Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 80 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Endang Rosdianingsih
"Mayoritas orang masih mengganggap dan percaya bahwa kecemburuan sebagai awal tanda adanya masalah dalam perkawinan. Hal ini diperkuat dari hasil beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa kecemburuan dapat memperburuk perkawinan Dugosh (2000). Namun, hasil penelitian lain menunjukkan bahwa kecemburuan cenderung baik untuk perkawinan Mathes & Severa (1989). Adanya perbedaan hasil dari kedua penelitian diatas, menjadi tujuan dari penelitian ini. Pengukuran ini menggunakan skala-skala yaitu kecemburuan dan kepuasan perkawinan. Hal ini dikarenakan untuk melihat apakah ada hubungan positif atau negatif antara kedua-duanya. Tidak hanya sebatas mengukur kecemburuan secara umum, namun kecemburuan juga dilihat dari domain kognisi, emosi dan perilaku.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kecemburuan secara umum dapat menurunkan kualitas perkawinan. Hal yang serupa terjadi pada domain kognisi (salah satu pasangan menyadari pasangannya tertarik dengan orang ketiga) dan perilaku (pasangan cenderung akan bertindak) yang memiliki hubungan yang kuat dengan ketidakpuasan pada perkawinan. Hal yang menarik dari hasil penelitian ini adalah pada kecemburuan domain emosi yang memiliki hubungan yang dapat meningkatkan kepuasan perkawinan. Hal ini dikarenakan kecemburuan domain ini sebagai indikatornya yaitu banyak melibatkan perasaan cinta. Selama perasaan tersebut tidak mengarah pada kecemburuan patologi, kemungkinan kepuasan perkawinan akan dirasakan lebih lama.

Most people believe that jealousy is a trouble sign for marriage. And indeed, in the literature of psychology some theorists maintain that jealousy is bad for marriages. However some maintain that jealousy is good. This disagreement is the point of departure for this study. Using various pre-designed scales for measuring jealousy and marital satisfaction, this study attempts to find out whether there is a positive or negative correlation between the two. The study measures jealousy not only in a general sense, but also in its behavioral, cognitive and emotional aspects as well.
The study finds that the general experience of jealousy is corrosive to marriages. Similary both the cognitive (knowledge of a partner?s interest in a third party) and behavioral (confrontation of a wayward partner) dimensions of jealousy correlate with marital dissatisfaction. However, surprisingly the study finds that those who are emotionally jealous (predisposed toward feelings of jealously) tend to be more satisfied with their relationships than those who are not. This appears to suggest that feelings of jealousy are closely bound up with those of love. As long as such feelings do not become pathological, they may serve as an indicator of relationship satisfaction and longevity.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhilah Eryananda
"Kepuasan pernikahan berperan penting dalam kehidupan. Sebelum menjadi pasangan suami istri, individu memiliki faktor personal yang dibawa dan mempengaruhi dinamika pernikahan dan bagimana pandangan individu terkait pernikahannya. Penelitian ini akan melihat apakah human values sebagai faktor personal dapat secara signifikan mempengaruhi kepuasan pernikahan, lebih lanjut juga melihat apakah jenis strategi resolusi memoderasi pengaruh human values terhadap kepuasan pernikahan. Sebanyak 329 partisipan yang merupakan generasi Y dan sudah menikah selama 1 tahun terlibat dalam penelitian ini. Setiap partisipan diminta untuk mengisi Portrait Values Questioner (PVQ), Conflict Resolution Inventory (CRI) dan Quality Marriage Index (QMI).
Hasil penelitian ini menemukan bahwa human values merupakan prediktor yang signifikan terhadap kepuasan pernikahan, dimana nilai self-enhancement dan openness to change memiliki hubungan negatif terhadap kepuasan pernikahan (B= -3.253, p.01; B=-1.802, p.01) sementara nilai selftranscendence (B=5.789, p.01) memiliki hubungan positif terhadap kepuasan pernikahan. Selain itu juga ditemukan jenis strategi resolusi positive problem solving memoderasi hubungan self-transcendence dan kepuasan pernikahan (B=-0.448, p05). Hasil penelitian ini bermanfaat untuk praktisi psikolog dan calon pasangan suami istri agar dapat mempertimbangkan peran human values dan melatih teknik positive problem solving. Penelitian lanjutan dapat dilakukan dengan melibatkan pasangan atau pada populasi bercerai untuk melihat peran nilai dan strategi resolusi konfliknya.

Marriage satisfaction plays an important role in life. Before becoming a husband and wife, individuals have personal factors that are brought and influence the dynamics of marriage and how the individual views related to marriage. This study purpose to found out whether human values as a personal factor can significantly influence marital satisfaction, and also look at whether the type of conflict resolution strategy moderates the influence of human values on marital satisfaction. A total of 329 participants who were generation Y and had been married for at least a year were involved in this study. Each participant was asked to fill in the Portrait Values Questioner (PVQ), Conflict Resolution Inventory (CRI) and Quality Marriage Index (QMI).
The results of this study found that human values are a significant predictor of marital satisfaction, where self-enhancement and openness to change values have a negative relationship with marital satisfaction (B = -3,253, p .01; B = -1.802, p .01 ) while the value of self-transcendence (B = 5.789, p .01) have positive relationship with marital satisfaction. It also found positive problem solving strategies moderate the relationship between self-transcendence and marital satisfaction (B = -0.448, p .05). The results of this study are useful for practitioners and potential couples to consider the role of human values and practice positive problem solving techniques. Further research can be done by involving partners or divorced populations to see the role of values and conflict resolution strategies.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
T55218
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Juwita Kusumawardhani
"Hubungan romantis merupakan sumber penting bagi self esteem, kesehatan, dan kebahagiaan atau subjective well being seorang individu (Reis, Collins, & Berscheid, 2000). Oleh karena itu, putusnya hubungan romantis dapat menurunkan tingkat kebahagiaan dan subjective well being seseorang meskipun subjective well being tergolong relatif stabil selama rentang kehidupan (Park & Sanchez, 2007). Lebih lanjut, terkadang seorang individu merespon putusnya hubungan romantis dengan tindakan maladaptif seperti distres emosional berkepanjangan dan usaha obsesif untuk memperoleh kembali mantan pasangan. Salah satu teknik intervensi yang dipercaya dapat meningkatkan kebahagiaan seseorang adalah Acceptance Commitment Therapy (ACT) (Harris, 2008). Desain penelitian yang digunakan adalah one group pretest-posttest design. Partisipan adalah dewasa muda dengan rentang usia 20 hingga 40 tahun. Intervensi ini terdiri dari lima pertemuan yang dilakukan sebanyak satu kali di dalam seminggu selama ±90 menit setiap sesinya. Berdasarkan pengukuran kuantitatif melalui Oxford Happiness Questionnaire dan Core Bereavement Item, serta penilaian kualitatif melalui observasi dan wawancara terlihat adanya perubahan peningkatan subjective well being setiap partisipan setelah diberikan intervensi. Oleh karena itu, kesimpulan yang diperoleh adalah Acceptance Commitment Therapy dianggap efektif dalam meningkatkan subjective well being pada dewasa muda pasca putusnya hubungan pacaran.

Romantic relationship is one of the most important assets for individual‟s self esteem, health and happiness or their subjective well-being (Reis, Collins, & Berscheid, 2000). By that fact, the broke-up of the romantic relationship can decrease the level of happiness and subjective well-being of individuals whether the subjective well-being itself is relatively stable for the entire life (Park & Sanchez, 2007). Sometimes an individual responded their broke-up by doing some maladaptive acts such as an endless emotional distress and obsessive act just to get back their ex-partner. One of the most reliable intervention techniques to increase people‟s happiness is Acceptance Commitment Therapy (ACT) (Harris, 2008). The research design is using one group pretest-postest design. As a partisipant, young adult should be in 20 until 40 years of age. This intervention contains 5 (five) session which held once in a week and the duration is ± 90 minutes per session. Based on the quantitative evaluation with Oxford Happiness Questionnaire and Core Bereavement Item, and also the qualitative evaluation from observation and interview, the main result pointed that Acceptance Commitment Therapy is effectively proven to increase subjective well-being in Young Adults‟ post relationship dissolution."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T30506
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dea Shahnaz Virginia
"Pemulihan rasa percaya trust repair berperan penting dalam interaksi sosial, karena dengan terperliharanya rasa percaya suatu hubungan akan mudah terjalin. Penelitian ini bertujuan menguji pengaruh pemberian kompensasi serta bagaimana norma sosial berperan dalam pemulihan rasa percaya seseorang. Dengan menggunakan desain eksperimental randomized 2 kompensasi: kompensasi besar vs. tanpa kompensasi x 3 norma sosial: norma sosial consistent vs. norma sosial dissonance vs. tanpa norma sosial, penelitian ini dilakukan kepada 187 mahasiswa aktif Program Sarjana S-1 Universitas Indonesia. Pengukuran dilakukan dengan memodifikasi trust game dari Desmet, De Cremer, dan van Dijk 2010 dan dijalankan dengan program z-Tree. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian kompensasi dan norma sosial setelah terjadinya pelanggaran rasa percaya trust violation tidak memengaruhi perilaku pemulihan rasa percaya seseorang.

Trust repair plays an important role in social interaction, because with the well maintained trust, it will be easier for a relationship to be established. This research aims to examine the effect of compensation and how social norms play a role in repairing one 39 s trust. By using a randomized experimental design 2 compensation large compensation vs. no compensation x 3 social norms consistent social norms vs. dissonance social norms vs. no social norm, this research was conducted to 187 active students of Undergraduate Program S 1 University of Indonesia. Measurements were made by modifying the Trust Game from Desmet, De Cremer, and van Dijk 2010 and run by z Tree program. The results of this research suggest that compensation and social norms that given after trust violation, do not affect individuals trust repair behavior."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bianca Alia Sudewaji
"Perselingkuhan melalui kontak virtual (cyber affair) dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya trait kepribadian extraversion, agreeableness, dan conscientiousness, dan kepuasan hubungan yang rendah. Trait kepribadian, kepuasan hubungan, dan cyber affair juga berkorelasi satu sama lain. Kepuasan hubungan sudah pernah dijadikan moderator dalam penelitian trait kepribadian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran kepuasan hubungan sebagai moderator terhadap hubungan antara trait kepribadian dan cyber affair pada individu berpacaran usia dewasa muda. Terdapat tiga alat ukur yang digunakan yaitu Social Media Infidelity-Related Behavior (SMIRB) oleh McDaniel et al. (2017) diadaptasi tim peneliti, IPIP-BFM-25 dimensi extraversion, agreeableness, conscientiousness (Akhtar & Azwar, 2018), dan Relationship Assessment Scale (RAS) adaptasi Vivian (2020). Teknik sampling yang digunakan adalah convenience sampling dengan partisipan sebanyak 734 orang. Analisis statistik yang dilakukan meliputi statistika deskriptif, korelasi, kovariat, dan moderasi guna menjawab pertanyaan penelitian. Hasilnya, trait kepribadian conscientiousness memiliki hubungan negatif yang signifikan dengan cyber affair. Analisis moderasi menunjukkan tidak ada efek moderasi kepuasan hubungan pada hubungan antara trait kepribadian dan cyber affair.

Infidelity through virtual contact (cyber affair) is influenced by various factors, including extraversion, agreeableness, and conscientiousness personality trait, and low relationship satisfaction. Personality traits, relationship satisfaction, and cyber affair are also correlated. Relationship satisfaction has been used as a moderator in personality trait research. This study aims to determine the role of relationship satisfaction as a moderator of the relationship between personality traits and cyber affair in young adult dating individuals. There are three measurements used in this study, namely Social Media Infidelity-Related Behavior (SMIRB) by McDaniel et al. (2017) adapted by the research team, IPIP-BFM-25 dimensions of extraversion, agreeableness, conscientiousness (Akhtar & Azwar, 2018), and Vivian's adaptation of Relationship Assessment Scale (RAS, 2020). The sampling technique used was convenience sampling, with 734 participants obtained. Statistical analysis includes descriptive statistics, correlations, covariates, and moderation to answer the research questions. As a result, the conscientiousness personality trait has a significant negative correlation with cyber affair. Moderation analysis indicates no moderating effect of relationship satisfaction on the relationship between personality traits and cyber affair. "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Johara Fakhira
"Pandemi Covid-19 tentunya menyebabkan banyak sekali penyesuaian yang harus dilakukan oleh masyarakat, termasuk mahasiswa. Pada masa pandemi ini, mahasiswa banyak melakukan kegiatan secara daring yang menyebabkan perubahan hidup yang cukup signifikan pada mahasiswa. Situasi ketidakpastian akibat pandemi berdampak pada subjective well-being mahasiswa. Keluarga sebagai salah satu sumber dukungan sosial, berperan penting dalam membantu mempertahankan tingkat subjective well-being yang tinggi pada mahasiswa. Studi ini bertujuan untuk melihat peran keberfungsian keluarga terhadap subjective well-being mahasiswa pada masa pandemi Covid-19. Peneliti menggunakan tipe penelitian kuantitatif dengan strategi penelitian noneksperimental, di mana peneliti menyebarkan kuesioner keberfungsian keluarga (Family Assessment Device) dan kuesioner subjective well-being (Subjective Happiness Scale) kepada partisipan. Sebanyak total 390 mahasiswa dan mahasiswi S1 dengan rentang usia 18 - 23 tahun berpartisipasi pada penelitian ini. Berdasarkan hasil analisis multiple regression, diketahui bahwa keberfungsian keluarga berperan secara signifikan terhadap subjective well-being mahasiswa di masa pandemi Covid-19 (R2 = 0,274, p < 0,05). Dimensi keberfungsian keluarga yang berperan secara signifikan adalah dimensi komunikasi, peran, dan respon afektif. Oleh karena itu, keluarga diharapkan dapat meningkatkan komunikasi, pembagian peran dan respon afektif sehingga dapat mempertahankan tingkat subjective well-being yang baik
The Covid-19 pandemic has caused a lot of adjustments that need to be done by the community, including college students. During this pandemic, students are doing a lot of online activities that cause significant life changes for students. The situation of uncertainty due to the pandemic has an impact on the subjective wellbeing of students. Family as a source of social support plays an important role in helping to maintain a high level of subjective well-being in students. This study aims to determine the role of family functioning on college students' subjective well-being in Covid-19 pandemic. This research is a quantitative nonexperimental study, using Family Assessment Device (FAD) and Subjective Happiness Scale (SHS) questionnaire. A total of 390 men and women college students in the range of 18 - 23 years old participated in this study. Using multiple regressions analysis, the results showed that family functioning has a significant role on college students’ subjective well-being in Covid-19 pandemic situation (R2 = 0,274, p < 0,05). In addition, we obtained that communications, roles, and affective response dimensions have a significant role on subjective well-being. Therefore, families are expected to improve communication, roles and affective responses to maintain a good level of subjective well-being in college students.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syarafina
"Penelitian bertujuan untuk melihat peran keberfungsian keluarga terhadap individu dewasa muda di situasi pandemi COVID-19. Peneliti menggunakan penelitian kuantitatif dan non-eksperimental. Peneliti mengumpulkan data secara daring melalui yang berisi alat ukur keberfungsian keluarga (FAD) dan alat ukur (GSES). Partisipan penelitian merupakan 411 individu usia dewasa muda, laki-laki dan perempuan dengan rentang usia 18 - 25. Berdasarkan analisis statistik regresi berganda, keberfungsian keluarga secara signifikan dapat memprediksi dewasa muda pada masa pandemi COVID-19 Ditemukan pemecahan masalah dan komunikasi merupakan dimensi yang berperan signifikan. Oleh karena itu, diharapkan pada situasi pandemi COVID-19, keluarga dapat berfungsi dengan baik dan memiliki kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi yang efektif untuk memengaruhi
This study aims to examine the role of family functioning on general self-efficacy of young adults in the COVID-19 pandemic situation. Researchers used quantitative and non- experimental research. Data collected online through google form that contained family functioning measurement tool (FAD) and general self-efficacy measurement tool (GSES). Participants were 411 young adult, male and female with an age range of 18 - 25. Based on multiple regression statistical analysis, family functioning significantly predicts the general self-efficacy of young adults during the COVID-19 pandemic . It was found that problem solving and communication are dimensions that play a significant role. Therefore, it is hoped that in the COVID-19 pandemic situation, families can function well, have effective problem solving and communication skills to influence the general self-efficacy of young adults.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imanurul Aisha Rahardjo
"Penelitian ini bertujuan untuk menguji peran dari trait kepribadian dark triad dan iklim keselamatan lalu lintas terhadap perilaku berkendara berisiko pada pengendara sepeda motor. Partisipan penelitian adalah 111 pengendara sepeda motor yang memiliki karakterisitik memiliki SIM C, berusia 18 – 40 tahun, berdomisili di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi, dan menggunakan sepeda motor sebagai moda transportasi sehari-hari. Pengumpulan data dilakukan menggunakan kuesioner yang terdiri dari skala perilaku berkendara motor berisiko (PBMB), Short Dark Triad Scale (SD3), dan Traffic Climate Scale (TCS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa trait psychopathy, yang merupakan bagian dari kepribadian dark triad, berperan secara signifikan terhadap perilaku berkendara berisiko pada pengendara sepeda motor. Sementara itu, tidak terdapat peran yang signifikan pada variabel iklim keselamatan lalu lintas dan dua traits lain dari kepribadian dark triad, yaitu narcissism dan machiavellianism terhadap perilaku berkendara berisiko pada pengendara sepeda motor. Untuk penelitian selanjutnya, disarankan agar peneliti juga menggunakan populasi khusus agar lebih menggambarkan perilaku berkendara berisiko pada pengendara sepeda motor.

This study aims to examine the role of the dark triad personality trait and traffic safety climate on risky driving behavior among motorcyclists. The research participants were 111 motorcycle riders who have the characteristics of having a SIM C, aged 18-40 years, domiciled in Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, and Bekasi, and use motorcycles as a mode of daily transportation. Data was collected using a questionnaire consisting of a risky motorcycle riding behavior scale (PBMB), the Short Dark Triad Scale (SD3), and the Traffic Climate Scale (TCS). The results showed that the psychopathy trait, which is part of the dark triad personality, plays a significant role in risky riding behavior among motorcyclists. Meanwhile, there is no significant role in the traffic safety climate variable and two other traits of the dark triad personality, namely narcissism and machiavellianism on risky driving behavior in motorcyclists. For further research, it is recommended that researchers also using specific participants in order to better describe risky riding behavior among motorcyclists."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azalea Vinny Raisya Rosandya
"Periode emerging adulthood ditandai dengan memasuki jenjang pendidikan di perguruan tinggi dan menjadi mahasiswa. Banyak mahasiswa yang rela merantau ke kota lain demi mendapatkan pendidikan yang lebih baik. Mereka akrab disebut sebagai mahasiswa rantau. Meskipun begitu, pergi merantau tidak lepas dari berbagai hal yang menimbulkan stres. Oleh sebab itu, mahasiswa rantau perlu memiliki kemampuan resiliensi yang baik. Faktor individu dan keluarga memiliki peran yang sangat penting terhadap resiliensi. Keseimbangan antara faktor individu dan keluarga dapat terlihat dari kemampuan diferensiasi diri. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran diferensiasi diri sebagai prediktor dari resiliensi pada mahasiswa rantau. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Peneliti melakukan pengambilan data secara daring dengan menyebarkan kuesioner Differentiation of Self Inventory - Short Form untuk mengukur diferensiasi diri dan The 14-Item Resilience Scale untuk mengukur resiliensi. Total partisipan penelitian ini adalah 134 mahasiswa rantau yang berusia antara 18-24 tahun (M = 20,45 SD = 1,380). Hasil analisis multiple regression menunjukkan bahwa diferensiasi diri secara signifikan dapat memprediksi resiliensi mahasiswa rantau (R2 = 0,208, p < 0,05). Dari empat dimensi, dimensi I-position dan emotional cutoff secara signifikan mampu memprediksi resiliensi. Oleh karena itu, mahasiswa rantau dianjurkan untuk meningkatkan diferensiasi diri dengan mengoptimalkan I-position dan tidak melakukan emotional cutoff.

Emerging adulthood period is marked by entering higher education and becoming college students. Many college students apply to a university in other cities to get a better education. They are called sojourn students. Even so, living away from their hometown can cause a lot of stress. Therefore, sojourn students need to have good resilience skills. Individual and family factors have an important role in resilience. The balance between individual and family factors can be seen from the ability to differentiate themselves. This study aims to examine the role of differentiation of self as a predictor of resilience on sojourn students. This study is a quantitative research. Data were collected online using Differentiation of Self Inventory - Short Form and The 14-Item Resilience Scale questionnaire. The total participants of the study were 134 sojourn students aged between 18-24 years old (M = 20,45 SD = 1,380). The result of multiple regression analysis shows that differentiation of self significantly predicts the resilience of sojourn students (R2 = 0,208, p < 0,05). From the four dimensions, the I-position and emotional cutoff dimensions were significant to predict resilience of sojourn students. Therefore, sojourn students are encouraged to improve differentiation of self by optimizing their I-position and not doing emotional cutoff"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syafira Noor Azizah
"Kehadiran Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) membawa pengaruh bagi perkawinan. Adanya periode-periode kritis, tekanan psikososial, serta proses penerimaan terhadap anak yang hanya dilalui oleh orang tua ABK dapat membawa pengaruh bagi dinamika perkawinan. Selain itu, beratnya beban pengasuhan, perawatan dan pendidikan ABK menjadikan mereka lebih terfokus pada buah hati sehingga waktu untuk berinvestasi dalam perkawinan menjadi sedikit. Minimnya interaksi, keintiman, hingga memburuknya komunikasi antar pasangan dapat mempengaruhi kualitas hingga stabilitas perkawinan. Penelitian ini meneliti peran kepuasan perkawinan sebagai mediator dalam hubungan antara perilaku memelihara hubungan dan komitmen perkawinan. Partisipan penelitian merupakan orang tua dengan ABK yang tengah menjalani perkawinan pertama serta tinggal satu atap dengan pasangan. Walaupun demikian, hanya satu partisipan saja yang diukur dalam penelitian ini. Terdapat 142 partisipan yang didapatkan secara convenience sampling dan snowball sampling. Seluruh partisipan telah mengisi kuesioner Relationship Maintenance Behavior Measure untuk mengukur perilaku memelihara hubungan, Quality Marriage Index untuk mengukur kepuasan perkawinan, serta Marital Commitment Inventory untuk mengukur komitmen perkawinan. Dari hasil analisis mediasi ditemukan bahwa kepuasan perkawinan memedisi hubungan antara perilaku memelihara hubungan dengan komitmen perkawinan, baik komitmen personal, komitmen moral, serta komitmen struktural. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pada orang tua ABK, perilaku memelihara hubungan dapat memberikan pengaruh signifikan dan menyeluruh terhadap komitmen personal, moral serta struktural apabila kepuasan perkawinan telah dirasakan oleh orang tua terlebih dahulu.

The presence of children with special needs influences marriage. The existence of critical periods, psychosocial pressure, and the process acceptance of children, that only they go through, may influence the dynamics of marriage. In addition, the heavy burden of nurturing, caring and educating children with special needs makes them more focused on their children so that they have less time to invest in marriage. The lack of interaction, intimacy, and poor communication between partners can affect the quality and stability of marriage. This study examines the role of marital satisfaction as a mediator in the relationship between relationship maintenance behavior and marital commitment. Research participants are parents with special needs children who are undergoing their first marriage and live under the same roof. However, only one participant was assessed in this study. There were 142 participants obtained by convenience sampling and snowball sampling. All participants have filled out the Relationship Maintenance Behavior Measure questionnaire to measure relationship maintenance behavior, the Quality Marriage Index to measure marital satisfaction, and the Marital Commitment Inventory to measure marital commitment. From the results through the mediation analysis, it was found that marital satisfaction mediates the relationship between relationship maintenance behavior and marital commitment, both personal commitment, moral commitment, and structural commitment. From the results of the study, it can be concluded that in parents with special needs children, relationship maintenance behavior can have a significant and comprehensive influence on personal, moral and structural commitment if marital satisfaction has been felt by parents first."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas ndonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8   >>