Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Atna Permana
"Ruang Lingkup dan Cara penelitian :
Kecenderungan peningkatan resistensi kuman terhadap antibiotik tertentu telah menjadi masalah kesehatan yang perlu dicermati. Masalah tersebut menyebabkan pengobatan menjadi mahal dan tidak efektif Dalam upaya untuk mencari antibiotik yang efektif, salah satu alternatif adalah dengan melakukan kombinasi dua antibiotik, Selaras dengan itu dilakukan penelitian untuk mengetahui efek kombinasi dua antibiotik dalam hal ini antibiotik fosfomisin dan sulbaktam-sefoperazon. Pengujian dibagi dalam beberapa strategi yaitu : (1). Penentuan KHM masing-masing antibiotik dengan metode tube dilution, (2). Penentuan KHM kombinasi dua antibiotik dengan metode checkerboard titration. (3). Penentuan time kill curve. (4). Penentuan postantibiotic effect (PAE).
Hasil dan Kesimpulan :
Isolat klinik yang digunakan untuk uji kombinasi adalah Pseudomonas aeruginosa (30 galur), Enterobacter aerogenes (30 galur), Escherichia coil (30 galur) dan Staphylococcus aureus (30 galur). Berdasarkan penentuan KEM obat tunggal, ditemukan banyak kuman yang resisten terhadap antibiotik uji, yaitu Pseudomonas aeruginosa 86,7% resisten terhadap fosfomisin dan 33,3% resisten terhadap sulbaktam-sefoperazon; Enterobacter aerogenes 80% resisten terhadap fosfomisin sedangkan Escherichia coil dan Staphylococcus aureus masingmasing 13,3% dan 33,3 % resisten terhadap fosfomisin. Kadar Hambatan Minimum (KHM) kedua antibiotik terhadap isolat klinik yang diperoleh pads penelitian ini adalah Pseudomonas aeruginosa berkisar 0,25 - 2048 tg/ml, 66,7% menunjukkan sinergis; Enterobacter aerogenes berkisar 0,125 - 2048 pg/ml , 66,7% menunjukkan sinergis; Escherichia coil berkisar 0,125 - 1024 gg/ml, 66,7% menunjukkan sinergis; dan Staphylococcus aureus berkisar 0,06 - 512 µg/ml, 56,7 % menunjukkan sinergis. Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya efek antagonis. Kombinasi fosfomisin dan sulbaktam-sefoperazon mampu menurunkan KHM masing-masing obat, Sedangkan basil PAE yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai PAE antibiotik kombinasi memberikan basil yang lebih lama jika dibandingkan dengan antibiotik tunggal."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T13632
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nies Andekayani Enaldy
"ABSTRAK
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian
Pembawa mikroba patogen merupakan suatu keadaan yang sangat berpengaruh dan beresiko tinggi bagi seorang tenaga penjamah makanan / Food handler, dimana pada keadaan itu tenaga kerja tersebut berada dalam fungsi tubuh sehat tetapi mengandung bibit penyakit dan dapat menularkannya atau mengakibatkan orang lain sakit.
Penelitian tentang upaya penurunan prevalensi pembawa mikroba patogen pada tenaga kerja di bagian Food and beverage suatu hotel belum banyak dilakukan di luar negeri, terutama di Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi dan faktor - faktor yang dapat menyebabkan terjadinya pembawa mikroba patogen tersebut pada pekerja di bagian F & B hotel X Jakarta. Prevalensi tersebut diketahui berdasarkan pemeriksaan usap dubur.
Disain penelitian adalah riset operasional terhadap 123 subyek penelitian. Pengumpulan data dasar dilakukan dengan menggunakan kuesioner / wawancara, pemeriksaan usap dubur pertama, pengambilan contoh makanan, contoh usap alat, contoh air bersih dan contoh air kolam renang. Intervensi yang dilakukan berupa penyuluhan, terapi antibiotika untuk 42 orang pekerja yang + (positif) mikroba pada pemeriksaan usap dubur pertama.
Evaluasi dengan melihat perubahan sikap dan perilaku pekerja serta penurunan prevalensi pembawa mikroba patogen pada pemeriksaan usap dubur kedua.
Hasil dan Kesimpulan
Dari 123 subyek penelitian pada pemeriksaan usap dubur pertama didapatkan 42 orang (34.14%) positif mengandung mikroba atau menjadi pembawa mikroba patogen. Setelah dilakukan intervensi dengan pemberian terapi antibiotika yang sesuai, didapatkan penurunan prevalensi pembawa mikroba patogen menjadi 23 orang (18,69%).
Faktor yang dapat menyebabkan seseorang tenaga kerja menjadi pembawa mikroba patogen adalah riwayat penyakit yang pernah diderita selama satu tahun terakhir sebelum pemeriksaan, sedangkan faktor lain tidak menunjukkan hubungan yang bermakna.
Dari pemeriksaan sampel lingkungan tidak menunjukkan adanya kontaminasi dengan mikroba patogen.

ABSTRACT
Operational Research Decreasing the Prevalence of Microbe Pathogen Carrier among Employees of Food and Beverage Department Hotel X, Jakarta 1997Scope and Methodology
Microbe pathogen carriers are potential hazards in food handlers, since they were functionally healthy, but sometime were reservoir agents for healthy people.
The design of study is an operational research with the objective to improve the health of workers in the sub department F & B in hotel X. The specific objectives of this study were to identify the prevalence of microbe carriers, to decrease the prevalence and to identify relationship between prevalence of several risk factors.
Until now there were no study reported had been carried out on this issue among employees of food and beverage department of hotels in Indonesia.
Results and Conclusions
Out of 123 subjects, 42 persons (34,14%) were tested positively in the first rectal swab examination as microbe pathogen carriers. Post intervention by giving appropriate antibiotic therapy, there was a decrease in the prevalence to 23 persons (18,69%).
The major factor that might significantly influenced the condition of microbe pathogen carriers was nourishment besides personal hygiene, sex, age, marital status, education, and working period.
Samples were takes also for environmental factors, such as tableware swabs, food samples, water samples, pool water samples showed no contamination with microbe pathogen.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Roni Chandra
"Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue, bersifat endemik di daerah tropis dan sub tropis, terutama di daerah perkotaan. Virus dengue yang ditransmisikan terutama oleh nyamuk Aedes aegypti juga merupakan penyakit arbovirus yang penting dalam ha[ morbiditas dan mortalitas. Di Indonesia, DBD pertama kali dilaporkan di Jakarta dan Surabaya pada tahun 1968. Tahun-tahun selanjutnya kasus DBD berfluktuasi jumlahnya setiap tahun dan cendenung meningkat. Faktor virus seperti variasi stereotipe dan genotipe virus dengue diyakini berperan menentukan derajat keparahan penyakit. Pada penelitian ini dilakukan analisis variasi genetik gen E dan NS I virus DEN-3 yang diisolasi dari pasien dengan manifestasi klinis yang berbeda, yaitu mulai clan yang ringan (DD) sampai yang terberat yaitu DBD dan DSS. Strain DS 002/06 (DD), DS 029/06 (DBD), DSA 02/06 (DSS) dan 17104 (DBD) diisolasi dan kasus dengue di Jakarta tahun 2004 dan 2006. Keempat strain tersebut kemudian dibandingkan dengan 11 strain DEN-3 yang berasal dan Indonesia dan Thailand. Homologi nukleotida gen E ditemukan berkisar antara 92,4 - 99.9%, sedangkan untuk asam amino E antara 96,5-100%. Sementara itu homologi gen NSI berkisar antara 92,1- 99,9% untuk nukleotida dan 97,1-100% untuk asam aminonya. Dijumpai berbagai variasi di sepanjang kedua gen tersebut, tetapi tidak ditemukan perbedaan yang spesifik yang bisa membedakan antara strain penyebab DD, DBD dan DSS. Analisis filogenetik menunjukkan bahwa semua strain strain DEN-3 Indonesia yang disolasi pada tahun 2004 dan 2006 konsisten berada di subtype I."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T58486
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laurentius Setyarahardja
"PENDAHULUAN
Kuman anaerob adalah kuman yang peka terhadap O2, karena 02 merupakan bahan toksik terhadap kuman ini; makin lama kontak dengan 02, kondisi dan jumlah kuman yang hidup makin menurun (1-3). Dalam 10 tahun terakhir ini penyakit yang disebabkan oleh infeksi kuman anaerob tampak meningkat. Sebagian besar kuman anaerob penyebab infeksi adalah anggota flora normal kuman anaerob, yang karena sesuatu hal masuk ke dalam bagian tubuh yang bukan tempatnya (1). Keadaan tersebut menunjukkan bahwa perneriksaan terhadap kuman anaerob perlu dilaksanakan secara rutin di laboratorium mikrobiologi.
Salah satu syarat dalam usaha mengisolasi dan mengidentifikasi kuman anaerob dari bahan-bahan pemeriksaan adalah suasana lingkungan pertumbuhan yang babas 02. Untuk memperoleh suasana tersebut telah dikenal beberapa cara, diantaranya (1, 3-7):
1. Silinder anaerob (anaerobic jar)
2. Roll tube technique
3. Anaerobic glove box
Kedua cara tersebut terakhir di atas adalah cara-cara yang lebih canggih dibandingkan cara yang percama, akan tetapi kedua cara ini dalam penggunaannya memerlukan biaya yang besar, tempat yang lebih luas, dan tenaga laboratorium yang berpengetahuan cukup mengenai teknik anaerob serta perawatan alat-alatnya. Oleh sebab itu kedua cara ini tidak dianjurkan untuk dipergunakan dalam laboratorium rutin. Untuk suatu laboratorium mikrobiologi yang sederhana dengan tenaga, ruangan dan dana yang terbatas, maka cara dengan mempergunakan silinder anaerob merupakan cara yang lebih dianjurkan (1,7). Suasana optimal untuk pertumbuhan kuman anaerob dapat diperoleh melalui 2 cara, yaitu dengan evacuation replacement system dan Gaspak/ Gaskit anaerobic system (1, 3-5, 7). Evacuation replacement system merupakan cara standar yang telah mengalami beberapa kali modifikasi dan penyempurnaan sejak ditemukannya oleh McIntosh dan Fildes. Cara tersebut sampai kini masih tetap dipergunakan. Untuk mempergunakan cara ini disamping silinder anaerob diperlukan pampa isap, manometer, silinder-silinder gas yang masing-masing berisi gas H2, CO2 dan N2 serta alai pengisi gas untuk memindahkan gas dari silinder gas ke dalam silinder anaerob. Proses anaerob-iosis dilaksanakan dengan mengeluarkan udara dart dalam silinder dan memasukkan gas N2 atau H2 yang diulangi 5 sampai 7 kali. Pada penggantian terakhir dimasukkan gas H2 dan CO2 atau gas N2, H2 dan CO2 (1). Proses pengeluaran dan penggantian tersebut di atas, di seksi anaerob laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) hanya dilakukan satu kali. Gas yang dipergunakan adalah gas H2 dan CO2.1 Gaspak anaerobic system pertama kali diperkenalkan oleh Brewer dan Allgeier (8), cara ini mempergunakan 'generator H2 dan C02' sebagai penghasil gas H2 dan C02. Gaspak generator merupakan suatu kit untuk sekali pakai (disposable) yang diproduksi dan dipasarkan oleh Becton, Dickinson UK Ltd.; dengan memasukkan air ke dalamnya, maka generator H2 dan C02 akan menghasilkan gas H2 dan CO2 (1, 7-9)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1987
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cucunawangsih
"Demam dengue atau demam berdarah dengue masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia, karena angka kesakitan yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun terutama pada saat kejadian luar biasa. Meskipun demikian angka kematian telah turun di bawah 3% yaitu 1,1% pada tahun 2004. Terdapat beberapa penyakit yang memberikan gejala klinis menyerupai DBD sehingga menyulitkan dalam mendiagnosa, untuk itu diperiukan uji laboratorium sebagai konfirmasi untuk diagnosis klinis. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan.64 spesimen yang berasal dan penderita tersangka demam dengue dan demam berdarah dengue yang dirawat di rumah sakit untuk kemudian dilakukan uji RT-PCR, hambatan hemaglutinasi dan IgM-IgG rapid immunochromatagraphy. Diagnosis klinis DBD menggunakan kriteria WHO 1997. Hasil yang didapat adalah bahwa keempat serotipe virus dengue ( DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 ) beredar di Jakarta, tempat dimana penelitian ini dilakukan dengan DEN-3 sebagai predominannya. IgM-IgG rapid immunochromatography dapat digunakan untuk membedakan infeksi virus dengue dengan yang bukan infeksi virus dengue karena sensitif, di samping itu mudah dan cepat untuk dikerjakan. Nilai sensitifitasnya adalah 95,8% dan spesifisitasnya adalah 65%. Dengan menggunakan tiga macam antigen ( DI, D2 dan D3 ), hasil uji hambatan hemaglutinasi memberikan hasil yang positif sebesar 60,9% dari kasus tersangka demam berdarah dengue. Meskipun pengerjaannya tidak sederhana dan memerlukan spesimen ganda, uji ini merupakan Baku emas bagi diagnosis infeksi dengue."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2005
T58393
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rina Yunita
"ABSTRAK
Latar Belakang : Penyakit demam dengue dan demam berdarah dengue yang disebabkan oleh virus dengue masih menjadi masalah kesehatan di dunia. Hingga saat ini pengobatan spesifik serta vaksin untuk infeksi dengue belum tersedia, dan berbagai strategi pembuatan vaksin sedang dikembangkan oleh berbagai pihak. Sebagai salah satu negara endemis infeksi dengue, Indonesia juga perlu melakukan pengembangan vaksin dengue dengan menggunakan strain virus yang berasal dari Indonesia. Pada penelitian ini akan dikembangkan kandidat vaksin DNA rekombinan dengan gen insersi Premembran dan Envelope virus dengue tipe 2 sebagai bagian dari pengembangan vaksin dengue tetravalen di Indonesia.
Metode : Plasmid DNA rekombinan dirancang mengandung gen premembran dan envelope dari virus dengue tipe 2 isolat Indonesia. Fragmen DNA diinsersi ke dalam vektor plasmid pUMVC4a serta ditransformasi ke dalam sel E.coli DH5-α. Klon plasmid yang didapat dikonfirmasi dengan metode PCR, enzim restriksi dan sekuensing. Ekspresi protein dari plasmid diuji melalui metode transfeksi pada sel Vero. Selanjutnya plasmid disuntikkan pada mencit jenis Balb/C sebanyak 3 kali dengan interval 3 minggu pada daerah intramuskular. Penyuntikan menggunakan 2 metode : suntikan intramuskular dengan jarum (IM) dan suntikan dengan menggunakan alat needle-free injector (NFI) dengan menggunakan 2 macam dosis plasmid, yaitu 25 μg dan 100 μg DNA. Pemeriksaan antibodi dilakukan dengan metode ELISA dan PRNT. Setelah fase imunisasi selesai, dilakukan uji tantang dengan menyuntikkan 2,5 x 105 PFU/ml DENV-2 secara intraperitoneal pada beberapa kelompok mencit untuk melihat pembentukan sel B memori. Data antibodi yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan analitik.
Hasil : Plasmid rekombinan pUMD2 telah berhasil diperoleh. Transfeksi pada sel Vero menunjukkan adanya ekspresi protein intra dan ekstraselular melalui pemeriksaan imunostaining dan ELISA. Melalui pemeriksaan ELISA, antibodi terdeteksi hanya pada kelompok penyuntikan NFI (p<0,005). Titer antibodi tertinggi dijumpai pada kelompok penyuntikan dengan NFI dosis 100 μg , kemudian NFI 25 μg dengan perbedaan yang tidak bermakna (p>0,005) antara kedua kelompok tersebut. Melalui PRNT 70% ditemukan bahwa antibodi netralisasi terhadap DENV-2 terbentuk pada mencit yang diberi imunisasi dengan metode NFI, sedangkan pada kelompok IM titernya tidak terdeteksi (<1/10). Titer antibodi terbaik diperoleh pada kelompok penyuntikan NFI dosis 100 ug yaitu 1/80-1/160. Titer hari ke-4 dan 8 setelah penyuntikan 2,5 x 105 PFU/ml virus pada kelompok yang diimunisasi secara IM dan NFI mengalami peningkatan. Sebaliknya, pada kelompok yang tidak diberi virus tidak terdapat peningkatan titer netralisasi. Hal ini menunjukkan adanya pembentukan sel B memori dari imunisasi yang diberikan.
Kesimpulan : Pembuatan plasmid rekombinan dengan gen insersi pre-M dan E DENV2 strain DS18/09 telah berhasil dilakukan. Terdapat respon antibodi netralisasi dan anamnestik dari mencit yang diberi imunisasi secara NFI, namun imunisasi secara IM hanya menunjukkan respon antibodi anamnestik dari sel memori. Plasmid DNA rekombinan ini memiliki potensi sebagai kandidat vaksin DNA terhadap virus dengue tipe 2. Perlu dilakukan penelitian selanjutnya berupa rancangan vaksin tetravalen dalam upaya pengembangan vaksin dengue secara menyeluruh.

ABSTRACT
Introduction : Dengue fever and dengue haemorrhagic fever caused by dengue virus is still a major health problem. There are four types of Dengue virus which antigenically distinguished : DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Currently, no specific treatment for Dengue infection and no vaccine are available, and various strategies have been used to develop dengue vaccine. Indonesia as one of dengue-endemic country has to attempt dengue vaccine development particularly using Indonesian virus strain. In this study, recombinant DNA vaccine candidate using DENV-2 pre-membrane and envelope genes was constructed as a part of dengue tetravalent vaccine development in Indonesia.
Methods : The recombinant plasmid consisting pre-membrane and envelope genes from DENV-2 Indonsia isolate was constructed. DNA fragment were inserted to pUMVC4a plasmid vector and then transformed to E. Coli DH5-α. The construction was confirmed using PCR, restriction enzyme and sequencing. Protein expressions of preM and E were determined by transfection into Vero cells. Group of Balb/C mice were injected with amount of plasmid via intra muscular route. The injection was conducted using 2 delivery methods : conventional syringe-needle (IM) and needle-free injector (NFI) device. Doses of plasmid that being compared are 25 μg and 100 μg. Mice were immunized with plasmid 3 times with 3 weeks interval. Antibody titre were determined by ELISA and PRNT. After immunization phase, part group of mice challanged with 2,5 x 105 PFU/ml DENV-2 intra peritoneally to confirm wether immunization induced memory cells. Antibody data were interpretated by descriptive and analytic methods
Results : The recombinant plasmid pUMD2 has been constructed. Confirmation of gene secuence showed no mutation at the clone. Vero cells-81 transfected with pUMD2 expressed prM and E as determined by immunofluorescence staining as intracellular protein and by ELISA to detect extracellular protein. In ELISA results, antibody was detected only in NFI group (p<0,005). Highest antibody titre was found in NFI group with dose 100 μg followed by dose 25 μg. However, antibody titre by ELISA between NFI group dose 100 μg and 25 μg were not statistically significant (p>0,005). Neutralizing antibody by PRNT 70% showed concordant result compared to ELISA. Neutralizing titre to DENV-2 was developed in NFI group, but it was not detectable in IM group of mice (<1/10). The highest titre of neutralization achieved by 100 μg, NFI group whose titer 1/80-1/160. Immunized mice in all groups raised greater neutralizing antibody titers on days 4 and 8 after challange with 2,5 x 105 PFU/ml of DS 18/09 of dengue type 2 virus. Compared to immunized mice that were not challanged which developed no increasing neutralizing titre, it indicated that immunization could produced memory B cell responses.
Conclusions : Recombinant plasmid as a candidate for dengue DNA vaccine has been constructed. The plasmid expressed premembrane and envelope proteins in Vero cells. Immunogenicity test from the plasmid DNA demonstrated neutralizing antibody responses and anamnestic responses in mice which immunized only by NFI method. IM injection method only showed anamnestic antibody responses. Overall, this DNA plasmid has a potency to be used as a candidate for DNA vacine against dengue virus type-2. Study for designing tetravalent vaccine model is necessary as a part in vaccine dengue development."
2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rayhana
"Demam berdarah dengue merupakan salah satu penyalcit wabah di didunia yang telah merenggut banyak nyawa. Pada tahun 2004 tetjadi wabah demam berdarah dengue di Jakarta dengan lebih dati 10.000 kasus dengan angka kematian dilaporkan sebanyak 603 orang dengan kasus infeksi serotipo virus dengue terbanyak adalah serotipe 3. Penelitian ini menggueakan metode PCR. Pada penelitian ini dilakukan analisls variasi genetik genE, NSI, dan NS3 dari virus dengue tipe 3 yang diisolasi dari pasien dengan manifestasi klinis yang berbeda Strain DS2207 (DD), DS4607 (DBD), DSA0206 (DSS) yang diisolasi dari kasus dengue 2006-2007 dan dibandingkan dengan 12 strain yang berasal dati Indonesia, Thailand, Tahiti, Venezuela, Malaysia.
Homologi etikleotida genE berkisar antara 92,4- 100 % sedangkan asam amino E 97- 100%. Homologi nukleotida gen NSI berkisar antara 93,4- 100 %, sedangkan asam amino NSl 97,2- 100%. Homologi nukleotida gen NS3 berkisar antara 92,8 - 99,5 % sedangkan asam amino NS3 98,2-99,7 % terdapat variasi pada ketiga gen, tapi belum ditemukan adanya perbedaan spesifik dari manifestasi klinis yang ditimbulkan.

Dengue hemorrhagic fever is one of the epidemically disease that widely spread and has taken many lives. In the year of 2004, the epidemic of dengue hemorrhagic fever occurred in Jakarta with more than 10,000 number of cases, and 603 reported to death, where stereotype 3 showed as the most dengue virus stereotype infection cases. This research used the PCR (polymerase chain reaction) method, along with an analysis in genetically variety of E, NSI, and NS3 Gene of isolated Type 3 Dengue Virus (from the patient with any different clinical symptom). Strain of DS2207 (Dengue fever), 084607 (Dengue hemorrhagic fever), DSA0206 (Dengue shock syndrome) has been isolated of the 2006-2007 dengue cases, and compared' with 12 strain from Indonesia, Thailand, Tahiti, Venezuela, and Malaysia.
Nucleotide homology of the E gene is somewhere around 92,4% up to 100%, with theE aroino acid reached 97% up to 100%. Nucleotide homology of the NSl gene is somewhere around 93,4% up to 100%, with the NSI amino acid reached 92,2 % up to 100 % nucleotide homology of the NS3 gene is somewhere around 92,8 % up to 99,5 % with the NS3 amino acid reached 98,2 % up to 99,7 %. There were also variety of those genes, without any specipic differences among different manifestations.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
T32372
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Agustin Agnes
"Latar Belakang: Ada sekitar 50 spesies Nontuberculous mycobacteria (NTM) berpotensi patogen di manusia, yang menyebabkan infeksi tersering di paru. Pemeriksaan mikrobiologi berbasis molekuler diperlukan dalam mendiagnosis infeksi NTM paru. Oleh karena itu perlu dilakukan uji awal untuk deteksi mycobacteria dari spesimen klinis secara langsung dengan metode molekuler yaitu real-time PCR dan sekuensing DNA untuk identifikasi spesies mycobacteria serta mengaplikasikan pada kit PaxView® TB/NTM MPCR-ULFA. Tujuan: Melakukan optimasi berbasis molekuler untuk deteksi dan identifikasi Mycobacteria secara langsung pada sputum pasien terduga infeksi NTM paru. Metode: Studi dekskriptif dan eksperimental laboratorium dengan melakukan optimasi suhu penempelan, reaksi silang, ambang batas deteksi DNA, dan penerapan real-time PCR berbasis SYBR Green yang telah
dioptimasi dan PaxView® TB/NTM MPCR-ULFA pada hasil sputum pasien terduga infeksi NTM paru. Hasil: Dua hasil positif dari 30 sampel sputum pada real-time PCR mycobacterium dan hasil sekuensing adalah Mycobacterium tuberculosis, menunjukkan adanya discordant hasil dengan real-time PCR MTB. Pada kit PaxView® TB/NTM MPCR-ULFA didapatkan 16 hasil positif MTB dan tidak ditemukan NTM. Kesimpulan: Terdapat discordance pada dua sampel hasil penerapan uji awal real-time PCR mycobacterium dengan sekuensing DNA, yang diduga NTM tetapi hasilnya M. tuberculosis. Perlunya dilakukan evaluasi lebih lanjut real-time PCR berbasis SYBR Green.

Background: There are approximately fifty species of Nontuberculous mycobacteria (NTM) are potentially pathogenic in humans, the infection is most common in the lungs. Molecular-based microbiological examination is needed in diagnosing pulmonary NTM infection. Therefore, it is necessary to preliminary test the detection of mycobacteria from clinical specimens directly by molecular methods, namely real-time PCR and DNA sequencing to identify mycobacteria species and apply to the Pax-ULFA PaxView® TB/NTM kit. Aims: To perform Molecular-based optimization for the detection and identification of mycobacteria directly in sputum patient suspected of pulmonary NTM infection. Method: A descriptive and experimental laboratory study, to optimize the annealing temperature, determination of minimal detection of DNA, cross reaction of optimized real-time PCR based on SYBR- Green and applied sputum from patients suspected of NTM pulmonary infection to real-time PCR and PaxView® TB/NTM MPCR-ULFA. Results: Two positive results from 30 sputum samples on real-time PCR mycobacterium and sequencing results were MTB, the results discordant with real-time PCR MTB. In the PaxView® TB/NTM MPCR-ULFA, 16 positive MTB results were obatined and no NTM was found. Conclusion: There was discordance in two sample of real-time PCR mycobacterium spp. with DNA sequencing, which is thought to be NTM but the result is M. tuberculosis. The need for further evaluation of real-time PCR based Mikrobiologi Klinik on SYBR Green.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Febriana Caturwati Iswanti
"Uji diagnostik dengan sensitivitas dan spesilisitas tinggi untuk deteksi infeksi HIV sangat penting dikembangkan untuk mengontrol infeksi HIV di Indonesia. Uji diagnostik berbasis serologi yang digunakan untuk deteksi infeksi HIV di Indonesia seharusnya dapat mengenali epitop virus HIV subtipe CRF0l AE karena subtipe ini merupakan strain dominan (90%) di Indonesia. Penggunaan antigen rekombinan dilaporkan meningkatkan sensitivitas dan spesilisitas uji serologi dan antigen mumi dapat diproduksi dengan lebih mudah dan lebih aman.
Pada studi ini, antigen p24 HIV-1 rekombinan digunakan untuk mendapatkan data awal tentang reaktivitas antigen p24 HIV-I subtipe B dengan serum yang diduga terinfeksi HIV/AIDS clan plasma terinfeksi HIV/AIDS subtipe CRF0l_AE dari Jakarta dan bebelapa propinsi di Indonesia. Reaktivitas plasma dan serum terhadap antigen p24 rekombinan dalam bentuk terdenaturasi dan non-denaturasi diuji dengan dot blot (DB) dan westem blot (WB).
Hasil penelitian ini menunjukkan 33 dari 33 (l00%) serum/plasma HIV + neaktif dengan uji WB dan DB, sedangkan dari 21 serum indeterminate 43% Sampel reaktif dengan uji WB dan tidak ada (0%) yang reaktifdengan uji dot blot. Dua sampel serum negatif HIV reaktif dengan uji WB tapi tidak reaktif dengan DB. Studi ini menunjukkan bahwa antigen p24 subtipe B bereaksi silang dengan serum/plasma individu dengan CRF0l_AE.
Hasil yang tidak konsisten tampak pada reaktivitas protein p24 rekombinan terhadap sampel indetenninate dan negatifi Diperlukan studi lebih lanjut dengan jumlahsampel lebih besar dan lokasi geografis lebih luas dengan pemeriksaan PCR dan kultur untuk menjelaskan hal ini.

Diagnostic system with high sensitivity and specificity for detection of HIV infection is important to develop for control of HIV injection in Indonesia. It is however important that the immunoassay used for detection of HIV infection in Indonesia involve the recognition of epitopes belonging to HIV-I AE_CRF0l subtype since this particular subtype constitutes approximately 90% of the circulating HIV-I strains in Indonesia. The use of recombinant antigen has been shown to improve the sensitivity and specificity of serology diagnostic while allowing sate and large scale production of pure antigen with relatively less technical difficulties.
In this study, His-Tagged recombinant P24 HIV-l antigen was utilized to obtain initial data concerning the reactivity of subtype B HIV- p24 antigen with sera of HIV-AIDS suspected individuals and plasma of AE_CRF0l infected individuals from Jakarta and .several other provinces in Indonesia. The reactivity of the plasma and sera with native and linear tarmacked of the recombinant p24 antigen were respectively assessed by dot blot (DB) and Western blot (WB) assays.
The results of this study showed that 33 of 33 (100%) HIV positive sera/plasma is reactive with both WB and dot blot assay, while of the 21 indeterminate sera/plasma samples 43% reactivity was observed by WB and none (0%) by DB. The two negative sera/plasma samples from suspected HIV-AIDS injected individuals were both reactive by WB but non-reactive by DB. This study showed that the p24 antigen of HIV-1 subtype B cross-react with sera/plasma from AE_CRF 01 injected individuals.
The inconsistent result shown by DB and WB in the reactivity of recombinant p24 reactivity with plasma and sera of individuals with indeterminate and negative injection status is interesting to be furtherly studied using expanded number of samples from a wider geographical location involving other methods for detection of HIV-I infection such as PCR and culture, in order to obtain a statistically representative data concerning this findings.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
T32311
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Paisal
"ABSTRAK
lnsiden penyakit dengue semakin meningkat dalam beberapa dekade terakhir.
WHO memperkirakan teijadi 50 juta infeksi dengue di seluruh dunia setiap
tahuu. Sekitar 500.000 orang dengan demam berdarah dengue (DBD)
membutuhkan perawatan di nmtah sakit, sebagian besar adalah anak-anak.
Sekitar 2,5% diantaranya mengalami kematian. Sampai saat ini belum ada terapi
spesifik untuk infeksi dengue. Pengobatan hanya bersifat simptomatik. Walaupun
demikian, pada kasus DBD dan DSS, perawatan dini dapat menurunkan angka
morbiditas dan mortalitas. Di daerah endemis, gejala klinik sering tidak spesifik
dan menyulitkan klinisi uutuk membedakannya dengan penyakit demam lain.
Untuk itu diperlukan uji laboratorium yang akurat untuk membantu menegakkan
diagnosis dini infeksi dengue. Deteksi protein NS 1 virus dengue telah
dikembangkan sebagai alat diagnostik dini infeksi dengue. Pemeriksaan ini dapat
memberikan hasil lebih dini, akurat, dan dengan cara yang lebih murah. Pada
penelitian ini dikembangkan lagi anti-NS I pada kelinci berlabel HRP yang pada
akhimya akan digunakan untuk mendeteksi protein NS I pada serum pasien
terinfeksi dengue. Antibodi basil pelabelan dapat mendeteksi protein NS I pada
pemeriksaan dot blot dengan tingkat pengenceran I: 1600. Tetapi, basil pelabelan
tidak dapat digunakan untuk mendeteksi protein NS I menggunakan pemeriksaan
ELISA.

ABSTRACT
Dengue incidence have been increased in recent decades. WHO estimates 50
million dengue infection every years around the world. About 500.000 people
with dengue hemorrhagic fever need hospital care, especially children. About
2,5% among them died. Specific therapy to dengue virus infection is not
available. The available therapy is only for symptomatic. Although, in DHF and
DSS cases, early symptomatic therapy will reduce morbidity and mortality rate.
In endemic area, clinical symptoms of ion are not specific and difficult to
differentiate with others febrile illness. Therefore, laboratory assays are needed to
help accurately diagnose dengue infection at early stage. Detection of dengue
virus NSJ protein bas been need as a diagnostic tool to diagnose early dengue
infection. The assay can provide early and accurate result with less expensive
cost. In this study, we developed IgG anti-NS labeled with HRP. The antibody
can detect NSI protein in dilution 1:1600 on dot blot assay. But, the antibody
cannot be used to dereet NSI protein with direct ELISA method."
2010
T32825
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>