Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Insa Ansari
Abstrak :
Naskah ini membahas kajian terhadap BUMN dan penguasaan negara pada sektor pos. Kajian dilakukan dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif. Dalam penelitian hukum normatif ini digunakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Hasil kajian menunjukkan bahwa penguasaan negara terhadap kegiatan pos berubah sesuai dengan sistem perekonomian yang dianut oleh pemerintah yang berkuasa. Pada masa orde lama penguasaan negara terhadap kegiatan pos sangat dominan, bahkan Jawatan Pos, Telegram dan Telepon memiliki kewenangan untuk melakukan monopoli. Pada masa orde baru penguasaan negara terhadap sektor pos mulai berkurang bahkan pada masa orde reformasi penguasaan negara terhadap sektor pos hanya sebagai regulator saja. Namun demikian pada masa orde reformasi ada sejumlah kewajiban negara yang diemban oleh BUMN dalam bentuk kewajiban pelayanan umum untuk menyelenggarakan pos di daerah-daerah terpencil.
Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan SDPPPI Kementrian Komunikasi dan Informatika, 2017
302 BPT 15:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Pinangki Sirnamalasari
Abstrak :
Negara merupakan otoritas publik yang memiliki kewenangan serta kedaulatan yang besar terutama berkaitan dengan semua kegiatan yang dilakukan dalam daerah yg tunduk pada yurisdiksinya. Kondisi tersebut telah menempatkan adanya superioritas negara dalam hubungan yang timbul baik antara negara sebagai pihak dalam transaksi bisnis internasional ("TBI") maupun terhadap hubungan yang timbul antara negara sebagai negara tuan rumah (host country) dengan investorasing. Negara dalam TBI mempunyai kedudukan yang mau tidak mau harus diakui "lebih tinggi" dari individu maupun badan hukum. Oleh karena itu kedudukan negara sebagai salah satu pihak dalam TBI menyebabkan timbulnya kompleksitas tertentu dibandingkan dengan kontrak komersial biasa. Dalam tesis ini penulis mencoba mengangkat suatu topik yang terkait dengan hubungan yang timbul antara negara sebagai negara tuan rumah dengan pihak asing, yaitu pengambilalihan hak milik asing oleh negara (property taking). Sebelumnya harus dibedakan antara bentuk pengambilalihan yang diakui oleh hukum internasional yaitu nasionalisasi dengan intervensi yang akan dibahas dalam tesis ini. Dalam hukum internasional dikenal dua istilah intervensi yaitu intervensi menurut hukum internasional publik dan intervensi dalam transaksi bisnis internasional. Intervensi yang dimaksud dalam tesis ini yaitu sebagai bentuk campur tangan negara dalam transaksi bisnis internasional yang dapat berupa sebagai creeping expropriation berwujud breach of contract maupun pencabutan izin bahkan juga dapat berupa illegal confiscation seperti pendudukan tanpa hak. Bentuk-bentuk intervensi negara dalam TBI di Indonesia dapat dilihat dalam kasus-kasus yang akan dibahas dalam tesis ini yaitu kasus Karaha Bodas v. PERTAMINA & PLN serta kasus AMCO ASIA v. Republik Indonesia. Sebagai tambahan juga dibahas mengenai kasus penerbitan Promissory Notes DepHanKam dalam kasus Curtis A. Phaneuf vs Republik Indonesia, et. al yang menjadi gambaran pembatasan negara sebagai jure imperil dan negara sebagai jure gestiones.
A state is a public authority which has a sovereignty over within territories under its jurisdiction". This sovereignity grants the state a superiority in international relations whether as a party in an international business transactions ("IBT") or as a host country for foreign investors. In the IBT, even though the state acts in its private capacity, it is still considered that the state posseses a "higher" position than an individual or legal entity. Therefore its position as a counter party in the IBT causes a significant complexity as compared to ordinary commercial transactions. In this thesis, the writer distinguishes two kinds of property taking acknowledged by international law, namely nationalization and intervention. This thesis will focus on intervention, which consists of intervention based on public international law and intervention on the IBT. In this thesis, the intervention on the IBT is defined as a state involvement in the IBT. The writer also discusses creeping expropriation which essentially leads to a breach of contract, license revocation or even illegal confiscation such as unlawful possession. The state intervention in the IBT in Indonesia can be seen in cases discussed, i.e. Karaha Bodas v. Pertamina & PLN and AMCO ASIA v. Republic of Indonesia, et. al. In addition, this thesis will also discuss about the issuance of Promissory Notes by The National Department of Defense and Security Council which describes acts of the state as juri imperil and jure gestiones.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16606
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Hayati Wisnu Wardani
Abstrak :
Undang-Undang Dasar 1945, mengatur Hak Menguasai Negara atas sumber daya alam mineral dan batubara, di mana kewenangan Pemerintah untuk mengatur diwujudkan dengan aturan tentang pengalihan IUP. Pasal 93 Undang- Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara mengatur bahwa pemegang IUP tidak boleh memindahkan IUP-nya kepada pihak lain; pengalihan kepemilikan dan/atau saham harus diberitahukan kepada pemberi izin. Berbeda dengan undang-undang, Pasal 7A dan Pasal 7B Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, justru mengisyaratkan bahwa IUP boleh dialihkan, dengan mengatur pihak lain. Yang menjadi pertanyaan yuridis adalah: bagaimana pengaturan pengalihan IUP dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 dan peraturan pelaksananya dalam perspektif Hak Menguasai Negara berdasarkan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945; mengapa dalam Pasal 93 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 IUP tidak boleh dipindahkan; dan mengapa dalam Pasal 7A dan Pasal 7B Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012 IUP boleh dipindahkan? Penelitian akan dilakukan dengan menggunakan metodologi penelitian Yuridis Normatif. Jadi data yang dikumpulkan adalah data sekunder (terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tertier). Kesimpulan, dalam perspektif Hak Menguasai Negara, di mana Pemerintah melakukan sendiri atau campur tangan melalui kepemilikan saham pada BUMN/BUMD, idealnya IUP tidak boleh dialihkan. Dalam konsep tersebut yang dapat dialihkan adalah perjanjian kerjasama BUMN/BUMD dengan pihak lain dengan persetujuan Pemerintah. Rumusan Pasal 93 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 bahwa IUP tidak boleh dialihkan sudah tepat, untuk mempertahankan Hak Menguasai Negara. Namun rumusan ayat (2) dan ayat (3)-nya bertentangan dengan Hak Menguasai Negara. Rumusan Pasal 7A dan Pasal 7B Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012, selain bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, juga bertentangan dengan Hak Menguasai Negara. Aturan tentang pengalihan IUP dibutuhkan, karena Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 mengatur bahwa pemegang IUP hanya dapat diberikan satu IUP dan apabila mereka memiliki lebih dari satu IUP, berarti IUP yang lain harus dialihkan.
Constitution of Republic of Indonesia Year 1945, regulates State's Authority Rights in natural resources, especially mineral and coal, where Government's Authority to regulate, is realized with regulate about transfer of IUP. Article 93 of Law No. 4 of 2009 Concerning Mineral and Coal, regulates that IUP holders should not be transferred their IUP to other parties; transfer of ownership and/or shares must be notified to the licensor. There is differentiation between Law No. 4 of 2009 and Government Regulation No. 24 of 2012 on Revision of Government Regulation No. 23 of 2010 on Implementation of Mineral and Coal Mining, especially Article 7A and Article 7B. Those articles regulate that IUP should be transferred to other parties and there are further explanation for definition of other parties. The questions are: how to regulate transfer of IUP in Law No. 4 of 2009 and its implementation regulations in the State's Authority Rights perspective based on Article 33 paragraph (3) Constitution of Republic of Indonesia Year 1945, why Article 93 of Law Number 4 on 2009 regulates that IUP should not be transferred, and why Article 7A and Article 7B Government Regulation No. 24 of 2012 regulates that IUP should be transferred? Research will be done by using the research methodology of normative juridical. So the data collected is mainly secondary data (consisting of primary legal materials, secondary and tertiary). The conclusions, in the State’s Authority Rights perspective, where the government do mining activities by themselves or intervene through shares ownership in state's-owned companies/regional's-owned company, ideally IUP should not be transferred. In this concept, that should be transferred is cooperation agreement between state'sowned companies/regional’s-owned company and other parties, with terms of Government approval. Article 93 paragraph (1) Law No. 4 of 2009, which regulates IUP should not be transferred, is already correct, to maintain of State's Authority Rights. However, paragraph (2) and paragraph (3) are contradicted to State's Authority Rights. Article 7A and Article 7B Government Regulation No. 24 of 2012, which regulate IUP should be transferred to other parties, besides they are contradicted to Law No. 4 of 2009, but also are contradicted to State's Authority Rights. Regulation about transferred IUP has to be regulated, because content of Government Regulation No. 23 of 2010 indirectly regulates that IUP holders shall have one IUP and if they have more than one, the others should be transferred.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39351
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library