Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Djoko Hariutomo
"Organisasi Polri merupakan bagian dan organisasi pemerintahan yang memiliki tugas sebagai pelindung, pengayom, pelayan, dan penegak hukum untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat. Dalam melaksanakan tugas tugas kepolisian, organisasi Poiri dibentuk dari satuan yang lebih besar (Markas Besar) sampai Polsek sebagai satuan terdepan.
Sejak pemberlakuan otonomi daerah, peran Polres lebih dikedepankan sebagai Komando Operasional Dasar yang lebih dekat dengan masyarakat Polres diorganisasikan dalam satuan-satuan yang lebih kecil, sesual dengan peran tugas masing-masing terrnasuk di dalamnya Satreskrim dan Satintelkam. Meskipun peran dari masing-masing fungsi berbeda, mereka harus tetap bekerja sama untuk mewujudkan tujuan organisasi Polri secara menyeluruh.
Penulisan tesis ini dimaksudkan untuk memahami perlunya hubungan kerja/koordinasi antar satuan dalam organisasi kepolisian. Masalah yang dibahas berhubungan dengan pengungkapan tindak pidana yang difokuskan terhadap hubungan kerjal koordinasi antara Satreskrim dengan Satintelkam di Polres Jepara. Untuk memudahkan pemahaman atas permasalahan penulis menggunakan tiga macam kepustakaan yaitu kepustakaan penulisan, kepustakaan konseptual, dan kerangka konsepsional.
Dalam penulisan tesis ini pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan tidak menutup kemungkinan menggunakan data kuantitatif sebagai alat pendukung. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan melalui pemeriksaan dokumen dan penelitian lapangan dengan cara pengamatan dan wawancara tidak terstruktur.
Dari penelitian lapangan terlihat bahwa hubungan kerja/koordinasi antara Satreskrim dan Satintelkam dalam mengungkap tindak pidana pada Polres Jepara belum berjalan. Petunjuk Lapangan (Juklap) Kapoiri nomor 189 tahun 1993 yang seharusnya menjadi landasan untuk melaksanakan hubungan kerja tidak dilaksanakan, bahkan masih ada anggota yang tidak mengetahui aturan tersebut Pelaksanaan hubungan kerja dilakukan atas perintah/kebijakan yang dikeluarkan oleh Pimpinan Kesatuan. Antara kedua satuan terlihat adanya konflik terselubung yang tidak diungkapkan secara langsung. Tiap-tiap satuan menganggap bahwa mereka memiliki kewenangan yang sama sebagai anggota polisi untuk melakukan penyidikan maupun penyelidikan, walaupun sebenarnya dibedakan. Hasil temuan menunjukkan salah satu penyebab tidak berjalannya kerja sama disebabkan kurangnya sarana dan prasarana untuk mendukung pelaksanaan tugas, sehingga tiap satuan memanfaatkan kewenangan yang ada, untuk memenuhi kebutuhan satuan maupun kebutuhan pribadi. Hal ini, tanpa disadari, merupakan wujud dari penyalahgunaan wewenang yang secara langsung akan mempengaruhi respon masyarakat terhadap pelayanan Polri."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T10832
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzy Pratama
"Dalam Pasal 77 ayat 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dijelaskan mengenai waktu kerja yang diperbolehkan bagi para pegawai, yaitu 40 jam dalam satu minggu. Sementara itu apabila waktu kerjanya melebihi ketentuan yang ada, maka dihitung kedalam waktu kerja overtime (lembur) yang mana maksimal waktu lembur adalah 14 jam per minggu. Namun demikian, fakta di lapangan menemukan bahwa waktu kerja yang dihabiskan oleh para anggota opsnal penyelidik melebihi batas waktu tersebut ditambah lagi dengan pola kerja yang tidak jelas. Dengan demikian, penilitian ini akan mengkaji bagaimana sebenarnya gambaran pola kerja dan manajemen waktu para anggota opsnal serta menganalisa mengapa mereka tetap bertahan melakukan pekerjaan tersebut. Untuk mendapatkan analisa yang mendalam, penelitian ini berfokus pada anggota opsnal Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan dengan metode penelitian yang digunakan adalah wawancara dengan pendekatan kualitatif. Narasumber yang terlibat dalam penelitian ini adalah 5 anggota opsnal Satreskrim serta petugas dan PNS lain sebagai bahan perbandingan pola kerja dan manajemen waktu yang dialami. Kemudian, terdapat dua garis besar dari hasil penelitian ini. Pertama, pola kerja yang dimiliki oleh para anggota opsnal tidak pasti dan cenderung bersifat spontan tergantung dari kasus apa yang telah terjadi atau informasi apa yang muncul dari masyarakat berkaitan dengan indikasi adanya aktivitas kejahatan. Sementara itu, manajemen waktu dalam bekerja dan beristirahat, seluruhnya dikendalikan, dikontrol, dan harus selalu atas sepengetahuan Kanit. Kedua, terdapat beberapa faktor yang menjadi alasan mengapa para anggota opsnal tetap bertahan, yaitu sifat dasar dari pekerjaan penyelidikan itu sendiri yang menuntut para anggota opsnal untuk bekerja dengan pola waktu yang tidak jelas, motivasi dari para anggota opsnal itu sendiri, dan nilai-nilai yang terdapat dalam organisasi seperti nilai "respect dan loyalitas" serta adanya pedoman kerja "Catur Prasetya" yang menekankan nilai pengorbanan demi masyarakat, bangsa, dan negara.

In Article 77 paragraph 2 of Act Number 13 of 2003, it mentions that the working time allowed for employees is 40 hours a week. Meanwhile, if the working time exceeds the limits, then it will be calculated as overtime working as explained in Article 78 paragraph 1 in which the maximum of overtime working is 14 hours per week. However, in fact, the detectives in South Jakarta have worked more than the working time limits and they also had an unclear work patterns. Thus, this research will examine how exactly the work patterns and time management of the detectives in South Jakarta and analyze why they persist in doing the work. To get an in-depth analysis, this research focuses on the detectives in South Jakarta Police Station by using a semi-structured interview and qualitative approach. Further, the participants of the study are 5 detectives and other officers who working at other departments to compare their work patterns with the detectives.Finally, there are two main points as the result from this research. First, the work patterns of the detectives in South Jakarta are uncertain and tends to be spontaneous action depending on the case that happened and the criminal information appeared. Meanwhile, the time management of them are fully controlled and always be supervised by the chief of unit. Secondly, the study found that there are several reasons of why the detectives persist in their job, which is (1) the nature of the investigation job itself which push the detectives to work with unclear work patterns; (2) the detectives motivations  itself; and (3) the values within the police culture, such as respect and loyalty and the existence of the work guidelines Catur Prasetya which emphasizes the value of sacrifice for the sake of society, nation and state."
Depok: Kajian Ilmu Kepolisian Sekolah Kajian Stratejik dan Global, 2018
T55462
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Ridho
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauhmana efektivitas penegakan hukum terhadap tindak pidana pertambangan oleh penyidik Satreskrim Polresta Samarinda. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif, dengan teknik pengumpulan data menggunakan metode wawancara dan studi dokumen. Hasil penelitian bahwa (1) walaupun sudah dilakukan upaya penegakan hukum oleh Penyidik Satreskrim Polresta Samarinda, bahkan sebagian kasusnya sudah diputuskan di pengadilan dalam rangka memberikan efek jera, nyatanya pertambangan illegal terus terjadi. Fenomena ini menunjukkan bahwa upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh penyidik Satreskrim Polresta Samarinda terhadap pelaku tindak pidana pertambangan illegal belum berjalan dengan efektif.; (2) Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi[SN1] efektivitas penegakan hukum yang dilakukan Penyidik Satreskrim Polresta Samarinda dalam tindak pidana Pertambangan Illegal, beberapa faktor tersebut diantaranya berasal dari internal yang merupakan faktor yang berasal dari dalam institusi penyidik Satreskrim Polresta Samarinda, seperti: kondisi Sumber Daya Manusia yang tersedia, sarana dan prasarana yang dipergunakan dan dana operasional yang diperlukan. Sementara faktor eksternal berasal dari luar institusi Satreskrim Polresta Samarinda atau masyarakat, seperi: kurangnya kesadaran hukum Masyarakat, kurangnya koordinasi antara Satreskrim Polresta Samarinda dan Dinas terkait, kurangnya pengawasan pemeritah setempat, kurangnya sosialisasi kepada masyarakat setempat dan pengurusan perizin pertambangan yang rumit; (3) Dalam rangka meningkatkan efektivitas penegakan hukum terhadap tindak pidana pertambangan illegal, Satreskrim Polresta Samarinda telah melakukan berbagai upaya, dengan harapan jumlah kasus tindak pidana pertambangan illegal yang dilaporkan masyarakat dan ditangani oleh penyidik Satreskrim Polresta Samarinda penanaganan kasusnya dapat mencapai 100 persen atau tuntas. Beberapa upaya tersebut, selanjutnya disusun ke dalam 3 jangka waktu, yakni program jangka pendek, jangka menengah dan jangka Panjang.

This research was conducted to determine the effectiveness of law enforcement against mining crimes by Samarinda Police Criminal Investigation Unit investigators. This research uses qualitative research, with data collection techniques using interview and document study methods. The results of the research are that (1) even though law enforcement efforts have been made by Samarinda Police Criminal Investigation Unit investigators, some of the cases have even been decided in court in order to provide a deterrent effect, in fact illegal mining continues to occur. This phenomenon shows that law enforcement efforts carried out by Samarinda Police Criminal Investigation Unit investigators against perpetrators of illegal mining crimes have not been effective; (2) There are several factors that influence the effectiveness of law enforcement carried out by Samarinda Police Criminal Investigation Unit investigators in Illegal Mining crimes, some of these factors are internal, which are factors that come from within the Samarinda Police Criminal Investigation Unit investigator institution, such as: the condition of available Human Resources, facilities and the infrastructure used and operational funds required. Meanwhile, external factors originate from outside the Samarinda Police Criminal Investigation Unit or the community, such as: lack of public legal awareness, lack of coordination between the Samarinda Police Criminal Investigation Unit and related agencies, lack of local government supervision, lack of outreach to local communities and complicated mining permit processing; (3) In order to increase the effectiveness of law enforcement against illegal mining crimes, the Samarinda Police Criminal Investigation Unit has made various efforts, with the hope that the number of illegal mining criminal cases reported by the public and handled by Samarinda Police Criminal Investigation Unit investigators can reach 100 percent or complete. Some of these efforts are then organized into 3 time periods, namely short term, medium term and long term programs."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library