Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mugi Surono S.
Abstrak :
Personality assessment menjadi bagian tak terpisahkan dalam proses seleksi karyawan ataupun penempatan pada jabatan tertentu, karena melalui serangkaian tes kepribadian tersebut dapat diketahui tentang segala aspek pribadi dad talon tersebut yang dibutuhkan. Apakah calon memiliki aspek-aspek kepribadian yang dibutuhkan, apakah calon berkepribadian tepat dengan posisi yang akan diisi, dan apakah ada kecenderungan menyimpang dari kepribadian tersebut. Calon karyawan yang memiliki kepribadian yang baik akan lebih mudah untuk beradaptasi dengan lingkungan, orientasi berprestasi, sosiabilitas, dan stabilitas emosi. Sebaliknya seseorang yang berkepribadian buruk cenderung kinerjanya tidak baik, kurang dapat beradaptasi dan banyak menemui hambatan dalam pencapaian prestasi. Sebagaimana pendapat Shinar dalam Klaus-Martin Goeters (1991, p.1137): "...certain aspects of personality nearly always have decisive effect on achievement." Dapat dipahami bila di lingkungan dunia kerja penilaian kepribadian mutlak diperlukan untuk mendapatkan somber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan kriteria yang ditetapkan, sehingga dapat meningkatkan kinerja dan prestasi kerja. Kepribadian yang baik juga sebagai kekuatan yang mampu merubah sesuatu ke arah perubahan yang lebih baik. Dalam hal ini, tingkat kepribadian seseorang dapat dikembangkan hingga batas titik tertentu. Dengan mengetahui tingkat kepribadian seseorang, kita dapat mengarahkannya kepada kecenderungan-kecenderungan yang positif dan meminimalisasikan kecenderungan-kecenderungan yang negatif. Sehingga kemampuan proses penyesuaian diri orang tersebut dapat optimal. Secara lebih luas kepribadian juga menentukan keberhasilan hidup karena dengan kniteria ini akan mudah beradaptasi dengan lingkungan kerja, tempat tinggal, pergaulan serta lingkungan pengetahuan dan ketrampilan. Senada dengan ini adalah pendapat Daniel Goleman (1999, hal. 44) bahwa 80 % keberhasilan hidup ditentukan oleh faktor-faktor non IQ, seperti motivasi, hubungan social, kepribadian, dan lain-lain. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kepribadian menjadi faktor penting dan menentukan dalam pencapaian prestasi, ketepatan dalam rekruitmen personil, penempatan jabatan, seleksi akademis, dan secara komprehensif akan menentukan keberhasilan hidup, sehingga aspek kepribadian menjadi persyaratan mutlak yang tidak dapat ditinggalkan dalam segala proses seleksi di berbagai kebutuhan. Di lingkungan Tentara Nasional Indonesia kepribadian juga menjadi kriteria mutlak sebagai salah satu aspek dalam proses seleksi, baik untuk perekrutan prajurit baru, pengembangan pendidikan, maupun untuk kepentingan promosi atau penempatan jabatan. Aspek kepribadian juga menjadi pertimbangan dalam kenaikan pangkat dalam strata tertentu.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T17804
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aila Johanna
Abstrak :
Masalah psikologis pada donor ginjal pascatransplantasi berhubungan dengan waktu pemulihan dan perbaikan fungsi yang lebih lama, dan faktor psikososial dapat memengaruhi kesehatan jiwa setelah prosedur transplantasi. Penelitian ini menilai gambaran psikopatologi donor ginjal pascatransplantasi, serta beberapa faktor yang ditemukan dapat memengaruhi perkembangan psikopatologi pada donor, yaitu mekanisme koping, temperamen, dan relasi donor-resipien. Studi potong lintang dilakukan dengan pengambilan data daring pada 93 donor ginjal pascatransplantasi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Uji bivariat dilakukan untuk menilai hubungan antara psikopatologi dengan mekanisme koping, temperamen, dan relasi donor-resipien. Masalah emosi ditemukan pada 9,7%, gejala ansietas pada 8%, dan gejala depresi pada 2% donor. Mekanisme koping denial dan substance use berhubungan dengan masalah emosi, denial dan self distraction berhubungan dengan ansietas, sedangkan venting berhubungan dengan gejala depresi. Temperamen harm avoidance berhubungan dengan masalah emosi dan gejala ansietas. Tidak ditemukan hubungan bermakna antara relasi donor-resipien dengan psikopatologi. Penelitian ini menunjukkan perlunya dilakukan skrining psikopatologi pada donor ginjal pascatransplantasi. Skrining dapat menggunakan SRQ-20 untuk menilai masalah emosi, dan dapat menggunakan tambahan GAD-7 untuk menilai gejala ansietas. Identifikasi mekanisme koping dan adanya harm avoidance tinggi pada donor ginjal perlu diidentifikasi untuk merancang pendampingan psikiatri yang tepat. ......Psychological problems in kidney donors are associated with longer recovery and return to daily functioning, and psychosocial factors may influence posttransplantation mental health. This study aims to provide the psychopathological profile in posttransplant kidney donors, as well as factors known to influence psychopathological development in donors: coping mechanism, temperament, and donor-recipient relationship. A cross sectional study was conducted having 93 posttransplant kidney donors in Cipto Mangunkusumo General Hospital, Jakarta completed online questionnaires. Bivariate tests assessed any associations between psychopathology and coping mechanisms, temperament, and donor-recipient relationship. This study found that emotional problems were identified in 9.7%, anxiety in 8%, and depressive symptoms in 2% donors. Denial and substance use were the coping mechanisms associated with emotional problems, denial and self distraction were associated with anxiety, while venting was associated with depressive symptoms. Harm avoidance was the temperament associated with emotional problems and anxiety. No significant association was found between donor-recipient relationship and psychopathology. This study highlighted the need for pscyhopathology screening in posttransplant kidney donors. Screening with SRQ-20 can identify any emotional problems, and employing an additional GAD-7 can further assess anxiety. Coping mechanisms and harm avoidance in kidney donors should be identified to better design psychiatric provisions.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Enjeline
Abstrak :
Profil temperamen terdiri atas novelty seeking, harm avoidance, dan reward dependence. Individu dengan novelty seeking yang tinggi dan harm avoidance yang rendah dilaporkan lebih rentan mengalami adiksi, namun adiksi smartphone berbeda dengan adiksi zat karena smartphone digunakan dan dibutuhkan rutin oleh hampir semua orang. Kelompok usia muda, terutama mahasiswa kedokteran, merupakan kelompok dengan paparan tinggi terhadap penggunaan smartphone. Mereka juga dianggap masih terpengaruh oleh temperamen yang dimilikinya dibandingkan orang yang lebih dewasa. Oleh karena itu, penelitian ini ditujukan untuk mengetahui profil temperamen dan korelasinya dengan kerentanan terhadap adiksi smartphone pada mahasiswa kedokteran di Jakarta. Penelitian dilakukan dengan desain potong lintang pada bulan Agustus 2017 hingga Juli 2018. Pengambilan sampel ditetapkan secara probability sampling berupa systematic random sampling. Instrumen Temperament and Character Inventory (TCI) digunakan untuk menilai temperamen, dan instrumen Smartphone Addiction Scale (SAS) digunakan dalam penilaian risiko adiksi smartphone. Dari 185 sampel, mayoritas responden perempuan, usia 20 tahun, dan belum menikah. Rerata pemakaian smartphone dalam sehari adalah 7,83 jam (Simpang Baku/SB 4,03) dengan usia awal penggunaan smartphone adalah 7,62 tahun (SB 2,60). Komunikasi dan mengakses media sosial ditemukan sebagai kegiatan yang paling banyak dilakukan subyek penelitian melalui smartphone. Lebih dari 50% subyek penelitian memiliki profil temperamen harm avoidance tinggi (53%). Pada analisis regresi logistik multivariat, hanya temperamen HA tinggi yang signifikan secara statistik (OR 2,035; 95% IK 1,119 hingga 3,701), sedangkan durasi pemakaian smartphone ≥ 6 jam dan akses hiburan melalui smartphone merupakan faktor perancu. Temuan dalam penelitian ini serupa dengan penelitian lainnya, yaitu terdapat hubungan antara profil temperamen dengan risiko adiksi smartphone. Penelitian dengan keterlibatan jenis individu yang lebih beragam serta inklusi jenis adiksi lainnya perlu dilakukan sebagai studi lanjutan. ......Temperament profiles consist of novelty seeking, harm avoidance, and reward dependence. An individual with high novelty seeking and low harm avoidance have been reported to be more susceptible to addiction, but smartphone addiction is different from substance addiction because smartphones are used and needed daily by almost everyone. Younger groups, especially medical students, are groups with high exposure to smartphone usage. They are also considered still affected by their temperament. Therefore, this research aimed to find out the temperament profile and its correlation with vulnerability to smartphone addiction of medical students in Jakarta. The research was conducted with cross sectional design in August 2017 until July 2018. Sampling was determined by systematic random sampling. The Temperament and Character Inventory (TCI) instrument was used to assess temperament, while the Smartphone Addiction Scale (SAS) instrument was used in smartphone addiction risk assessment. Of the 185 samples, the majority respondents were female, aged 20 years, and unmarried. The average smartphone usage in a day was 7.94 hours (Standard Deviation/ SD 3.92) with the initial age of smartphone usage was 7.58 years (SD 2.43). Most respondents used smartphone for communication and accessing social media. Over 50% of subjects had temperament profile of high harm avoidance (60%). In multivariate logistic regression analysis, only high HA temperament (OR 2.035; 95% CI 1.119 to 3.701) was statistically significant, while duration of smartphone use ≥ 6 hours and smartphone access for entertainment were considered as confounding factors. The findings in this study are similar to other studies. There is a relationship between the temperament profiles and the risk of smartphone addiction. Further research with the involvement of more diverse types of individuals and the inclusion of other types of addiction needs to be conducted.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58596
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jehan Puspasari
Abstrak :
Remaja yang berperan sebagai ibu mempunyai kepercayaan diri yang kurang dalam merawat bayinya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi hubungan antara dukungan keluarga (dukungan informasi, dukungan instrumen, dukungan emosi dan dukungan penghargaan) dan temperamen bayi dengan maternal self efficacy pada ibu remaja. Penelitian cross-sectional ini menggunakan teknik consecutive sampling dengan 100 responden ibu remaja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dukungan informasi (41,9%), dukungan instrumen (92,1%), dukungan emosi (72,4%), dukungan penghargaan (73,1%) dan temperamen bayi easy (67,4%). Dukungan keluarga yang paling dominan memengaruhi maternal self efficacy pada ibu remaja adalah dukungan instrumen dengan nilai Wald 34,720 dan nilai p 0,000. Diperlukan antisipasi seperti konseling bagi calon ibu yang berusia remaja mengenai pentingnya peran seorang ibu bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi. ......Adolescent mothers have confidence less in taking care of their baby. The purpose of study was to identify the relationship between family support (information support, instrument support, emotion support and appraisal support) and baby temperament with maternal self-efficacy in adolescent mothers. This research used a consecutive sampling technique with 100 adolescent mothers as respondent. The results showed of the information support (41,9%), instrument support (92,1%), emotion support (72,4%), appraisal support (73,1%) and baby temperament easy (67,4%). The dominant of family support is instrument support and Wald value 34,720 and p value 0,000. Anticipation such as counseling to adolescent about importance of mother role for growth and their baby developmen.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2016
T46228
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muthia Dwi Larasati
Abstrak :
Temperamen dan pengasuhan reflektif (Parental Reflective Functioning/PRF) merupakan faktor internal dan eksternal pada anak yang berkontribusi dalam memengaruhi kemampuan regulasi emosi anak. Namun belum diketahui faktor mana yang memberikan kontribusi lebih besar dalam memengaruhi regulasi emosi. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan faktor mana di antara temperamen anak dan parental reflective functioning (PRF) ibu, beserta dimensi-dimensinya, yang memberikan kontribusi terbesar dalam memengaruhi regulasi emosi pada anak dengan Autism Spectrum Disorder (ASD), berdasarkan perspektif ibu. Desain penelitian non-experimental dan pendekatan kuantitatif digunakan dalam penelitian ini dengan total partisipan penelitian berjumlah 76 orang yang merupakan ibu yang memiliki anak dengan ASD. Alat ukur yang digunakan adalah Emotion Regulation Checklist (ERC) untuk mengkur regulasi emosi, Child Behavior Questionnaire (CBQ) untuk mengukur temperamen, dan Parental Reflective Functioning Questionnaire (PRFQ) untuk mengukur PRF. Teknik olah data statistik yang digunakan adalah hierarchical multiple regression - stepwise method. Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa dua dimensi dari temperamen, yaitu effortful control dan negative affect, serta dua dimensi dari PRF, yaitu certainty of mental states dan interest and curiosity memberikan kontribusi secara signifikan dalam memengaruhi regulasi emosi, dengan dimensi yang memiliki kontribusi tertinggi adalah dimensi effortful control. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa faktor yang paling berkontribusi dalam memengaruhi regulasi emosi pada anak dengan ASD adalah faktor effortful control yang merupakan bagian dari temperamen.
Temperament and reflective parenting (Parental Reflective Functioning/PRF) are contributing internal and external factors that influences child's emotion regulation. However, which factor that give larger contribution is remain unknown. This study aims to see which factor between temperament and mother's PRF, along with dimensions respectively, give larger contribution on influencing emotion regulation among children with Autism Spectrum Disorder (ASD), based on mothers perspective. Using non-experimental and quantitative design, with total 76 mothers who has children with ASD age 6-12 as participant, given three parent-report instruments, which are Emotion Regulation Checklist (ERC) to measure child's emotion regulation, Child Behavior Questionnaire (CBQ) to measure child's temperament, and Parental Reflective Functioning Questionnaire (PRFQ) to measure mother's PRF. Hierarchical multiple regression - stepwise method was used in this study. Result showed that two of three dimensions of temperament which are effortful control and negative affect, also two of three dimensions of PRF which are certainty of mental states and interest and curiosity significantly contribute in influencing emotion regulation among ASD children, with effortful control as the largest contributor. Thus, it can be concluded that the most contributing factor in influencing emotion regulation among ASD children is effortful control as part/dimension of temperament.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
T51715
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ivan Rizqullah Muttaqin
Abstrak :
Keterlambatan bicara merupakan ketidaksesuaian pada kemampuan anak dalam berbicara dibandingkan dengan anak seusianya sehingga sulit untuk dimengerti oleh orang lain. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan dan perkembangan bicara anak, salah satunya lingkungan keluarga dan temperamen. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana peran lingkungan keluarga dan temperamen terhadap keterlambatan bicara serta seberapa besar peran kedua variabel tersebut. Penelitian ini melibatkan 128 partisipan yang memiliki anak usia 3 dan 4 tahun. Adapun instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah Speech and Language Developmental Milestones, Home Screening Questionnaire (HSQ), dan EAS Temperament Survey for Children. Hasil analisis statistik penelitian ini menunjukkan bahwa lingkungan keluarga dan temperamen anak tidak berhubungan dengan kecenderungan keterlambatan bicara pada anak usia 3 dan 4 tahun. Penelitian ini diharapkan dapat disempurnakan pada penelitian yang akan datang agar mendapat gambaran yang lebih jelas mengenai hubungan lingkungan keluarga dan temperamen terhadap kecenderungan anak usia 3 dan 4 tahun yang mengalami keterlambatan bicara. ......Speech delay is a discrepancy in a child's ability to speak compared to other children of the same age, making it difficult for others to understand. There are several factors that can affect the ability and development of children's speech, one of which is the family environment and temperament. This study aims to see how the role of family environment and temperament on speech delay and how big the role of these two variables. This study involved 128 participants who had children aged 3 and 4 years. The instruments used in this study were Speech and Language Developmental Milestones, Home Screening Questionnaire (HSQ), and EAS Temperament Survey for Children. The results of the statistical analysis of this study showed that family environment and child temperament were not associated with the tendency of speech delay in 3 and 4-year-old children. This study expected can be refined in future research in order to get a clearer picture of the relationship between family environment and temperament towards the tendency of children aged 3 and 4 years to experience speech delays.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuni Astuti
Abstrak :
Tidur merupakan kebutuhan fisiologis manusia, perempuan mengalami perubahan pola tidur dan kehilangan waktu tidurnya di malam hari setelah melahirkan. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi hubungan karakteristik responden, kelelahan, kecemasan, dukungan suami, temperamen bayi dengan kualitas tidur ibu postpartum. Desain penelitian cross sectional dengan sampel 168 yang diambil dengan consecutive sampling di wilayah Kecamatan Prambanan dan Jogonalan. Pengambilan data menggunakan intrumen kelelahan, kecemasan, dukungan suami, Infant Characteristic Questionnaire (ICQ), dan Pittsburg Sleep Quality Index (PSQI). Hasil uji regresi logistik sebagian besar ibu postpartum mengalami kualitas tidur buruk dan faktor yang paling mempengaruhi kualitas tidur adalah temperamen bayi. Pemberian intervensi yang untuk membantu istirahat tidur pada ibu postpartum terutama pada ibu yang memiliki bayi dengan temperamen sulit.
Sleep is one of human physiological needs. Women experience changes in sleep patterns and decreased sleep duration at night after childbirth. This study aimed to identify the correlation between the respondents’ characteristics, fatigue, anxiety, the husband’s support, the infant temperament and sleep quality in postpartum mothers. The study design was cross-sectional. The samples were 168 postpartum mothers, selected by consecutive sampling in Prambanan and Jogonalan District. Data were collected using the instruments of fatigue, anxiety, the husband's support, the Infant Characteristic Questionnaire (ICQ), and the Pittsburg Sleep Quality Index (PSQI). The result of logistic regression test showed that most postpartum mothers experience poor sleep quality and the most influencing factor was the infant temperament. It is recommended to provide interventions to promote sleep and rest in postpartum mothers, especially in women who have difficult temperament babies.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
T41914
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library