Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yoanita Eliseba
2007
T38013
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Savitri Ramadhita
Abstrak :
Terjadinya pengampuan dikarenakan seseorang yang sudah dewasa tetapi tidak cakap berbuat hukum dan tidak dapat menjalankan kesehariannya maka harus dengan pengampu yang ditetapkan oleh Putusan Pengadilan Negeri. Yang dapat menjadi pengampu adalah keluarga sedarah dalam garis lurus atau keluarga semenda dalam garis kesamping sampai derajat keempat. Pengelolaan harta warisan yang diberikan oleh pewaris kepada ahli waris selaku curandus atau orang yang berada dibawah pengampuan harus dengan Surat Keterangan Hak Waris yang dibuat dihadapan Notaris dan untuk melakukan tindakan pengampuan harus disertai pihak ketiga yaitu Balai Harta Peninggalan. Dalam pengelolaan harta warisan akan timbul permasalahan hukum yang terjadi bila ahli warisnya memperbolehkan untuk menjual atau menyewa atas barang-barang tidak bergerak maka pengampu diperbolehkan untuk menjual atau menyewa. Tetapi jika ahli waris tidak memperbolehkan maka pewaris diwajibkan untuk mengganti rugi semua aset atau harta yang dijualnya. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Berdasarkan hasil penelitian, ditarik simpulan bahwa dalam kegiatan pengampuan harus dibuat laporan yang stabil dari kegiatan pengampuan yang dijalani dan laporan tersebut dibuat antara pengampu dengan Balai Harta Peninggalan guna mempermudahkan kedua belah pihak melakukan tindakan hukum yang berkaitan dengan orang yang dibawah pengampuan. ......The occurrence of forgiveness is because someone who is an adult but is not capable of carrying out the law and cannot carry out his daily life must be with the guardian determined by the District Court Decision. Those who can become custodians are blood relatives in a straight line or a sibling family in a lateral line up to the fourth degree. The management of the inheritance given by the heir to the heirs as curandus or people who are under guardianship must be accompanied by a Certificate of Inheritance made before a Notary and to carry out the pardoning action must be accompanied by a third party, namely Balai Harta Peninggalan. In the management of inheritance, there will be legal problems that occur if the heirs allow to sell or rent immovable property, then the guardian is allowed to sell or rent. But if the heir does not allow it, the heir is obliged to compensate for all the assets or assets he sells. The research method used is normative juridical. Based on the results of the study, it was concluded that in custodial activities a stable report must be made of the custodial activities undertaken and the report was made between the custodian and the Heritage Treasurer to make it easier for both parties to take legal action related to the person under custodial.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fenny Hartiani
Abstrak :
ABSTRAK
Tidak semua anak beruntung dapat berkembang secara normal. Pada masa perkembangannya, seorang anak yang oleh sebab-sebab tertentu dapat rnengalami hambatan sehingga aspek-aspek perkembangannya tidak berfungsi sebagaimana anak lain seusianya Anak-anak yang tidak berkembang secara normal disebut juga dengan anak dengan kebutuhan khusus. Anak-anak dengan kebutuhan khusus tersebut antara lain adalah anak retardasi mental. Sesuai dengan defsnisi dari retardasi mental menurut The American Association on Mental Retardation (AAMR 1992), maka anak retardasi mental mengalami keterbatasan dalam fungsi intelektual yang dibawah rata-rata dan memiliki defisit dalam dua atau lebih area perilaku adaptilnya seperti: komunikasi, perawatan diri, tempat tinggal. keterampilan sosial, kemasyarakatan, pengarahan diri, kesehatan dan keamanan, fungsi akademis, waktu luang dan pekerjaan serta retardasi ini terjadi sebelum usia 18 tahun (dalam Smith et al, 2002). Perilaku adaptif ini penting karena dengan adanya defisit pada dua atau lebih area dalam perilaku ini maka seorang anak akan sulit untuk mengembangkan kemandirian dan tanggung jawab pribadi yang sesuai dengan usia dan budaya tempat anak tersebut tinggal. Untuk dapat mengembangkan salah satu area perilaku adaptif di atas diperlukan suatu perencanaan program untuk mengajarkan perilaku baru yang sebelumnya belum dikuasai anak. Pada anak dengan kebutuhan khusus seperti anak retardasi mental sedang, program tersebut perlu dilatihkan agar anak mampu mandiri dalam melakukan tugas merawat diri. Salah satu bentuk perilaku adaptif yakni ranah fungsi berdikari sub ranah makan akan dilatihkan dengan metade successive approximation atau shaping (Morris, 1985 ; Martin & Pear 2003). Perilaku yang menjadi target untuk dikembangkan melalui program pelatihan ini adalah keterampilan makan dengan sendok tanpa tumpah. Penelitian yang dilakukan ini merupakan suatu studi kasus. Subyek pada penelitian ini adalah anak retardasi mental sedang usia 7 tahun 8 bulan, dengan IQ 51 menurut skala Binet. Keterampilan ini merupakan bidang yang memungkinkan untuk dikembangkan dikarenakan karakteristik anak retardasi mental sedang yang mampu untuk dilatih keterampilan menolong diri, khususnya dalam hal makan. Pelatihan mengembangkan perilaku baru yakni makan sendiri dengan sendok tanpa tumpah dilakukan dalam 9 sesi. Dalam penelitian ini digunakan tipe disain AB3. Dalam disain ini suatu fase baseline diikuti dengan suatu fase tretment dan akan dilakukan suatu perbandingan antara frekuensi perilaku selama baseline dan treatment. Sebelum sesi pelatihan dilakukan pengambilan data base line sebanyak 10 kali observasi dan menghitung frekuensi perilaku menumpahkan makanan. Selanjutnya observasi saat pelatihan dilakukan dan melakukan penghitungan frekuensi perilaku mernunpahkan makanan kemudian kedua data tersebut diperbandingkan. Effektivitas suatu treatment diukur melalui jumlah meningkatnya perilaku yang tepat yakni perilaku makan sendiri dengan sendok tanpa tumpah. Kerajuan dari program pelatihan dicatat melalui observasi perilaku yang dapat dicapai anak pada tiap sesi pelatihan berdasarkan urutan kompleksitas tugas yang dapat dilakukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelatihan keterampilan makan sendiri dengan sendok tanpa tumpah dapat diterapkan pada anak retardasi mental sedang dengan metode shaping. Pada dua sesi terakhir pelatihan terlihat frekuensi perilaku menumpahkan makanan sudah tidak ada. Namun demikian pelatihan ini memiliki banyak kelemahan. Kelemahan utama dari penelitian ini adalah dalam hal tipe disain yang dipilih, yaitu disain AB. Disain ini terlalu sederhana umuk melihat efek treatment terhadap suatu perubahan perilaku. Banyak kejadian di War program treatment yang mungkin berpengaruh pada perubahan perilaku yang diobservasi. Peneliti juga tidak boleti begitu saja menyatakan bahwa perubahan perilaku merupakan efek dari program treatment. Kelemahan lain adalah dalam hal kejelasan penentuan target behavior yang stabil, penentuan ukaran langkah perilaku awal hingga terbentuk stabil, perencanaan tentang banyaknya sesi pelatihan yang akan diiakukan, pemilihan bentuk reinforcernent rnaupun prompting yang benar-benar efektif, menu dan peralatan makan yang terbatas variasinya. Saran penelitian terutama adalah dalam hal pemilihan tipe disain penelitian yang sebaiknya dipilih pada penelitian selanjutnya. Saran lain menyangkut penentuan reinforcement maupun prompting yang lebih efektif, penentuan ukuran langkah yang jelas untuk perilaku awal hingga terbentuk stabil, perencanaan yang matang tentang jumlah sesi, penambahan waktu pengambilan data base line dart adanya menu dan alat makan yang bervariasi. Pembentukan perilaku dengan metode shaping perlu dicoba dilatihkan pada perilaku adaptif anak retardasi mental sedang yang mengalami defisit selain perilaku makan.
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
T17816
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diana Damayanti H
1984
S12692
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Almira Istiqomah
Abstrak :
ABSTRAK
Retardasi mental merupakan salah satu gangguan mental di Indonesia, yang memunculkan stigma negatif di masyarakat sehingga orangtua menelantarkan atau menitipkan anaknya ke panti sosial. Pengasuh di panti sosial memerlukan pengetahuan mengenai retardasi mental, motivasi tinggi dalam bekerja, dan sikap positif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dan motivasi dengan sikap pengasuh. Penelitian dilakukan dengan menggunakan desain deskriptif-analitik dengan pendekatan cross-sectional. Sampel pada penelitian ini berjumlah 28 orang yang dipilih dengan menggunakan teknik total sampling. Hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan uji Fisher rsquo;s Exact dan memperlihatkan tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan sikap pengasuh p=1,00 dan ?=0,05 . Hasil penelitian juga memperlihatkan ada hubungan antara motivasi dengan sikap pengasuh p=0,020 dan ?=0,05 . Dari hasil tersebut, maka diperlukan pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan, motivasi, dan sikap pengasuh yang positif terhadap pasien retardasi mental. Peran perawat diperlukan dalam memberikan asuhan keperawatan, sharing ilmu, dan memberikan pelatihan untuk pengasuh.
ABSTRACT
Mental retardation is one of the most leading mental disorders in Indonesia that has increase many negative stigmas in the community so that parents tend to neglect or put his son to the workhoses. Caregivers in workhouses need knowledge about mental retardation, high motivation in working, and positive attitude. This research aims to know the relatonship between the level of knowledge and motivation with caregivers attitude. This study use descriptive analytic method with cross sectional approach. These samples included 28 individuals who have been selected with a total sampling technique. The result are analyzed using Fisher rsquo s Exact Test and showed no relationship between the level of knowledge with caregiver attitude p 1,00 dan 0,05 . The other result showed there is a relationship between motivation with caregivers attitude p 0,020 dan 0,05 . From the result, then the necessary training to increase knowledge, motivation, and attitude possitive towards caregivers of patient with mental retardation. The role of nurse are providing the required nursing care, sharing knowledge, and provide training for caregivers.
2017
S67461
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dayu Citra Andini
Abstrak :
ABSTRAK
Retardasi mental merupakan gangguan iimgsi kognitif yang mengakibatkan keterbatasan dalam perilaku adaptif dan tampak selama masa perkembangan (Grossman, dalam Kaufiinan & Hallahan, 1988). Keterbatasan yang dimiliki anak dengan retardasi mental membuat mereka tidak dapat berkembang dengan optimal sehingga perlu mendapatkan penanganan. Intervensi dibexikan untuk rnelatih kemampuan yang penting dilcuasai anak, seperti bantu diri dan kemampuan sosial (Mash & Wolfe, 2005). Retardasi mental memiliki 4 kategori berdasarkan skor IQ, yaitu retardasi mental ringan, retardasi mental sedang, retardasi mental berat, dan retardasi mental sangat berat. Pelatihan bantu diri pada anak dengan retardasi mental ringan dapat dilalcukan dengan modifikasi perilaku yang menggunakan prinsip belajar (Papalia, Olds 8: Feldman, 2001). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa teknik modiiikasi perllaku sangat cocok dan dapat diaplikasikan untuk mengajarkan anak dengan netardasi mental mengenai keterampilan bantu diri seperti berpakaian, makan dan kebersihan pribadi (Martin dan Pear, 2003). Tugas akhir ini bertujuan untuk rnelatih anak dengan retardasi mental ringan berusia 4 tahtm I bulan, untuk memilild keterampilan bantu diri dalam hal berpakaian. Secara khusus, pelatihan ini bertujuan untuk melatih kemampuan subjek untuk menggunakan oelana dalam sendiri. Teknik modilikasi perilaku yang digtmakan dalam pelatihan ini adalah teknik backward chaining. Backward chaining sesuai tmtuk m keterampilan bantu diri dan seringkali dipakai untuk melatih berpakaian pada anak dengan retardasi mental (Martin & Pear, 2003). Backward chaining merupakan prosedur pelatihan yang biasanya digunakan jika subjek memiliki kemampuan terbatas mengenai suatu perilaku (Miltenbcrger, 2004). Bukti keberhasilan dari perilaku yang diajarkan pada langkah awal pelatihan masih tetap ada sampai pelatihan sclesai dilakukan (Kazdin, 1980). Hasil pelatihan menunjukkan bahwa setelah menjalani 24 sesi pelatihan dengan menggunakan teknik backward chaining, subjek dapat menggunakan celana dalam sendiri tampa bantuan orang lain.
ABSTRACT
Mental retardation is a cognitive tirnction disorder which cause a limitation in adaptive behavior and appears during developmental age (Grossman, in Kauflinan & Hallahan, 1988). The limitation a mentally retarded child possesses is causing them not to be able to develop themselves optimally. In order to be able to develop optimally, such child needs a special treatment. An intervention can be conducted to train several important skills for the child, such as self help and social skills (Mash & Wolfe, 2005). Mental retardation is categorized into 4 categories based on IQ scores, i.e. mild, moderate, severe and profound mental retardation. A self help training for children with mild mental retardation can be done by doing behavior modification using learning principles (Papalia, Olds & Feldman, 2001). Researches showed that behavior modification technique is suitable and can be applied to teach child with mental retardation about selfhelp skill, such as dressing, eating, and personal hygiene (Martin & Pear, 2003). This thesis is written with an objective to train a 4 year-old mild mentally retarded child to possess a self help skill in dressing. Specifically, this training is aimed to train the child's ability to put on underwear without others help. The behavior modilication technique which is used to conduct this training is a backward chaining technique. This method is suitable for developing self help skill and ohen used to teach children with mental retardation to dress properly (Martin & Pear, 2003). Backward chaining itself is a training procedure which often be used when a child has limited ability to do certain things (Miltenberger, 2004). A S\.lC06SSfll1 tained behavior in the early stage of training persists until the whole training process is conducted (Kazdin, 1980). The final training result shows that after completing 24 training sessions using backward chaining technique, the child is able to wear underwear by her own without others help.
2007
T34024
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulfa Indira Wahyuni
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T37640
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christine Natalia
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T37912
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dayu Citra Andini
Abstrak :
ABSTRAK
Retardasi mental merupakan gangguan fungsi kognitif yang mengakibatkan keterbatasan dalam perilaku adaptif dan tampak selama masa perkembangan (Grossman, dalam Kauffman & Hallahan, 1988). Keterbatasan yang dimiliki anak dengan retardasi mental membuat mereka tidak dapat berkembang dengan optimal sehingga perlu mendapatkan penanganan. Intervensi diberikan untuk melatih kemampuan yang penting dikuasai anak, seperti bantu diri dan kemampuan sosial (Mash & Wolfe, 2005). Retardasi mental memiliki 4 kategori berdasarkan skor IQ, yaitu retardasi mental ringan, retardasi mental sedang, retardasi mental berat, dan retardasi mental sangat berat. Pelatihan bantu diri pada anak dengan retardasi mental ringan dapat dilakukan dengan modifikasi perilaku yang menggunakan prinsip belajar (Papalia, Olds & Feldman, 2001). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa teknik modifikasi perilaku sangat cocok dan dapat diaplikasikan untuk mengajarkan anak dengan retardasi mental mengenai keterampilan bantu diri seperti berpakaian, makan dan kebersihan pribadi (Martin dan Pear, 2003). Tugas akhir ini bertujuan untuk melatih anak dengan retardasi mental ringan berusia 4 tahun 1 bulan, untuk memiliki keterampilan bantu diri dalam hal berpakaian. Secara khusus, pelatihan ini bertujuan untuk melatih kemampuan subjek untuk menggunakan celana dalam sendiri. Teknik modifikasi perilaku yang digunakan dalam pelatihan ini adalah teknik backward chaining. Backward chaining sesuai untuk meningkatkan keterampilan bantu diri dan seringkali dipakai untuk melatih berpakaian pada anak dengan retardasi mental (Martin & Pear, 2003). Backward chaining merupakan prosedur pelatihan yang biasanya digunakan jika subjek memiliki kemampuan terbatas mengenai suatu perilaku (Miltenberger, 2004). Bukti keberhasilan dari perilaku yang diajarkan pada langkah awal pelatihan masih tetap ada sampai pelatihan selesai dilakukan (Kazdin, 1980). Hasil pelatihan menunjukkan bahwa setelah menjalani 24 sesi pelatihan dengan menggunakan teknik backward chaining, subjek dapat menggunakan celana dalam sendiri tanpa bantuan orang lain.
2007
T38039
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3250
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>