Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 18 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Via Aulia
Abstrak :
Tesis ini meneliti tentang akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB), akta Kuasa untuk Menjual dan akta Perjanjian Pengosongan yang dituangkan ke dalam akta yang ditanda tangani tidak memenuhi persyaratan dan tidak dikehendaki salah satu pihak. Notaris salah dalam menerapkan perbuatan hukum sehingga tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian dan tidak memenuhi ketentuan Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN), kasus yang terjadi dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1070 K/Pdt/2020. Permasalahan dalam penelitian ini terkait akibat hukum akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dan akta Kuasa untuk Menjual sebagai jaminan atas ikatan utang piutang dan peran serta tanggung jawab Notaris terhadap akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dan akta Kuasa untuk Menjual sebagai jaminan atas ikatan utang piutang. Penelitian menggunakan metode Yuridis Normatif dengan tipe penelitian menganalisis masalah melakukan studi dokumen untuk memperoleh data sekunder dan analisis kualitatif sehingga menghasilkan hasil penelitian analisis deskriptif. Berdasarkan hasil analisis data, Notaris salah dalam menentukan perbuatan hukum yang dituangkan ke dalam 3 (tiga) akta yaitu akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB), akta Kuasa untuk Menjual dan akta Perjanjian Pengosongan sebagai pengikatan jaminan dalam perjanjian utang piutang tidak tepat, karena akta tersebut bukan lembaga untuk jaminan. Notaris tidak melakukan penyuluhan hukum dan tidak memenuhi syarat verleden. Akibatnya akta dapat dibatalkan di Pengadilan, karena Notaris tidak membacakan akta dan tidak hadir di hadapan para pihak serta akta tidak memenuhi syarat subjektif yaitu kata sepakat. Selain itu, ke 3 (tiga) akta tersebut tidak memenuhi syarat objektif yaitu sebab yang halal, adanya suatu larangan yang diperjanjikan kepemilikan jaminan oleh pemberi pinjaman. ......This thesis examines the deed of the Sale and Purchase Binding Agreement (PPJB), the deed of Authorization to Sell and the deed of Employment Agreement which is poured into the deed which is signed does not meet the requirements and is not desired by either party. Notaries are wrong in implementing legal actions so that they do not meet the legal requirements of the agreement and do not fulfill the provisions of the Notary Position Act (UUJN), the case that occurred in the Supreme Court Decision Number 1070 K/Pdt/2020. The problem in this study is related to the legal consequences of the deed of the Sale and Purchase Binding Agreement (PPJB) and the deed of Power to Sell as collateral for the debt and receivable bonds and the role and responsibility of the Notary in the deed of the Binding Sale and Purchase Agreement (PPJB) and the deed of Power of Attorney to Sell as collateral for the bond. debts and receivables. The research uses the normative juridical method with the type of research analyzing the problem of conducting document studies to obtain secondary data and qualitative analysis so as to produce descriptive analysis research results. Based on the results of data analysis, the Notary made a mistake in determining the legal actions as outlined in 3 (three) deeds, namely the deed of the Sale and Purchase Binding Agreement (PPJB), the deed of Power to Sell and the deed of Employment Agreement as binding collateral in the debt and receivable agreement, because the deed it is not an institution for guarantees. Notaries do not provide legal counseling and do not meet the verification requirements. As a result, the deed can be canceled in court, because the Notary does not read the deed and is not present before the parties and the deed does not meet the subjective requirement, namely an agreement. In addition, the 3 (three) deeds do not meet the objective requirements, namely because it is lawful, there is a prohibition on the ownership of the guarantee by the lender.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fauziah Syifa Purworini
Abstrak :
Dalam kehidupan bermasyarakat, sering kali manusia memiliki kebutuhan yang memerlukan kerja sama dengan pihak lain yang melahirkan perjanjian. Terdapat beberapa alat bukti dari perjanjian, salah satunya kuitansi sebagai alat bukti tertulis yang merupakan bukti transaksi dari penerimaan uang atas pembayaran. Tesis ini membahas mengenai kedudukan kuitansi sebagai alat bukti adanya utang piutang berdasarkan putusan hakim dalam Putusan Pengadilan Tinggi Samarinda Nomor 18/Pdt/2016/PT.Smr juncto Putusan Mahkamah Agung Nomor 2070 K/Pdt/2016 dan membahas dasar gugatan atas tidak dibayarnya suatu utang menurut pertimbangan hukum hakim dalam putusan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kedudukan kuitansi sebagai alat bukti perjanjian utang piutang, serta perbedaan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum dengan menggunakan metode penelitian berbentuk Yuridis-Normatif yang menggunakan data sekunder dan tipologi penelitian deskriptif-analitis. Penelitian ini juga menganalisis dengan pendekatan kualitatif. Kedudukan kuitansi dalam putusan tersebut dapat dibenarkan adanya perjanjian utang piutang yang mendasari karena gugatan Penggugat dan hasil putusan yang menyatakan Tergugat memiliki utang.  Tidak dibayarnya suatu utang sebagaimana pertimbangan majelis hakim seharusnya merupakan gugatan wanprestasi, bukan gugatan perbuatan melawan hukum sebagaimana diajukan Penggugat.  Dengan demikian, alangkah baiknya jika setiap perjanjian dilakukan secara tertulis dan hakim dalam menjalankan kewenangannya harus lebih teliti dan cermat.
Nowadays, often times people have needs that require cooperation with other parties that lead to agreements. There are several evidences of agreement, one of which is a receipt as written evidence that is proof of the transaction from receiving money for payment. This thesis discusses the position of receipts as a proof of the existence of debt based on the Judge's decision in the Samarinda High Court's Verdict Number 18/Pdt/2016 Juncto The Supreme Court's Verdict Number 2070 K/Pdt/2016 and discusses the basis of the claim for non-payment of a debt according to the Judge's decision. This thesis aims to provide an understanding of the position of receipts as a means of proof of accounts payable agreements, as well as differences between breach of contract and tort by using juridical-normative research methods that use secondary data and descriptive-analytical descriptive typology. This study also analyzes the qualitative approach. The position of the receipt can be justified by the existence of the underlying debt agreement due to the Plaintiff's claim and the result of the Judge's decision stating the Defendant has a debt. The non-payment of a debt as considered by the Judges should be a breach of contract, not a tort as filed by the Plaintiff.  Thus, it would be better if every agreement is writtenly made and the Judge in carrying out his authority must be more thorough and careful.
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T54161
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maman Sudirman
Abstrak :
Sebaqai akibat dari krisis moneter yang berkepanjangan yang dimulai sejak pertengahan tahun 19997 yang lalu, saat ini makin banyak dunia usaha yang tidak dapat memenuhi kewajibannya. Dalam dunia hukum, debitur yang tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada kreditur dapat dinyatakan pailit. Karena bila hal ini dibiarkan berlarut-larut akan dapat mengganggu tatanan_kehidupan ekonomi yang sudah ada. Untuk mengatasi dampak negatif makin banyaknya debitur yang akan bangrut, maka pemerintah telah mengeluarkan Undang- Undang Kepailitan No. 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Kepailitan dan Lembaga Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU} ini dalam hukum dagang dikenal dengan nama Surseance van betaling atau suspension of payment, yang diatur dalam Peraturan Kepailitan, Sth. 1905-217 jo. Stb. 1906-348, Bab II, dari pasal 212 sampai dengan pasal 279. Debitur yang menunda atau mengetahui bahwa dia tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah bisa ditagih, dapat mengajukan permohonan penundaan pembayaranutangnya melalui pengadilan. Dalam kasus penundaan pembayaran, bahwa debitur berada dalam keadaan sulit untuk dapat memenuhi (membayar) utangya secara penuh, misalnya, perusahaan debitur pada saat itu menderita kerugianQ kebakaran yang menimpa pabrik, resesi ekonomi, dan lain- lain. Kesulitan debitur seperti itu belumlah menjadi indikasi kearah kebangrutan {kepailitan}. Apabila debitur diberikan waktu, ia akan sanggup (mampul untuk memenuhi atau melunasi utangnya secara penuh. Untuk itulah, debitur dapat memohon penundaan pembayaran dengan tujuan agar iabisa memperbaiki ekonomi dan perusahaannya tersebut. Dengan demikian Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU} dapat dijadikan alternatif yang menguntungkan baik bagi kreditur maupun debitur dibandingkan jika perusahaan yang insolven langsung dipailitkan, akan tetapi hal tersebut tidak menutup kemungkinan adanya kerugian-kerugian, baik bagi debitur maupun bagi kreditur.
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T18231
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jeihan Saphira
Abstrak :
Pasal 1 butir 1 Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah memberikan kewenangan kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun, namun dalam prakteknya, akta otentik termasuk Akta Jual Beli yang dibuat dihadapan PPAT tersebut kerap kali dipermasalahkan di muka Pengadilan dengan dalil adanya perbuatan hukum lain yang dibuat dibawah tangan yang telah dilakukan sebelumnya oleh karena itu dimintakan pembatalan Akta Jual Beli tersebut ke muka Pengadilan. Termasuk dalam hal ini ialah dalil adanya utang piutang dibawah tangan dibalik pembuatan Akta Jual Beli dihadapan PPAT, sehingga timbul permasalahan yaitu Bagaimanakah kekuatan pembuktian akta PPAT sebagai suatu akta otentik yang dibatalkan dengan putusan pengadilan karena dilatarbelakangi utang piutang? dan Bagaimanakah isi putusan Pengadilan Negeri yang menyatakan Akta Jual Beli Tanah tersebut tidak sah dan batal ditinjau menurut peraturan pertanahan yang berlaku di Indonesia? Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini ialah studi kepustakaan yang bersifat penelitian yuridis normatif, yaitu dengan mengadakan penelusuran asasasas hukum umum yang kemudian digunakan untuk membuat suatu interpretasi terhadap pembatalan Akta Jual Beli yang dibuat dihadapan PPAT atas dalil utang piutang yang dibuat dibawah tangan dan akibat hukumnya serta didukung dengan studi kasus. Akta Jual Beli yang dibuat dengan latar belakang utang-piutang antara para pihaknya besar kemungkinan merupakan akta pura-pura sehingga tidak memenuhi Pasal 1320 ayat (4) KUHPerdata mengenai syarat sahnya jual beli dalam hal pemenuhan unsur kausa yang halal pada perjanjian jual beli, sejalan dengan bunyi Penjelasan Pasal 45 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 sehingga perbuatan hukum jual beli tersebut dianggap tidak pernah ada atau tidak mepunyai akibat hukum sejak terjadinya perbuatan hukum tersebut serta berdaya surut (ex tunc) dan dapat dilakukan perubahan ulang data pendaftaran tanah dengan alat bukti putusan Pengadilan Negeri tersebut. ...... Article 1 point 1 Government Regulation No. 37 of 1998 concerning the Land Deed Official giving authority to the Land Deed Official (PPAT) to make authentic deeds on certain legal action on land rights or a right to property over a unit of flat, while in practice, an authentic deed including the aforementioned sale and purchase deed made by the Land Deed Official is often times problematic in a court with the basic legal argumentation there is another legal action made under the hand that has done formerly because it sought the cancellation of sale and purchase deed on a court. Include there is certain debt under the hand over made sale and purchase deed before the Land Deed Official (PPAT), so that arise another problems like how the strength of vindication land deed official as a authentic deed cancelled with district court verdict causd by debt? And how the contents of district verdict that states sale and purchase land deed not valid and aborted reviewed according to existing the land regulation in Indonesia? The research methodology used in this thesis is literature study and normative juridical law make searching general principle law that used to make an interpretation against the cancellation sale and purchase deed that made before land deed official (PPAT) over certain debts that is made beneath the hand and law consequences as well supported by a case study. Sale and purchase deed made by debts background between the parties likely that is pretended deed so that not fulfill article 1320 point (4) Indonesian civil code concerning the valid terms sale and purchase in case of fulfillment element of halal clause in sale and purchase agreement, in line with explanation article 45 government regulations no 24 of 1997 so that legal action reputed there is never or there is no legal consequences since that occurrence of legal action and capable recede (ex tunc) and can be conducted amandement recap of data land registry with that evidence verdict court district.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T45390
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Indah Damayanti
Abstrak :
Penelitian ini membahas mengenai akibat penyerahan sertipikat jaminan yang dititipkan kepada Notaris berdasarkan bukti surat pelunasan utang palsu serta eksekusi terhadap obyek jaminan untuk membayar kerugian yang timbul akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan debitur. Dalam hal ini debitur mengambil Sertipikat Obyek Jaminan hak atas tanah yang dititipkan kepada Notaris dengan Surat Pelunasan Utang Palsu, kemudian dengan surat tersebut digunakan untuk menghapus roya, yang mana utang debitur kepada kreditur belum lunas. Dengan dilakukannya penyerahan tersebut kepada debitur menimbulkan kerugian yang diderita kreditur. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai pertanggung jawaban Notaris atas penyerahan Sertipikat Obyek Jaminan kepada Debitur yang didasari pada Surat Pelunasan Utang Palsu; dan proses penjualan obyek jaminan berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Kepanjen Nomor 81/Pdt.G/2019/PN.Kpn. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang diperoleh melalui studi dokumen dan wawancara. Adapun tipologi penelitian secara Eksplanatoris dengan pendekatan analisis kualitatif. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa Notaris melakukan perbuatan melawan hukum dan dapat dikenakan sanksi perdata, pidana, dan/atau administratif apabila pihak yang dirugikan mengajukan laporan ke Majelis Pengawas. Mengenai kewajiban debitur membayar kerugian kepada kreditur baik kerugian materiil maupun imateriil, dapat dilakukan dengan eksekusi lelang berdasarkan putusan pengadilan. ......This study discusses the consequences of submitting a certificate of guarantee entrusted to a Notary based on evidence of a fake debt settlement letter and the execution of the object of the guarantee to pay for losses arising from unlawful acts committed by the debtor. In this case, the debtor takes the Certificate of Object of Guarantee of land rights deposited with a Notary with a Fake Debt Settlement Letter. Then the letter is used to write off Roya, in which the debtor's debt to the creditor has not been paid off. Making the transfer to the debtor causes losses suffered by the creditor. The issue raised in this study is the Notary's responsibility for submitting Certificates of Collateral Objects to Debtors based on False Debt Settlement Letters and the process of selling the object of collateral based on the Decision of the Kepanjen District Court Number 81/Pdt.G/2019/PN.Kpn. A normative juridical research method was used to answer these problems using secondary data consisting of primary, secondary, and tertiary legal materials obtained through document studies and interviews. The typology of research is explanatory with a qualitative analysis approach. The results of this study indicate that a Notary commits an unlawful act and may be subject to civil, criminal, or administrative sanctions if the injured party submits a report to the Supervisory Council. The debtor's obligation to pay losses to creditors, both material and immaterial losses, can be done by executing an auction-based on a court decision.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akbar Kurniawan
Abstrak :
Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) merupakan perjanjian pendahuluan sebelum dilaksanakannya jual beli dikarenakan belum terpenuhinya syarat-syarat jual beli. Dalam Putusan Majelis Pengawas Wilayah Notaris DKI Jakarta Nomor: 3/PTS/Mj.PWN.Prov.DKIJakarta/III/2020, Notaris diberikan sanksi teguran tertulis karena membuat Akta PPJB dengan kausa palsu serta pada saat penandatanganan akta Notaris tidak hadir. Berkaitan dengan PPJB terdapat dua putusan lain yaitu Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor: 478/Pdt.G/2019/PN.JKT.Sel dan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor: 159/Pdt.G/2020/PN.JKT.Utr, ketiga putusan tersebut mempunyai objek sengketa yang sama. Adapun permasalahan penelitian ini adalah: 1. Bagaimana implikasi hukum Akta PPJB yang dibuat berdasarkan kausa palsu berupa utang piutang; 2. Bagaimana tanggung jawab Notaris yang membuatnya. Tesis ini menggunakan metode penelitian yuridis-normatif bersumberkan data sekunder. Pendekatan analisis dengan kualitatif. Hasil penelitian menunjukan: 1. Implikasi hukum Akta PPJB yang dibuat berdasarkan kausa palsu adalah: a. Batal demi hukum dan terdegradasi menjadi akta dibawah tangan, b. Hak atas tanah dalam PPJB dapat beralih apabila PPJB dijadikan dasar pembuatan Akta Jual Beli (AJB), c. Apabila hak atas tanah dalam PPJB beralih maka pemilik hak atas tanah akan mengalami kerugian. 2. Notaris bertanggungjawab secara administratif berupa teguran tertulis dikarenakan tidak jujur dan karena kesalahannya tidak membacakan akta. Notaris juga dapat dikenakan sanksi perdata apabila terdapat kerugian atas terdegradasinya Akta-Akta PPJB menjadi dibawah tangan dan apabila dinyatakan batal demi hukum. Selain itu Notaris juga dapat dituntut penggantian kerugian apabila hak atas tanah beralih dengan dibuatnya AJB berdasarkan Akta-Akta PPJB tersebut. Adapun PPJB yang dibuat berdasarkan kausa palsu berpotensi menimbulkan kerugian bagi pemilik hak atas tanah. ......The Sale and Purchase Binding Agreement (PPJB) is a preliminary agreement before the sale and purchase is carried out because the sale and purchase conditions have not been fulfilled. In the Decision of the Supervisory Council of the DKI Jakarta Notary Region Number: 3/PTS/Mj.PWN.Prov.DKIJakarta/III/2020, the Notary was given a written warning for making the PPJB Deed with a false cause and was not present at the time of signing the deed. Regarding PPJB, there are two other decisions, namely the South Jakarta District Court Decision Number: 478/Pdt.G/2019/PN.JKT.Sel and the North Jakarta District Court Decision Number: 159/Pdt.G/2020/PN.JKT.Utr, The three decisions have the same object of dispute. The problems of this research are: 1. What are the legal implications of the PPJB Deed based on false causes in the form of debts; 2. What is the responsibility of the Notary who made it. This thesis uses a juridical-normative research method based on secondary data. Qualitative analysis approach. The results of the study show: 1. The legal implications of the PPJB deed based on false causes are: a. Canceled by law and relegated to a deed under the hand, b. Land rights in PPJB can be transferred if PPJB is used as the basis for making a Sale and Purchase Deed (AJB), c. If the land rights in the PPJB are transferred, the owner of the land rights will suffer losses. 2. The notary is administratively responsible in the form of a written warning due to dishonesty and because of his mistake he did not read the deed. Notaries can also be subject to civil sanctions if there is a loss due to the degradation of PPJB Deeds to be under the control and if declared null and void by law. In addition, the Notary can also be sued for compensation if the land rights are transferred by making AJB based on the PPJB Deed. The PPJB made based on false causes has the potential to cause harm to the owner of land rights.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Swastiastu Lestari
Abstrak :
Kuasa untuk memasang hipotik harus dibuat dengan akta otentik. Dalam pelaksanaannya akta otentik itu adalah akta notaris. Tidak demikian halnya dengan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan yang wajib dibuat dengan akta Notaris atau akta Pejabat Pembuat Akta Tanah. Tesis ini membahas mengenai apa saja kekuatan mengikat Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan dalam perjanjian utang piutang serta tanggung jawab Notaris bila akta yang dibuatnya merugikan kreditur. Penelitian ini merupakan suatu penelitian yang berbentuk yuridis normative yang bersifat yuridis analitis. Pada asasnya pembebanan Hak Tanggungan wajib dilakukan sendiri oleh pemberi Hak Tanggungan. Hanya apabila benar-benar diperlukan yaitu dalam hal pemberian Hak Tanggungan tidak dapat hadir dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah, diperkenankan penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan harus diberikan langsung oleh pemberi Hak Tanggungan dan harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Tidak dipenuhinya syarat ini mengakibatkan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan yang bersangkutan tidak dapat digunakan sebagai dasar pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan.
Authority to install mortgages must be made with authentic deed. In practice it authentic deed is deed of notary public. Not so with Mortgage Power Of Attorney to fill that must be made by notarial deed or deed Deed Land Officer Makers. This thesis describes the binding Power Of Attorney in debt agreements impose mortgage and responsibilities when the notarial deed detrimental to creditors made. This research is research that forms the character of judical normative analitycal. In principle, the imposition of mortgages must be done alone by the giver mortgages. Only if absolutely necessary that in the case of mortgages unable to attend before an official maker official maker of Land Act, prohibits the use of power imposes mortgages. Mortgage Power Of Attorney must be charged directly by the mortgage and must meet certain requirements. Non-conformity with these requirements produce Power Of Attorney for Mortgage-related charge can not be used as the basis for the manufacture of the Deed of Encumbrance.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28380
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
M.A. Yunita Triwardani Winarto
Abstrak :
Dalam rangka peningkatan pendapatan negara dan kepatuhan Wajib Pajak, Kebijakan Pengampunan Pajak diberlakukan lewat Undang-Undang Nomor 11 tahun 2016. Namun, masih terdapat banyak hambatan dalam pelaksanaan kebijakan ini khususnya terkait pengelakan pajak dan pelaksanaan terhadap sanksinya. Skirpsi ini akan menganalisis sanksi dalam hukum pajak dan hukum perdata terhadap suatu perjanjian utang piutang yang di mark up nominal utangnya untuk memperkecil uang tebusan dalam kebijakan Pengampunan Pajak serta mencari pengaturan yang ideal untuk meminimalisir celah hukum yang dapat terjadi dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. Metode Penelitian dilakukan secara yuridis normatif dengan menelaah buku, peraturan perundang-undangan serta wawancara. Dari analisa yang dilakukan dalam skripsi ini, disimpulkan bahwa belum ada pengaturan sanksi dalam Undang-Undang Amnesti Pajak mengenai mark up nominal utang sebagai dokumen yang tidak benar yang sengaja dilampirkan. Sehingga sebelum kebijaan ini berakhir hendaknya perlu diatur mengenai hal tersebut untuk memberikan kepastian hukum dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak. ......Due to increasing compliance of the tax payer and the state income, Tax Amnesty policy was implemented with Act. No 11 Year 2016. Therefore there is still obstacle and difficulty to implement this policy, such as tax evasion and the law enforcement for the tax sanctions. This thesis will analyze the sanctions in tax law and private law due to a marking up debt rsquo s nominal in Loan Agreement to minimize the real transaction in Tax Amnesty policy, also to find the ideal regulation regarding the loopholes that can happened in Act. No 11 Year 2016 on Tax Amnesty. This research using juridical normative method by analyze the issue based on the books, regulations, and depth interview with the expert interviewees. The conclusion from this research is that there is no specific sanctions from Tax Amnesty policy for Debt Nominal rsquo s Mark Up as an invalid Loan Agreement document. So before this policy all over, it is necessary to regulate the sanction that could provide legal certainty in Tax Amnesty policy.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasiholan, Gabrielle Octavian
Abstrak :
Perjanjian Kredit adalah perjanjian pinjaman antara bank dan pelanggan bank To memastikan perjanjian kredit jiwa mereka dapat dilakukan dengan mudah. Perjanjian biasanya terkait dengan jaminan sebagai jaminan, umumnya atas hak tanah dengan Hipotek institusi terikat dengan perjanjian jaminan. Sifat agunan Perjanjian dibangun sebagai perjanjian yang accesoir, dengan konsekuensi hukum serta perjanjian accesoir lainnya. Putusan Mahkamah Agung No. 353K / PDT / 2015 memberikan pembatalan perjanjian kredit dan Hak Tanggungan. Berdasarkan penelitian ini, ditemukan bahwa ini tidak dapat dibenarkan, karena Pembatalan hipotek setuju tidak selalu mengarah pada pembatalan perjanjian kredit sebagai perjanjian pokok. Perjanjian kredit dilakukan antara bank dan bea cukai, meskipun jaminan kredit diajukan oleh a pihak ketiga. Oleh karena itu, perjanjian ini mengikat pihak yang membuatnya, debitur dan kreditor. Permintaan pembatalan perjanjian kredit tidak dapat diajukan oleh pihak ketiga.
Credit Agreement is a loan agreement between a bank and a bank customer to ensure that their life credit agreement can be done easily. Agreements are usually related to collateral as collateral, generally for land rights with mortgage institutions bound by collateral agreements. The nature of collateral agreements are built as access agreements, with legal consequences and other access agreement. Decision of the Supreme Court No. 353K / PDT / 2015 provides cancellation of credit agreements and Mortgage Rights. Based on this research, it was found that this cannot be justified, because cancellation of a agreed mortgage does not always lead to the cancellation of the credit agreement as the principal agreement. Credit agreement made between a bank and customs, even if a credit guarantee is submitted by a third party. Therefore, this agreement is binding on the parties that made it, the debtor and creditor. Request to cancel the credit agreement cannot be submitted by a third party.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2   >>