Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anang Prayudi
Abstrak :
Kerja gilir memberikan keuntungan dalam mendukung produktivitas perusahaan. Namun disisi lain, kerja gilir juga dapat mengakibatkan kelelahan dan gangguan tingkat kewaspadaan sopir truk hauling yang bekerja gilir. Resiko terjadinya kecelakaan kerja akan semakin meningkat bila terjadi gangguan pada tingkat kewaspadaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kewaspadaan sopir truk hauling kerja gilir dan faktor yang mempengaruhinya, serta hubungan pola kerja gilir dengan gangguan tingkat kewaspadaan. Metode penelitian adalah studi "comparative cross sectional' dengan mengambil seluruh sopir truk hauiing di perusahaan sebanyak 145 orang sebagai responden. Data penelitian didapatkan nielalui kuesioner, serta pengukuran tes Kraepelin yang dilakukan setelah shift kerja pada kelompok sopir shift Siang dan malam. Hasil penelitian dianalisis dengan SPSS 11.5. Didapatkan prevalensi tingkat kewaspadaan buruk pada 56.6% sopir truk hauling. Faktor yang paling kuat herhubungan dengan tingkat kewaspadaan buruk adalah lama kerja (p=0.45), dengan OR 2.9. Sedangkan faktor lain yang mempunyai hubungan tidak bermakna tetapi mendekati secara berurutan adalah training (p=0.06 dan OR=0.47), berat badan (p=0.10 dan OR=1.9), jumlah anak (p=0.14 dan OR=1.9 ) dan umur anak terkecil (p=0.19 dan OR=0.53). Dalam hubungan dengan faktor lama kerja, maka tingkat kewas )adaan berkaitan dengan "general performance" dimana proses adaptasi memegang peranan penting. Semakin lama bekerja maka sopir semakin beradapatasi sehingga tingkat kewaspadaan semakin baik. Faktor training dengan nilai OR= 0.47 dengan IK < 1 menunjukkan bahwa training yang jarang menjadi faktor yang protektif untuk terjadinya tingkat kewaspadaan buruk. Hal ini menjadi kontradiktif dan perlu evaluasi lebih lanjut terutania berkaitan dengan materi, cara 1 metode pemberian training dan waktu training serta kompetensi trainernya. Faktor berat berlebih dan kegemukan menjadikan pekerja mengeluarkan tenaga berlebih untuk melakukan aktilhas sehingga mudah terjadi kelelahan yang pada akhimya menyebabkan kantuk dan penurunan kewaspadaan. Jumlah anak dan umur anak terkecil mempengaruhi tingkat kewaspadaan karena faktor pengasuhan yang membutuhkan perhatian lebih dari orang tua sehingga mengganggu jadwal istirahat pekerja. Dalam penelitian ini tidak dapat dibuktikan adanya pengadaan berrnakna dari tingkat kewaspadaan sopir truk hauling terhadap pola kerja shift (shift siang dan shift malam).
Shift work provides benefit in supporting a company's productivity. However. shift work also might cause fatigue and alertness disturbance of hauling truck drivers who work on shift. The risk of work accident would be significantly increased in line with decreasing level of alertness. The aims of this study are to know the alertness level of the hauling truck drivers who work on shift and the influencing factors, also to identify the relationship of shift work with alertness level. The research method is comparative cross sectional study by taking 145 hauling truck drivers as the study respondents. The data of this study was obtained from questionnaire and measurement of Kraepelin test which was done after the completion of shift work of day and night drivers. The result of this study was analyzed with SPSS 11.5. It was found that the prevalence of "bad" alertness of the hauling truck drivers was 56.6%. The strongest, related factor with bad alertness was length of work period (p=0.05) with OR=2.9. Other factors that showed no significant ration but have close relation were training (1=0.06 and OR=0.47), body weight (p=0.10 and OR=1.9), number of children (p=-0.14 and OR=1.9) and the age of the youngest child (p=0.19 and OR=0.53). In relation with the length of work period, alertness is related with "general performance" of which the adaptation process takes significant role. Drivers adapt well with longer period of assignment in year so that the alertness level is much better. Training factor with OR=0.47 and IK
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T17699
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vinka Desria
Abstrak :
Ditemukan hubungan antara gangguan menstruasi dengan kerja gilir pada beberapa penelitian sebelumnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor-faktor pekerjaan dalam kerja gilir dengan gangguan menstruasi di antara perawat.Dengan metode kros-seksional, data dikumpulkan dari 214 perawat dengan kerja gilir, dengan usia maksimal 35 tahun, diilihat gangguan menstruasi perawat di RSUP Persahabatan dan hubungannya dengan faktor pekerjaan dalam kerja gilir. Melalui analisis univariat didapatkan 66.4% perawat dengan kerja gilir mengalami gangguan menstruasi. Dari beberapa faktor baik individu maupun pekerjaan, pada analisis multivariat ditunjukkan tiga faktor yang memiliki hubungan signifikan yang dominan terhadap gangguan menstruasi, antara lain tingkat stress kerja dengan stressor pengembangan karir yang dapat meningkatkan risiko gangguan menstruasi sampai 2 kali lipat (CI 95% 1.127-3.685), sedangkan lama menjalani kerja gilir lebih dari 5 tahun sebagai faktor yang menurunkan risiko gangguan menstruasi sebesar 47% (CI 95% 0.294-0.964). Disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara faktor pekerjaan dalam kerja gilir dengan gangguan menstruasi. ...... There are association between mentrual disorder and shift work in several study previously. This study aimed to evaluate the association between works factor in shift work and menstrual disorder among nurses.Cross-sectional methods was conducted and data collected from 214 nurses with shift work and maximum age at35 years. Number of menstrual disorder among Persahabatan Teaching General Hospital nurses’s and its association with works factors in shift work. There were 66.4% nurses with shift work had menstrual disorder(s). From many factors both individual and work factors, in multivariate model shown two factors that has a robust significant association with menstrual disorder, i.e works stres level with career development stressor that could double the risk of menstrual disorder (CI 95% ). However working in shift work for more than 5 years was factor that could lower the risk of mentrual disorder by 47% (CI 95% 0.294 - 0.964). It concluded that there are association between work factor in shift work with menstrual disorder.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bimo Bakti Sulistyo
2009
T41442
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Joni Fiter
Abstrak :
Pendahuluan: Pekerja gilir memiliki risiko gangguan tidur akibat kerja gilir karena terganggunya irama sirkardian. Pemberian melatonin diyakini dapat mengatasi masalah ini. Tujuan dari laporan kasus berbasis bukti ini adalah untuk menentukan efektivitas pemberian melatonin dalam mengatasi gangguan tidur akibat kerja gilir. Metode: Pencarian literatur dilakukan melalui PubMed, Scopus dan Cochrane. Kriteria inklusi adalah RCT, tinjauan sistematis, pekerja gilir/pekerja malam dengan gangguan tidur, pemberian melatonin dan plasebo, dan hasil luaran gangguan tidur. Kemudian dilakukan telaah kritis dengan menggunakan kriteria yang relevan dari Oxford Center for Evidence-based Medicine. Hasil: Telah dipilih dua artikel yang relevan dan valid. Tinjauan sistematis dan meta-analisis oleh Liira J, dkk (2014) menyatakan bahwa total waktu tidur pada hari berikutnya pada kelompok melatonin adalah 24,34 menit lebih lama daripada plasebo. Total waktu tidur pada malam berikutnya pada kelompok melatonin adalah 16,97 menit lebih lama dari plasebo. Melatonin meningkatkan kewaspadaan selama kerja gilir malam. Tidak ada perbedaan efek samping antara plasebo dan melatonin. Sebuah RCT oleh Sadeghniiat-Haghighi K, dkk (2016) menyatakan bahwa efisiensi tidur melatonin secara statistik meningkat sekitar 2,96%. Latensi onset tidur melatonin membaik secara statistik sekitar 6,6 menit. Kesimpulan: Melatonin dapat dipertimbangkan sebagai pilihan untuk mengatasi gangguan tidur akibat kerja gilir, terutama untuk meningkatkan total waktu tidur. Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan kualitas yang lebih baik.
Introduction: Shift workers have a risk of shift work sleep disorder because of circardian rhythm disturbing. Melatonin administration is believed to overcome this issue. The purpose of this evidence-based case report was to determine the effectiveness of melatonin to overcome shift work sleep disorder. Method: The literature search was conducted through PubMed, Scopus and Cochrane. Then, they were critically appraised using relevant criteria by the Oxford Center for Evidence-based Medicine. Results: Two relevant and valid articles were included. A systematic review and meta-analysis by Liira J, et al (2014) states that total sleep time in the next day on melatonin group was 24.34 minutes longer than placebo. Total sleep time in the next night on melatonin group was 16.97 minutes longer than placebo. Melatonin increased alertness during the night shift work. The side effects were not differ between placebo and melatonin. One RCT by Sadeghniiat-Haghighi K, et al (2016) stated that sleep efficiency of melatonin was statistically improved about 2.96%. Sleep onset latency of melatonin was statistically improved about 6.6 minutes. Conclusion: Melatonin can be considered as an option for overcoming shift work sleep disorder, especially for increasing total sleep time. Further researches with better quality are recommended.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Sri Wahyuni
Abstrak :
Rumah Sakit merupakan salah satu perusahaan yang memerlukan kerja shift bagi karyawannya termasuk perawat. Dampak kerja shift yang terutama adalah gangguan Circadian ritme yang menyebabkan gangguan pada pola tidur, kekurangan tidur dan kelelahan yang berakibat terjadinya penurunan kewaspadaan . Di Rumah Sakit ini beberapa kesalahan pemberian obat terjadi terutama pada perawat dinas shift malam, oleh karena itu dilakukan penelitian ini dengan tujuan mengetahui prevalensi dan faktor - faktor yang berhubungan dengan penurunan kewaspadaan. Metode penelitian : Berupa studi cross sectional (potong lintang) . Jumlah sampel pada kelompok perawat rawat inap sebesar 45 orang yang diambil secara alokasi proporsional dari masing - masing unit. Data penelitian didapat dari medical check up, PK3RS, observasi, pemeriksaan fisik, pengisian kuesioner dan tes Pauli yang dilakukan dua kali setelali shut pagi dan setelah shift malam. Hasil Penelitian : Didapatkan penurunan tingkat kewaspadaan pada perawat shift malam dan prevalensi penurun kewaspadaan sebesar 71,1 %. Faktor yang berhubungan paling kuat dengan penurunan kewaspadaan adalah beban kerja berlebih (p = 0,0004) dan faktor yang tidak bermakna tetapi mempunyai angka yang mendekati adalah pola tidur / lama tidur siang (p = 0,0767) Diskusi : Dari penelitian ini terbukti bahwa shift malam mengakibatkan penurunan kewaspadaan dan secara statistik terbukti bahwa faktor beban kerja berlebih (p < 0,05) bermakna dalam mempengaruhi penurunan kewaspadaan. Faktor lain seperti pola tidur, strategi tidur dan kualitas tidur walaupun secara statistik tidak terbukti tetapi kenyataannya berpengaruh. Ini terbukti dari penelitian yang dilakukan oleh Ohida T(et al). Maka dari itu untuk mencegah dan mengurangi penurunan kewaspadaan perlu pemahaman yang sama baik dari pihak manajemen, perawat dan dokter perusahaan.
Hospital activities required shift work to provide services for its patients especially nurses are at work for 24 hours. The impact of shift work is mainly Circadian rhythm disturbances which impact on sleeping disorder, sleep lost and fatigue-ness and this cause decreased of alertness. At Hospital "X", some failures caused by shill nurse especially at night shill, are related to giving the wrong medicine to patients. Therefore, this study conduct to identify the prevalence and other factors related to the decreased of alertness. Method: Cross sectional study, 45 nurses served at in - patient section used as sample. The research data's are compiled from Medical check-up, Committee Safety and Health Work, observation, physical examination, questionnaires and a psychological Pauli-test conducted twice, after night shift and after day shift. Result: Decreased grade of alertness from night shift nurses, and the prevalence decreased of alertness is 71,1 %. The most influence factor related to decreased of alertness is the work overload (p = 0,0004) and another factor is the length of sleep during day time of nurses, which statistically is not significant (p = 0,0767), however worth while to mention as an influence factor. Discussion: This research has proven that night shift caused to decreased of alertness and statistically significant relation between overload work (p< 0,05) with decreased of alertness. The other factors like sleep pattern, sleep strategic were statistically not significant but in fact these factors can significantly related with decreased of alertness. In Ohida T (et al) study already proved those factors could effect to decrease of alertness. As a follow-up, to prevent decreased of alertness for the nurses, a coordination need to conduct between management, nurses and safety doctor in hospital to improve this matter.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T11307
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Didy Purwanto
Abstrak :
Latar Belakang Kerja gilir menimbulkan gangguan kesehatan seperti gangguan tidur, sindrom dispepsia, gangguan kardiovaskuler, dan lain-lain. Insomnia timbul akibat gangguan irama sirkadian. PT. I. merupakan industri semen, sebagian pekerja bekerja secara bergilir, oleh karena itu perlu diketahui berapa prevalensi insomnia dan faktor yang mempengaruhinya. Metode Disain studi cross sectional dengan analisa kasus kontrol. Sampel penelitian meliputi seluruh plant/divisi. Diagnosis insomnia ditegakkan dengan Insomnia Rating Score (IRS) yang disusun oleh kelompok Studi Psikiatri Biologi Jakarta (KSPBJ). Diukur juga derajat stres kerja dengan Survai Diagnostik Stres dan analisis psikopatolgi dengan SCL-90. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus - September 2004 terhadap 260 responden yang berasal dari 130 pekerja gilir dan 130 pekerja non gilir. Hasil Prevalensi insomnia adalah 48,1% dimana prevalensi pada pekerja gilir hampir dua kali lebih tinggi dibandingkan pekerja non gilir. Faktor risiko yang berhubungan dengan insomnia adalah kerja gilir OR 2,6 (1,6 - 4,3), psikopatologi OR 3,4 (2,0 --5,8), hipertensi OR 2,2 (1,2 - 4,0), kebiasaan minum kopi OR 1,9 (1,0 - 3,4), dan lokasi rumah dekat sumber bising OR 1,8 (1,0 - 3,1). umur, lama kerja, kebiasaan minum alkohol dan olahraga malam hari tidak berhubungan dengan insomnia. Simpulan dan saran Kerja gilir merupakan faktor risiko terjadinya insomnia dengan OR 2,6. Faktor lain yang merupakan faktor risiko terutama adalah psikopatologi OR 3,4, hipertensi OR 2,2 kebiasaan minum kopi OR 1,9 (1,0 - 3,4), dan lokasi rumah dekat sumber bising OR 1,8 (1,0 - 3,1). Pemeriksaan insomnia dan gangguan mental emosional agar dilakukan secara berkala. Pekerja gilir dihimbau untuk mengurangi minum kopi.
Shift Work and Insomnia with Risk Factor in cement industry of PT I' s worker Background The shift work causes many healths's problem such as sleep disturbance, dyspepsia syndrome, etc. Sleep disturbance or insomnia is caused by circadian rhythm's problem. PT. I is the cement industrial. a part of employee do as shift worker. Therefore, it is needed to know the insomnia's prevalence and to identify the risk factors Method A cross sectional study using case control analyze were conducted to 260 workers who were the sample taken from all plant and division. Similar number (130) were selected from each of the two groups of worker (shift and non-shift). The diagnosis of insomnia used the Insomnia Rating Scale (IRS) that was arranged by Kelompok Stud/ Psikiatri Jakarta (KSPBJ). Beside that, we measured the stress at work by the Survey Diagnostic Stress and Psychopathology by SCL-90. Result The subjects were 260 workers that kinds of 130 shift workers and 130 non-shift workers. A number of 48,1% have suffered insomnia. The risk factor that affected the insomnia were shift work OR 2,6 (1,6 -- 4,3), psychopathology OR 3,4 (2,0 - 5,8), hypertension OR 2,2 (1,2 -- 4,0), coffee OR 1,9 (1,0 - 3,4), and living near the noise area OR 1,8 (1,0 - 3,1). The other factors such as age, duration of work, alcohol habit, and physical exercise were not proven to have correlate on insomnia. Conclusions The shift work was the risk factor of insomnia. The other risk factors that influence insomnia was psychopathology, hypertension, drinking coffee, and living near the noise area, We recommend the insomnia examination and psychopathology are carry out together with periodical medical check up. The shift workers are requested to decrease of drinking coffee.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T 13640
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yunita Dian Ika Ratnasari
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang: Sindrom dispepsia fungsional merupakan gejala gastrointestinal yang bersifat kronis atau rekuren dan tidak dapat dijelaskan, karena abnormalitas biokimia atau struktural pada evaluasi menggunakan pemeriksaan diagnostik standar tidak menunjukkan adanya abnormalitas. Pada penelitian ini ingin diketahui apakah pekerja rumah sakit yang bekerja dengan sistem kerja gilir berhubungan dengan sindrom dispepsia fungsional dibandingkan dengan pekerja yang tidak bekerja secara gilir. Metode: Desain studi yang digunakan adalah komparatif potong lintang yang membandingkan antara pekerja dengan sistem kerja gilir dengan pekerja bukan dengan sistem gilir. Data yang digunakan adalah data primer (kuesioner dan wawancara), dan data sekunder (rekam medis serta data kepegawaian). Subjek terdiri dari 218 pekerja (109 pekerja gilir dan 109 pekerja bukan gilir). Hasil penelitian: Prevalensi dispepsia fungsional pada pekerja rumah sakit Jakarta adalah 42,2%. Pada analisis multivariat didapatkan bahwa kerja gilir (OR=2,22 (1,212-4,086) p=0,010), usia (OR=0,39 (0,209-0,752) p=0,005), pola makan (OR=1,90 (1,045-4,455) p=0,035), dan status perkawinan (OR=2,49 (1,097-5,651) p=0,029) mempunyai hubungan bermakna dengan dispepsia fungsional. Pembahasan: Kerja gilir, usia, pola makan, dan status perkawinan merupakan faktor risiko sindrom dispepsia fungsional. Usia dan jenis kelamin menjadi faktor protektif. Usia menjadi faktor protektif karena adanya mekanisme adaptasi dispepsia. Jenis kelamin sebagai faktor protektif mungkin disebabkan pada perempuan tingkat kesadaran terhadap kesehatan lebih tinggi yang menyebabkan angka mortalitas lebih kecil daripada laki-laki
ABSTRACT
Background: Functional dyspepsia syndrome is a gastrointestinal symptoms that are chronic or recurrent and can not be explained, because the biochemical or structural abnormalities in the evaluation using standard diagnostic examination showed no abnormalities. In this study, we want to know whether the hospital workers who worked shift work system associated with the syndrome of functional dyspepsia compared with workers who do not work in shifts. Method: The study design used was a comparative cross-sectional comparing between workers with shift work system to workers who work not with the shift system. The data used are primary data using questionnaires and interviews, and secondary data through medical records and employment data. Subjects consisted of 218 employees (109 workers with shift work and 109 workers without shift work). Results: The prevalence of functional dyspepsia at Jakarta hospital workers was 42.2%. On multivariate analysis, it was found that shift work (Adj. OR=2.22 (1.212-4.086) p=0.010), age (Adj. OR=0.39 (0.209-0.752) p=0.005), diet (Adj. OR=1.90 (1,045-4.455) p=0.035) and marital status (Adj. OR=2.49 (1.097-5.651) p=0.029) had a significant relationship with functional dyspepsia. Discussion: Shift work, age, diet, and marital status are risk factors syndrome functional dyspepsia. Age and sex becomes a protective factor. Age becomes a protective factor for their adaptation mechanism of dyspepsia. Gender as a protective factor may be due to the level of awareness of women's health is higher that causes of mortality rate is smaller than the male
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulaida Maya Sari
Abstrak :
Instansi XYZ di Serpong menerapkan jadwal kerja shift untuk keperluan pengoperasian dan pengamanan fasilitas nuklir dan sistem pendukungnya. Jadwal kerja shift dibagi menjadi 2 shift (12 jam per hari) dan 3 shift (8 jam per hari). Kondisi waktu kerja yang panjang dan jadwal kerja dengan sistem shift membuat karyawan lebih berisiko mengalami fatigue. Dari sudut pandang ini, penelitian dilakukan untuk menganalisis faktor risiko yang berhubungan dengan fatigue pada karyawan Instansi XYZ di Serpong. Penelitian dengan desain studi cross sectional dilakukan pada 320 karyawan Instansi XYZ di Serpong. Kuesioner yang telah divalidasi digunakan untuk mendapatkan informasi tentang karakteristik individu (usia, jenis kelamin, IMT, dan status kesehatan), gaya hidup (durasi tidur, hutang tidur, kualitas tidur, kebersihan tidur, aktivitas fisik, kebiasaan minum kafein, dan kebiasaan merokok), fisik (punggung statis, punggung dinamis, bahu/lengan, pergelangan tangan, dan leher), dan psikososial (waktu kerja, kerja shift, tuntutan kerja, dukungan sosial, kepuasan kerja, dan stres kerja). Tes deskriptif dan analisis regresi linier ganda digunakan untuk analisis statistik. Analisis multivariat menunjukkan bahwa umur, lama tidur, higiene tidur, jadwal kerja, dan stres kerja merupakan faktor yang signifikan dapat memprediksi kelelahan pada karyawan Instansi XYZ di Serpong. Berdasarkan besarnya nilai koefisien B maka faktor psikososial (jadwal kerja dan stres kerja) yang lebih dominan mempengaruhi terjadinya kelelahan. ......The XYZ Institution in Serpong applies a shift work schedule for the purposes of operating and securing nuclear facilities and supporting systems. The shift work schedule is divided into 2 shifts (12 hours per day) and 3 shifts (8 hours per day). Long working time conditions and shift work schedules make workers more at risk of fatigue. From this point of view, the study was conducted to analyze risk factors related to fatigue among workers of XYZ Institution. This descriptive-cross-sectional study was carried out on 320 workers of XYZ Institution in Serpong. A validated self-reported questionnaire was used to obtain information on individual characteristics (i.e. age, gender, BMI, and health status), lifestyle (i.e. sleep duration, sleep debt, sleep quality, sleep hygiene, physical activity, caffeine drinking habits, and smoking habits), physical (i.e. back static, back moving, shoulder/arm, wrist, and neck), and psychosocial (i.e. working time, shift work, work demand, social support, job satisfaction, and work stress) factors. Descriptive tests and multiple linear regression analysis were used for statistical analysis. Multivariate analysis showed that age, sleep duration, sleep hygiene, work schedule, and work stress as the most significant predictors of fatigue in workers at the XYZ Institution. Based on the magnitude of the coefficient value B, psychosocial factors (work schedule and work stress) are more dominant factors affecting fatigue.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T53311
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desdiani
Abstrak :
Latar belakang. Pabrik semen merupakan salah satu industri yang menerapkan kerja gilir bagi karyawannya untuk meningkatkan produktifitas. Kerja gilir ini berdampak pada gangguan irama sirkadian yang menyebabkan gangguan pencernaan. Di pabrik semen ini, gangguan pencernaan ditemukan pada pekerja gilir yang berotasi. Oleh karena itu dilakukan penelitian dengan tujuan mengetahui prevalensi gangguan pencernaan dan faktor-faktor yang berhubungan dengan gangguan pencernaan Metode penelitian. Berupa studi comparative cross sectional (perbandingan potong lintang) melalui perbandingan prevalensi gangguan pencernaan antara kelompok pekerja gilir dengan pekerja non gilir. Jumlah sampel pada kelompok kerja gilir dan kelompok non gilir masing masing 100 orang. Pengambilan sampel dilakukan secara acak sederhana dari populasi yang memenuhi persyaratan kriteria inklusi. Data penelitian diperoleh melalui wawancara dengan kuesioner, pemeriksaan fisik, rekam medis pekerja dan data dari bagian kepegawaian. Hasil penelitian. Didapatkan gangguan pencernaan pada pekerja gilir dengan pola rotasi dan prevalensi gangguan pencernaan sebesar 11% dengan CI 95% 4,9% - 17.1%. Faktor yang berhubungan paling kuat dengan gangguan pencernaan adalah riwayat penyakit seperti ginjal, hepatitis, tukak lambung dan batu empedu dengan p= 0,001 OR=14,635 CI 95% 2,909 - 73,626. Dan faktor yang juga berpengaruh terhadap timbulnya gangguan pencernaan adalah jumlah hari kerja dalam seminggu dengan p = 0,049 OR = 4,098 CI 95% 1,008 - 16,663 , Variabel penelitian seperti usia pekerja, tingkat pendidikan,jumlah jam kerja dalam sehari, masa kerja, stres, pola makan, kebiasaan merokok dan kebiasaan olah raga pada kedua kelompok kerja tidal( ditemukan perbedaan yang bermakna. Kesimpulan: Dari penelitian ini tidak terbukti bahwa kerja gilir yang berotasi mengakibatkan gangguan pencernaan dan secara statistik terbukti bahwa faktor jumlah hari kerja dalam seminggu dan riwayat penyakit bermakna dalam mempengaruhi timbulnya gangguan pencernaan (p< 0,05 ). Oleh karena itu untuk mencegah dan mengurangi gangguan pencernaan, perlu dilakukan antisipasi dan pengertian yang dalam baik dari pihak manajemen, pekerja maupun dokter perusahaan.
The Influence Shift Work To Digestive Disorder At Male Worker Part Of Production At Cement Factory PT " X" In Citeureup BogorBack ground Cement factory represent one of the industry applying shift work to its employees to increase productivity. This shift work affect at rhythm trouble of circadian causing digestive disorder. In this cement factory, digestive disorder found at shift worker which is rotation. Therefore this study conduct to identify the prevalence of digestive disorder and other factors related to digestive disorder. Research method Comparative cross sectional (transversal crosscut comparison) passing comparison of digestive disorder prevalence among group shy worker with non shift worker. Amount of sample at shift worker team and non shy worker team of everyone 100 persons. Intake of sample conducted at random modestly from population fulling conditions of inclusion criteria. Research data obtained from interview with questionnaire, physical examination, medical record and employee data Result of research. Digestive disorder at shift worker with rotation pattern and the prevalence digestive disorder is II % with CI 95% 4,9 - 17,1%. The most influence factor related to digestive disorder is historical of disease with p = 0,001 OR=14, 635 CI 95% 2,909 - 73,626. And factor having an effect to incidence digestive disorder is amount of workday within a week with p = 0,049 OR = 4,098 CI 95% 1,008 - 16,663. Research variable like worker age, education level, the amount of workhour within a day, year of job, sires, pattern eat, habit smoke, habit of disease history and sport at both working team have equivalent so that not be found by difference having a meaning. Conclusion. This research didn't proven that rotating shift work caused to digestive disorder and statistically significant relation between amount of workday within a week and historical of disease with digestive disorder (p < 0,05).Therefore to prevent and lessen digestive disorder, a coordination need to conducted between management, company doctor and also worker to improve this matter.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T 13637
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Sofrina
Abstrak :
Latar Belakang dan Tujuan Berbagai masalah kesehatan telah diketahui sebagai dampak dari kerja gilir dan stres kerja. Pabrik semen merupakan salah satu industri yang menerapkan kerja gilir bagi karyawannya untuk meningkatkan produktivitas. Di pabrik semen keluhan camas dan tegang ditemukan pada pekerja gilir. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kerja gilir dengan stres kerja dan faktor-faktor lain yang juga dapat mernpengaruhi stres kerja. Metode Penelitian menggunakan disain potong melintang dengan analisis perbandingan internal. Data yang dikumpulkan meliputi karakteristik sosiodemografi responden, karakteristik lingkungan kerja dan pengukuran stres kerja dengan kuesioner survai diagnosis stres. Hasil Dari 160 orang responden yang terdiri dari 80 orang pekerja gilir dan 80 orang bukan pekerja gilir didapatkan prevalensi stres kerja sebesar 73,25% pada pekerja gilir dan 52,5% pada bukan pekerja gilir. Terdapat hubungan yang bermakna antara kerja gilir dan stres kerja (p= 0,01; OR 2,5; 95% CI 1,3-4,9). Konflik peran merupakan stresor kerja yang dominan (p=0,025; OR 27,8). Bising kerja secara bermakna berhubungan dengan timbulnya stres kerja pada pekerja gilir(p-0.04; OR 2,3) Kesimpulan Kerja gilir berhubungan bermakna dengan timbulnya stres kerja (OR 2,5; 95% CI 1,3-4,9). Prevalensi stres kerja pada pekerja gilir lebih tinggi daripada bukan pekerja gilir. Konflik peran merupakan sires kerja dominan (OR 27,8). Rising kerja berhubungan bermakna dengan stres kerja (OR 2,3).
Analysis of the Relationship Between Shift Work and Job Stress Among Male Worker At Cement Factory "X" in West JavaBackground and Objectives Various health problems have been known as the impact of shift work and job stress. Cement factory represent one of the industry applying shift work to its employees to increase productivity. In this cement factory, anxiety and tense complaints found at shift workers_ Therefore, the objectives of this study is to identify the relationship between shift work and job stress, and other factors that can also influence job stress. Methods This study used a cross sectional design with internal comparative. The data collected were respondent's characteristic of sociodemography, work environment's characteristic, measurement of job stress by using survey diagnostic stress questionnaire. Results Among the 160 respondents, consisting at 80 shift workers and 80 non shift workers, revealed that the prevalence of job stress is 73,8% at shift workers and 52,5% at non shift workers. There is a significant correlation between shift work and job stress (p),001; OR 2,5; 95% CI 1,3-4,9). Role conflict is a dominant job stressor (p-0,025; OR 27,8). Working noise is the work environment's characteristic that has a significant relationship to job stress at shift workers (p=0,04; OR 2,3), Conclusion Shift work was relation to the occurence of job stress (OR 2,5; 95% CI 1,3-4,9). Shift work's prevalence of job stress is higher than non shift work's. Role conflict is a dominant job stressor (OR 27,8). Working noise has a significant relationship to job stress (OR 2,3).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T 13639
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>