Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Monchy, S.J.R. de
Zwolle: W.E.J. Tjeenk Willink, 1976
BLD 342 MON h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ivander Flavian Irawan
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini membahas implikasi hukum penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham RUPS yang dilakukan berdasarkan perjanjian nominee. Permasalahan tesis ini adalah membahas Surat Penerimaan Pemberitahuan Perubahan Data Perseroan sebagai Objek Tata Usaha Negara dan tanggung jawab Notaris dalam RUPS yang tidak memenuhi kuorum akibat perjanjian nominee tersebut. Metode penelitian yang digunakan merupakan metode penelitian hukum normatif dengan studi kepustakaan serta menggunakan data sekunder, baik dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Perjanjian nominee merupakan perjanjian yang dilarang dalam penanaman modal di Indonesia, oleh karenanya apabila terdapat perjanjian nominee dalam perseroan penanaman modal asing di Indonesia, perjanjian tersebut batal demi hukum. Perjanjian nominee lazim digunakan untuk menghindari peraturan yang membatasi kepemilikan saham asing dalam Perseroan Terbatas PT di Indonesia. Tentunya sebagaimana diketahui bahwa PT wajib mengadakan RUPS minimal satu tahun sekali, yang mana telah ditentukan batas kuorum yang harus dicapai agar RUPS tersebut dapat diselenggarakan. Batalnya perjanjian nominee tersebut membuat Notaris perlu memperhatikan kembali ketentuan kuorum yang ada. Apabila kourumnya tidak memenuhi ketentuan peraturan perundangan, maka Notaris sebaiknya menggunakan mekanisme RUPS kedua atau mekanisme lainnya. Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor: 56 K/TUN/2017, Notaris lalai dalam menerapkan mekanisme tersebut sehingga atas Surat Penerimaan Pemberitahuan Perubahan Data Perseroan akibat RUPS yang tidak sah tersebut diajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Pengadilan menolak dengan dalil kompetensi absolut. Pada dasarnya Surat Penerimaan Pemberitahuan bukan merupakan Keputusan Tata Usaha Negara karena sifatnya hanya administratif semata dan perbuatan hukum tersebut berlaku mengikat saat RUPS ditutup atau pada saat tanggal yang ditentukan dalam RUPS.
ABSTRACT
This thesis analyze the legal implications of the General Meeting of Shareholders GMS that are based on nominee agreement. The legal questions in this thesis are whether the Receipt of Notice Letter of the Company rsquo s Data Amendment is fall within the Object of State Administration and the liability of Notary in the GMS that has no quorum due to nominee arrangement. This thesis uses the juridical normative methods along with literature study which is based on the secondary data, from many sources such as primary, secondary, and tertiary sources. In the context of investment in Indonesia, nominee arrangement basically is an unforceable agreement, thus if there was a nominee arrangement in foreign direct investment company in Indonesia, the agreement itself is void by law. The nominee arrangement is commonly made in order to avoid the regulation that limits the foreign owned shares percentage in limited liability companies in Indonesia. It is a well known fact that limited liability companies in Indonesia shall hold the General Meeting of Shareholders hereinafter referred to as ldquo GMS rdquo minimum once a year, which in the GMS itself contains various type of quorum requirements that shall be fulfilled. The nominee arrangement is void by law, so the Notary shall take account of the provisions of the quorum. If the quorum does not meet the regulations requirements, then the Notary shall take the second GMS mechanism or any other way. In the Supreme Court Stipulation Number 56 K TUN 2017, the Notary defaulted because he did not apply the second GMS mechanism, so the Receipt of Notice Letter of the Company rsquo s Data Amendment which was caused by non quorum GMS was sued to the State Administrative Court by the plaintiffs. The Court finally overruled and argued on the basis on absolute jurisdiction argument. Basically the Receipt of Notice Letter of the Company rsquo s Data Amendment is not an object of State Administrative Decree because of its administrative only nature and the legal action itself was already legally binding when the GMS was closed or the pointed date in the GMS.
2018
T51105
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Paman Nurlette
Abstrak :
Corak bangunan sistem ketatanegaraan Indonesia dewasa ini sangat bervariatif, hal itu berimplikasi pada pergeseran fungsi, kewenangan dan kedudukan organ-organ Negara dalam hierarki Peraturan Perundang-undangan. Salah satu implikasi dari Perubahan iklim sistem ketatanegraaan pasca Reformasi ialah, terjadi pemangkasan terhadap fungsi dan kewenangan lembaga MPR, Dahulu MPR memeliki kewenangan yang paling kuat dalam sistem ketatanegraaan Indonesia sebagai lembaga tertinggi Negara. Sehingga mendistribusikan kekuasaanya secara vertical-struktural, namun setelah terjadi Perubahan UUD 1945, maka kini MPR telah menjadi lembaga tinggi Negara dan kekuasaannya ada pada lembaga Negara lain secara horizontal-fungsional, sehingga MPR sudah bersetara dengan lembaga-lembaga Negara lain seperti DPR, Presiden, DPD, BPK, MA, MK dan KY. Akan tetapi tidak ada suatu hal yang salah dengan keinginan untuk memperkuatkan lagi fungsi dan kewenangan MPR dalam sistem ketatanegaraan. Fakta empiris membuktikan dalam praktek ketatanegaraan Indonesia selama ini eksistensi MPR lebih kepada lembaga seremonial, seharusnya sebagai lembaga yang menjadi tempat bernaungnya para anggota DPR dan DPD, seyogyanya MPR dapat menjadi tempat para wakil rakyat bermusyawarah untuk membicarakan hal-hal strategis. Namun selama ini Negara sudah kehilangan esensi bermusyawarah, DPR lebih kental dengan kekuatan politik partai yang penuh dengan lobi dan belum tentu apa yang diputuskan menjadi kepentingan seluruh masyarakat. Ketika MPR diperkuatkan fungsi dan kewenangan dalam sistem ketatanegraan Indonesia, maka ada kebijakan-kebijakan strategis dan substantif yang bisa dibahas secara bersama antara DPR dan DPD dengan melepas atribut partai atau kedaerahan. Akan tetapi tentu kewenangan MPR juga perlu dibatasi hanya pada hal-hal fundamental, seperti masalah penguatan ideologi, menjadi lembaga yang menengahi kisruh politik yang mampu memecah belah bangsa. ......The style of building the Indonesian constitutional system today is very varied, it has implications for the shift in the function, authority and position of State organs in the hierarchy of statutory regulations. One of the implications of climate change in the post-Reform constitutional system is that there was a reduction in the functions and authority of the MPR institution. In the past, the MPR had the most powerful authority in the Indonesian constitutional system as the highest state institution of the State. So that it distributes its power verticallystructurally, but after the changes to the 1945 Constitution, the MPR has now become a high state institution and its power is horizontally functional in other state institutions, so that the MPR has become equal with other State institutions such as the DPR, the President, DPD, BPK, MA, MK and KY. But there is nothing wrong with the desire to strengthen the function and authority of the MPR in the constitutional system. Empirical facts prove that in the practice of the Indonesian constitution so far the existence of the MPR is more to ceremonial institutions, it should be an institution that houses the members of the DPR and DPD, should the MPR be a place for representatives of the people to deliberate to discuss strategic matters. But so far the State has lost the essence of deliberation, the DPR is more thick with party political power that is full of lobbying and not necessarily what is decided is in the interests of the whole community. When the MPR is strengthened functions and authority in the Indonesian administrative system, there are strategic and substantive policies that can be discussed together between the DPR and DPD by removing the party or regional attributes. But of course the authority of the MPR also needs to be limited to fundamental matters, such as the problem of strengthening ideology, becoming an institution that mediates political chaos capable of dividing the nation.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54558
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2016
920.71 ENA
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Bhenyamin Hoessein
Abstrak :
Penelitian atau kajian mengenai desentralisasi atau otonomi daerah telah banyak dilakukan oleh para pakar menurut disiplin ilmu masing-masing. Namun penelitian mengenai desentralisasi dan otonomi daerah masih tergolong langka. Terlebih-lebih penelitian mengenai berbagai faktor yang mempengaruhi besarnya otonomi Dati II dari segi Ilmu Administrasi Negara. Karena itu, penelitian ini berjudul "Berbagai Faktor Yang Mempengaruhi Besarnya Otonomi Dati II: Suatu Kajian Desentralisasi dan Otonomi Dati II Dari Segi Ilmu Administrasi Negara." Dalam penelitian ini dikaji mengenai (1) berapa besarnya otonomi Dati II dibandingkan dengan bagian otonomi Dati I di wilayah Dati II yang bersangkutan, dan (2)faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya otonomi Dati II tersebut. Besarnya otonomi Dati II tidak berada dalam kehampaan ruang, tetapi hasil dari pengaruh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut adalah cara penyerahan wewenang oleh Pemerintahan Pusat kepada Daerah, proses penyerahan wewenang yang ditempuh oleh Pemerintah Pusat kepada Daerah dan kemampuan administrasi Daerah. Penelitian ini berawal dengan kajian dokumenter. Berbagai kebijaksanaan nasional mengenai desentralisasi dikaji secara nasional. Selanjutnya untuk mengetahui bekerjanya kebijaksanaan tersebut dilakukan penelitian lapangan di beberapa Dati II. Tipe penelitian ini adalah deskriptif analisis. Analisa bersifat kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa otonomi Dati II lebih kecil daripada bagian otonomi Dati I di wilayah Dati II yang bersangkutan. Disamping itu terdapat variasi mengenai besarnya otonomi kedua tingkatan daerah otonom secara nasional. Porsi otonomi Dati II seperti itu kurang kondusif bagi layanan kepada masyarakat dan bagi keperluan pendekatan pembangunan dari bawah.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1993
D1142
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Monintja, Mick Olaf
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai Akta Kelahiran yang merupakan suatu produk hukum administrasi negara yang dikelola oleh pemerintah, namun memiliki dampak langsung secara nyata terhadap aspek keperdataan seseorang dimana merupakan bagian dari hukum perdata. Akta Kelahiran itu sendiri diatur baik oleh Kitab Undang-Undang Hukum Perdata maupun oleh Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan. Penelitian dalam tesis ini adalah penelitian yuridis normatif dengan desain deskriptif dan perspektif analitik. Hasil penelitian dalam tesis ini menyimpulkan bahwa meskipun berkedudukan sebagai keputusan tata usaha negara namun karena sifatnya yang berdampak langsung terhadap aspek keperdataan seseorang serta memiliki landasan yuridis dalam hukum perdata, menimbulkan pengecualian sebagai objek peradilan tata usaha negara.
ABSTRACT
This study analyzed about birth certificate which is a product of administrative law that being controlled by government, but it is also a part of civil law because its direct impact to human civil aspects. Birth certificate is regulated both by Civil Code (KUH Perdata) and Law No. 24 of 2013 of Population Administration. This research is normative juridical with descriptive and analitical perspective interpretive. The researcher conclude that birth certificate had an exception as an object in state administration judiciary, eventhough birth certificate is a state administration decision, because it is had a juridicial base in civil code and also its characteristic that affect human civil aspects
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library