Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 16 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Akhdes Indra Objektivitas Wau
Abstrak :
Gangguan tidur pada anak dapat menyebabkan gangguan perilaku, emosional, kognitif dan sosial. Gangguan tidur dipengaruhi berbagai faktor terkait anak dan lingkungannya. Namun sampai saat ini tidak banyak penelitian tentang gangguan tidur pada anak di Indonesia. Tujuan penelitian ini yakni untuk mengetahui hubungan gangguan tidur pada anak usia lima sampai tujuh tahun dengan faktor sosiodemografi termasuk jenis kelamin, urutan lahir anak, jumlah anak, tingkat pendidikan orangtua, dan status ekonomi keluarga. Penelitian ini dilakukan dengan desain potong lintang dengan menggunakan data sekunder dari penelitian pada 120 orang anak usia lima sampai tujuh tahun di Posyandu Kelurahan Kampung Melayu tahun 2012. Penilaian gangguan tidur pada anak dilakukan dengan menggunakan kuesioner Sleep Disorder Scale for Children dengan cut off point 39. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi anak dengan gangguan tidur yakni 24,2%. Melalui uji statistik non parametrik chi square pada SPSS 16.00 tidak didapatkan hubungan yang bermakna secara statistik antara gangguan tidur dengan faktor sosiodemografi anak (p>0,05). Disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara faktor sosiodemografi dengan gangguan tidur pada anak usia lima sampai tujuh tahun. ......Sleep disturbance in children is can cause behavior, emotional, cognitive and social problem. Sleep disturbance influenced by factors associated with child and the environment. However, the study about child sleep disturbance in Indonesia is limited until now. This research aims to find the relation between sleep disturbance in children aged five to seven with sociodemographic factors included gender, born-ordered child, number of child in family, parents education level, and economic status. This study uses cross sectional design to analyze secondary data from primary research in 120 children aged five to seven in Posyandu Kelurahan Kampung Melayu on 2012. Sleep Disordes Scale for Children with total score 39 as cut off point used to classify sleep disturbance. Prevalence of sleep disturbance is 24,2%. Using the non parametric chi square analysis in SPSS16.00, the result shows no statistically significant relation between sleep disturbance and sociodemographic in children (p>0,05). In conclusion, sociodemographic factors unrelated with sleep disturbance in children aged five to seven.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Priscilla Geraldine
Abstrak :
Latar belakang: Gejala nonmotorik sangat umum ditemukan pada pasien dengan Parkinsonisme, dan bahkan dapat muncul sebelum onset gejala motorik. Gejala ini berpotensi memperburuk kualitas hidup pasien, tetapi sering kali terlewatkan pada pasien dengan Parkinsonisme dibandingkan gejala motoriknya. Interaksi berbagai faktor berperan penting dalam muncul dan beratnya gejala pada Parkinsonisme, salah satunya faktor demografis pasien. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan faktor demografis dengan gejala nonmotorik pasien dengan Parkinsonisme. Metode: Penelitian ini dilakukan pada 50 pasien dengan Parkinsonisme di RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo dengan desain studi cross-sectional. Faktor sosiodemografis yang diambil meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, dan status pernikahan. Gejala nonmotorik diukur dengan kuesioner Movement Disoreder Society Unified Parkinson's Disease Rating Scale (MDS-UPDRS) Bagian I. Analisis bivariat dilakukan dengan uji t tidak berpasangan dan ANOVA, sedangkan regresi linear digunakan untuk analisis multivariat. Hasil: Karakteristik subjek penelitian mayoritas berusia 65 tahun (90%), laki-laki (56%), berpendidikan tinggi (50%), berpenghasilan Rp2.500.00 bersifat protektif terhadap beratnya gejala nonmotorik, sedangkan pendidikan rendah dan status sudah menikah meningkatkan beratnya gejala. Analisis tiap domain MDS-UPDRS Bagian I menemukan faktor usia berhubungan bermakna dengan gejala konstipasi; jenis kelamin berhubungan bermakna dengan nyeri; tingkat pendidikan berhubungan bermakna dengan halusinasi, depresi, gangguan tidur, dan konstipasi; tingkat pendapatan berhubungan bermakna dengan gangguan tidur dan pusing saat berdiri; serta status pernikahan berhubungan bermakna dengan gangguan tidur. Kesimpulan: Terdapat hubungan yang signifikan antara faktor demografis dengan beratnya gejala nonmotorik pada pasien dengan Parkinsonisme, terutama jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, dan status pernikahan. Faktor demografis juga ditemukan berhubungan bermakna dengan domain gejala nonmotorik yang berbeda. Hasil studi ini diharapkan dapat meningkatkan perhatian terhadap gejala nonmotorik, serta memberikan data untuk pengobatan yang sifatnya terpersonalisasi terhadap faktor risiko sosiodemografis pasien dengan Parkinsonisme. ...... Background: Nonmotor symptoms are commonly found in patients with Parkinsonism, and can even present itself before motor symptoms. These symptoms has the potential to impact patient's quality of life, yet are often overlooked in patients with Parkinsonism compared to its motor symptoms. Interaction of various factors play an important role in the appearance and severity of symptoms in Parkinsonism, one of which is patient sociodemographics factors. Therefore, this study was conducted to examine the relationship between sociodemographic factors and nonmotor symptoms in patients with Parkinsonism. Methods: This study was conducted on 50 patients with Parkinsonism at Dr. Cipto Mangunkusumo National General Hospital with a cross-sectional study design. Sociodemographic factors assessed include age, gender, income level, education level, and marital status. Nonmotor symptoms were measured using the Movement Disorders Society Unified Parkinson's Disease Rating Scale (MDS-UPDRS Part I) questionnaire. Bivariate analysis was performed using independent t test and ANOVA, while linear regression was used for multivariate analysis. Results: Majority of research subjects were aged ≤65 years (90%), male (56%), highly educated (50%), income level Rp2.500.000 are protective against nonmotor symptoms, while lower education and married status increase nonmotor symptoms. Analysis of each domain of MDS-UPDRS Part I found that age was significantly associated with symptoms of constipation; gender is associated with pain; education is associated with hallucinations, depression, sleep disturbances, and constipation; income is associated with sleep disturbances and dizziness on standing; and marital status associated with symptoms of sleeping disturbance. Conclusion: There is a significant relationship between sociodemographic factors and the severity of nonmotor symptoms in patients with Parkinsonism, especially gender, education level, income, and marital status. Demographic factors were also found to be significant with different domains of nonmotor symptoms. Results of this study are expected to increase attention to nonmotor symptoms, as well as provide data for personalized treatment based on sociodemographic risk factors in patients with Parkinsonism.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gabriella Chandra
Abstrak :
ABSTRAK
Jarak kelahiran merupakan komponen penting dalam perencanaan keluarga, dan jarak kelahiran yang tidak optimal diketahui berkaitan dengan berbagai risiko yang tidak diinginkan. Berbagai faktor dapat mempengaruhi jarak kelahiran, antara lain faktor sosiodemografi berupa usia ibu, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, dan penolong persalinan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan faktor sosiodemografi dengan jarak kelahiran pada wanita multipara di Pegunungan Jayawijaya, Provinsi Papua. Penelitian ini menggunakan metode studi potong lintang dengan pengambilan sampel secara consecutive sampling, didapatkan 90 wanita multipara yang memenuhi kriteria inklusi. Seluruh subyek diwawancara berdasarkan kuesioner yang telah disiapkan untuk mengumpulkan informasi yang dibutuhkan. Hasil dari data yang dikumpulkan adalah 47,8% subyek memiliki jarak kelahiran optimal yaitu 36-59 bulan, dengan rerata jarak kelahiran 3,6 tahun, SD = 3,2 tahun. Hasil analisis studi menyatakan sosiodemografi usia (p = 0,058), pendidikan (p = 0,588), pekerjaan (p = 0,202), dan penolong persalinan (p = 0,948) tidak memiliki hubungan berbeda bermakna dengan jarak kelahiran. Hasil tersebut diduga disebabkan oleh pengaruh sosial budaya setempat, dan beberapa keterbatasan penelitian.
ABSTRACT
Birth interval is one of the components of family planning. Birth interval that is not optimal is known to be associated with many adverse risks. There are multiple factors that may affect birth interval, such as sociodemographic factors (maternal age, maternal education status, maternal occupation, and birth assistant). The objective of this study is to determine whether sociodemographic factors are related to birth spacing in multiparous women in the Highlands of Jayawijaya, Papua. A cross-sectional study design with consecutive sampling was conducted. Ninety samples that meet the inclusion criteria were interviewed based on a questionnaire. The result is 47,8% of the subjects have optimal birth interval of 36-59 month, with the mean birth interval length of 3,6 years (SD = 3,2 years). Analysed data showed that there is no significant correlation between birth interval and sociodemographic factors of maternal age (p = 0.058), maternal education (p = 0.588), maternal occupation (p = 0.202), and birth assistant (p = 0.948). The result may be unrelated owing to the fact that the subjects? health behavior is still strongly influenced by the local socio-cultural beliefs and some study limitation
2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anandita Riska Pratiwi
Abstrak :
ABSTRAK
Kanker mulut adalah kondisi yang mengancam jiwa dengan angka harapan hidup rendah. Kurangnya pengetahuan yang dimiliki masyarakat tentang kanker mulut membuat prognosis penyakit ini semakin buruk. Kelompok lansia sebagai kelompok paling rentan akan penyakit ini perlu mendapat perhatian khusus. Tujuan: Mengetahui pengetahuan kanker mulut pada lansia dengan berbagai karakter sosiodemografi, perilaku, dan waktu kunjungan ke dokter gigi. Metode: Penelitian potong lintang pada 100 responden lansia di Kota Depok dengan kuesioner. Hasil: 64 responden memiliki skor pengetahuan faktor risiko kanker mulut rendah dan hanya 25 responden yang memiliki skor pengetahuan tanda awal kanker mulut baik. Terdapat perbedaan secara statistik antara pengetahuan kanker mulut dengan jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, perilaku merokok, dan kunjungan ke dokter gigi.
ABSTRAK
Background Oral cancer is life threatening condition with low survival rate. Lack of oral cancer knowledge makes this disease getting worse prognosis. Elderly peoples as the most vulnerable group of this disease need special attention. Objective To determine knowledge of oral cancer among elderly people with various sociodemographic characters, behavior, and dental visit. Methods A cross sectional study was conducted on 100 elderly respondents in Depok City with a questionnaire. Results 64 respondents have knowledge score of oral cancer risk factors in low category. Meanwhile, only 25 respondents have knowledge score of oral cancer early signs in high category. There is a statistical difference between oral cancer knowledge with gender, education, occupation, smoking behavior, and dental visit P 0.05 . Conclusion The level of oral cancer knowledge among elderly people in Depok was low.
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christian Johan
Abstrak :
ABSTRAK
Dengue merupakan masalah kesehatan penting di Indonesia. Pengenalan gejala dan penanganan anak tersangka infeksi dengue oleh orang tua sangat penting untuk memberikan tatalaksana yang tepat dan segera. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor sosiodemografis dengan pengetahuan, sikap, dan perilaku orang tua mengenai gejala dan penanganan anak tersangka infeksi dengue di Jakarta Barat. Penelitian dilakukan secara potong lintang dengan menggunakan kuesioner pada 267 orang tua di Jakarta Barat. Hasil penelitian menunjukkan subjek dengan pengetahuan sangat baik berjumlah 19.9 , baik berjumlah 32.2 , kurang berjumlah 30.3 , dan sangat kurang berjumlah 17.6 . Kebanyakan subjek memiliki sikap dan perilaku mengenai penanganan anak tersangka infeksi dengue yang sangat baik 31.1 dan baik 55.4 , namun masih terdapat 13.5 subjek dengan sikap dan perilaku kurang. Berdasarkan uji korelasi Spearman, pendidikan p=0.006 dan pekerjaan p=0.032 memiliki hubungan bermakna dengan pengetahuan. Namun, faktor sosiodemografis tidak memiliki hubungan bermakna dengan sikap dan perilaku orang tua mengenai anak tersangka infeksi dengue p>0.05.
ABSTRACT
Dengue is a public health concern in Indonesia. It is important for parents to be able to recognize symptoms and to properly treat children with suspected dengue infection. This research defined the relationship between sociodemographic factors and parents rsquo knowledge, attitude, and behavior regarding symptoms and treatment of children with suspected dengue infection in West Jakarta. A cross sectional questionnaire survey of 267 parents was conducted in West Jakarta. The respondents rsquo knowledge was as follows very good 19.9 , good 32.2 , poor 30.3 , very poor 17.6 . A majority of respondents had good 55.4 and very good 31.1 attitude and behavior while the remaining 13.5 had poor attitude and behavior. Education p 0.006 and employment p 0.032 factors were found to have significant correlation with parents rsquo knowledge. This study also showed that sociodemographic factors did not have significant correlation with parents rsquo attitude and behavior regarding treatment of children with suspected dengue infection p 0.05 .
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risa Paradilla Utami
Abstrak :
Latar belakang: Indonesia merupakan negara dengan beban tuberkulosis tertinggi kedua di dunia setelah India dengan perkiraan morbiditas sebanyak 969.000 dan mortalitas mencapai 144.000 orang pada tahun 2021. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosiodemografi, faktor perilaku, dan faktor lingkungan rumah terhadap kejadian tuberkulosis paru pada penduduk usia ≥15 tahun di Indonesia. Metode: Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross-sectional. Hasil: Variabel yang ditemukan berhubungan dengan kejadian TB paru adalah usia (OR = 2,107, 95% CI = 1,919-2,314), jenis kelamin (OR = 1,469, 95% CI = 1,371-1,575), status kawin (OR = 1,206, 95% CI = 1,117-1,303), tingkat pendidikan (OR = 1,795, 95% CI = 1,655-1,946), riwayat merokok (OR = 1,194, 95% CI = 1,113-1,281), kebiasaan membuka jendela rumah (OR = 1,160, 95% CI = 1,080-1,246), kondisi ventilasi (OR = 1,266, 95% CI = 1,178-1,360), kondisi pencahayaan (OR = 1,330, 95% CI = 1,241-1,426), jumlah anggota rumah tangga (OR = 1,131, 95% CI = 1,044-1,221), dan daerah tempat tinggal (OR = 1,213, 95% CI = 1,130-1,301). Riwayat konsumsi minuman beralkohol ditemukan sebagai faktor protektif. Kesimpulan: Terdapat hubungan antara karakteristik sosiodemografi, faktor perilaku, dan faktor lingkungan rumah dengan kejadian tuberkulosis paru pada penduduk usia ≥15 tahun di Indonesia. ......Background: Indonesia is a country with the second highest tuberculosis burden in the world after India with an estimated morbidity of 969,000 and mortality reaching 144,000 people in 2021. Objective: This study aims to determine the relationship between sociodemographic characteristics, behavioral factors, and home environmental factors on incidence pulmonary tuberculosis in population aged ≥15 years in Indonesia. Methods: The method used in this study was cross-sectional. Results: The variables found to be associated with the incidence of pulmonary TB were age (OR = 2.107, 95% CI = 1.919-2.314), gender (OR = 1.469, 95% CI = 1.371-1.575), marital status (OR = 1.206, 95 % CI = 1.117-1.303), education level (OR = 1.795, 95% CI = 1.655-1.946), smoking history (OR = 1.194, 95% CI = 1.113-1.281), habit of opening windows (OR = 1.160, 95 % CI = 1.080-1.246), ventilation conditions (OR = 1.266, 95% CI = 1.178-1.360), lighting conditions (OR = 1.330, 95% CI = 1.241-1.426), number of household members (OR = 1.131, 95 % CI = 1.044-1.221), and area of residence (OR = 1.213, 95% CI = 1.130-1.301). History of alcohol consumption was found to be a protective factor. Conclusion: There is a relationship between sociodemographic characteristics, behavioral factors, and home environment factors with the incidence of pulmonary tuberculosis in people aged ≥15 years in Indonesia.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farhan Maulana Ismawan
Abstrak :
Latar Belakang : Masalah penyakit gigi dan mulut masih belum mendapatkan perhatian walaupun kesehatan gigi dan mulut mempengaruhi kesehatan tubuh secara umum. Masalah penyakit gigi dan mulut yang utama secara global adalah karies dan periodontitis. Namun masalah kesehatan gigi dan mulut yang sering terjadi pada anak adalah Early Childhood Caries (ECC). Prevalensi ECC masih sangat tinggi terutama di negara berkembang. Terutama pada Indonesia dimana prevalensi ECC mencapai 81,5%. Untuk menurunkan dan mencegah ECC bisa dilakukan dengan memberi edukasi kesehatan gigi dan mulut kepada anak dengan harapan anak tersebut akan merubah perilaku nya menjadi yang lebih sehat. Kandidat terbaik untuk memberi edukasi tersebut adalah ibu karena ibu merupakan pengasuh utama pada anak dan anak memandang ibu sebagai panutan. Namun untuk memberi edukasi kesehatan gigi dan mulut yang efektif ibu perlu memiliki pengetahuan, sikap, dan praktik yang baik mengenai kesehatan gigi dan mulut. Sedangkan pengetahuan, sikap, dan praktik ibu dipengaruhi oleh beberapa faktor sosiodemografi. Oleh sebab itu tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan faktor sosiodemografi terhadap pengetahuan, sikap, dan praktik mengenai kesehatan gigi dan mulut anak di Jakarta Selatan. Metode : Penelitian cross-sectional dilakukan kepada ibu yang memiliki anak TK di area Jakarta Selatan. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah convenience sampling, dengan cara menyebarkan kuesioner dari grup Whatssapp tiap TK. Pengambilan data dilakukan pada November 2020. Pengambilan data menggunakan kuesioner untuk mencatat faktor sosiodemografi dan pengetahuan, sikap, dan praktik responden. Hasil utama dari kuesioner ini adalah untuk mengukur tingkat pengetahuan, sikap, dan praktik ibu mengenai kesehatan gigi dan mulut anak. Kemudian skor pengetahuan, sikap, dan praktik diklasifikasikan menjadi respons baik atau buruk berdasarkan median skor responden. Kemudian Uji Chi-Square dilakukan untuk melihat hubungan antara faktor sosiodemografi terhadap pengetahuan, sikap, dan praktik. Dilanjuti dengan Uji Spearman untuk menguji korelasi antara pengetahuan, sikap, dan praktik. Hasil : Dari 554 ibu, hanya 6% yang mengetahui dosis fluoride untuk anak berusia 3 tahun. Terdapat 39,7% ibu yang tidak mengetahui pentingnya fluoride untuk mencegah penyakit gigi dan mulut. Hanya 20,2% ibu yang datang ke dokter gigi untuk kunjungan rutin. Dari hasil Uji Chi Square didapatkan bahwa terdapat perbedaan signifikan (p<0,05) antara antara usia dengan praktik, tingkat pendidikan dengan sikap dan praktik, usia ibu saat kelahiran anak pertama dengan sikap, status kerja dengan sikap, dan asuransi kesehatan dengan pengetahuan dan praktik. Hasil Uji Spearman menunjukan terdapat perbedaan bermakna antara pengetahuan, sikap, dan praktik. Kesimpulan : Sebagian besar ibu masih memiliki pengetahuan, sikap, dan praktik yang buruk mengenai kesehatan gigi dan mulut anak. Dari hasil ini didapatkan bahwa pengetahuan, sikap, dan praktik saling mempengaruhi secara signifikan. Beberapa faktor sosiodemografi yang memiliki perbedaan terhadap pengetahuan, sikap, dan praktik ibu adalah tingkat pendidikan, usia ibu saat kelahiran anak pertama, dan asuransi kesehatan ......Background : Oral health problems are still not getting enough attention even though oral health is related to general health. The main oral disease worldwide are caries and periodontitis. But the most frequent oral disease that can occur in children is Early Childhood Caries (ECC). The prevalence of ECC in most developing countries is still high. Particularly in Indonesia where the prevalence of ECC is 81,5%. The way to decrease and prevent ECC is to give dental health education to children with hope that they will change their behavior into a healthier one. The best candidate to give education to children are mothers because they are the main care givers to their Childs and most children see’s their mother as a role model. To give an effective dental health education, the mothers have to have a good knowledge, attitude, and practice toward oral health. Meanwhile, knowledge, attitude, and practice are influenced by sociodemographic factors. So, this study is to assess the relationship between mother’s sociodemographic factors and knowledge, attitude, and practice toward preschool children’s oral health in Jakarta Selatan. Methods : This cross-sectional study was conducted toward mothers that have children in preschool around Jakarta Selatan. The sampling technique that was used in this study was convenience sampling, with spreading questionnaire in every preschool’s WhatsApp group. Data collection were conducted in November 2020. Then, data were collected using questionnaire to report mother’s sociodemographic factors and knowledge, attitude, and practice toward child’s oral health. Each knowledge, attitude, and practice’s score were classified into a poor or good response based on the respondent’s median score. Chi-square analysis was used to assess the relationship between sociodemographic factors and knowledge, attitude, and practice. Also, Spearman analysis was used to assess the relationship between knowledge, attitude, and practice. Results : Among 554 mothers, only 6% knows the dose of fluoride for children aged 3 years old. There are 39,7% mothers who didn’t know the important role of fluoride to prevent oral disease. Only 20,2% mothers went to see a dentist for routine checkup. From the Chi-Square analysis it was reported that there is a significant difference between age and practice, level of education and attitude and practice, age of mother at birth of the first children and attitude, mother’s employment status and attitude, and health insurance and knowledge and practice. From Spearman analysis was reported there is a significance difference between knowledge, attitude, and practice. Conclusion : Most mothers still have poor knowledge, attitude, and practice toward child’s oral health. This study shows that knowledge, attitude, and practice are significantly correlated. Sociodemographic factors that has a relation with knowledge, attitude, and practice are level of education, age of mother at birth of the first children, and health insurance
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Setiawaty
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh faktor sosiodemografi terhadap perilaku membawa tas belanja sendiri untuk mengurangi tas plastik berdasarkan data hasil Survei Perilaku Peduli Lingkungan Hidup 2013. Hasil regresi logit multinomial menunjukan terdapat pengaruh faktor sosiodemografi terhadap perilaku membawa tas belanja sendiri untuk mengurangi tas plastik. Faktor sosiodemografi yang paling berpengaruh terhadap perilaku sering membawa tas belanja sendiri untuk mengurangi tas plastik berturut-turut adalah daerah tempat tinggal, keterpaparan informasi terkait lingkungan secara langsung, keterpaparan informasi terkait lingkungan melalui media, status kawin, jenis kelamin, status kerja, umur, pendapatan, pengetahuan tentang pengelolaan sampah, dan pendidikan.
ABSTRACT
This research aims to study the influence of sociodemographic factors on the behavior of bringing reusable shopping bag to reduce plastic bag based on data from the 2013 Environmental Caring Attitude Survey employing multinomial logistic regression. The results of the analysis show that statistically socioeconomic and demographic factors have significant on the behavior of bringing reusable shopping bag. The strongest factor is the place of residence followed by exposure of information related to the environment directly, exposure of information related to the environment through the media, marital status, gender, employment status, age, income, knowledge of waste management, and education.
2016
T45588
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Wayan Suardana
Abstrak :
Kejadian depresi dan bunuh diri pada lansia di Karangasem cukup tinggi. Penanganan depresi pada lansia cukup sulit karena kurangnya informasi dari hasil studi yang berhubungan dengan depresi pada lansia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor sosiodemografi, dukungan sosial dan status kesehatan dengan kejadian depresi pada Lansia di Kecamatan Karangasem, Kabupaten Karangasem Bali. Penelitian ini merupakan studi crossectional dengan sampel 163 orang. Hasil penelitian menemukan variabel yang sangat berhubungan dengan kejadian depresi pada lansia adalah riwayat depresi (p=0,00;OR=32,49), penyakit kronis (p=0,000, OR= 28,17), dukungan sosial (p=0,000, OR= 28,04) dan pendidikan lansia (0,005, OR= 5,85). Penanganan perlu dilakukan secara komprehensif dengan menciptakan regulasi, peningkatan kemampuan perawat, meningkatkan peran serta keluarga dan masyarakat maupun melakukan therapi komunitas, sehingga depresi pada lansia bisa dicegah dan dikurangi. ......Incidence of depression and suicide in the elderly people in Karangasem is quite high. Treatment for depression in the elderly is quite difficult due to lack of information from the study associated with depression in the elderly. This study aims to determine the sociodemographic factors, social support and health status with the incidence of depression in the elderly people at the district of Karangasem, Bali's Karangasem Regency. This design of this study crossectional with 163 sample . The study found that variables highly correlated with a histories of depression (p=0,00,OR=32,49), incidence of chronic disease (p = 0.000, OR = 28,17), social support (p = 0.000, OR = 28,04) and level of education p=(0.005, OR = 5,85). Handling should be done comprehensively by creating regulations, increased ability nurses, increasing the participation of families and communities as well as doing therapy community, so that the depression in the elderly can be prevented and reduced.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2011
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dovian Emely Suteja
Abstrak :
Tongue coating merupakan lapisan pada dorsum lidah yang berpotensi menjadi fokus infeksi dan sering ditemukan pada lansia karena berbagai faktor. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat kebersihan mulut dengan tongue coating pada lansia mandiri di Kota Depok serta hubungannya dengan faktor-faktor sosiodemografi. Metode: Penelitian potong lintang dilakukan pada lansia mandiri di Kota Depok, Jawa Barat. Tingkat kebersihan mulut diukur menggunakan Simplified Oral Hygiene Index OHI-S . Keberadaan tongue coating dinilai secara visual. Data faktor-faktor sosiodemografi diperoleh dari pengisian kuesioner Hasil: Penelitian melibatkan 89 subjek dengan rentang usia 60-90 tahun. Rata-rata OHI-S ialah 2,94 1,02. Tingkat kebersihan mulut buruk ditemukan pada 41 48,3 subjek. Prevalensi tongue coating ialah 31,5 . Hasil analisis menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat kebersihan mulut dan tongue coating pada lansia p>0,05 . Faktor-faktor sosiodemografi tidak berhubungan secara signifikan baik terhadap tingkat kebersihan mulut maupun tongue coating p>0,05 . Kesimpulan: Mayoritas subjek lansia mandiri memiliki tingkat kebersihan mulut yang buruk dan tidak mengalami tongue coating. Tingkat kebersihan mulut tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan tongue coating. Faktor-faktor sosiodemografi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap hubungan keduanya. ...... Introduction Tongue coating is a layer on the dorsum of tongue that could potentially become a focus of infection and often found in elderly due to various factors. Objectives This study aims to determine the relationship between oral hygiene status and tongue coating among independent elderly in Depok and their relationship with sociodemographic factors. Methods A cross sectional study was conducted on 89 subjects in Depok, West Java. The oral hygiene status was measured using Simplified Oral Hygiene Index OHI S . The presence of tongue coating was assessed visually. Sociodemographic factors data are obtained from questionnaires. Results The study included 89 independent elderly subjects, ranging from 60 to 90 of age. The mean OHI S score is 2.94 1.02. Poor oral hygiene was found in 41 48.3 subjects. The prevalence of tongue coating was 31.5 . No statistically significant association was found between the oral hygiene status and tongue coating among elderly p 0.05 . Sociodemographic factors were not significantly associated with oral hygiene and tongue coating. p 0.05 . Conclusion Most independent elderly subjects have poor oral hygiene and no tongue coating. Oral hygiene is not significantly associated with tongue coating. Sociodemographic factors do not significantly affect the association between both of them.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>