Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Karisma Prameswari
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang Papiloma inverted (PI) merupakan papiloma yang berasal dari traktus sinonasal yang dilapisi oleh epitel Schneiderian, yang secara ektodermal berasal dari mukosa respiratorius. Tumor jinak ini memiliki karakter yang bersifat agresif secara lokal, memiliki angka rekurensi tinggi dan kemampuan untuk bertransformasi ke arah keganasan. Karakteristik biomolekuler dari tumor PI belum banyak diteliti. Perkembangan PI diduga berasal dari ketidakseimbangan antara peningkatan proliferasi sel epitel yang berlebihan dan peningkatan apoptosis yang tidak bermakna. Tujuan Mengetahui gambaran karakteristik biomolekuler tumor PI berdasarkan ekspresi HSP 70, HSF-1, NF-kappa-B dan Bcl-2. Metode Penelitian ini menggunakan desain penelitian studi potong lintang untuk mencari gambaran ekspresi HSP 70, HSF-1, NF-kappa-B dan Bcl-2 pada epitel dan stroma jaringan tumor PI melalui pemeriksaan imunohistokimia. Hasil Terdapat korelasi yang bermakna antara HSF-1 epitel dan Bcl-2 epitel dengan p = 0,022 (p<0,05) dan r = 0,709. Hasil korelasi yang bermakna juga didapatkan antara HSF-1 stroma dan HSP 70 stroma dengan p = 0,024 (p<0,05) dan r = 0,699. Terdapat hubungan yang bermakna antara nilai ekspresi NF-kappa-B pada epitel dan stroma dengan adanya transformasi keganasan (p<0,05). Kesimpulan Terdapat peran dari HSP 70, HSF-1 dan Bcl-2 dalam perkembangan tumor PI secara umum. Proses transformasi keganasan berkaitan erat dengan ekspresi NFkappa- B. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan titik potong nilai ekspresi NF-kappa-B sebagai prediktor transformasi keganasan pada tumor PI.
ABSTRACT
Background Inverted papilloma (IP) is a papiloma that is lined by the Schneiderian epithelials, derived ectodermally from the respiratory mucosa. This benign neoplasm has a characteristic of local aggresiveness, high recurrence rate and possibility of malignant transformation. Biomolecular characteristics have not been studied extensively. Development of IP is thought to arise due to the imbalance between excessive cell proliferation and insignificant apoptosis. Objective To describe the expressions of HSP 70, HSF-1, NF-kappa-B and Bcl-2 in IP. Methods This research is a cross-sectional study to describe the expressions of HSP 70, HSF-1, NF-kappa-B and Bcl-2 in epithelial and stromal IP using immunohistochemistry. Results There is a strong positive correlation between epithelial HSF-1 with epithelial Bcl-2 with p=0,022 (p<0,05) and r=0,709. There is also a strong positive correlation between stromal HSF-1 and stromal HSP 70 with p=0,024 (p<0,05) and r=0,699. There is a relationship between epithelial and stromal NF-kappa-B expression with signs of malignancy transformation (p<0,05). Conclusion There is a role of HSP 70, HSF-1 and Bcl- 2 in the development of IP. There is a close relationship between malignant transformation and the expression of NF-kappa-B. Further research is needed to determine the cut-off point for NF-kappa-B expression to predict malignant transformation in IP.;;
2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yus Ukhrowiyah
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini membahas gambaran gelombang P300 auditorik pada pengguna amfetamin di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang dan Rumah Tahanan Pondok Bambu dan bukan pengguna NAPZA di poliklinik THT RSUPN-CM. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode potong lintang untuk melihat perbedaan nilai rerata masa laten dan amplitudo gelombang P300 pada subjek pengguna amfetamin dan bukan pengguna NAPZA. Hasil penelitian mendapatkan tidak terdapat perbedaan nilai rerata masa laten gelombang P300 auditorik pada kelompok pengguna amfetamin dan bukan pengguna NAPZA dengan nilai p=0,411 (>0,05), nilai rerata masa laten gelombang P300 auditorik pada kelompok pengguna amfetamin sebesar 319,49 milidetik, kelompok bukan pengguna NAPZA yaitu 308,70 milidetik yang masih termasuk dalam rentang normal. Tidak terdapat perbedaan nilai rerata amplitudo gelombang P300 auditorik pada kelompok pengguna amfetamin dan bukan pengguna NAPZA dengan nilai p=0,41 (>0,05). Nilai amplitudo P300 auditorik pada kedua kelompok termasuk dalam rentang normal yaitu 6,58 μvolt pada pengguna amfetamin dan 8,11 μvolt pada bukan pengguna NAPZA. Serta diperoleh hasil 62,5% pengguna amfetamin mengalami gangguan fungsi kognitif.
ABSTRACT
This thesis discuss the overview of auditory P300 wave on amphetamine users in the Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Rumah Tahanan Pondok Bambu and non-NAPZA users in the Otolaryngology outpatient clinic, Cipto Mangunkusumo hospital. This research is a descriptive study by using cross sectional methode to identifiy differences between average latency value of auditory P300 wave among the group of amphetamine users and non-NAPZA users. This research shows no differences in latency average value of P300 wave among the group amphetamine users and non-NAPZA users with p value of 0,411 (>0,05), average latency value of P300 auditory wave among group of amphetamine users is 319,49 milisecond, group of non NAPZA users is 308,70 milisecond which is still in normal band. There is no difference in average amplitude value of auditory P300 wave within group of amphetamine users and non-NAPZA users with p value of 0,41 (>0,05). The amplitude value of auditory P300 wave from both group are within the normal band which is 6,58 μvolt on amphetamine users and 8,11 μvolt on non-NAPZA users. It was obsreved that 62,5% of amphetamine users having a cognitive function disorder.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meristiana Christiane
Abstrak :
ABSTRAK Latar Belakang: Obstructive Sleep Apnea (OSA) merupakan kelainan tidur yang terjadi secara periodik dan disertai henti napas. OSA pada anak dapat menyebabkan gangguan perilaku, prestasi sekolah yang buruk, komplikasi kardiovaskular atau disfungsi metabolik endokrin. Tatalaksana kasus OSA anak dapat berupa pembedahan ataupun medikamentosa. Perbaikan kualitas hidup OSA pada anak secara subjektif dapat diukur dengan kuesioner OSA 18 dan secara objektif dengan pemeriksaan polisomnografi. Tujuan: Mengetahui efektivitas terapi tonsiloadenoidektomi pada OSA anak dibandingkan dengan terapi Mometasone Furoate. Metode: Penelitian ini merupakan uji klinis dengan alokasi acak dua kelompok melibatkan 20 subjek, dengan 10 subjek terapi tonsiloadenoidektomi dan 10 subjek menggunakan Mometasone furoate. Analisis dilakukan berdasarkan perubahan skor OSA 18 dan polisomnografi sebelum dan sesudah terapi 6 minggu. Hasil: karateristik jenis kelamin lebih banyak perempuan, dengan rentang usia terbanyak pada kelompok usia 5 hingga 7 tahun, mayoritas tingkat pendidikan sekolah dasar, dengan status gizi subjek berat badan normal (P5%-P85%), rerata lingkar leher adalah 25,28 cm (SB 2,28). Karakteristik pemeriksaan fisik terbanyak adalah hipertrofi tonsil (T3), posisi palatum derajat 2 dan hipertrofi adenoid derajat III berdasarkan pemeriksaan nasoendoskopi serat lentur. Faktor predisposisi alergi pada subjek penelitian didapatkan hasil uji tusuk kulit positif. Pada penelitian ini didapatkan perbedaan perubahan skor OSA 18, Skala Analog Visual (SAV) dan Apnea Hypopnea Index (AHI) sebelum terapi dan 6 minggu setelah terapi, baik pada kelompok intervensi bedah maupun kelompok Mometasone furoate. Tidak ditemukan perbedaan bermakna nilai saturasi oksigen terendah (Sat O2) sebelum terapi dan 6 minggu setelah terapi pada kedua kelompok. Kesimpulan: Pada OSA anak, kuesioner OSA 18, SAV dan parameter AHI dari polisomnografi dapat digunakan sebagai penilaian efektifitas terapi OSA. Tonsiloadenodektomi dapat menjadi pilihan tatalaksana pembedahan, disamping pemberian Mometasone furoate pada pasien OSA anak yang disertai alergi.
ABSTRACT Background: Obstructive Sleep Apnea is a sleep disorder that occurs periodically and accompanied by respiratory rest. OSA in children can cause behavioral disorders, poor academic perfomance, cardiovascullar, endocrine metabolic complications. Management of OSA in children were operatif and non operatif. Subjectively improvement quality of life can be measured with a questionnaire OSA 18 and objectively by polysomnography examination. Objectives: To determine the effectiveness of the adenotonsilectomy in children with OSA compared with Mometasone furoate therapy. Methods: This study was a clinical trial with random allocation involves two groups of 20 subjects, i.e. 10 subject in adenotonsilectomy group and 10 subjects with Mometasone furoate. The analysis was perfomed based on the changes of OSA 18 scoring and polysomnography before and after 6 weeks therapy. Result: The subject characteristic in this research was more girls, with average age of 5 to 7 years old, education level at primary school, normal body weight, mean neck circumference was 25.28 (2.28). Physical examination characteristic were tonsilar hypertrophy (T3), 2nd stage palatum position, 3rd stage adenoid hypertrophy based on the flexible nasoendoscopy. Allergy predisposing factor in this research showed positive result from skin prick test. There was statistical significant in OSA 18, Visual Analog Scale (VAS), and AHI at before and 6 weeks after treatment, either in surgical group or intranasal corticosteroid group. But there was no significant difference of the lowest oxygen saturation at before treatment and 6 week after treatment in both groups. Conclusions: In children, OSA 18 Questionare, VAS, and AHI from polysomnography parameters can be used as evaluation effectiveness of treatment of OSA. Adenotonsilectomy can be treatment of choice as a surgical option along with intranasal corticosteroid as a treatment consideration for patient OSA with allergic. Keywords: Children OSA, OSA 18 Questionare, AHI, adenotonsilectomy, intranasal corticosteroid.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ikhwan
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang: Fungsi dari tuba Eustachius (TE) adalah ventilasi, proteksi, dan pembersihan telinga tengah. Disfungsi TE berperan penting pada patogenesis terjadinya kasus otitis media, sehingga hasil pengobatan dan prognosis kasus ini sangat bergantung pada fungsi TE yang adekuat yang pada akhirnya dapat mempengaruhi angka keberhasilan rekonstruksi telinga tengah. Data penelitian mengenai fungsi ventilasi TE masih sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilan terapi dan operasi pada kasus OMSK. Tujuan : Mendapatkan gambaran fungsional ventilasi TE pada pasien OMSK tipe aman dan subjek non otitis media serta mendapatkan modalitas lain untuk mengukur fungsi ventilasi TE pada pasien dengan membran timpani utuh maupun perforasi. Metode: Penelitian comparative cross sectional pada 36 subjek telinga OMSK tipe aman dan 80 telinga subjek non otitis media dengan sonotubometri dan dinilai parameter jumlah frekuensi pembukaan, peningkatan amplitudo, dan durasi pembukaan. Hasil : Gangguan fungsi ventilasi TE lebih banyak didapatkan pada kelompok OMSK tipe aman (47%) dibandingkan kelompok non otitis media (18,75%). Terdapat perbedaan bermakna (p=0,002) antara fungsi ventilasi TE subjek OMSK tipe aman dengan subjek non otitis media, dimana subjek OMSK tipe aman dapat mengalami gangguan fungsi ventilasi TE 3,88 kali lebih besar dibandingkan dengan subjek non otitis media. Kesimpulan : Pasien OMSK tipe aman lebih berpotensi mengalami gangguan fungsi ventilasi TE dibandingkan subjek non otitis media
ABSTRACT
Background : The function of the Eustachian tube (ET) is ventilation, protection and cleaning of the middle ear. TE dysfunction plays an important role in the pathogenesis of otitis media cases, so that the treatment and prognosis of these cases is very dependent on adequate TE function that can ultimately affect the success rate of middle ear reconstruction. Data research on ventilation ET function is needed for the success of the therapy and surgery in the case of chronic suppurative otitis media (CSOM) Objective : To determine ventilation ET function on benign type chronic suppurative otitis media and non otitis media subject and get another modality to measure ventilation function TE in patients with intact and perforated tympanic membrane. Methods : Comparative Cross-sectional study in 36 subjects benign type CSOM and 80 non otitis media subjects with sonotubometry and rated parameter number of frequencies opening, increasing the amplitude and duration of the opening ET. Results : Malfunctioning ventilation ET function more obtained at benign type CSOM (47%) than among non otitis media subjects (18.75%). There is a significant difference (p = 0.002) ventilation ET function between benign type CSOM subject and non otitis media subject, where the benign type CSOM subject may be malfunctioning ventilation ET function 3.88 times larger than the non otitis media subjects. Conclusion : Patients with benign type potentially have malfunctioning ventilation ET function than non otitis media subjects.
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Meirida
Abstrak :
ABSTRAK Latar belakang: Paparan cairan refluksat di daerah laring menyebabkan trauma pada mukosa laring baik secara langsung ataupun melalui mekanisme sekunder yang menyebabkan batuk kronis. Hal tersebut dapat menyebabkan gangguan suara yang memang sering dikeluhkan penderita RLF. Salah satu pemeriksaan penunjang diagnosis gangguan suara adalah analisis akustik suara dengan program komputer Multi-Dimensional Voice Program MDVP . Pemeriksaan ini relatif mudah dilakukan dan bersifat objektif. Tujuan penelitian: Mengetahui perbedaan nilai parameter akustik suara pada kelompok penderita RLF dibandingkan dengan kelompok bukan RLF. Metode: Penelitian komparatif cross sectional yang dilakukan di URJT Departemen THT FKUI-RSCM pada bulan Mei hingga November 2016 dengan subjek penelitian terdiri dari 40 orang pada kelompok penderita RLF dan 20 orang pada kelompok bukan RLF. Hasil: Beberapa nilai parameter akustik suara kelompok penderita RLF lebih tinggi secara bermakna daripada kelompok bukan RLF, pada subjek laki-laki terdapat pada parameter jitter, PPQ dan NHR sedangkan pada subjek perempuan terdapat pada parameter shimmer dan APQ. Selain itu juga terdapat perbedaan bermakna nilai parameter akustik suara jitter, PPQ, APQ dan NHR pada subjek laki-laki antara kelompok penderita RLF derajat ringan dan derajat sedang berat. Kata kunci: Analisis akustik suara, disfonia pada refluks laringitis, refluks laringofaring
ABSTRACT Background Exposure gastric juice in the larynx causes trauma in laryngeal mucosa either directly or through secondary mechanism causes chronic cough. Trauma in laryngeal mucosa can cause voice problems, frequent complaint in patients with LPR. One of diagnostic examination of voice problem is acoustic voice analysis with Multi Dimensional Voice Program MDVP . This examination is relatively easy to do and give objective result. Purpose To determine differences a value of acoustic voice parameter in LPR patients compared with normal control group. Method Comparatif cross sectional study was conducted in Outpatient Clinic Cipto Mangunkusumo Hospital since May until November 2016 with 60 subjects, 40 subjects in LPR group and 20 subjects in control groups. Result Some values of acoustic voice parameter in LPR patients group are higher than normal control group. Male subjects were significant higher in jitter, PPQ and NHR. While on female were significant higher in t shimmer and APQ. There are also significant differences in value of acoustic voice parameter jitter, PPQ, APQ and NHR between groups of patients with mild LPR and moderate severely LPR in male subjects. Keywords Accoustic voice analysis, dysphonia in laryngopharyngeal reflux, laryngopharyngeal reflux.
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natasha Supartono
Abstrak :
ABSTRAK Laringektomi total merupakan prosedur yang umum dilakukan pada karsinoma sel skuamosa laring. Infeksi luka operasi merupakan salah satu komplikasi yang sering dan dapat memberikan dampak yang besar terhadap kualitas hidup pasien. Penggunaan antibiotika profilaksis merupakan salah satu cara pencegahan ILO namun belum ada literatur pasti yang menyebutkan penggunaan antibiotika profilaksis pada laringektomi total sebaiknya digunakan selama berapa lama. Penelitian ini merupakan suatu studi eksperimental kuasi dengan kontrol yang diambil secara retrospektif untuk melihat kejadian infeksi pasca operatif pada penggunaan Sefazolin sebagai antibiotika profilaksis perioperatif selama 5 hari pada kelompok eksperimen dibandingkan dengan kelompok kontrol statik dari data retrospektif yang menggunakan Sefazolin 30 menit sebelum insisi dan diteruskan dengan antibiotika yang berbeda selama lebih dari 12 hari di Divisi Laring Faring Departemen THT-KL FKUI-RSCM. Tiga dari 12 subyek mengalami infeksi pada kelompok eksperimen dan 2 dari 24 subyek mengalami infeksi pada kelompok kontrol. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna proporsi angka kejadian ILO pada kedua kelompok. Analisis univariat dan bivariat dilakukan untuk menilai beberapa faktor risiko dan studi ini menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara penyakit ginjal dan penyakit komorbid >1 dengan angka kejadian ILO.
ABSTRACT Total laryngectomy is a common procedure in laryngeal squamous cell carcinoma. Surgical site infection is one frequent complication and it can have a major impact on patient rsquo s quality of life. The use of prophylactic antibiotics is one of the prevention of surgical site infections but there is no definite literature mentioning the use and how long should the prophylactic antibiotics be used in total laryngectomy. This study was a quasi experimental study with retrospective controls to look at the incidence of postoperative infection on the use of Cefazolin as the perioperative prophylactic antibiotics for 5 days on the experimental group compared to the static control group from retrospective data using Cefazolin 30 minutes before incisions and continued with different antibiotics for more than 12 days in Larynx Pharynx Division of ORL HNS Department of Medical Faculty of Universitas Indonesia. Three of 12 subjects had an infection in the experimental group and 2 of 24 subjects had an infection in the control group. There was no significant difference in the proportion of incidence of surgical site infections in both groups. Univariate and bivariate analyzes were performed to assess several risk factors and this study showed a significant association between renal disease and comorbid disease 1 with the incidence rate of surgical site infections.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58971
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Windy Woro Paramyta
Abstrak :
ABSTRAK
Sumbatan hidung merupakan keluhan tersering yang ditemukan pada praktek THT sehari-hari. Penyebab sumbatan hidung multifaktorial dan dapat disebabkan faktor struktural ataupun mukosa. Pemeriksaan sumbatan hidung dapat dilakukan secara subjektif dan objektif. Hidung tersumbat juga dapat mengakibatkan gangguan kualitas hidup seseorang. Penelitian ini dilakukan untuk menilai hubungan antara pemeriksaan subjektif menggunakan kuisioner Nasal Obstruction and Symptom Evaluation NOSE , dan secara objektif menggunakan Peak Nasal Inspiratory Flowmeter PNIF dan Rinomanometri Aktif Anterior untuk mendiagnosis sumbatan hidung pada subjek dengan deformitas hidung. Deformitas hidung yang masuk dalam penelitian ini adalah, crooked nose, saddle nose, gangguan katup hidung dan septum deviasi. Penelitian ini juga akan mencari hubungan sumbatan hidung terhadap kualitas hidup berupa sleep disordered breathing. Penelitian ini adalah penelitian studi potong lintang dengan desain analitik pada 52 percontoh deformitas hidung dan 10 percontoh normal yang diambil secara berurutan. Analisis data dilakukan dengan pendekatan Bootstrap. Tahanan hidung populasi normal pada penelitian ini didapatkan sebesar 0,172 Pa/cm3/detik, dan pada populasi deformitas hidung sebesar 0,173 Pa/cm3/detik. Hasil dari penelitian ini didapatkan tidak ada hubungan yang bermakna antara NOSE dan PNIF serta NOSE dengan rinomanometri. Didapatkan adanya hubungan bermakna antara pemeriksaan PNIF dan rinomanometri aktif anterior.
ABSTRACT Nasal obstruction is the most common symptom in daily practice. Etiology of nasal obstruction is multi factorial and can be caused by mucosal or structural factors. Nasal obstruction also correlate with quality of life. There was subjective and objective evaluation to diagnose nasal obstruction. This study aim to evaluate the correlation between Nasal Obstruction and Symptom Evaluation NOSE questionnaire, Peak Nasal Inspiratory Flowmeter PNIF and Active Anterior Rhinomanometry to diagnose nasal obstruction in nasal deformity. Nasal deformity that include in this study were crooked nose, saddle nose, nasal valve incompetence, and deviated septum. This study also will examined correlation between nasal obstruction and sleep disordered breathing. This study is cross sectional study with analitic design on 52 subject with nasal deformity, and 10 normal subject taken consecutively with data analyzed with bootstraps method. The result of this study was nasal resistance in normal subject 0,172 Pa cm3 sec and in nasal deformity subject 0,173 Pa cm3 sec on 75 Pa pressure. There is no significant correlation between NOSE score and PNIF value also between NOSE score and rhinomanometry value. There is significant correlation between PNIF and active anterior rhinomanometry.
2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Anggri Murtia
Abstrak :
Latar belakang: Pemeriksaan Subjective Visual Vertical (SVV) dan Vestibuler Evoked Myogenic Potential (VEMP) merupakan pemeriksaan keseimbangan yang dapat dilakukan dalan keadaan duduk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kesesuaian antara nilai SVV dengan cVEMP. Metode penelitian: Penelitian ini pada bulan September-November 2020, menggunakan disain potong lintang dilakukan pada 37 orang orang dewasa, orang perempuan dan 13 laki-laki dan 24 perempuan tanpa gangguan keseimbangan yang diperiksa dengan alat SVV dan VEMP di Poliklinik THT Neurotologi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo untuk menilai kesesuaian hasil pemeriksaan SVV dan VEMP menggunakan uji korelasi Spearman. Hasil penelitian: Pada orang tanpa gangguan keseimbangan nilai rata-rata SVV ≤2,5ᵒ. Hasil pemeriksaan cVEMP pada orang dewasa tanpa gangguan keseimbangan nilai rata-rata p13 terkecil dan terbesar yaitu 16,58±0,95 dan 18,69±2,54 dan untuk nilai rata-rata n23 terkecil dan terbesar yaitu 25,50±1,50 dan 27,69±2,75. Nilai rata-rata amplitudo cVEMP terkecil dan terbesar yaitu 46,96±25,20 dan 69,76±34,2 mV serta didapatkan nilai rata-rata rasio asimetri untuk terkecil dan terbesar perempuan yaitu 0,09±0,11dan 0,18±0,14. Pada uji korelasi Spearman didapatkan r < 0,2 sehingga penilaian SVV dengan nilai asimetri cVEMP tidak memiliki kesesuaian. Kesimpulan: Tidak terdapat kesesuaian nilai pemeriksaan Subjective Visual Vertical (SVV) dengan cervical Vestibuler Evoked Myogenic Potential (VEMP) pada orang tanpa gangguan keseimbangan ......Background: Subjective Visual Vertical (SVV) and Vestibular Evoked Myogenic Potential (VEMP) examinations are balance examination that can be performed while sitting. This study aims to describe the comformity between SVV with cVEMP. Methods: This study was conducted in September-November 2020, using a cross-sectional design carried out on 37 adults, 13 men and 24 women without balance disorders who were examined with the SVV and VEMP tools at the ENT Neurotology outpatient clinic Cipto Mangunkusumo Hospital for assess the conformity of the SVV and VEMP results using the Spearman correlation test. Results: People without balance disorders the average value of SVV ≤2.5. The results of cVEMP examination in adults without balance disorders, the smallest and largest average p13 values are 16.58±0.95 and 18.69±2.54 and for the smallest and largest average values of n23 are 25.50± 1.50 and 27.69±2.75. The average values of the smallest and largest cVEMP amplitudes are 46.96±25.20 and 69.76±34.2 mV and the average asymmetry ratio values for the smallest and largest women are 0.09±0.11 and 0.18 ±0.14 In the Spearman correlation test, it was found that r <0.2, so that the SVV assessment with the asymmetry cVEMP was not corralated. Conclusion: There is no comformity between the Subjective Visual Vertical (SVV) examination scores with Vestibular Evoked Myogenic Potential (VEMP) in people without balance disorders
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Puspito Sari
Abstrak :
Biofilm adalah struktur kompleks tiga dimensi yang terdiri dari bakteri hidup dalam matriks ekstraselular atau excreted polymeric substance (EPS) yang mengandung polisakarida, asam nukleat dan protein. Infeksi yang diakibatkan biofilm sulit untuk dieradikasi, karena EPS pada biofilm dapat meningkatkan resistensi bakteri dan menghambat antibiotik mencapai bakteri tersebut. Biofilm dapat melekat pada alat-alat kesehatan seperti kanul trakeostomi.  Pembentukan kolonisasi bakteri biofilm pada kanul trakeostomi dapat menyebabkan inflamasi kronik yang memicu infeksi stoma dan saluran pernapasan bawah, serta pembentukan jaringan granulasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan mengenai biofilm dan mikroba pembentuk biofilm, serta faktor risiko yang mempengaruhi pembentukannya. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang, dilakukan di poliklinik THT FKUI-RSCM Dr. Cipto Mangunkusumo pada bulan Februari 2019 sampai dengan Agustus 2019 terhadap pasien yang terpasang kanul trakeostomi usia dewasa. Dari penelitian ini terdapat hubungan yang signifikan secara statistik antara faktor risiko penyakit komorbid dengan peningkatan pembentukan biofilm pada pasien terpasang kanul trakeostomi. ......Biofilm is a three-dimensional complex structure consisting of living bacteria in an extracellular matrix or excreted polymeric substance (EPS) containing polysaccharides, nucleic acids and proteins. Infections caused by biofilms are difficult to eradicate, because EPS in biofilms can increase bacterial resistance and prevent antibiotics from reaching the bacteria. Biofilms can be attached to medical devices such as tracheostomy cannula. The formation of bacterial colonization of biofilms in tracheostomy cannulas can cause chronic inflammation that triggers stoma and lower respiratory tract infections, and the formation of granulation tissue. This study aimed to increase knowledge about biofilms and biofilm-forming microbes, and risk factors that influence its formation. This cross-sectional designs study, conducted at the ENT polyclinic FKUI-RSCM Dr. Cipto Mangunkusumo on February 2019 to August 2019 of adult patients with tracheostomy cannula.There was a statistically significant correlation between risk factors of comorbid disease with an increase of the biofilms formation in patients with tracheostomy cannula.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58832
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Safira Trifani Putri
Abstrak :
Gangguan suara adalah istilah umum yang mencakup segala perubahan suara sesorang baik cakupan nada, intensitas, waktu fonasi dal lain-lain yang disebabkan kelainan laring. Adanya gangguan suara atau disfonia akan mengganggu suatu proses komunikasi yang akan berdampak negatif terhadap kehidupan sosial seperti depresi, terganggu dalam aktifitas dan pekerjaannya, serta akan mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kualitas hidup adalah dengan menggunakan kuesioner adaptasi terjemahan versi Bahasa Inggris agar dapat diaplikasikan sesuai budaya dan bahasa di negara tersebut. Kuesioner Voice Handicap Index (VHI) berdasarkan Agency of Healthcare Research and Quality pada tahun 2012 merupakan instrumen diagnostik yang valid dan reliabel dalam menilai handicap yang disebabkan oleh gangguan suara. Peneliti bertujuan untuk mendapatkan instrumen VHI adaptasi bahasa Indonesia yang sudah divalidasi dan reliabilitas yang teruji menggunakan desain potong lintang, dilakukan di poliklinik THT FKUI-RSCM Dr. Cipto Mangunkusumo pada bulan Desember 2017 sampai dengan April 2018 terhadap pasien gangguan suara usia dewasa. Dari penelitian ini didapatkan instrumen VHI bahasa Indonesia yang telah teruji valid dan reliabel sebagai instrumen penilaian kualitas hidup pasien gangguan suara. ......Voice Disorders is a general term that includes any change of a persons voice including range of tone, intensity, and other phonation time caused by laryngeal abnormalities. The presence of noise or dysfonia will interfere with a communication process that will have a negative impact on social life such as depression, disrupted in activities and work, and will affect the quality of life. One tool that can be used to evaluate the quality of life is to use an translation adaptation questionnaire of the English version to be applied to the culture and language of the country. The Voice Handicap Index (VHI) Questionnaire based on the Agency of Healthcare Research and Quality in 2012 is a valid and reliable diagnostic instrument in assessing handicap caused by voice disorders. This study aimed to receive Indonesian adaptation of VHI that also tested in validity and reliability to measue the quality of life in patients with dysphonia. Cross-sectional design is entirely used in this study, conducted at ENT Department out-patient clinic, Cipto Mangunkusumo hospital between December 2017 and April 2018 towards adult patients with dysphonia. The Indonesian version of VHI has been proven valid and reliable as an instrument to asses quality of life in dysphonia patients.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58615
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>