti dengan Perda No. 6 tahun 2004 tentang Ketenagakerjaan karena tidak berjalan sebagaimana mestinya. Di tingkat pemerintah pusat Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi bekerjasama dengan instansi dan lembaga terkait telah berhasil menyusun sebuah draft RUU Perlindungan Bagi Pekerja Rumah Tangga namun sampai saat ini RUU tersebut masih belum disahkan. Hal ini disebabkan masih banyaknya pro dan kontra bila RUU tersebut disahkan dan masih adanya tarik menarik kepentingan bila PRT diatur dalam suatu peraturan perundang¬undangan karena tidak dapat dipungkiri bahwa ada perbenturan kepentingan para pengambil kebijakan yang umumnya adalah majikan yang berkepentingan atas PRT. Hasil penelitian penyarankan agar diberikan perlindungan khusus bagi PRT dalam suatu peraturan perundangan-undangan baik dalam tingkat undang-undang maupun peraturan daerah agar hak-hak PRT terjamin. Hal ini berkaitan dengan peranan pemerintah yang berkewajiban untuk memenuhi hak warga negaranya terutama hak atas pekerjaan dan kondisi kerja yang layak dan adil. Namun peraturan yang nantinya akan terbentuk itu jangan justru terlalu memberatkan pengguna jasa (majikan) karena tidak semua pengguna jasa (majikan) PRT berasal dari golongan mampu (high class)juga harus memperhatikan faKtor sosial budaya yang berkembang di masyarakat.
This study is conducted in order to find out whether the right provision for worker/labor could be applicable for housemaid/PRT (domestic workers); if there is any fulfilled right warranty for housemaid/PRT (domestic workers), if they are classified into formal sector worker; and what efforts which could be conducted by the government to protect and fulfill domestic help's right. This study uses qualitative approach method on the basis of descriptive study. Therefore, this study emphasizes primary data so obtained through deeply interview, in addition to secondary data through library study. Informant required in this study consist of 17 housemaid/PRT (domestic workers) who working within the surrounding area of Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang as well as Bekasi (Jabodetabek) so taken randomly by the writer, Section Head of Information and Labor Market of Sub-Employment Pebta-Manpower and Transmigration Jakarta Special Capital Region, Staff of Legal Bureau of Manpower and Transmigration Departement and Head and Staff on Non Governmental Organization (NGO) of Rumpun Gema Perempuan as well as staff of Domestic Workers Distribution foundation in Jakarta (3 foundation). In addition, interview is also conducted with teaching staff of Labor Justice of Law Faculty of University Indonesia as source person in labor legal sector. On the basis of analysis taken from interview, it could be concluded that : 1) pursuant to the law labor, it transpires that domestic worker (PRT) could be classified as worker, because there is employment agreement. Employment agreement between PRT and employer (working provider) could be made either in oral or in writing, in order words it should fulfill requirements regulating certain activities, order (under the order), wage, as well as certain period. On the basis of such compliance of agreement element, then relationship; 2) in line with special characteristics owned by PRT such as House Maid's area/working place in the scope od domestic, closed as well as work types which are different with any workers in formal sector, thus Maid House should be regulated in one special provision; 3) Government especially Regional Government of Jakarta Special Capital Region Province has endeavored to provided protection to the housemaid issuing Ordinance No. 6 Year 1993 regarding Improvement of Housemaid Welfare, though under its development the aforementioned Ordinance is revoked and replaced by Ordinance No. 6 year 2004 regarding Manpower, because it does not proceed accordingly. In the central government level, Department of Manpower and Transmigration cooperated with relevant instance and institution has succeeded to arrange Bill draft regarding Protection for Domestic Workers. However, up to now, the said Bill Draft has not been legalized. This matter is due to several factors such as there are still pros and cons, if such Bill Draft is legalized and here is interest tug of war if Bill draft regulated on the basis of laws and regulations. Nevertheless, it could not be denied that there is conflict of interest on decision maker who is in general is an employer who is competent the the PRT. On the basis of study result, it suggests that PRT should be granted protection under laws and regulations either under laws and regulations or ordinance in order to the warrant for PRT Rights. This mater is related to the government role as the party who has obligation to fulfill their nation's right especially right for the work and working condition which are proper and fair. Meanwhile, regulation which would be further made should not be a burden for the service user (employer), because not all PRT service users (employer) are from high class. It should consider social culture factor developing in the community.
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T20778
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danar Tri Kusuma Ramdani
Abstrak :
Berbagai literatur mengemukakan bahwa joint attention merupakan defisit yang khas dialami anak dengan autism spectrum disorders (ASD). Joint attention merupakan dasar utama dari perkembangan sosial-komunikasi anak, dan anak dengan ASD umumnya mengalami masalah dalam hal ini (Volkmar, 2007). Pivotal response training (PRT) merupakan salah satu bentuk intervensi yang dapat diterapkan untuk membantu anak dengan ASD meningkatkan kemampuan joint attention. Penelitian ini menggunakan desain single-subject untuk melihat apakah penerapan PRT secara efektif dapat meningkatkan kemampuan joint attention pada anak dengan ASD. Penerapan teknik PRT akan dilakukan oleh ibu. Hasil menunjukkan bahwa terdapat peningkatan perilaku joint attention setelah diterapkannya intervensi PRT oleh ibu.
Various literatures have been explaining that joint attention deficiency is unique to children with autism spectrum disorders (ASD). Joint attention is the main fundamental for social-communication development of children, and children with ASD usually have problem with this skill (Volkmar, 2007). Pivotal response training (PRT) is one of the interventions that can be used to increase joint attention skill. This current study used single-subject design to find whether PRT is effective to increase joint attention skill for child with ASD. PRT intervention is used by the mother. Results indicated the increase of joint attention after PRT intervention have been used.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
T32955
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diana Suciati
Abstrak :

ABSTRAK
Desakan ekonomi merupakan salah satu faktor yang memaksa kedua orang tua harus mencari nafkah, dapat menimbulkan masalah jika mereka memiliki bayi yang masih membutuhkan kasih sayang dan perhatian mereka secara utuh. Salah satu alternatif solusi adalah mempekerjakan seorang Pembantu Rumah Tangga (PRT) untuk membantu mereka mengasuh dan merawat anaknya. Solusi ini pun menimbulkan masalah baru. PRT yang diharapkan dapat menggantikan orang tua yang bekerja dalam merawat dan mengasuh anaknya memiliki pendidikan yang rata-rata rendah (SD). Hal ini memungkinkan adanya kekurangan stimulasi (rangsangan) pada anak dan dapat menurunkan kualitas pengasuhannya, sehingga ada kemungkinan anak tidak dapat menyeiesaikan tugas perkembangannya, termasuk sosioemosional. Salah satu bentuk perkembangan sosioemosionai adalah terbentuknya hubungan kelekatan yang aman (secure) antara anak dan orang yang berarti, baik orang tua maupun pengasuh (PRT) sebagai orang tua pengganti.

Klein memperkenalkan suatu metode yang dapat digunakan pengasuh agar dapat menghasilkan kualitas pengasuhan dan interaksi yang baik dengan anak. Metode itu disebut MLE (Mediated Learning Experience). Dalam metode ini pengasuh bertindak sebagai mediator antara anak dan lingkungan. Mediasi dapat tercapai melalui proses matching/ menyesuaikan hal yang dimediasikan dengan respon anak. Untuk dapat melakukan hal itu, seorang mediator harus sensitif/ peka dan berespon pada keinginan dan kebutuhan bayi. Dengan demikian ia baru dapat memberikan rangsangan yang tepat bagi bayi.

Oleh karena itu, ada kemungkinan jika PRT menggunakan metode MLB tersebut, maka akan terbentuk suatu hubungan kelekatan yang cenderung aman/ secure pada anak/ bayi yang diasuhnya.

Selain pendidikan tersebut, ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku pengasuhan seseorang, baik internal maupun eksternal, seperti diri pengasuh, diri anak, konteks sosial (Belsky, 1984). Sedangkan dalam Hamner & Turner, 1990 ditambahkan faktor kebudayaan dan media massa.

Tujuan penelitian ini adalah memperoleh gambaran perilaku pengasuhan PRT sebagai dampak dari faktor-faktor internal dan eksternal pengasuh sekaligus dinamikanya sehingga terjadi pembentukan hubungan kelekatan pada anak yang diasuhnya.

Penelitian ini dilakukan dengan mewawancarai ibu dan PRT serta mengobservasi perilaku anak dan PRT dalam interaksi mereka sehari-hari. Teknik pengambilan sampel adalah dengan menggunakan kasus tipikal dengan karakteristik PRT yang sudah bekerja minimal tujuh bulan pada keluarga yang bersangkutan dan bayi berusia 18-24 bulan pada golongan sosial ekonomi menengah di wilayah Jabotabek.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa PRT yang telah menggunakan metode MLB (Mediated Learning Experience) dengan memenuhi tiga kriteria minimalnya pada kegiatan bermain anak dan memberi perhatian intensif, membawa dampak kelekatan yang cenderung aman (secure) pada anak yang diasuhnya.

Penelitian ini juga menunjukkan bahwa cara ibu mengorganisasikan rumah tangganya berpengaruh penting pada pola asuh PRT, maka disarankan kepada para ibu untuk mengorganisasikan, mendelegasikan, dan mengkontrol rumah tangganya secara tepat dan proporsional. Di samping itu, agar pola pengasuhan PRT lebih terarah dan berkualitas, sebaiknya para ahli mulai memikirkan cara untuk mensosialisasikan metode MLE kepada ibu untuk kemudian dapat di transfer kepada PRT.
1998
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Istiana Hermawati
Abstrak :
Tesis ini bertujuan untuk mengetahui kondisi umum PRT perempuan korban kekerasan dan peran sebuah LSM (Rumpun Tjoet Njak Dien Yogyakarta) dalam menangani kasus kekerasan terhadap PRT serta mengidentifikasi faktor penghambat dan faktor pendukung yang dihadapi oleh lembaga tersebut dalam penanganan kasus kekerasan. Fenomena ini diambil karena kekerasan dan ketakberdayaan PRT perempuan kini semakin mengemuka, dan menurut data yang ada setiap tahun kasus kekerasan terhadap PRT ini mengalami peningkatan baik secara kuantitas maupun kualitas, sementara upaya-upaya dari pihak terkait untuk mengatasi masalah tersebut juga sangat terbatas. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan berperspektif perempuan, metode lebih ditekankan pada verstehen, yaitu memberi penekanan interpretatif terhadap pemahaman informan penelitian. Pemilihan informan dilakukan dengan `snowball sampling' yang meliputi pimpinan RTND, petugas penanganan kasus, pendamping lapangan dan PRT korban kekerasan. Untuk mengumpulkan data dari penelitian ini digunakan teknik `Indepth Interview', observasi partisipan dan studi dokumentasi. Ketiga teknik ini digunakan untuk saling melengkapi sehingga dapat mengungkap realitas sosial dan berbagai jawaban informan. Adapun teori yang dijadikan rujukan dan kerangka analisis dalam penelitian ini adalah teori kekerasan yang dikemukakan oleh Galtung (1969) dan konsep intervensi sosial menurut Cox (2001) yang dapat digunakan sebagai acuan dalam penanganan masalah kesejahteraan sosial, tennasuk dalam penanganan kasus kekerasan terhadap PRT perempuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas informan penelitian berada pada rentang usia produktif (15-28 tahun), berpendidikan rendah (tamat SD), serta berasal dari daerah pedesaan / daerah pertanian tandus, dan mayoritas orang tua informan bekerja sebagai petani. Kondisi sosial ekonomi yang tidak kondusif, didukung dengan keterbatasan pendidikan dan sempitnya peluang kerja di desa, mendorong inforrnan untuk bekerja sebagai PRT di kota. Beberapa keterbatasan yang melekat pada informan inilah yang menyebabkan bargaining position PRT terhadap pengguna jasa rendah (bahkan nyaris tidak ada). Alasan informan jadi PRT adalah karena faktor ekonomi, keterbatasan pendidikan, tidak ingin menganggur, diajak saudara dan tidak kerasan di rumah. Mayoritas informan relatif terampil di dalam melaksanakan pekerjaannya karena memiliki pengalaman kerja sebagai PRT antara 1-8 tahun. Kendatipun demikian, pengalaman kerja tersebut ternyata tidak berpengaruh terhadap upah kerja yang diterimarrya, karena memang tidak ada standar upah bagi PRT sebagaimana pekerja di sektor lainnya. Jadi besarnya upah sangat dipengaruhi oleh faktor subyektifitas majikan. Secara umum, upah kerja yang diterima PRT jauh di bawah UMR, ini mengindikasikan rendahnya tingkat kesejahteraan informan pada umumnya. Dari segi konteks, sebelum kekerasan terjadi bargaining position PRT memang rendah; tidak ada perlindungan hukum dan sosial yang pasti dari pemerintah, dan dalam melakukan pekerjaan tidak ada kesepakatan kerja tertulis antara pengguna jasa dengan PRT yang menjelaskan tentang hak-hak dan kewajiban masing-masing. Kondisi-kondisi tersebut menyebabkan PRT rentan terhadap kekerasan. Demikian halnya dengan pola hubungan kerja antara PRT dengan pengguna jasa yang timpang dan cenderung dominatif-eksploitatif juga menyebabkan PRT rentan terhadap berbagai bentuk kekerasan. Penelitian ini menemukan bahwa bentuk kekerasan yang paling banyak dialami oleh informan adalah kekerasan ganda dan pada umumnya informan tidak pernah menyangka sebelumnya kalau pengguna jasa akan tega melakukan kekerasan terhadapnya. Dampak kekerasan yang dialami oleh informan adalah menimbulkan trauma fisik dan psikologis yang berlangsung lama (jangka panjang), menimbulkan kerugian moril dan materiil, bahkan ada korban yang mengalami depresi berat sehingga membutuhkan pendampingan psikiater dan sampai sekarang kondisi jiwanya labil. Dari perspektif Galtung, kekerasan yang dialami oleh informan penelitian merupakan kekerasan personal dan struktural, baik langsung maupun tidak langsung, tampak maupun tersembunyi, disengaja maupun tidak, yang menyebabkan PRT tidak bisa mengaktualisasikan potensinya (kehilangan kemandirian, otonomi dan kekuasaan atas dirinya) karena realisasi jasmani dan rohaninya dipengaruhi sedemikian rupa oleh person dan struktur yang ada di masyarakat / negara. PRT pada umumnya mengalami kekerasan ganda yang melibatkan pengguna jasa, keluarga pengguna jasa, masyarakat dan negara sebagai pelaku kekerasan. Penelitian ini juga menemukan, bahwa RTND dalam melaksanakan penanganan kasus terhadap informan (dengan kasus dan cara masuk yang berbeda) menggunakan pola yang relatif umum, meskipun dalam penerapannya sangat kasuistik. Pola penanganan kasus kekerasan yang dilaksanakan RTND tersebut memiliki tahapan-tahapan dan relevan dengan tahapan-tahapan intervensi sosial yang dirumuskan oleh Cox (2001). Kendala yang dihadapi lembaga dalam penanganan kasus kekerasan terkait dengan keterbatasan dana dan tidak dimilikinya tenaga pengacara untuk menangani kasus litigasi; tiadanya peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur hak-hak PRT; sikap pengguna jasa yang pada umumnya arogan terhadap program pengorganisasian PRT yang diselenggarakan RTND; dan sikap PRT sendiri yang cenderung nrimo, mengalah, pasrah, dan ketidaktahuan dalam mencari akses bantuan. Berdasarkan temuan penelitian ini, maka direkomendasikan kepada RTND untuk : menggali dana dari funding lain (fund rissing); membentuk network yang solid dengan stakeholder dan pihak terkait di tingkat lokal, nasional maupun internasional sehingga basis sosial RIND kuat dan isue PRT diangkat sebagai isue politis; perlu dikembangkan pendekatan komunitas dalam penanganan kasus kekerasan; menjadi support system bagi lahirnya Serikat PRT yang dapat menjadi pressure group bagi pembuat kebijakan untuk mewujudkan suatu instrumen perundang-undangan yang melindungi hak-hak PRT sehingga bargaining position PRT menjadi kuat. Kepada pemerintah direkomendasikan untuk : segera memfasilitasi perangkat perundang-undangan tentang PRT dan diikuti Iangkah sosialisasi perangkat tersebut kepada publik; perlu dilaksanakan riset untuk mengidentifikasikan permasalahan/kebutuhan PRT sehingga dalam perumusan kebijakan dan program pemberdayaan PRT relatif sesuai dengan kebutuhan penerima Iayanan; perlu dijalin kerjasama lintas sektoral sehingga penanganan kasus kekerasan terhadap PRT tersebut lebih komprehensip; perlu memfasilitasi keberadaan crisis centre-crisis centre di tiap wilayah, agar korban kekerasan dapat dengan mudah mengakses bantuan layanan dan masyarakat juga dapat dengan segera melaporkan kasus kekerasan yang terjadi di wilayahnya.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T11998
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Mutia Rini
Abstrak :
Penelitian ini membahas tentang penghayatan dan pemaknaan Pekerja Rumah Tangga (PRT) perempuan atas pekerjaan domestik. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif berperspektif gender dengan metode wawancara terfokus, observasi, dan studi dokumen. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan deskripsi realitas sosial yang terungkap melalui pengalaman PRT perempuan. Hasil penelitian menemukan bahwa PRT belum terbebas dari ketertindasan, yaitu eksploitasi, marginalisasi, dan ketidakberdayaan yang berimplikasi pada melemahnya posisi tawar dan ketidakjelasan atas upah, deskripsi kerja, dan jam kerja. Penyebab ketidakjelasan ini, yaitu: pertama,pekerjaan domestik dan pengasuhan anak dimaknai sebagai pekerjaan dan tanggung jawab perempuan. Kedua, hubungan kekeluargaan yang menjadikan PRT tidak dapat bekerja secara profesional. Ketiga, tidak adanya dukungan kebijakan negara sebagai perlindungan PRT. Keempat,masih kurangnya penghargaan masyarakat atas pekerjaan rumah tangga. Penelitian ini merekomendasikan untuk mendukung segera diratifikasinya Konvensi ILO Nomor 198 dilanjutkan dengan disahkannya Rancangan Undang-Undang Perlindungan PRT. ......This thesis discusses the comprehension and interpretation of domestic work among female domestic workers. The research used qualitative approach with gender perspective done through semi-structured interviews, observations and documents analysis methodology. The purpose of the research is to describe the social realities unraveled through female domestic workers experiences. The study found that female domestic workers are yet to be liberated from oppresion, I.e. exploitation, marginalization, and powerlessness; this weakens their bargaining position and creates unclearness in wage, job description and working hour. The reasons for the unclearness are, firstly, domestic work and child-rearing are considered to be the job and responsibilities of women. Secondly, the familial way of relating is making the domestic workers difficult to work professionally. Thirdly, there is no government regulatory support that could protect domestic workers. Fourthly, the lack of appreciation from the community towards domestic work. This thesis recommends to support the ratification of ILO Convention no. 198 followed by legitimizing the domestic worker protection bill draft.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indira Kusumawinahyu
Abstrak :
ABSTRAK
Seiring kemajuan peradaban dan zaman, perempuan semakin progresif untuk menembus dan tetap berada dalam dunia pekerjaan (profesional) dan dengan tidak melupakan keluarga di rumah. Penelitian ini bertujuan untuk memahami fenomena peran ganda secara detail dan mendalam. Permasalahan penelitian terkait dengan peran dari faktor peran ganda terhadap perempuan di posisi manajerial, keseharian perempuan dalam kehidupan, serta solusi yang ditawarkan dalam menghadapi masalah. Penelitian Kualitatif dengan metode Fenomenologi-Deskriptif ini menggunakan panduan wawancara semi-struktural. Subjek berjumlah delapan orang yang terdiri dari pegawai di PT. X sebagai tempat utama pengambilan sampel dan studi kasus serta asosiasi yang terkait dengan organisasi tersebut, serta latar belakang yang saling berbeda. Analisis data dilakukan dengan sistem reduksi data lewat coding, serta interpretasi dari peneliti. Hasil penelitian yang menjawab permasalahan pertama yakni faktor ganda yang berperan bagi perempuan yang memegang posisi manajerial. Perempuan pada kasus ini mengandalkan adanya pemindahan tanggung jawab terutama terkait dengan peran domestik kepada pihak lain, yang pada umumnya adalah PRT. Hasil penelitian kedua berfokus pada keseharian kehidupan perempuan baik sebagai pelaksana peran domestik maupun pemangku posisi manajerial di kehidupan karier yang saling terspesialisasi satu sama lain. Hasil temuan penelitian ketiga yakni terkait solusi yang dilakukan perempuan terkait masalah peran ganda serta perilaku diskriminatif yang diterima. Solusi tersebut adalah pemindahan tanggung jawab, melarikan diri, serta menerima apa adanya atau pasrah.

 


ABSTRACT
Our world is fast paced and rapidly changing. That fact alone makes Women be able to breakthrough and stay within profesional ecosystems, while at the same time not completely or at all abandoning their family and domestic works at home. Main purposes of this research is to have deep understanding regarding Double Roles as a factor in women holding managerial positions, meaning women who considerably have higher positions among others. Narrowing down to three research problems, focus are divided to the impact and role of Double Role as a factor in women holding managerial positions, Second is towards daily activities and behaviors of women in those premises, and third is towards the outcome in solutions women proposed to face the problem occuring. This qualitative research use descriptive-phenomenology as the main and sole method. Subjects interviewed in total of eight women managers, all from different backgrounds and specialities, but under or related to PT.X as the main sampling populations on this research. Data coding, triangulations and saturation of data is three main component on analyzing and processing informations acquired from data gathering. Finally, research results shows that women in managerial positions all have double roles in their life and they tend to move the burden or responsibilities towards other third parties such as PRT, or close family. Second result is that women across the managerial positions have different specialities and behaviors during their day-to-day activities. Third result is that women mainly propose three solutions; moving responsibilities, avoidance, and simply accepting as it is.
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library