Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 39 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arlianti Vita
"Tesis ini membahas permohonan pengujian materiil yang diajukan oleh para Advokad/Pengacara kepada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Atas Pasal 12 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 Tentang Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) Terhadap Pasal 28 Huruf I Ayat (2) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Para Advokad/Pengacara menganggap hak konstitusionalnya dirugikan oleh ketentuan Pasal 12 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang PUPN yang menyebutkan bahwa pengurusan piutang negara dilarang diserahkan kepada pengacara. Berdasarkan Undang-Undang tersebut, PUPN melakukan pengurusan penyelesaian piutang negara terhadap penanggung hutang (debitor) yang tidak kooperatif atau nakal, agar dapat dilakukan secara cepat, efektif dan efisien. Karena itu PUPN diberikan kewenangan untuk menerbitkan surat paksa, penyitaan bahkan dapat melakukan paksa badan (gijzeling) kepada penanggung hutang (debitor) jika tidak melunasi kewajibannya sebagaimana dituangkan dalam Pernyataan Bersama yang mempunyai kekuatan pelaksanaan seperti putusan hakim dalam perkara perdata dan pelaksanaannya dijalankan dengan surat paksa yang mempunyai kekuatan hukum sama seperti putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap. Pengacara tidak dapat mengurus, menagih Piutang Negara seperti yang dilakukan oleh PUPN karena pengurusan Piutang Negara oleh PUPN dilakukan berdasarkan kewenangan khusus yang diberikan oleh undang-undang. Pemohon berpendapat negara atau pemerintah dianggap telah membuat suatu peraturan yang bersifat diskriminatif, merendahkan dan meremehkan harkat atau martabat profesi pengacara yang berakibat pengurangan atau penghapusan pengakuan hak asasi manusia. Pasal 51 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa yang dapat menjadi pemohon atau yang memiliki legal standing adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu perorangan warga negara Indonesia, kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang, badan hukum publik atau privat, atau lembaga negara. Hak konstitusional adalah hak-hak yang diatur dalam UUD 1945. Pasal 32 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat menyebutkan bahwa Advokat, Penasihat Hukum, Pengacara Praktik dan Konsultan Hukum yang telah diangkat pada saat undang-undang ini mulai berlaku, dinyatakan sebagai Advokat sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Berdasarkan hal tersebut, para Pemohon menganggap memenuhi kedudukan hukum (legal standing) dalam mengajukan permohonan ini karena para Pemohon adalah Advokat. Terhadap permohonan pengujian tersebut Pemerintah berpendapat apa yang dikemukakan oleh Pemohon merupakan bentuk kekhawatiran yang berlebihan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 33 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas PP Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah, mulai tanggal 6 Oktober 2006 Pengurusan Piutang Perusahaan Negara/Daerah dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dibidang Perseroan.
Terbatas dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) beserta peraturan pelaksanaannya. Dalam hal ini, apakah BUMN hendak melakukan kerja sama dengan pengacara atau bukan dalam menyelesaikan kredit macet sepenuhnya merupakan wewenang dari BUMN. Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum, maka Mahkamah berwenang untuk memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan yang dalam hal ini adalah permohonan para Advokad/Pengacara. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T26052
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Anastasia
"ABSTRAK
Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko utama stroke yang dapat berakibat fatal bagi penderitanya. Pada beberapa penelitian, ditemukan bahwa pada penderita hipertensi terdapat peningkatan viskositas darah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara hipertensi sebagai faktor risiko stroke dengan viskositas darah yang diukur dengan alat Mikrokapiler Digital. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dengan mengambil data sekunder hasil pemeriksaan tekanan darah dan viskositas darah (n = 194) di Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) binaan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) oleh Departemen Ilmu Kesehatan Komunitas pada bulan Januari dan Maret 2015. Pengukuran viskositas darah menggunakan alat Mikrokapiler Digital. Terdapat proporsi hipertensi sebesar 34,5% (n = 67) dan proporsi terbesar pada subjek penelitian adalah penderita prehipertensi (37,6%). Sebaran nilai viskositas darah tidak normal pada seluruh subjek berdasarkan uji Kolmogorov-Smirnov, yaitu 6,04 (3,04-8,67). Pada uji korelasi Spearman tidak ditemukan adanya hubungan korelasi yang signifikan (r = 0,072; p = 0,319) antara tekanan darah sistolik dengan viskositas darah, namun terdapat korelasi positif berkekuatan sangat lemah dan bersifat signifikan (r = 0,176; p = 0,014) antara tekanan darah diastolik dengan viskositas darah. Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara tekanan darah diastolik dengan viskositas darah.

ABSTRACT
Hypertension is one of the main risk factor for stroke, which can be fatal. In several study, it has been observed that blood viscosity is higher in hypertensive patients. The aim of this study is to find the correlation between hypertension as a stroke risk factor and blood viscosity measured with Mirkokapiler Digital. This study used secondary data from Departemen Ilmu Kesehatan Komunitas. Blood viscosity and blood pressure were taken cross-sectionally (n = 194) in Pos Binaan Terpadu (Posbindu) from January until March 2015. Blood viscosity was measured with Mikrokapiler Digital. The proportion of hypertensive subject is 34,5% (n = 67) and the highest proportion is the subject with prehypertension (37,6%). Distribution of blood viscosity is not normal in all subjects based on Kolmogorov-Smirnov normality test, which is 6,04 (3,04-8,67). Spearman correlation between systolic blood pressure and blood viscosity showed no significant correlation (r = 0,072; p = 0,319), but there is a very weak and significant positive correlation between diastolic blood pressure and blood viscosity (r = 0,176; p = 0,014). In conclusion, there is correlation between diastolic blood pressure and blood viscosity.
"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoga Putra
"Latar Belakang. Kuesioner Boston Carpal Tunnel Syndrome (BCTQ) merupakan kuesioner yang dikembangkan untuk menilai keluhan pasien sindrom terowongan karpal dalam melakukan aktifitas sehari-hari. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan uji validasi dan reliabilitas kuesioner BCTQ ke dalam bahasa Indonesia. Metode. Melakukan adaptasi dan translasi transkultural, kemudian dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas kuesioner BCTQ versi bahasa Indonesia. Populasi dari penelitian ini adalah semua pasien dewasa dengan sindrom terowongan karpal yang datang ke Poliklinik Neurologi RSUPNCM yang memenuhi kriteria inklusi. Hasil. Tiga puluh lima pasien memenuhi kriteria inklusi. Sebagian besar adalah perempuan (88,6%). Usia berkisar antara 45 tahun sampai 71 tahun, dengan prevalensi tertingi > 50 tahun (91,4%), pekerjaan sebagian besar subjek adalah sebagai ibu rumah tangga (77,1%). Pada uji validitas domain derajat keparahan gejala pada uji pertama memiliki nilai antara 0,484-0,781, pada retes didapatkan nilai 0,482 sampai 0,760, untuk domain status fungsional didapatkan nilai antara 0,495 sampai 0,825, dan nilai 0,615 sampai 0,783 pada retes. Hasil uji reliabilitas domain derajat keparahan gejala 0,876 pada uji pertama dan 0,874 pada uji kedua, untuk uji reabilitas domain status fungsional pada uji pertama sebesar 0,857 dan pada retes 0,854. Waktu yang dibutuhkan untuk mengisi kuesioner oleh semua subjek kurang dari 10 menit, Kesimpulan. Kuesioner BCTQ versi Bahasa Indonesia valid dan reliabel dalam mengevaluasi keluhan serta gejala pada pasien dengan sindrom terowongan karpal.

Introduction. Boston Carpal Tunnel Syndrome Questionnaire (BCTQ) is a questionnaire developed to assess complaints and symptoms of carpal tunnel syndrome patients in carrying out daily activities. Aim of this study is to gain a valid and reliable Indonesian version of BCTQ. Methods. Trancultural adaptation and translation from the original version to Indonesian version, then validation and reliability test are carried out. The population of this study was adult patients with carpal tunnel syndrome who came to the neurology department RSUPNCM and met the inclusion criteria. Thirty-five patients met the inclusion criteria, majority are women (88,6%). Age ranged from 45-71 years, with the highest prevalence >50 years old. Most of the subjects were housewife. The value of symptoms severity scale domain between 0,484-0,781 for first test, 0,482-0,760 on the retest. For domain functional status 0,495-0,825 in the first tests, and 0,615-0,783 for the retest. The reliability test for symptoms severity scale domain for the first test is 0,876 and 0,874 for the retest. The realiability test value for functional status 0,857 for the first test and 0,854 for the retest. The time needed to complete the questionnaire is under 10 minutes. Conclusion. Indonesian version of BCTQ is a valid and reliable instrument to be used as instrument in evaluate complaint and symptoms in patients with carpal tunnel syndrome."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fikry Syahrial
"Latar Belakang: Miastenia gravis MG merupakan penyakit autoimun kronik pada taut neuromuskular dengan gejala kelemahan fluktuatif. Kemajuan dalam diagnosis dan tatalaksana kasus MG akan meningkatkan angka harapan hidup pasien, sehingga evaluasi keberhasilan terapi tidak lagi hanya didasarkan pada mengatasi gejala , namun juga dalam mengevaluasi kualitas hidup pasien. The 15-item Myasthenia Gravis Quality of Life scale MG-QOL15 merupakan kuesioner yang digunakan saat ini untuk mengevaluasi kualitas hidup pada pasien MG. Tujuan: Mendapatkan instrumen MG-QOL15 versi bahasa Indonesia yang valid dan reliabel. Metode: Empat puluh empat pasien penyakit MG di Poliklinik Neurologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo yang memenuhi kriteria inklusi diikutsertakan dalam penelitian potong lintang ini. Pasien mengisi kuesioner MG-QOL15 sebanyak 2 kali dengan jarak waktu 2 hari. Konsep yang digunakan untuk uji validitas MG-QOL15 INA adalah validasi lintas budaya menurut metode World Health Organization WHO . Uji reliabilitas dinilai menggunakan nilai alpha Cronbach. Hasil: MG-QOL15 INA telah melalui validasi lintas budaya menurut WHO dengan nilai koefisien korelasi Spearman berkisar antara 0,568-0,789 pada pemeriksaan pertama dan 0,574-0,763 pada retest. Nilai alpha Cronbach pada pemeriksaan pertama 0,917 dan 0,909 untuk retest. Kesimpulan: MG-QOL15 INA valid dan reliabel untuk digunakan sebagai instrumen dalam mengevaluasi kualitas hidup pada penyakit Miastenia Gravis
Introduction Myasthenia Gravis MG is a chronic autoimmune disease in the neuromuscular junction with fluctuating weakness symptoms. Progress in the diagnosis and management of MG cases will increase the patients life expectancy, so the evaluation of therapeutic success is no longer based solely on coping with the symptoms, but also in evaluating the quality of life of patients. The 15 item Myasthenia Gravis Quality of Life scale MG QOL15 is a questionnaire used today to evaluate the quality of life in MG patients. Aim To obtain valid and reliable Indonesian version of MG QOL15 instrument. Methods Forty four patients of MG disease at the Cipto Mangunkusumo Neurology Polyclinic who met the inclusion criteria were included in this cross sectional study. Patients fill out the MG QOL15 questionnaire as much as 2 times with a distance of 2 days. The concept used for the validity test of MG QOL15 INA is cross cultural validation according to World Health Organization WHO method. Reliabilty test is assessed using Cronbach alpha value. Results MG QOL15 INA has been through WHO cross cultural validation with Spearman correlation coefficient values ranging from 0,568 0,789 at the first examination and 0,574 0,763 at the retest. Cronbach rsquo s alpha value at the first examination was 0,917 and 0,909 for the retest. Conclusion MG QOL15 INA is valid and reliable to be used as an instrument in evaluating the quality of life in MG disease. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58628
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanna Karmila
"Latar belakang. Penolakan tindakan pungsi lumbal cukup besar. Salah satu faktor yang berperan adalah pengetahuan, pemahaman serta persepsi pasien dan keluarga yang kurang tepat terhadap tindakan pungsi lumbal. Informed consent yang baik diharapkan dapat memperbaiki hal ini. Penelitian ini dilakukan untuk menilai kualitas informed consent pungsi lumbal.
Metode penelitian. Penelitian ini dilakukan dua tahap. Tahap 1 penyusunan dan analisis kuesioner. Tahap 2 uji coba dan penilaian reliabilitas. Tahap 1 menggunakan desain uji validasi isi. Populasi adalah dokter spesialis neurologi yang memiliki pengetahuan dan pemahaman pungsi lumbal. Sampel diambil dengan cara intentional sampling. Tahap 2 menggunakan desain potong lintang. Populasinya adalah pasien/wali pasien yang telah mendapakan informed consent pungsi lumbal di IGD, bangsal/poli neurologi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo  bulan Desember 2022-Januari 2023. Sampel diambil dengan cara consecutive sampling.
Hasil. Kuesioner pungsi lumbal 2022 memiliki validitas isi yang baik namun tingkat pemahaman memiliki reliabilitas yang kurang baik. Sebanyak 75% tenaga medis profesional dalam memberikan informed consent pungsi lumbal. Sebanyak 28,12% penerima informasi memahami informasi yang diberikan. Sebanyak 68,8% penerima informasi puas terhadap proses informed consent. Sebanyak 25% proses informed consent pungsi lumbal berkualitas. Kesimpulan. Sebagian besar tenaga medis sudah profesional dalam melakukan informed consent pungsi lumbal meskipun belum seluruhnya penerima informasi memahami informasi yang disampaikan. Sebagian besar penerima informasi puas dengan proses informed consent pungsi lumbal. Kualitas informed consent pungsi lumbal di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo masih harus ditingkatkan.

Background: There is quite a number of rejection for lumbar puncture procedure. One of its most contributing factor is inadequate understanding of the procedure itself from the patient or family. A well prepared informed consent is aimed to mitigate this issue. This study was conducted in order to evaluate the quality of informed consent for lumbar puncture in our centre.
Methods. This study is done in 2 phases, on the 1st phase we compose and analyze the questionnaire and on the 2nd phase is to test and evaluate its reliability. Content validation test design was used on the 1st phase. Study population are neurologists who possess the understanding and competency of lumbar puncture. Samples are chosen by intentional sampling. For the 2nd phase, we used the cross-sectional design study. And the population are patients or their family who received lumbar puncture informed consent in ER unit, neurology ward or clinic at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, starting from December 2022 to January 2023. Sample was chosen by consecutive sampling.
Results. Lumbar puncture questionnaire is pretty well validated for its content, although it’s not that well defined on how much it can be understood by the patient. As much as 75% of neurologists have given professional informed consent for their patient. But only 28.12% of the patients truly understood the information they received. And 25% of all informed consent was done in a good quality.
Conclusion. Most of neurologists have done their informed consent in a professional manner, even though not all patient could understand the information quite fully. Most of the patients are satisfied with how well the informed consent was explained. The conclusion is there are still ways to improve the quality of lumbar puncture informed consent in RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo 
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ahdinar Rosdiana Dewi
"Latar Belakang. Anak dengan gangguan neurodevelopmental memerlukan upaya terapi terpadu untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Studi ini bertujuan mengetahui pengaruh implantasi eksosom, stimulasi auditori binaural beat, dan terapi konvensional terhadap lima domain BDI-2 pada anak dengan gangguan neurodevelopmental.
Metode. Studi kohort retrospektif dengan rekam medis di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo dan RSAB Harapan Kita dilakukan pada anak dengan gangguan neurodevelopmental yang menjalani terapi sejak Januari 2021-April 2023. Subjek dikelompokkan menjadi kelompok perlakuan mendapatkan implantasi eksosom, stimulasi auditori binaural beat, dan terapi konvensional, sedangkan kelompok kontrol hanya mendapatkan terapi konvensional. Luaran yang dinilai yaitu domain perkembangan BDI-2. Analisis univariat dan bivariat dilakukan sesuai kebutuhan.
Hasil. Terdapat 25 subjek kelompok perlakuan dan 25 subjek kelompok kontrol. Tidak ada perbedaan karakteristik kedua kelompok sebelum perlakuan, kecuali domain motorik. Terdapat perbedaan usia developmental global maupun lima domain BDI-2 sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok perlakuan dan kontrol dengan median peningkatan usia developmental global masing-masing yaitu 7,5 dan 2,2 bulan. Tampak perbedaan peningkatan usia developmental global dan lima domain setelah perlakuan yang bermakna antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.
Kesimpulan. Implantasi eksosom dan stimulasi auditori binaural beat dapat meningkatkan usia developmental global dan lima domain perkembangan berdasarkan penilaian BDI-2 secara signifikan pada anak dengan gangguan neurodevelopmental.

Background. Children with neurodevelopmental disorders require integrated therapeutic efforts to improve their quality of life. This study aimed to determine the effect of exosome therapy, binaural beat auditory stimulation, and conventional therapy on five BDI-2 domains in children with neurodevelopmental disorders.
Method. Retrospective cohort study using medical records at dr. Cipto Mangunkusumo National Center General Hospital and RSAB Harapan Kita was conducted for children with neurodevelopmental disorders who underwent therapy from January 2021 to April 2023. Subjects were grouped into a treatment group receiving exosome therapy, binaural beat auditory stimulation, and conventional therapy, while the control group only received conventional therapy. The BDI-2 developmental domains were assessed. Univariate and bivariate analysis were performed as needed.
Results. There were 25 subjects in the treatment group and 25 subjects in the control group. There were no differences in subjects’ characteristics between the two groups before treatment, except for the motor domain. There were differences in global and five BDI-2 domains developmental age before and after treatment in the treatment and control groups with a median increase in global developmental age, respectively, 7.5 and 2.2 months. There were significant differences in the increase of global and five domains developmental age after treatment between the treatment group and the control group.
Conclusion. Exosome therapy and auditory binaural beat stimulation improve global and five domains developmental age significantly based on BDI-2 assessment in children with neurodevelopmental disorders.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhlan Rusdi
"Latar Belakang: Penanda prognostik dapat menunjang tata laksana stroke iskemik (SI) akut. Protein neuroglobin (Ngb), yang berperan dalam transpor oksigen intrasel neuron dan mengurangi dampak hipoksia, adalah salah satu penanda potensial memenuhi fungsi tersebut.
Metode: Studi potong lintang dilakukan pada pasien SI akut yang dirawat di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo pada Maret-April 2023. Sampel serum untuk pemeriksaan Ngb diambil pada tiga hari pasca awitan stroke, sedangkan modified Rankin scale (mRS), National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS), indeks Barthel (BI) dan Montreal Cognitive Assessment (MoCA-Ina) diperiksa pada hari ketujuh. Analisis kemaknaan dan kurva receiver operating characteristic (ROC) digunakan untuk mengetahui hubungan Ngb dengan luaran stroke iskemik akut.
Hasil: Sebanyak 42 subjek menjalani analisis. Kadar Ngb serum lebih tinggi pada kelompok dengan skor mRS 3-6 dibandingkan 0-2 (12,42 ng/mL [3,57-50,43] vs 4,79ng/mL [2,25-37,32], p=0,005), dengan skor area di bawah kurva ROC sebesar 0,75. Kadar Ngb juga lebih tinggi pada kelompok dengan NIHSS pulang lebih tinggi (p=0,03), serta BI dan MoCA-Ina yang lebih rendah (p=0,01 dan p=0,002).
Kesimpulan: Kadar Ngb serum pada SI akut yang lebih tinggi berkaitan dengan luaran fungsional jangka pendek yang lebih buruk. Penelitian lebih lanjut dibutuhkan sebelum terapan klinis.

Background: Prognostic markers can optimize the management of acute ischemic stroke (AIS). The neuroglobin (Ngb), which plays a role in intraneuronal oxygen transport and reduces the effects of hypoxia, is a marker that may perform this function.
Methods: A cross-sectional study was conducted on AIS patients who were treated at RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo in March-April 2023. Serum samples for Ngb examination were taken three days after the onset of stroke, while modified Rankin scale (mRS), National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS), Barthel index (BI) and Montreal Cognitive Assessment (MoCA-Ina) were examined on the seventh day. Significance analysis and receiver operating characteristic (ROC) curve were used to determine the relationship between Ngb and AIS outcomes.
Results: A total of 42 subjects underwent analysis. Serum Ngb levels were higher in subjects with mRS score of 3-6 than 0-2 (12.42 ng/mL [3.57-50.43] vs 4.79 ng/mL [2.25-37.32], p=0.005). The area under the ROC curve score was 0.75. Ngb levels were also higher in the group with higher NIHSS at discharge (p=0.03), lower BI (p=0.01) and lower MoCA-Ina score (p=0.002).
Conclusion: Higher serum Ngb levels in AIS are associated with poorer short-term functional outcomes. Further research is needed before clinical application.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Luluk Nafisah
"Low Back Pain atau LBP adalah nyeri pada daerah punggung bagian bawah, yang dapat menimbulkan nyeri dengan frekuensi nyeri yang bervariasi. LBP pada tenaga kesehatan paling sering terjadi pada perawat, hal ini karena beban kerja perawat yang tinggi, dan beberapa jenis tindakan seperti angkat pasien, melakukan mobilisasi, ambulasi dan transfer pasien yang dilakukan secara berulang-ulang. Nyeri LBP yang ditimbulkan akan mempengaruhi kualitas hidup dan juga pekerjaan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh hot herbal compress terhadap penurunan skala nyeri LBP pada perawat di RSUP Fatmawati Jakarta Selatan. Penelitian ini menggunakan desain quasi exsperiment dengan pre dan postest design dengan melibatkan 34 responden yang dikelompokan menjadi kelompok intervensi dan kontrol. Pemilihan responden penelitian dengan tehnik consequtive sampling. Penelitian ini menunjukan bahwa ada perbedaan yang signifikan rerata skala nyeri setelah pemberian hot herbal compress antara kelompok intervensi dan kelompok kotrol (p=0,001).Terdapat perbedaan rerata penurunan skala nyeri LBP dengan diberikan terapi hot hot herbal compress daripada kelompok yang tidak diberikan terapi. Terdapat pengaruh yang signifikan hot herbal compress untuk mengatasi nyeri LBP pada perawat. Oleh karena itu, peneliti merekomendasikan hot herbal compress sebagai salah satu alternatif intervensi yang dapat digunakan dalam menurunkan nyeri LBP pada perawat.

Low Back Pain (LBP) is pain in the lower back that can have varying pain frequencies. LBP in health workers is most common in nurses, owing to their high workload and a variety of repetitive actions such as lifting patients, mobilization, ambulation, and patient transfers. The pain caused by LBP will have an impact on one's quality of life as well as the work of nurses in providing care to patients. The purpose of this study is to see how Hot Herbal compress  affect the LBP pain scale in nurses at Fatmawati Hospital in South Jakarta. Methods: This study employed a quasi-experimental design with pre and post test designs, with 34 participants divided into intervention and control groups. The technique of consecutive sampling was used to select research participants. Result: The findings of this study revealed a significant difference in the mean pain scale after giving Hot Herbal compress to the intervention and control groups (p=0.000). Conclusion: There is a difference in the average decrease in LBP pain scale by giving hot herbal compress therapy compared to the group that was not given therapy. There is a significant effect of herbal compress balls to treat LBP pain in nurses. As a result, researchers recommend herbal compresses as an alternative intervention for reducing LBP pain in nurses."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Septiana Andri Wardana
"Latar Belakang. Prevalensi disabilitas pada pasien meningitis tuberkulosis (MTB) hampir setara dengan angka mortalitas mencapai 29-50%. Aspek luaran pasien MTB tidak cukup dinilai berdasarkan angka morbiditas dan mortalitasnya, namun mencakup kesehatan fisik, mental, dan sosial seperti yang didefinisikan oleh World Health Organization (WHO). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas hidup pasien MTB selesai obat anti-tuberkulosis (OAT) dan faktor-faktor yang memengaruhinya. Metode. Studi potong lintang (cross sectional) dilakukan pada pasien MTB, termasuk tuberkuloma selesai OAT di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo periode Mei 2019-Juni 2023. Karakteristik demografis, klinis, diagnosis, tatalaksana pasien dinilai dari data rekam medis dan wawancara. Luaran kualitas hidup pasien dinilai menggunakan kuesioner SF (Short form)-36. Analisis statistik dilakukan dengan SPSS versi 19.0, yaitu Mann-Whitney dan Kruskal-Wallis untuk data kategorik, Spearman untuk data numerik. Hasil. Dari 53 subjek penelitian dengan median usia 30 (IQR 25,5-39) tahun, didapatkan median skor SF-36 yaitu, 86,5 (IQR 74,9-92,8). Median (IQR) skor pada aspek fisik (PCS) dan mental (MCS) kualitas hidup serupa, yaitu 85 (IQR 69,4-94,85) dan 88,1 (IQR 74,1-95,3). Faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien MTB selesai OAT antara lain penghasilan (p=0,033), kejang (p=0,028), kelemahan motorik (p=0,023), dan mRS saat pulang perawatan (p=0,007). Faktor yang berhubungan dengan skor PCS adalah pekerjaan (p=0,012), penghasilan (p=0,007), kelemahan motorik (p=0,024), dan mRS saat pulang perawatan (p=0,01). Faktor yang berhubungan dengan skor MCS adalah usia (p=0,006) dan kejang (p=0,025). Kesimpulan. Kualitas hidup pasien MTB selesai OAT berdasarkan skor SF-36, PCS, dan MCS tergolong baik. Faktor yang memengaruhi kualitas hidup lebih tinggi pada pasien MTB selesai OAT adalah berpenghasilan, tanpa klinis kejang atau kelemahan motorik, dan mRS saat pulang perawatan 0-2. Faktor yang memengaruhi aspek fisik lebih tinggi adalah pekerjaan, berpenghasilan, tanpa klinis kelemahan motorik, dan mRS saat pulang perawatan 0-2, sedangkan aspek mental lebih tinggi adalah usia ≥30 tahun dan tanpa klinis kejang. Kata kunci. Kualitas hidup, meningitis tuberkulosis, selesai OAT, SF-36<

The prevalence of disabilities among tuberculous meningitis (TBM) patients almost similar with its mortality rate (29-50%). The comprehensive evaluation of long-term outcomes should encompass not only morbidity and mortality rates but also incorporate the dimensions of physical, mental, and social well-being as outlined by the World Health Organization (WHO). This study aimed to assess the quality of life (QoL) among patients with TBM following the completion of anti-tuberculosis treatment (ATT) and investigating the factors that have impacts on this particular aspect. Methods. Retrospective cross sectional study of TBM patients, including tuberculoma upon completion of ATT at dr. Cipto Mangunkusumo National Center General Hospital during May 2019-June 2023. Demographic, clinical, diagnostic, and treatment characteristics were conducted by medical records and interviews. The assessment of QoL in TBM patients was performed using Short form (SF)-36 questionnaire. Statistical analysis was performed with SPSS version 19.0 (Mann-Whitney and Kruskal-Wallis for categorical data, Spearman for numeric data). Result. The study involved 53 participants, with median of age 30 (IQR 25.5-39) years, demonstrated favorable median SF-36 score of 86.5 (IQR 74.9-92.8). Median of physical score (PCS) and mental score (MCS) almost similar, 85 (IQR 69.4-94.85) and 88.1 (IQR 74.1-95.3), respectively. The impact of various factors on QoL was assessed, revealing significant associations with monthly income (p=0.033), presence of seizure (p=0.028), motoric abnormalities (p=0.023), and mRS at discharge (p=0.007). Employment (p=0.012), monthly income (p=0.007), motoric abnormalities (p=0.024), and mRS at discharge (p=0.01) were identified as factors influencing the PCS score. Age (p=0.006) and presence of seizure (p=0.025) found to impact the MCS score. Conclusion. The evaluation of QoL in TBM patients after completing ATT utilizing SF-36 score, PCS, and MCS revealed favorable outcome. Several factors were found to significantly influence higher SF-36 score, including monthly income, absence of seizure and motoric abnormalities, and mRS at discharge of 0-2. Similarly, factors such as employment, monthly income, absence motoric abnormality, and mRS at discharge of 0-2 were associated with higher PCS scores. Furthermore, a higher MCS score was observed in patients aged 30 years or older and those without seizures. Keywords. Quality of life, QoL, tuberculous meningitis, completion ATT, SF-36"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Widya Andini
"Latar Belakang: Meningitis tuberkulosis (TBM) memiliki angka kematian yang tinggi khususnya pada kelompok HIV positif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik klinis dan prediktor kesintasan TBM dalam masa perawatan dan 6 bulan berdasarkan status infeksi HIV.
Metode: Studi kohort retrospektif menggunakan data Indonesian Brain Infection Study bulan April 2019-September 2021 dengan diagnosis akhir TBM. Analisis faktor yang berhubungan dengan kesintasan masa perawatan dilakukan dengan regresi logistik. Estimasi probabilitas kesintasan 6 bulan dan prediktor yang berperan dinilai menggunakan kurva Kaplan-Meier dan uji regresi Cox.
Hasil: Sebanyak 133 subjek TBM dimasukkan ke dalam studi (HIV positif 39,8%, TBM definite 31,6%). HIV positif memiliki temuan TBM definite yang lebih rendah, peningkatan sel dan protein cairan serebrospinal (CSS) yang lebih rendah, penurunan rasio glukosa CSS:serum yang lebih rendah, dan temuan TB milier yang lebih tinggi. Kesintasan dalam masa perawatan secara umum adalah 73,7% (HIV positif 67,9% vs. HIV negatif 77,5%, p=0,2), dipengaruhi oleh TBM probable dan TBM derajat 3. Estimasi probabilitas kesintasan 6 bulan adalah 57,9% (HIV positif 54,7% vs. HIV negatif 60%, p=0,4), dipengaruhi oleh waktu inisiasi obat antituberkulosis (OAT) dan TBM derajat 3. Tidak didapatkan perbedaan prediktor kesintasan masa perawatan dan 6 bulan berdasarkan status HIV.
Kesimpulan: Kelompok HIV positif memiliki gambaran inflamasi CSS yang lebih rendah namun cenderung memiliki kesintasan rawat inap dan 6 bulan yang lebih rendah. TBM stadium lanjut berperan pada kesintasan jangka pendek dan panjang, sementara penundaan inisiasi OAT sejak admisi berhubungan dengan kesintasan jangka panjang.

Background: Tuberculous meningitis (TBM) has a high mortality rate, especially in the HIV positive group. This study aims to define the clinical characteristics, as well as to analyze the inhospital and 6 month-survival and the following predictors of TBM patients with and without HIV infection.
Methods: Cohort retrospective study using Indonesian Brain Infection Study data with final diagnosis of TBM, between April 2019 and September 2021. Logistic regression was used to determine the predictors of inhospital survival. Meanwhile, 6-months probability survival was estimated using Kaplan-Meier curves and Cox regression analysis.
Results: A total of 133 subjects were included in the study (HIV positive 39.8%, definite TBM 31.6%). HIV positive group had less TBM definite, lower cerebrospinal fluids (CSF) cells and protein increases, smaller decrease in CSF:serum glucose ratio, and more miliary TB cases. Overall inhospital survival was 73.7% (HIV positive 67.9% vs. HIV negative 77.5%, p=0.2), with predictors of TBM probable and TBM grade 3. Six-month probability survival estimates was 57.9% (HIV positive 54.7% vs. HIV negative 60%, p-=0,4), with predictors of initiation of TB drug timing and TBM grade 3. We found no significant differences of inhospital and 6-month predictors according to HIV status.
Conclusions: Despite less inflammatory profile, HIV positive group had lower inhospital and 6-month survival. Advanced stage TBM had lower inhospital and 6-month survival, while delayed TB drug initiation was more related to the 6-month survival.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>